Anda di halaman 1dari 11

Kolesistitis Akut et causa Kolelitiasis

Samuel Lionardi
10.2013.365
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-4505326, Fax. 021-4505326
sam_lionardi@yahoo.com

Pendahuluan
Latar belakang
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut,memiliki batu empedu.
Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan kolesistitis diantarannya: Faktor biologi (jenis kelamin),
faktor lingkungan, faktor penyakit.
Kolesistitis juga merupakan keadaan yang membuat 10% hingga 25% pasien
harus menjalani pembedahan kandung empedu. Bentuk yang akut lebih sering
ditemukan di antara wanita yang berusia pertengahan; bentuk kronis di antara manula.
Kolesistitis dengan penanganan yang baik mempunyai prognosis yang cukup baik.
Skenario
Wanita 46 tahun datang dengan keluhan nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2
minggu, demam tinggi sejak 3 hari. Mual-mual terus-menerus. Mata kuning tidak
disadari. Riwayat maag 2 tahun. Sejak setahun yang lalu diketahui ada batu empedu,
tetapi OS menolak operasi.
Rumusan Masalah
Wanita 46 tahun mengalami nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2 minggu dan
demam tinggi sejak 3 hari.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan

fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai. Anamnesis yang baik akan terdiri dari Identitas,
Keluhan utama, Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit
dalam keluarga dan Riwayat pribadi. 1
Pada penyakit hepatobilier, perlu melakukan anamnesis berikut: Adakah ikterus,
memar, distensi abdomen, anoreksia, pruritus, edema perifer, bingung, atau tremor? Kapan
pertama kali menyadari timbulnya gejala? Pernahkah ada perburukan, dan jika ya, mengapa?
Pernahkah ada perubahan obat atau bukti adanya infeksi? Pernahkah teman atau kerabat
mengamati adanya perubahan? Apakah urin pasien gelap? Apakah tinja pasien pucat?2
Riwayat penyakit dahulu
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam riwayat penyakit dahulu: Apakah pasien pernah
ikterus? Adakah riwayat hematemesis atau melena? Adakah riwayat hepatitis sebelumnya?
Jika ya, didapat dari mana (misalnya transfusi darah, penggunaan obat intravena)? Apakah
pasien pernah menjalani transfusi darah?2
Riwayat keluarga
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam riwayat penyakit keluarga: Adakah riwayat
penyakit hati dalam keluarga (misalnya penyakit Wilson, defisiensi 1 antitripsin)? Adakah
riwayat gejala neurologis dalam keluarga (misalnya gejala parkinsonian atau distonik pada
penyakit Wilson)? Adakah riwayat diabetes melitus dalam keluarga (pertimbangkan
hemokromatosis)?2
Obat-obatan
Riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan yaitu, antara lain; Obat apa
yang sedang dikonsumsi pasien? Adakah baru- baru ini terdapat perubahan pemakaian obat?
Apakah pasien mengkonsumsi jamu? Apakah pasien pernah mengkonsumsi obat ilegal,
terutama intravena?2
Alkohol
Riwayat konsumsi alkohol juga perlu ditanyakan yaitu, antara lain;

Bagaimana

konsumsi alkohol harian/mingguan pasien? Apakah pasien pernah minum bir, anggur,
minuman keras lainnya?2
2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:

Memeriksa keadaan umum dan tanda vital.

Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

Melakukan pemeriksaan Murphy sign

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien datang dengan keluhan nyeri tekan kuadran kanan
atas, nyeri tekan kandung empedu yang dapat diperlihatkan pada inspirasi (Murphy Sign),
kandung empedu biasanya tidak dapat diraba dan ikterus pada sebagian kecil pasien.3
Didapati pasien dari hasil pemeriksaan fisik

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Respiratory rate

: 24x / menit

Denyut nadi

: 98x / menit

Suhu

: 38.5C

Sklera ikterik ringan

Murphy Sign (+)

Pemeriksaan Penunjang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik
khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit kolesistitis adalah pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.4
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan beberapa kondisi seperti berikut:4

a. Leukositosis
b. Peningkatan kadar bilirubin (< 4 md/dl)
c. Peningkatan serum transaminase dan fosfatase alkali.
Pemeriksaan Radiologi

a. Sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk kolesistitis akut.


