Anda di halaman 1dari 28

Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya
waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai
irama sirkadian. Tidur tidak dapat diartikan sebagai menifestasi proses deaktivasi Sistem
Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di
substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center).
Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada
bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:


1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh
fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian
antara 4-6 kali siklus semalam.
Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium,
antara lain:

1.1 Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap
stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas,
bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang
teta.
1.2 Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG
menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan
frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai
kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.
1.3 Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan
gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu
gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
1.4 Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama
dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3
dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep
(SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam
stadium seperti dalm tidur NREM.
Klasifikasi Gangguan Tidur
Klasifikasi gangguan tidur menurut Internasional Classification of Sleep
Disorders adalah 8
1. Dissomnia
a. Gangguan tidur intrisik
Narkolepsi, gerakan anggota gerak periodik, sindroma kaki gelisah, obstruksi
saluran nafas, hipoventilasi, post traumatik kepala, tidur berlebihan hipersomnia),
idiopatik.
b. Gangguan tidur ekstrisik
Tidur yang tidak sehat, lingkungan, perubahan posisi tidur, toksik, ketergantungan
alkohol, obat hipnotik atau stimulant
c. Gangguan tidur irama sirkadian
Jet-lag sindroma, perubahan jadwal kerja, sindroma fase terlambat tidur, sindroma
fase tidur belum waktunya, bangun tidur tidak teratur, tidak tidurselama 24 jam.
2. Parasomnia
a. Gangguan aurosal
Gangguan tidur berjalan, gangguan tidur teror, aurosal konfusional
b. Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara,kramkaki, gangguan gerak berirama
c. Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus arrest
d. Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan, distonia
parosismal

3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri


a. Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat), alkohol
b. Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis), epilepsi, status
epilepsi, nyeri kepala, post traumatik kepala, stroke.
4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi

Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk
memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The
International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai
atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu
bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah
kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode
tidur tersebut.
Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk
tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia
bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat
mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan
kualitas hidup.

Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat
mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum
tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah
psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya
insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis,
diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya
mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder
juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit
tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini
dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu International Code of D
iagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV dan
International Classification of Sleep Disorders (ISD).

Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu :


 Organik
 Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk,
berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini adalah
insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan
fungsi dan sosial.

Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi
mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1
bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi,


insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition,
unspecified (nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

Tanda dan Gejala Insomnia

 Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari


 Sering terbangun pada malam hari
 Bangun tidur terlalu awal
 Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
 Iritabilitas, depresi atau kecemasan
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
 Ketegangan dan sakit kepala
 Gejala gastrointestinal

Etiologi Insomnia
• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat
pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang
penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau
kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak
atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan
kortikosteroid.
• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah
stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia.
Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi
mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering
buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan
mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis,
kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke,
penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran
waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk
tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun,
metabolisme, dan suhu tubuh.
• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa
tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan
kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau
ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.

Patofosiologi Insomnia
PERANAN NEUROTRANSMITER Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim
ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang
tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan
tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem
serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
• Sistem serotonergik Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat
pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi
yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang
mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
• Sistem Adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan
sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat
mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur
REM dan peningkatan keadaan jaga.
• Sistem Kholinergik Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra
vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan
aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan
penurunan REM.
• Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
• Sistem hormon Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur
mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas
menagtur mekanisme tidur dan bangun.

Faktor Resiko Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia
meningkat jika terjadi pada:
 Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus
menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering
berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
 Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat
sejalan dengan usia.
 Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan,
gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
 Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian
orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin
atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
 Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering
meningkatkan resiko insomnia.

Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:


 Pola tidur penderita.
 Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
 Tingkatan stres psikis.
 Riwayat medis.
 Aktivitas fisik
 Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan
tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai
tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.Pemeriksaan fisik akan
dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia.
Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau
pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan,
akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak,
pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:


a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur
yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap
akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis
insomnia diabaikan.
• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan,
oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di
atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam
reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku


Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara
untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan
sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
- Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan
pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini
dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang
positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.
- Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.
- Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang
dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :


 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan
atau beribadah
 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada
malam hari.
 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari
kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari
sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
 Menghindari makan besar sebelum tidur
 Cek kesehatan secara rutin
 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu
benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :


- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan
benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu
golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah
menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu
golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai
1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound
dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan,
untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu
(tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2
minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”
(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping
Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia
(waktu paruh) :
- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)  gejala rebound lebih berat
pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
- Waktu paruh sedang, seperti Estazolam  gejala rebound lebih ringan
- Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam  menimbulkan gejala “hang over” pada
pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi


“disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat
- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek
supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”
- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau
“produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi obat
atau dengan kondisi medik tertentu.
- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau “CNS
Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus
- Kontraindikasi :
o Sleep apneu syndrome
o Congestive Heart Failure
o Chronic Respiratory Disease
- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan
“teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester
pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi
(penekanan fungsi SSP).
Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat
mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi


 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah
yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt
depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia
A. PARASOMNIA
Pengertian
Parasomnia adalah keadaan tidak terdapat respon terhadap rangsangan verbal
ataupun mental, kecuali yang respon yang bersifat reflek; gangguan tidur yang
berupa kejadian- kejadian yang tidak normal seperti berjalan saat tidur, mimpi buruk.
Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan sekitar tidur yang luas;
mencakup perilaku seperti berjalan waktu tidur, mimpi buruk. (Hinchliff, 1999)
Parasomnia adalah gangguan yang melibatkan kegiatan fisik yang tidak
diinginkan, atau pengalaman yang terjadi selama tidur. Kendati gangguan tidur jenis
ini lebih umum ditemukan pada anak-anak, sekitar 5-15 persen, dan orang dewasa 1
persen, akan tetapi tidak menutup kemungkinan berhubungan dengan adanya luka
trau-ma. Parasomnia dicirikan oleh beberapa peristiwa tidak wajar yang terjadi
selama tidur, selama tahap tidur tertentu atau selama siklus tidur-bangun. (Copel,
2007)
Dari ketiga definisi di atas, kelompok menyimpulkan bahwa parasomnia adalah
sekumpulan gangguan tidur yang berupa gerakan yang tidak diinginkan dan tidak
sadar dilakukan saat tidur.

