Anda di halaman 1dari 44

BAGIAN ILMU BEDAH JANUARI 2020

UNIVERSITAS TADULAKO REFLEKSI KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN(1)

TRAUMA RENAL SINISTRA

]Nama :ANDIKA NURSARI PUTRI


No. Stambuk :N 111 17 097
Pembimbing :dr. ARISTO,Sp.U

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2020
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang bersangkutan
sebagai berikut:
Nama : Andika Nursari Putri, S.Ked
No stambuk : N 111 17 097
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Judul Refka : Trauma Renal
Bagian : Ilmu Bedah

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah

Palu, Januari 2020

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

Dr.Aristo Sp.U Andika Nursari Putri

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa


disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia,
biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia
tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap.
Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak
terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun
keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa
pasien. (1)
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul
yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. (2)
Insiden cedera traktus urinarius yang disertai dengan trauma abdominal
adalah 10%. Trauma ginjal sendiri terjadi 1-5% dari semua kasus trauma. Ginjal
adalah organ genitourinarius yang paling sering cedera, rasio laki-laki banding
perempuan adalah 3:1. Meskipun trauma ginjal secara akut dapat mengancam jiwa,
namun penanganannya dapat secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir, kemajuan
dalam hal pencitraan dan strategi penatalaksanaannya dapat menurunkan tindakan
intervensi operasi dan meningkatkan perbaikan pada ginjal. (1,2)
Ginjal mendapat proteksi dari otot lumbar, thoraks, badan vertebra dan
viscera, tetapi ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan
kerusakan parenchymal dan cedera vaskular. Trauma sering disebabkan kerana jatuh,
kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, luka tembak dan rupture spontan. (2)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal


Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot
besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjara
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa  berukuran panjang 11-12
cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang
lebih beratnya antara 120-150 gram. (3)
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam berwarna merah tua, terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ukuran
ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki
lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit
ke bawah dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi tempat  lobus hepar kanan
yang besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal
dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. (4)
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. (3,4)

4
Gambar 1. Anatomi Ginjal
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda
yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Pembentukan urin
dimulai dalam korteks dan berlanjut selama bahan pembentukan urin
tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus kolektivus. Urin yang terbentuk
kemudian mengalir kedalam duktus papilaris bellini, masuk kaliks minor,
kaliks mayor , pelvis ginjal dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui ureter
menuju kandung kemih. (5)

Gambar 2. Letak Ginjal

5
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi
menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul. (3,4)
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.(2)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari,
kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini
dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing kemudian ke luar melalui
Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.(2,4)
Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan solute dan
air secara selektif. Fungsi vital ginjsl dilakukan dengan filtrasi plasma darah

6
melalui glomerulus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah solute dan air dalam
jumlah yang tepat disepanjang tubulus ginjal. Kelebihan solute dan air akan
diekskresikan keluar tubuh sebagai air kemih melalui sistem pengumpul.(3,6)
Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava
inferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk
kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang
berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri
interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.(4)

Gambar 2. Vaskuarisasi Ginjal


Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu
volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran
darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat

7
merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri
dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
tetap konstan. (2–4)
Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyarin
darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah
tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari)
ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya
keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Fungsi ginjal:(7)
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
2. Mempertahankan  keseimbangan cairan tubuh
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah
8. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun
9. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
10. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh.
11. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan
ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali”

8
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.(3,7)
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan
tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami
beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh,
kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium
plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik.(7)
Laju mortalitas dan morbiditas trauma ginjal bervariasi tergantung dari
beratnya trauma yang terjadi, derajat trauma yang mengenai organ lainnya dan
rencana pengobatan yang digunakan. Oleh karena itu, pilihan penanganan
harus mempertimbangkan angka mortalitas dan morbiditas. Secara
keseluruhan, dengan tekhnik penanganan modern, laju pemeliharaan ginjal
mencapai 85-90%.(2)
Pembentukkan Urine
a) Ultrafiltrasi Glomerulus
b) Reabsorbsi dan Sekresi Tubulus

9
2.2 Definisi
Trauma renal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen
atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal.
Normalnya ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, muskulatur punggung

10
posterior, dan oleh lapisan dinding abdomen serta visera anterior. Semuanya
dapat digerakkan dan “difiksasi” hanya pada pedikel renal (batang pembuluh
darah renal dan ureter). Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat
tertusuk oleh iga paling bawah, sehingga terjadi konstusi dan ruptur. Fraktur iga
atau fraktur prosesus transversus lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan
kontusi renal atau laserasi. Cedera dapat tumpul (kecelakaan lalulintas, jatuh,
cedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam). Lalai
dalam menggunakan sabuk pengaman sangat berperan dalam menimbulkan
trauma renal pada kecelakaan lalulintas. Trauma renal sering dihubungkan
dengan cedera lain; lebih dari 80% pasien trauma renal mengalami cedera pada
organ internal yang lain.(8)
2.3 Etiologi
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma tumpul. Secara
umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas : laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan
trauma pembuluh darah ginjal. Ada 3 penyebab utama trauma ginjal, yaitu(9)
1.      Trauma tajam
2.      Trauma iatrogenik
3.      Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman merupakan 10 – 20 % penyebab
trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian
atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria
merupakan tanda pasti cedera pada ginjal. (2,8)
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik-teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.(8,9)