USG abdomen sangat bermanfaat untuk melihat besar, bentuk, penebalan dinding

kandung empedu, batu, dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai ketepatan USG
mencapai 90-95% (Gambar 1).4

b. Skintigrafi merupakan alternatif pengganti dari pemeriksaan USG. Skintigrafi


saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6 mempunyai
nilai sedikit lebih rendah dari USG, dan teknik ini tidak mudah dilakukan.4

c. CT Scan abdomen kurang sensitif dan mahal, namun mampu memperlihatkan


adanya batu empedu, penebalan dinding kandung empedu dan juga abses
perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
USG. CT Scan dianjurkan sebagai pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat
mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari kolesistitis akut
seperti gangren, formasi gas dan perforasi. CT Scan dengan kontras intravena
berguna untuk mendiagnosis kolesistitis akut pada pasein dengan nyeri perut yang
tidak khas.4

Didapati dari hasil pemeriksaan penunjang pasien:

Leukosit

: 11.300 /mm3

SGOT

: 207 /L

SGPT

: 97 /L

Bilirubin total : 2.7 mg/dL

Bilirubin direk: 1.2 mg/dL

Diagnosis Kerja
Kolesistitis merupakan peradangan yang terjadi pada kandung empedu. Kolesistitis
terbagi menjadi dua yaitu kolesistitis akut dan kolesistitis kronik. Kolesistitis akut adalah
suatu reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis kronik lebih sering karena batu dan biasanya
disebabkan oleh kolesistitis akut berulang yang menyebabkan penebalan dinding kandung
empedu dan lama-kelamaan efisiensinya berkurang. Pada kasus diatas, pasien diduga
menderita Kolesistitis Akut.4
Diagnosis Banding
Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu di dalam saluran empedu yaitu di duktus


koledokus komunis (CBD). Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu
sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi
masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus.4
Sebagian besar batu dalam duktus koledokus berasal dari batu empedu yang
bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sistikus, dan koledokus. Batu
yang tinggal di koledokus akan menimbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi, sekitar
10% pasien dengan batu kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu, umumnya
pada duktus koledokus atau hepatikus komunis. Tetapi dapat juga didapatkan di saluran
empedu intrahepatik. Di negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari pasase
batu dari kandung empedu berpengaruh pada insiden migrasi batu tersebut. Pada kasus ini,
batu di kandung empedu dan di saluran empedu berasal dari jenis yang sama, yakni batu
kolesterol atau batu pigmen hitam, disebut batu sekunder saluran empedu berasal dari jenis
yang sama, yakni batu kolesterol atau batu pigmen hitam. Disebut batu sekunder saluran
empedu, batu koledokus dapat pula terbentuk di awal saluran empedu, disebut batu primer
saluran empedu. Biasanya batu ini terbentuk akibat obstruksi bilier parsial karena batu sisa,
striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan bilier congenital. Infeksi dapat
merupakan kejadian awal. Batu berwarna cokelat, tunggal atau multiple, oval, dan
menyesuaikan diri dengan sumbu memanjang saluran empedu. Batu cenderung terjepit di
ampula Vater. Di asia, terutama Asia Timur, terdapat insiden batu saluran empedu dan baru
intrahepatik (batu pigmen cokelat) yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara barat.5
Kolangitis
Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri padan cairan empedu di dalam saluran
empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi aliran empedu seperti tumor, striktur,
stent, dan paling sering batu koledokus. Gejala umumnya berupa demam, menggigil, nyeri
perut, dan ikterus (triad Charcot).5
Timbulnya kolangitis berasal dari kombinasi adanya bakteri di cairan empedu
ditambah dengan meningkatnya tekanan di dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada
beberapa keadaan, jalur infeksi cukup jelas misalnya timbulnya kolangitis setelah ERCP pada
anastomosis enterobilier, bakteri mencapai saluran empedu secara retrograd, namun pada
banyak keadaan, mekanisme yang tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu
jelas. Kemungkinan besar bakteri naik dari duodenum yang dimungkinkan oleh adanya
5