2.1 Jenis-Jenis Parasomnia


a) Night terror
Night terror biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur, dengan gejala tiba-
tiba terbangun tengah malam disertai teria-kan, kepanikan atau menangis
disertai ketakutan dan kecemasan dengan menangis histeris dan pandangan
yang mengarah ke satu titik seolah-olah takut akan sesuatu yang tak terlihat,
pada kejadian seperti ini banyak sekali yang menghubungkan dengan hal-hal
mistis. Penderita kadang terjaga tetapi mengalami ke-bingungan dan
disorientasi. Pada saat serangan sulit dibangun-kan atau ditenangkan.
Seseorang mengalami teror malam atau teror tidur yakni tiba-tiba
terbangun dari tidur dalam keadaan ketakutan. Orang mungkin tampak terjaga,
tetapi tampak bingung dan tidak mam-pu berkomunikasi. Orang yang memiliki
teror tidur biasanya tidak ingat peristiwa keesokan harinya. Teror malam mirip
dengan mimpi buruk, namun teror malam biasanya terjadi se-lama tahap 3
tidur (deep sleep).
"Orang yang mengalami teror tidur dapat menimbulkan bahaya untuk diri
sendiri atau orang lain karena melompat di tempat tidur atau berjalan di
sekitar," jelasnya.
Ketegangan emosional yang kuat dan atau penggunaan alkohol dapat
meningkatkan kejadian teror malam di kalangan orang dewasa.
b) Nightmare
adalah tidur dengan mimpi yang menakutkan. Akibat mim-pinya yang
menakutkan itu penderita akan terba-ngun dalam ke-adaan ketakutan. Mereka
yang sering menga-lami episode nightmare dalam hidupnya mempunyai risiko
yang lebih besar untuk mengalami gangguan skizofrenia, namun juga mereka
ini adalah orang yang kreatif dan artistik.
Mimpi buruk adalah peristiwa nokturnal hidup yang dapat menyebabkan
perasaan takut, teror, dan atau kecemasan. Biasa-nya, orang yang mengalami
mimpi buruk, yang tiba-tiba ter-bangun dari tidur.
c) Somnambulisme
adalah suatu keadaan perubahan kesadaran, fenomena tidur-bangun terjadi
pada saat bersamaan. Sewaktu tidur penderita kadang melakukan aktivitas
motorik yang biasa dilakukan seperti berjalan, berpakaian atau pergi ke kamar
mandi, berbicara, menjerit, bahkan mengendarai mobil. Akhir kegiatan tersebut
kadang penderita terjaga, kemudian sejenak kebingung-an dan tertidur
kembali. Ia tidak ingat kejadian tersebut.
d) Sleepwalking
Sleepwalking terjadi ketika seseorang tampaknya terjaga dan bergerak di
sekitar dengan mata terbuka lebar, tetapi sebe-narnya tertidur. Berjalan dalam
tidur tidak memiliki memori dari tindakan mereka. Sleepwalking paling sering
terjadi selama da-lam tidur non-REM (tahap 3), di awal malam.
Episode ini sangat bervariasi dalam kompleksitas dan dura-si.
Sleepwalking kadang-kadang bisa berbahaya karena berjalan sambil tidur tidak
menyadari keadaan sekitarnya dan dapat bertemu benda atau dapat jatuh.
e) Confusional Arousals
Arousals confusional biasanya terjadi ketika seseorang ter-bangun dari
tidur nyenyak selama bagian pertama dari malam. Ini gangguan yang juga
dikenal sebagai inersia tidur berlebihan atau mabuk tidur, melibatkan
kelambatan berlebihan ketika bangun tidur.
f) Sleep Paralysis
Orang dengan kelumpuhan tidur tidak dapat memindahkan tubuh atau
anggota badan saat jatuh tertidur atau bangun. Epi-sode singkat dari
kelumpuhan otot parsial atau tulang lengkap dapat terjadi selama kelumpuhan
tidur. Kadang-kadang tidur berjalan terjadi dalam keluarga, namun
penyebabnya tidak dike-tahui.
g) Tidur REM dengan Atonia
Tidur REM biasanya melibatkan keadaan kelumpuhan (atonia), tetapi
orang-orang dengan kondisi ini mampu memin-dahkan tubuh atau anggota
tubuh saat bermimpi. Biasanya ter-jadi pada pria berusia 50 ke atas, tetapi
gangguan juga bisa ter-jadi pada wanita dan pada orang yang lebih muda.
Dalam diag-nosis dan pengobatan, gangguan neurologis berpotensi serius harus
dikesampingkan.
h) Tidur Enuresis
Dalam kondisi ini, juga disebut mengompol, orang yang terkena tidak
mampu mempertahankan kontrol kemih saat ter-tidur. Ada dua jenis enuresis
yakni primer dan sekunder. Pada enuresis primer, seseorang belum mampu
memiliki kontrol kemih semenjak masa kanak-kanak.
Pada enuresis sekunder, seseorang memiliki kekambuhan setelah
sebelumnya mampu memiliki kontrol kemih. Enuresis dapat disebabkan oleh
kondisi medis (termasuk diabetes, infeksi saluran kemih, atau sleep apnea),
atau gangguan kejiwaan. Be-berapa pengobatan untuk mengompol termasuk
modifikasi peri-laku, perangkat alarm, dan obat-obatan.
i) Halusinasi Hipnogogik
Halusinasi hipnogogik adalah mimpi dalam waktu singkat antara terjaga
dan tidur. Mimpi ini bisa menakutkan dan sering dapat menyebabkan hentakan
tiba-tiba dan terbangun sebelum permulaan tidur. Untuk beberapa detik,
lingkungan sekitar menjadi begitu intens dan jelas, suara mungkin menjadi
sangat jelas dan keras. Kadang-kadang Anda mungkin melihat diri Anda
sendiri terjatuh dan terbangun dengan hentakan tiba-tiba.
j) Menggeretukkan Gigi (Bruksisme)
Pengeretukan gigi sewaktu tidur atau bruksisme adalah kejadian yang
sangat umum. Banyak orang percaya bahwa ada sedikit bukti bahwa ini terkait
dengan masalah medis atau psikologis lain. Namun, banyak ahli percaya bahwa
ini terkait dengan stres dalam hidup ini. Dalam beberapa kasus dimana gigi
menjadi aus karenanya, digunakanlah peralatan mulut untuk mengurangi luka
karena gigi. Bruksisme mungkin juga menye-babkan terputusnya atau
gangguan tidur, sehingga menyebabkan kantuk dan buruknya konsentrasi di
siang hari.