11
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian
trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga,
kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari
ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga
peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan
tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.Ada beberapa faktor
yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal yang relatif mobile
dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik karena trauma
langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma yang demikian
dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat
sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur.(7,9)
2.4 Patofisiologi
Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang
paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada region costa
ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada
pinggang atau bagian bawah ginjal. Ditempat costa 12 memberi impak. Ginjal
juga dapat rusak akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen sering kali
dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang sering
kali disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga.
Walaupun sering ditemukan hematoma peri-renal, pasien mungkin tidak
menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau pelvis.(3,7)
Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan
motor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang
menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak,

12
merupakan penyebab lainnnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh
karena penyebab iatrogenic yang dapat bermanifestasi dengan perdarahan setelah
trauma minor. Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala
hematuria (95%), yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang
berat. Akan tetapi, trauma vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan
tidak tampak. Oleh karena, sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma
ginjal, membutuhkan sedikit prosedur invasif, maka pemeriksaan radiologi
sangatlah penting. Dengan pemeriksaan yang akurat dari radiologi pasien dapat
ditangani dengan optimal secara konservatif dari penanganan pembedahan.(7)
2.5 Klasifikasi Derajat
Berdasarkan American Association for the surgery of Trauma (AAST), trauma
ginjal terbagi dalam beberapa derajat:(2,3,7,8)
Grade 1 :
 Kontusio renis
 Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan, kematian
jaringan maupun kerusakan kaliks
 Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik
 Hematuria dengan pemeriksaan radiologi yang normal
 Hematoma subkapsular non-ekspandin.
 Pemeriksaan CT-scan normal
Grade 2
 Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa adanya
kelainan parenkim.
 Hematoma perinefrik non-ekspanding yang terbatas pada
retroperitoneum
 Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman kurang dari 1 cm tanpa
adanya trauma pada sistem lain
Grade 3

13
 Laserasi ginjal yang kedalamannya tidak lebih dari 1 cm tidak
melibatkan sistem lainnya, Tidak mengenai pelviokaliks dan Tidak
terjadi ekstravasasi.
Grade 4 :
 Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau
ekstravasasi urin
 Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.
 Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem lainnya
 Melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik
 Infark segmental tanpa disertai laserasi
 Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal
Grade 5 :
 Cedera pembuluh darah utama
 Avulsi pembuluh darah è gangguan perdarahan ginjal
 Laserasi luas pada beberapa tempat
 Devaskularisasi ginjal
 Avulse ureteropelvis
 Laserasi lengkap atau thrombus pada arteri atau vena utama
Mekanisme dan keparahan cedera. Trauma renal digolongkan berdasarkan
mekanisme cedera (tumpul versus penetrasi), lokasi anatomis, atau keparahan
cedera.(9)
 Trauma renal minor, mencakup kontusi, hematom, dan beberapa
laserasi di korteks ginjal
 Cedera renal Mayor mencakup laserasi mayor disertai ruftur kapsul
ginjal
Trauma renal Kritikal, meliputi laserasi multipel yang parah pada ginjal disertai
cedera pada suplai vaskuler(2,8)

14
Gambar 3. Klasifikasi Trauma Ginjal
2.6 Dasar Diagnosis
Manifestasi Trauma Ginjal
Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada
trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal,
ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Nyeri abdomen
umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas, dengan intenitas
nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan adanya
tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera traktus. digestivus ditemukan
adanya tanda rangsang peritoneum. Fraktur costae bagian bawah sering
menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan
paru apakah terdapat hematothoraks atau  pneumothoraks. (5,6,8)
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.
Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu
diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya
pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda shock.(2,8)
Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat
massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume

15
hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen
dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri
lokal. Jika pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat
mencurigai dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi
retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik,
yang bisa menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis
dengan trauma intraperitoneal.(5,7,8)
Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra
yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan vomiting dapat juga
ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada
perdarahan retroperitoneal.(3,7)
 Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jejas di daerah lumbal,
sedangkan pada trauma tajam tampak luka.
 Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot
pinggang , sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar
luas disertai tanda kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera
vaskuler.
 Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian
atas , dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar
atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut.
 Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini
ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat
hematothoraks atau pneumothoraks?
 Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.
Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal.
Perlu diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat
seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal.
 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.