divertikel periampuler atau disfungsi motorik sfingter Oddi. Bakteri yang terlibat adalah
bakteri Gram negatif aerob seperti E. coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau
enterobacter, bakteri anaerob ditemukan pada 10-20% kasus. Bila kolangitis tidak diobati
dengan baik, dapat timbul bakterimia, dan selanjutnya abses hati tunggal atau multipel.5
Manifestasi klinik yang paling sering adalah demam, menggigil, nyeri abdomen, dan
ikterus (triad Charcoat). Rentang dan derajat beratnya gejala sangat bervariasi. Beberapa
pasien hanya menunjukkan demam, menggigil, dan nyeri. Pasien lain, terutama pasien tua,
hanya menunjukkan gejala nyeri dan ikterus atau gejala yang minimal. Sebagian kecil pasien
dapat mengalami renjatan sepsis atau septic syok. Pada kolangitis, yang khas terjadi adalah
gejala intermiten yang menunjukkan obstruksi parsial intermiten. Nyeri abdomen yang
muncul khas, seperti pada batu kandung empedu, yakni di kuadran kanan atas atau di
epigastrium dan dapat menjalar ke punggung atau dibawah skapula kanan. Bentuk kolangitis
yang paling berat. Pada pasien ini obstruksi biasanya hebat dan pus mengisi saluran empedu.5
Karakteristik kolangitis berupa leukositosis dan kadar bilirubin serum 2-4 mg/dl
karena obstruksi biasanya tidak total. Bila bilirubin serum di atas 10 mg/dl perlu dicurigai
obstruksi saluran empedu total akibat neoplasma. Fosfatase alkali, gamma GT, dan 5-NT
meningkat mencolok. Tranaminase serum juga meningkat. Pada obstruksi akut dan transien,
tranaminase serum akan meningkat sangat tinggi (lebih dari 10 kali lipat) karena nekrosis
hepatoselular, namu akan menurun dengan cepat dalam 2-3 hari. Diagnosis utama ditegakkan
dengan ultrasonografi di mana ditemukan pelebaran saluran empedu proksimal obstruksi
pada 90% kasus. Batu koledokus tidak selalu tampak pada ultrasonografi. Penyebab lain yang
perlu dipertimbangkan terutama pada pasien tanpa nyeri adalah neoplasma saluran empedu
dari luar oleh kelenjar getah bening di porta hepatis. CT scan juga berguna untuk menentukan
penyebab kolangitis. CT scan digunakan untuk menentukan perluasan neoplasma yang
menyebabkan obstruksi tersebut. Bila terdapat pelebaran saluran empedu, pemeriksaan
kolangiografi langsung seperti ERCP/PTC sangat berguna untuk diagnosis dan terapi.5
Pankreatitis Akut Bilier
Batu empedu yang bermigrasi dari kandung empedu ke duktus koledokus dapat
mengakibatkan pankreatitis akut ketika melalui ampula. Batu tersebut biasanya kecil dan
keluar melalui tinja, kemudian inflamasi mereda. Kadang batu tidak dapat keluar melalui
ampula sehingga pankreatitis menetap dan dapat menjadi berat. Terdapat bukti bahwa lumpur
bilier dapat menyebabkan pankreatitis akut.5