Penyebab Parasomnia
Bisa Jadi Karena Gangguan Otak, Parasomnia merujuk pada semua hal
abnormal yang dapat terjadi pada orang, sementara mereka tidur, terpisah dari sleep
apnea. Beberapa contoh adalah tidur yang berhubungan dengan gangguan makan,
tidur sambil berjalan, teror malam, kelumpuhan tidur, gangguan tidur REM perilaku,
dan agresi tidur.
Parasomnia sering terjadi dalam keluarga, mungkin faktor ge-netik. Gangguan
otak, mungkin bertanggung jawab untuk beberapa parasomnia, seperti banyak kasus
gangguan perilaku tidur REM. Para-somnia juga dapat dipicu oleh gangguan tidur
lainnya seperti apnea tidur obstruktif, dan dengan berbagai obat.Parasomnia
mempengaruhi sekitar 10 persen orang AS. Mereka terjadi pada orang dari segala
usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak. Anak-anak sangat ren-tan karena
ketidakdewasaan otak. Kabar baiknya adalah bahwa me-reka biasanya tidak terkait
dengan konsekuensi kesehatan negatif dan menghilang sebagai seorang anak matang.
Mencoba untuk membang-kitkan parasomniac, terutama ketika gemetar atau
berteriak , kadang-kadang dapat memicu respons, iritasi agresif atau kekerasan. Oleh
karena itu, secara perlahan kembalikan orang tersebut ke tempat tidur dengan
membimbing dia atau berbicara lembut.

Penatalaksanaan Parasomnia
1. Obat-obatan simtomatis anti histamin dapat digunakan dalam keadaan yang tidak
ringan dan sulit untuk diatasi dengan pendekatan biasa. Penggunaan obat sebaiknya
digunakan hanya sementara dan bila sangat perlu bukan untuk digunakan jangka
panjang
2. Konsumsi obat-obatan, konsumsi susu formula yang mengklaim bisa membuat
nyenyak tidur, terapi tradisional ataupun beberapa cara dan strategi untuk membuat
tidur nyenyak pada anak tidak akan berhasil selama penyebab utama gangguan tidur
pada anak karena alergi makanan tidak diperbaiki.
3. Orang tua secara psikologis harus memberi perhatian dan dorongan baik langsung
maupun dari sikap kita seperti menciptakan keharmonisan, menjaga hubungan antara
anggota keluarga yang baik.
4. Bagi orangtua hal penting lainnya adalah memperhatikan jadwal tidurnya.
5. Untuk mencegah dari bahaya yang dapat terjadi sebaiknya di kamar penderita
sleepwalking dihindarkan dari barang-barang yang mudah pecah dan tajam.
Usahakan untuk mengunci rapat semua pintu dan jendela saat hendak tidur, dan
sebaiknya menaruh kunci-kunci yang sedikit susah untuk dijangkau. Karena biasanya
penderita dapat mengenali pintu dan jalan-jalan dalam rumah.
6. Secara medis, parasomnia tidak memiliki standar cara pengobatan yang baku.
Namun ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari oleh penderita, seperti porsi tidur
yang kurang. Seorang anak karena asyik bermain akan melupakan tidurnya.
7. Berbagai terapi non medis dan alternative yang biasa dilakukan adalah terapi yang
dapat dilakukan seperti psikoterapi, relaksasi, hipnotis dan meditasi.