16
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung
informasi mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang
didapatkan harus dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka
dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik.(1,10)
Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan
dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma
ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau
kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis
trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.(2)
Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde,
arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed
tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR).(8)
Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai
menderita trauma ginjal, yaitu:(2)
1.  Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang
tepat dan menentukan prognosisnya
2.   Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3.   Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4.   Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
A. Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak
fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.(2)

17
B. Intravenous Pyelography (IVP)
Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi
kedua ginjal dan ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah(5,8)
(1) pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan
informasi maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan;
(2) dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548 Gy)
(3) gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.’
C. Intravenous Urography (IVU)
Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus
dilakukan single shot  high dose intravenous urography (IVU) sebelum
eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60%
ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan
gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol
dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat
disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah
tak bisa mengetahui luasnya trauma.  Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua
ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa
mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam
mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma
parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan
hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa
lanjutan dengan Computed  Tomography (CT) scan. Bagi pasien
hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan
eksplorasi.(2,8)
D. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan

18
untuk        membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta
ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel  dan infark segmental.
Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis.
Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas
membatasi visualisasi ginjal. Keuntungan pemeriksaan ini adalah(6,11)
1. non-invasif,
2. dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan
3. dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
1. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih,
2. pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan
anatomi ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan
bebas,
3. trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.
E. Computed Tomography (CT)
Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat
menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini
menggunakan scanning dinamik kontras.(5,8,12)
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan.
Teknik noninvasiv ini  secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan
ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran
dan lokasi  hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta 
cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pankreas  dan kolon (Geehan
, 2003). CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada
kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat
memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah 

19
diperkenalkan suatu helical CT scanner  yang mampu melakukan imaging
dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen. Keuntungan pemeriksaan ini:
1. memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius,
2. membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan
3. membantu diagnosis trauma yang menyertai
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
1. pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi yang
maksimal mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan;
2. pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner;
3. memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat
bladder dan ureter.(6,12)
F. Angiography 
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka
arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama.
Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan
arteriografi terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab
utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis
arteri, kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler.
Penyebab lain adalah memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau
operasi sebelumnya. Keuntungan:(7,12)
(1) memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan
trauma ginjal
(2) lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV
atau dengan trauma vaskuler.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
(1) pemeriksaan ini invasif
(2) pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan
pemeriksaan, seperti waktu

20
(3) pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.
G. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika
terdapat kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika
pemeriksaan CT-Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI
menggunakan kontas Gadolinium intravena yang dapat membantu
penanganan ekstravasasi sistem urinarius. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan pandang yang luas.(7,8,11)
Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
Grade I
 Hematom minor di perinephric, pada IVP, dapat memperlihatkan gambaran
ginjal yang abnomal
 Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
 Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada
parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal
 Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat
menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan
masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
 Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan
diantara parenkim ginjal
Grade II
 Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami
laserasi
 Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai
ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior
paranefron.
 Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
 Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats

21
 Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron,
dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter,
merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction
Grade III
 Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat
terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan
hematuria.
 Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana
terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total
 Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A.
Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
 Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi
memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang
viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik.
Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.  
Grade IV
 Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
 Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada
derah perinefron tanpa pengisian ureter.

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengendalikan hemoragi, nyeri dan
infeksi, untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal, dan untuk
mempertahankan drainase urin,(3,9–11)
 Hematuria merupakan manifestasi yang paling umum, hematuria
mungkin tidak muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan
mikroskopik. Sehingga urin yang dikumpulkan dan dikirimkan ke
laboratorium untuk dianalisis guna mendeteksi adanya sel darah merah

22
dan untuk mengikuti perjalan pendarahan. Kadar hematokrit dan
hemoglobin dipantau dengan ketat untuk melihat adanya hemoragi.
 Pantau adanya oliguria dan tanda syok hemoragik, karena cedera
pedikel atau ginjal yang hancur dapat menyebabkan eksanguinasi
(kehilangan banyak darah yang mematikan).
 Hematoma yang yang meluas dapat menyebabkan ruptur kapsul ginjal.
Untuk mendeteksi adanya hematoma, area disekitar iga paling bawah,
lumbar vertebra atas dan panggul, dan abdomen dipalpasi terasa nyeri
tekan.
 Terabanya massa disertai nyeri tekan,bengkak dan ekimosis pada
panggul atau abdominal menunjukkan adanya hemoragi renal.
Manajemen Trauma ginjal
Emergensi
Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi
cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma / cedera
intra abdomen maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk
resusitasi bedah. Jika didapatkan hematoma retroperitoneal yang meluas dan
pulsatil diindikasikan untuk melakukan eksplorasi renal. Urutan eksplorasi
laparotomi:(1,10,12,13)
(1) Mencari cedera/kelainan pembuluh darah besar intra abdomen,
(2) Eksplorasi organ Visceral dan intra abdomen lainnya harus dikerjakan
dahulu sebelum
(3) Eksplorasi renal, kecuali terjadi perdarahan ginjal yang masif dan
persisten maka harus dilakukan eksplorasi renal dahulu.
Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan
cara insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke
arah interior vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak
anterior aorta; merupakan landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal

23
yang lain. Setelah pembuluh renal teridentifikasi maka lakukan kontrol-
kendali pembuluh darah, guna mngurangi blood loss (pada kasus perdarahan).
Hal ini menurunkan angka nefrektomi, dari sekitar 56% menjadi 18%.
Kadang oklusi pembuluh darah ini diperlukan (20%) pada staging bedah
cedera ginjal atau pada repair ginjal.(13)
Operatif
1. Trauma tumpul
Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan
operasi. Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi.
Operasi dilakukan pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten,
ekstravasasi urin (drainase), kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel
ginjal (<5% dari cedera ginjal). Penilaian staging cedera pra bedah harus
dilakukan secara lengkap sebelum operasi.(7,10,14)
Evaluation of blunt renal trauma in adults

2. Luka tusuk/tembus

24
Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan yang
lengkap hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin.
Delapan puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang
memerlukan operasi segera. (1,14)
Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif.
Perdarahan ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang
meluas di daerah atas retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan
konsisten, serta berhubungan dengan laserasi parenkim renal mayor atau
pembuluh darah ginjal merupakan indikasi absolut eksplorasi renal.(1)
Sedangkan adanya ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal
avibat ekstensi laserasi parenkim hingga sistem pengumpul adalah
indikasi relatif. Indikasi relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable
tissue, incomplete staging dan adanya trombosis arteri yang biasanya
menyertai perdarahan dan kombinasi dari kombinasi hal-hal di atas.
(11,13,15)
Salah satu prinsip yang menyebabkan dilakukannya nefrektomi setelah
trauma adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan
ginjal lainnya dapat dilakukan repair atau rekonstruksi.(7,13–15)
Prinsip-prinsip repair pada trauma ginjal :
(1) total renal exposure penting untuk mengamati cedera secara penuh,
(2) debridement,
(3) hemostasis,
(4) collecting system closure dengan cara-cara seperti penutupan defek
(defect coverage), nefrektomi parsial, dan renorrhaphy.
Evaluation of penetrating renal trauma in adults

25
26
2.9 Komplikasi
Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi
perdarahan, infeksi, perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi
urinaria, dan urinoma. Adapun komplikasi yang tertunda, yaitu perdarahan,
hidronefrosis, pembentukan calculi, pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous
fistula, pseudoaneurisma.(9,12,16)
Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya terjadi pada beberapa
minggu dari terjadinya injuri dan dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik
yang selektif adalah pengobatan pilihan.(9)
Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi dengan drainase
perkutan. Manajemen perkutan memberikan risiko yang minimal pada
kerusakan ginjal dibandingkan re-operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy
ketika jaringan yang terinfeksi sulit untuk beregenerasi.(9,15)
Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat dari kompresi eksternal,
karena hematoma perirenal dan membuat jaringan ginjal iskemik. Renin - yang
dimediasi hipertensi dapat terjadi jangka panjang sebagai akibat dari komplikasi;
etiologinya termasuk trombosis arteri ginjal, trombosis arteri segmental, dan
fistula arteriovenosa. Arteriografi dapat memberi informasi dalam kasus-kasus
pasca-trauma hipertensi. (16)
Pengobatan diperlukan jika hipertensi tetap ada dan mungkin termasuk
manajemen medis, eksisi dari segmen iskemik, atau total nephrectomy. Dalam
waktu jauh lebih lama setelah trauma, hipertensi dapat tetap ada karena
perubahan patologis, yang menghasilkan jaringan ginjal iskemik dengan
kompresi atau stenosis dari arteri ginjal. (16)