Meningkatnya tekanan dalam duktus pankreatikus dan saluran empedu, serta adanya
refluks cairan empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreatikus berperan dalam
patogenesis pankreatitis akut bilier.5
Pasien dengan pankreatitis batu empedu mempunyai gejala dan hasil laboratorium
serupa dengan pankreatitis karena sebab yang lain. Diagnosis didukung oleh adanya batu di
kandung empedu melalui ultrasonografi. Pada sebagian pasien dengan mikrolitiasis, batu
tampak pada pemeriksaan ultrasonografi, hal ini juga ditemukan pada pasien dengan lumpur
bilier. Harus diingat bahwa kolesistitis akut atau kolangitis dapat juga muncul bersama
dengan pankreatitis bilier. Batu yang sudah lewat atau batu kecil tidak tampak pada USG.
Pelebaran duktus koledokus pada pasien dengan batu kandung empedu merupakan bukti kuat
bahwa pankreatitis tersebut berhubungan dengan batu empedu. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan amilase dan atau lipase serum yang mencolok, kelainan
tes fungsi hati berupa peningkatan fosfatase alkali/gama GT, transaminase, dan bilirubin
serum.5
Etiologi
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di
duktus sistikus sehingga menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus
timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus). Sepuluh persen kasus
kolesistitis akut tanpa obstruksi batu empedu biasanya ditemukan pada pasien-pasien yang
sakit berat seperti misalnya: keadaan pasca bedah, trauma berat, luka bakar berat, kegagalan
organ multisistem, sepsis, hiperalimentasi yang lama atau keadaan postpartum.4,6
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan
elektrolit. Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkan atas 3 golongan, yaitu:4
1. Batu kolesterol: berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih
dari 70% kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat): berwarna coklat atau coklat tua, lunak,
mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam: berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
Di negara barat, 80% terdiri dari batu kolesterol, sedangkan jenis batu pigmen lebih banyak
di temukan di negara Asia.4
7

Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Batu empedu yang
mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis dan kental,
kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa kandung empedu
diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapat unsut
tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya
dapat menyebabkan terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya
insidensi.4,7
Infeksi kuman dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sabagai akibat dari
terbetuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.7
Dinding kandung empedu akan meradang, kasus yang lebih berat akan terjadi
nekrosis dan ruptur. Kolesistitis akut alkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama yang mendapat nutrisi secara parenteral atau dapat juga terjadi sumbatan karena
keganasan kandung empedu.4
Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini
menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua
dekade pertama. Namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan
lebih berisiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras
dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya batu
empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan
akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya
insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati, pankreatitis, kanker kandung empedu, dan
penyakit atau reseksi ileum. Faktor risiko lain yang berkaitan dengan timbulnya batu empedu
adalah obesitas, multiparitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera
makanan yang mengandung kalori rendah atau lemak rendah (puasa).7
8

Gejala Klinis
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala.
Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu, yang seringkali terjadi
karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus. Penderita batu empedu sering
memiliki gejala kolesistitis akut atau kronis. Bentuk akut ditandai oleh nyeri hebat mendadak
pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas; nyeri dapat menyebar ke punggung dan
bahu kanan dan kenaikan suhu tubuh disertai mengigil. Penderita dapat berkeringat banyak
atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur.
Anoreksia, nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam
atau dapat kambuh kembali setelah remisi parsial. Bila penyakit mereda, nyeri dapat
ditemukan di atas kandung empedu. Kolesistitis akut sering disertai sumbatan batu dalam
duktus sistikus dan sering disebut kolik biliar. Berat ringannya keluhan bervariasi tergantung
dari beratnya inflamasi. Tanda radang peritoneum juga dapat ditemukan pada kolesistitis akut
apabila penderita merasa nyeri semakin bertambah pada saat menarik nafas dalam.7
Komplikasi
Proliferasi bakteri pada kandung empedu yang mengalami obstruksi dapat
menimbulkan empiema pada organ bersangkutan. Pasien dengan empiema mungkin akan
mengalami reaksi toksik yang ditandai demam yang sering dan leukositosis. Bila ditemukan
ada empiema, pasien seringkali memerlukan penanganan kolesistektomi terbuka dari yang
sebelumnya hanya laparoskopi. Pada kasus yang jarang terjadi, sebuah batu empedu yang
besar dapat mengikis dinding kandung empedu dan keluar ke organ viseral lain yang
berdekatan, biasanya ke duodenum. Sehingga, batu empedu tersebut dapat melekat di ileum
terminal atau di bulbus atau pylorus duodenum, menyebabkan ileus paralitik batu empedu
(gallstone ileus). Kolesistitis Emfisematosa terjadi pada sekitar 1% kasus dan ditandai dengan
adanya gas dalam dinding kandung empedu akibat invasi organisme yang memproduksi gas,
seperti Escherichia coli, Clostridia perfringens, dan spesies Klebsiella. Komplikasi ini lebih
sering terjadi pada pasien dengan diabetes, laki-laki, dan 28% pada kolesistitis akalkulus.
Karena tingginya insiden gangren dan perforasi, kolesistektomi darurat dianjurkan. Perforasi
dapat terjadi hingga 15% dari keseluruhan kasus. Komplikasi lainnya termasuk sepsis dan
pankreatitis.8

Penatalaksanaan
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,
obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase
awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia.
Golongan ampisilin, sefalosporin, dan metronidazol cukup memadai untuk mematikan
kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalis dan
Klebsiella.1
Terapi definitif kolesistitis akut adalah kolesistektomi. Terapi operatif ini dapat
dilakukan secepatnya yaitu dalam waktu 2-3 hari atau ditunggu 6-10 minggu selepas diterapi
dengan pengobatan. Sebagian ahli memilih terapi operatif dini untuk menghindari timbulnya
gangren atau komplikasi kegagalan terapi konservatif. Selain itu, lama perawatan di rumah
sakit juga lebih singkat. Sebagian lagi memilih dilakukan bila kondisi penderita sudah stabil.
Terapi operatif lanjut ini merupakan pilihan terbaik karena operasi dini akan menyebabkan
penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dan teknik operasi menjadi lebih sulit karena proses
inflamasi akut di sekitar duktus akan mengaburkan gambaran anatomi. Namun pada kasus
emergensi atau ada komplikasi seperti empiema, kolesistitis emfisema atau dicurigai adanya
perforasi, sebaiknya langsung dilakukan kolesistektomi atau kolesistotomi.4
Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun kandung empedu yang
menjadi tebal, fibrotik, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tindakan bedah akut
pada usia tua, (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek disamping kemungkinan timbul
banyak komplikasi pasca bedah.4
Kesimpulan
Wanita berusia 46 tahun tersebut menderita Kolesistitis akut et causa Kolelitiasis.
Kolesistitis akut merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu dengan gejala
klinis berupa nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Penatalaksanaan utama
penyakit ini merupakan bedah Kolesistektomi dengan Laparaskopi. Prognosis kolesistitis
dengan tindakan bedah pada usia tua buruk dan memiliki kemungkinan timbul banyak
komplikasi pasca bedah.

10

Daftar Pustaka
1.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar


ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

2.

Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.


155.

3.

Hayes PC, Mackay TW. Diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC;1997 .p.161

4.

Ndraha, Suzanna. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran


UKRIDA; 2013.h.187-203

5.

Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit hati.
Edisi ke-1. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. h. 171-88.

6.

Mitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit robbins & cotran. Edisi 7. Jakarta:
EGC; 2008. h. 539

7.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. h. 502-3.

8.

Sahai
AV,
Mauldin
PD,
Marsi
V.
Kolesistitis.
Diunduh
dari
http://www.medicinestuffs.com/2013/10/kolesistitis-cholecystitis-bagian.html pada 9
Juni 2014

11

Anda mungkin juga menyukai