27
Ekstravasasi urin setelah dilakukan rekonstruksi pada ginjal sering reda
tanpa intervensi selama obstruksi saluran kemih dan infeksi biasanya tidak ada.
Saluran kemih, stenting retrograde dapat memperbaiki drainase dan
memungkinkan penyembuhan. Ekstravasasi urin yang persisten dari ginjal
dinyatakan layak setelah trauma tumpul sering merespon stent penempatan dan /
atau drainase perkutan. (11,13)
Fistula arteriovenosa biasanya hadir dengan onset hematuria yang tertunda
secara signifikan, paling sering setelah trauma . Embolisasi perkutan efektif
untuk gejala fistula arteriovenosa , tetapi yang lebih besar mungkin memerlukan
pembedahan. Hidronefrosis mungkin memerlukan koreksi bedah atau
nephrectomy.(9)
Perkembangan pseudoaneurysms adalah komplikasi yang jarang terjadi
setelah trauma ginjal tumpul. Dalam laporan kasus banyak, embolisasi
transkateter tampaknya menjadi solusi, minimal invasif dapat diandalkan. Kolik
ginjal akut dari rudal tetap merupakan komplikasi yang jarang dari cedera rudal
ke perut dengan rudal dipertahankan dan dapat dilakukan endoskopi. Komplikasi
lain yang tidak biasa, seperti obstruksi duodenum, merupakan hasil dari
hematoma retroperitoneal akibat trauma tumpul ginjal.(7,9)
Komplikasi awal
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan
hematokrit, ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti
pada 80-85% kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross
hematuri hebat mungkin perlu tindakan operasi segera. (9,16)
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro
peritoneal yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan
dapat terjadi pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi
menunjukkan adanya inflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang

28
mengakibatkan nyeri tekan perut dan nyeri flank, merupakan indikasi untuk
operasi segera.(9,11)
Komplikasi lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis merupakan
komplikasi lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan diperlukan
untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan pemeriksaan
ekskresi urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang ada tidak
menyebabkan hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan vaskuler lengkap
dapat menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 -
4 minggu pasca trauma.(9,13)
2.10 Prognosis
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab
dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan reversible,
kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan munkin
juga menghasilkan komplikasi.(1,10,15)
Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis
baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat
mendeteksi adanya hidronefrosis atau hipertensi.(6,9)

29
BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien
Nama : Tn. Moh. Rizki
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Karaja Lemba
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Bugis
Tanggal pemeriksaan : 14 Desember 2019
Pasien Masuk : 23 Desember 2019
2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : Nyeri perut sebelah kiri
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah
kiri dialami sejak tadi malam akibat trauma yang dialami pasien. Trauma
terjadi satu hari yang lalu dengan kronologi ditabrak motor saat sedang
duduk di pinggir jalan pada pukul 23.00 malam. Muntah dialami sebanyak
15 kali berisi makanan. BAK bercampur dengan darah sebanyak 2x. Tidak
ada keluhan sakit kepala, tidak ada riwayat pingsan setelah trauma, tidak
ada keluhan nyeri saat berkemih, tidak ada keluhan demam dan keluhan
lainnya.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama dan belum
pernah mengonsumsi obat apapun sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

30
e. Riwayat pengobatan :
Pasien belum menjalani pengobatan apapun sebelumnya.
3. Primary Survey
Airway : clear
Breathing : simetris bilateral
Circulation : Nadi 72x/menit kuat angkat, Tekanan Darah 110/80 mmhg
Dissability : Alert, GCS E4V5M6
4. Pemeriksaan fisik
Status generalisata : sakit sedang, compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 110 kali/menit
Pernafasan : 22 kali/menit
Suhu aksilla : 36.8 oC
SpO2 : 97%

Kepala :
Bentuk : Normochepal
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
Inspeksi : Datar, Simetris bilateral, Jejas (+) hemithorax sinistra
posterior, vulnus excoriatum (+)
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)

31
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung 1 dan 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Kesan datar (+) normal, distensi (-), jejas (+) flank
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani (+)
Palpasi : NTE (+), nyeri tekan (+) hipokondrium sinistra
Lingkar Perut : 81 cm

5. Pemeriksaan penunjang
Tanggal: 14/12/2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hb 9.0 12 -15 g/Dl
Hct 26.7 35 - 49 %
Wbc 11.39 4.500-11.500/ul
Trombosit 202.000 150.000-400.000/ul
Rbc 3,83 4.0 juta-5.4 juta/ ul
MCV 69,7 80,0-94.0 fl
MCH 23.5 26,0 – 32,0 pg
MCHC 33.7 32.0-36.0 g/Dl
RDW-CV 13,5 11.5-14.5 %
KIMIA DARAH
GDS 143 76 - 180 mg/dl
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Ureum 27,4 18 -55 mg/dL
Creatinin 1,48 0,50 – 1,20 mg/dL
SGOT 43 8-33u/L
SGPT 23 4-36u/L
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

32
Kalium 4,0 3,48-5,50 mmol/L
Natrium 129 135-145. mmol/L
Cl 101 96.00 – 106.00
mmol/L
Pemeriksaan Hasil
HbsAG Non reaktif
Anti HCV Non reaktif

6. Hasil Pemeriksaan USG :

Hepar : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak dilatasi
vaskuler maupun bile duct, tidak tampak echo mass
Gall Bladder : Dinding tidak menebal =, tampak echo batu
Lien dan Pankreas : Ukuran dan Echo parenkim dalam batas normal, tidak tampak
echo mass
Ginjal Kanan : Ukuran dan echo cortex normal, tidak tampak dilatasi PCS
maupun echo mass
Ginjal Kiri : tampak lesi hiperechoic pada cortex renalis sinistra
Vesixa Urinaria : dinding tidak menebal, tidak tampak echo batu
Cairan bebas pada cavum peritoneum
Kesan :
- Hematoma renalis sinistra

33
- Cairan bebas pada cavum peritoneum
7. Resume
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut
sebelah kiri dialami sejak tadi malam akibat trauma ditabrak motor.
Muntah dialami sebanyak 15 kali berisi makanan. BAK bercampur dengan
darah sebanyak 2x. Pada Primary Survey didapatkan Airway clear,
Breathing simetris bilateral, Circulation Nadi 72x/menit kuat angkat,
Tekanan Darah 110/80 mmhg, Dissability alert, GCS E4V5M6.
Pemeriksaan fisik didapatkan status generalisata : sakit sedang,
Tanda vital Tekanan darah 110/80 mmHg,Nadi 110 kali/menit, Pernafasan
22 kali/menit, Suhu aksilla 36.8 oC, SpO2 97%.
Pada Abdomen didapatkan inspeksi jejas (+) flank dan Palpasi
NTE (+), nyeri tekan (+) hipokondrium sinistra, Lingkar Perut : 81 cm.
Hasil Laboratorium didapatkan Darah Lengkap Hb, Hct, Rbc,
MCV dan MCH menurun, WBC meningkat, kadar Natrium menurun,
kadar Kreatinin dan SGPT meningkat. Hasil USG menunjukkan
Hematoma renalis sinistra dan Cairan bebas pada cavum peritoneum

8. Diagnosa kerja
Trauma Renal Sinistra

9. Penatalaksanaan
- IVFD Line I guyur RL 500 cc
- IVFD Line II guyur RL 500 cc
- Injeksi Cefrriaxone 1 gram/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg /iv/8 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/iv/8jam
- Pasang Kateter

34
10. Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
Minggu 15/12/2019 S : Nyeri perut (+), pusing (-), sakit kepala (-) mual
(-), muntah (-), BAK (+) bercampur darah, BAB (-)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/60 mmHg, N: 95x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7oC LP:83cm Urine Output : 400cc bercampur
darah
A : Trauma Renal
P: - IVFD NaCl 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
Follow Up
Senin 16/12/2019 S : Nyeri perut (+) kiri tembus hingga belakang,
pusing (-), sakit kepala (-) mual (-), muntah (-), BAK
(+), nyeri saat BAK disertai darah, BAB (-) 3 hari
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/80 mmHg, N: 110x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.8oC, LP: 82cm
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- IVFD NaCL 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
Hari/ Tanggal Follow Up
Selasa 17/12/2019 S : Nyeri bagian belakang (+) sebelah kiri, pusing (-),
sakit kepala (-) mual (-), muntah (-), BAK (+)
bercampur darah mulai berkuranhg, BAB (-) 5 hari

35
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 100/60 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- IVFD NaCL 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
- CT-Scan Abdomen tanpa kontras
- Bed Rest
Hari/ Tanggal Follow Up
Rabu 18/12/2019 Nyeri bagian belakang (+) sebelah kiri berkurang,
pusing (-), sakit kepala (-) mual (-), muntah (-), BAK
(+) bercampur darah sisa sedikit, BAB (-) 5 hari
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/70 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 37.0oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
- USG abdomen
- Ct scan abdomen tanpa kontras
- Bed Rest

Hari/ Tanggal Follow Up


Kamis 19/12/2019 S: Nyeri bagian belakang sebelah kiri berkurang,

36
pusing (-), sakit kepala (-) mual (-), muntah (-), BAK
(+) bercampur darah mulai berkurang, BAB (-)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/70 mmHg, N: 96 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
- CT-Scan Abdomen tanpa kontras
- Bed Rest
Hari/ Tanggal Follow Up
Jumat 20/12/2019 S: Nyeri bagian belakang sebelah kiri sudah tidak
dirasakan, pusing (-), sakit kepala (-) mual (-), muntah
(-), BAK (+) bercampur darah (-)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 100/70 mmHg, N: 88x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.6oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ambacim 1 gr/iv/12 jam
- Inj. Asam Tranexamat 500mg/iv/8 jam
- Inj. Santagesik 1 amp/iv
- AFF Kateter
- CT-Scan Abdomen tanpa kontras
- Bed Rest

37
Hari/ Tanggal Follow Up
Sabtu 21/12/2019 S: Nyeri sudah tidak dirasakan, pusing (-), sakit kepala
(-) mual (-), muntah (-), BAK (+) bercampur darah (-)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 110/60 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 18 x/menit,
S: 36.7oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- Ciprofloxacine 2x1
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Paracetamol 3x500mg
- AFF Infus
- CT-Scan Abdomen tanpa kontras
- Bed Rest
Hari/ Tanggal Follow Up
Senin 23/11/2019 S : Tidak Ada keluhan
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 100/70 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 22 x/menit,
S: 36.5 oC
A : Trauma Renal Sinistra
P:
- Boleh rawat jalan
- Ciprofloxacin 2x500mg
- Paracetamol 3x500mg
- Asam Mefenamat 3x500mg

Kesimpulan
Diagnosis Trauma Renal Sinistra

38
Prognosis
Dubia at Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan autoanamnesis dari


pasien, serta dari pemeriksaan fisik yang dilakukan. Dari hasil anamnesis didapatkan
data bahwa pasien laki-laki berusia 16 tahun Pasien masuk Rumah Sakit dengan
keluhan nyeri perut sebelah kiri dialami sejak tadi malam akibat trauma ditabrak
motor. Muntah dialami sebanyak 15 kali berisi makanan. BAK bercampur dengan

39
darah sebanyak 2x. Pada Primary Survey didapatkan Airway clear, Breathing simetris
bilateral, Circulation Nadi 72x/menit kuat angkat, Tekanan Darah 110/80 mmhg,
Dissability alert, GCS E4V5M6 berdasarkan keterangan tersebut pasien mengalami
trauma akibat kecelakaan namun keadaan umunya masih tampak baik. Trauma
tumpul yang dialami pasien menyebabkan timbulnya gejala seperti yang pasien
keluhkan.
Pada Abdomen didapatkan inspeksi jejas (+) flank dan Palpasi NTE (+), nyeri
tekan (+) hipokondrium sinistra, Lingkar Perut 81 cm yang kemudian beberapa jam
naik menjadi 82 cm. Menurut teori temuan fisik pada trauma ginjal biasanya
didapatkan Hematuria, Nyeri flank, Ekimosis flank, Abrasi flank, Fraktur costa,
Distensi abdomen, Massa  abdomen, Abdominal tenderness. Berdasarkan
pemeriksaan tersebut yaitu adanya jejas dan nyeri tekan hipokondrium trauma tumpul
pada abdomen yang dialami pasien mengarah pada kemungkinan adanya trauma
renal, selain itu pasien juga mengalami hematuria yang menguatkan adanya diagnosis
suspek Trauma Renal akubat trauma tumpul yang dialami pasien.
Hasil Laboratorium didapatkan Darah Lengkap Hb, Hct, Rbc, MCV dan
MCH menurun, WBC meningkat, kadar Natrium menurun, kadar Kreatinin dan
SGPT meningkat. Serta hasil USG Hematoma renalis sinistra dan Cairan bebas pada
cavum peritoneum. Dari pemeriksaan penunjang tersebut didapatkan bahwa pasien
mengalami anemia ringan serta gangguan kadar elektrolit dan fungsi hati ringan.
Hasil USG menunjukkan adanya trauma renalis sinistra yang menyebabkan adanya
hematoma renalis sinistra selain itu juga terdapat cairan bebas pada cavitas
peritoneum memperlihatkan adanya ekstravasasi. Berdasarkan keterangan tersebut
menunjukkan bahwa pasien mengalami Trauma Renal grade IV.
Berdasarkan teori, penanganan Guidelines Management Trauma Ginjal:
1. Pasien stabil, trauma tumpul grade 1‐4, ditangani konservatif; bed rest,
antibiotik,dan monitoring vital sign
2. Pasien stabil, trauma  tajam,  grade  1-‐3, ditangani  secara elektif

40
3. Indikasi operasi:
  o Hemodinamik tidak stabil
  o Ekplorasi trauma penyerta
  o Hematome yang meluas atau pulsatif yang ditemukan pada saat
eksplorasi
  o Trauma grade  V
  o Keadaan ginjal pre-‐trauma yang  memerlukan  tindakan  bedah
  - Rekonstruksi ginjal perlu dilakukan apabila  bertujuan untuk
mengontrol  perdarahan  dan  jumlah  parenkim  yang  viable  mencukupi.
Pada kasus ini pasien di observasi terlebih dahulu dengan obat-obatan
konservatif dan simtomatik untuk melihat adanya perbaikan tanpa perlu melakukan
tindakan operatif. Terapi yang diberikan yaitu cairan NaCl untuk memperbaiki kadar
elektrolit pasien, antibiotik untuk mencegah adanya infeksi yang diakibatkan trauma
tumpul pada renal tersebut, anti perdarahan untuk mengurangi hematuria dan
perdarahan yang dialamu pasien, serta antinyeri untuk mengurangi gejala nyeri pada
abdomen yang dirasakan oleh pasien. Setelah beberapa hari pasien difollow up
keadaan pasien membaik dan sudah tidak mengalami hematuria lagi, serta nyeri
mulai berkurang. Akibat hal tersebut pasien kemudia dipulangkan dan tidak
dilakukan tindakan operatif.

41
BAB V
PENUTUP

Menurut teori temuan fisik pada trauma ginjal biasanya didapatkan adanya
gejala Hematuria, Nyeri flank, Ekimosis flank, Abrasi flank, Fraktur costa,
Distensi abdomen, Massa  abdomen, Abdominal tenderness. Berdasarkan
pemeriksaan terdapat 5 derajat trauma ginjal yaitu :
Grade 1 : Kontusio renis, Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan
jaringan, kematian jaringan maupun kerusakan kaliks, Hematuria dapat
mikroskopik/ makroskopik, Hematoma subkapsular non-ekspandin.
Grade 2: Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa
adanya kelainan parenkim, Hematoma perinefrik non-ekspanding yang
terbatas pada retroperitoneu, Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman
kurang dari 1 cm tanpa adanya trauma pada sistem lain
Grade 3: Laserasi ginjal yang kedalamannya tidak lebih dari 1 cm tidak
melibatkan sistem lainnya,
Grade 4 : Laserasi lebih dari 1 cm, Laserasi yang mengenai korteks, medulla,
dan pelviokaliks, Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem
lainnya, Melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik,
Infark segmental tanpa disertai laserasi, Hematoma pada subkapsuler
Grade 5 : Cedera pembuluh darah utama, Avulsi pembuluh darah è gangguan
perdarahan ginjal, Laserasi luas pada beberapa tempat, Devaskularisasi ginjal
Pada penanganan terapi konservatif diberikan pada trauma renal grade I-IV jika
keadaan umum pasien stabil. Indikasi operatif bila kondisi pasien tidak stabil serta
dianjurkan pada pasien dengan trauma renal grade V. Terapi konservatif yang dapat
diberikan adalah anti nyeri, anti perdarahan, serta antibiotik untuk mengurangi gejala
yang dialami pasien.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. El Hechi MW, Nederpelt C, Kongkaewpaisan N, Bonde A, Kokoroskos N,


Breen K, dkk. Contemporary management of penetrating renal trauma - A
national analysis. Injury. Januari 2020;51(1):32–8.

2. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. Ketiga. Jakarta: Dede Pustaka; 2013.

3. Hamdy FC. Oxford Textbook Of Urological Surgery. 1 ed. England: Oxford


University Press; 2017.

4. Smith JA. Hinman’s Atlas Urologic Surgery. 4 ed. England: Elseiver; 2017.

5. WSES-AAST Expert Panel, Coccolini F, Moore EE, Kluger Y, Biffl W,


Leppaniemi A, dkk. Kidney and uro-trauma: WSES-AAST guidelines. World J
Emerg Surg. Desember 2019;14(1):54.

6. Salem MS, Urry RJ, Kong VY, Clarke DL, Bruce J, Laing GL. Traumatic renal
injury: Five-year experience at a major trauma centre in South Africa. Injury.
Januari 2020;51(1):39–44.

7. Graham SD. Glenn’s Urologic Surgery. 8 ed. England: LWW; 2015.

8. Atma Jaya FK. Pengantar Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Urologi. Vol. 1.
Jakarta: Atma Jaya; 2018.

9. Taneja S. Complication of Urologic Surgery. 5 ed. England: Elseiver; 2017.

10. Hampson LA, Radadia KD, Odisho AY, McAninch JW, Breyer BN.
Conservative Management of High-grade Renal Trauma Does Not Lead to
Prolonged Hospital Stay. Urology. Mei 2018;115:92–5.

11. Teh J, Khan M, Liu D, Roberts-Thomson J. Delayed presentation of grade-IV


renal injury post blunt trauma. Urology Case Reports. Mei 2018;18:77–8.

12. Fernández-Ibieta M. Renal Trauma in Pediatrics: A Current Review. Urology.


Maret 2018;113:171–8.

13. Setia S, Jackson JN, Herndon CDA, Corbett ST. Delayed Partial Nephrectomy
for Hydronephrosis After Renal Trauma. Urology. Maret 2017;101:158–60.

14. Sujenthiran A, Elshout PJ, Veskimae E, MacLennan S, Yuan Y, Serafetinidis E,


dkk. Is Nonoperative Management the Best First-line Option for High-grade

43
Renal trauma? A Systematic Review. European Urology Focus. Maret
2019;5(2):290–300.

15. Patel DP, Redshaw JD, Breyer BN, Smith TG, Erickson BA, Majercik SD, dkk.
High-grade renal injuries are often isolated in sports-related trauma. Injury. Juli
2015;46(7):1245–9.

16. Fuchs ME, Anderson RE, Myers JB, Wallis MC. The incidence of long-term
hypertension in children after high-grade renal trauma. Journal of Pediatric
Surgery. November 2015;50(11):1919–21.

44

Anda mungkin juga menyukai