Hipersomnia
Menurut berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke
lima (DSM-5), ganguan tidur atau sleep disorder adalah masalah tidur yang menyebabkan
stres pribadi yang signifikan atau hendaya sosisla, pekerjaan atau peran lain.5
Hipersomnia adalah suatu keadaan tidur dan serangan tidur disiang hari yang berlebih
yang terjadi secara teratur atau rekuren untuk waktu singkat dan menyebabkan gangguan
fungsi sosial dan pekerjaan.6

Epidemiologi
Gangguan tidur sangat sering terjadi, 40% populasi mempunyai masalah tidur
selama setahun terakhir ini, 10% dapat didiagnosis sebagai insomnia, 3-4% mempunyai
diagnosis hipersomnia.9
Sebanyak 10 orang 132 dilibatkan dalam survei ini. Prevalensi masalah tidur
adalah 56% di Amerika Serikat, 31% di Eropa Barat dan 23% di Jepang. Kebanyakan
individu dengan masalah tidur dianggap ini berdampak pada fungsi mereka sehari-hari,
dengan kehidupan keluarga yang paling terpengaruh dalam sampel Eropa Barat,
kegiatan pribadi dalam sampel AS dan kegiatan profesional dalam sampel Jepang.
Hampir setengah dari individu dengan masalah tidur tidak pernah mengambil langkah
apapun untuk mengatasi mereka, dan mayoritas responden tidak berbicara dengan
dokter tentang masalah mereka. Dari orang-orang yang telah berkonsultasi dokter, resep
obat telah diberikan kepada sekitar 50% di Eropa Barat dan Amerika Serikat dan 90% di
Jepang. 9
Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai
dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan
kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan
tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan
alkohol.4
Pada kuisoner dan studi laboratorium, hipersomnia di siang hari menyerang 0,3-
4% pupulasi. Suatu studi pada tahun 1981 memperkirakan di Inggris sebesar 4000
penderita hipersomnia idiopatik.6
Etiologi

Penyebab dari gangguan tidur adalah 10


1. Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat
membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa
kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai,
perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
2. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia
dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
3. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti
ritalin) dan kortikosteroid.
4. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein
adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu
seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering
menyebabkan terbangun di tengah malam.
5. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar
dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan
insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal
reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
6. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau
pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
Hipersomnia yang berhubungan dengan depresi dicatat dengan baik, meskipun
insomnia lebih sering terjadi. Beberapa pasien melaporkan keterkaitan antara serangan
tidur dan pengalaman siang hari yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan. Pada
beberapa kasus, tidak terdapat faktor emosional, psikologis atau pskiatri spesifik yang
dapat diidentifikasi dan istilah idiopatik lalu digunaka untuk menggambarkan
hipersomnia.6

Klasifikasi Hipersomnia

Berdasarkan buku PPDGJ-III, terdapat klasifikasi Hipersomnia Non-organik.7


Berdasarkan International Classification Of Sleep Disorders, terdapat reccurent
hypersomnia, idiopatic hypersomnia dan post-trauma hypersomnia sedangkan
berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke lima
(DSM-5) terdapat hypersomnia primer.5

Gambaran Klinis

a. Hipersomnia Non-organik7
1. Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti :
a. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan
tidur/sleep attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan
atau transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar
sepenuhnya (sleep drunkenness)
b. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang
cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
c. Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (catapelxy, sleep paralysis,
hypnagonic hallucination) atau bukti klinis untuk “sleep apnoe” (nocturnal
breath cessatin, typical intermittent snoring sounds,etc)
d. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa
kantuk pada sang hari.
2. Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain,
misalnya gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang
mendasarinya. Diagnosis hiersomnia psikogenik harus ditambahkan bila
hipersomnia merupakan keluhan yang dominan dari penderitaan dengan
gangguan jiwa lainnya.

Hipersomnia Primer

Hipersomnia primer terdapat pada 5% populasi dewasa, pria dan wanita


mempunyai kemungkinan sakit yang sama. Yang dimaksud dengan hipersomnia
primer adalah tidur yang berlebihan atau terjadi serangan tidur ataupun perlambatan
waktu bangun. Hipersomnia mungkin merupakan akibat dari penyakit mental,
penyakit organik (termasuk obat-obatan) atau idiopatik. Gangguan ini merupakan
kebalikan dari insomnia. Seringkali penderita dianggap memiliki gangguan jiwa
atau malas. Penderita hipersomnia membutuhkan waktu tidur lebih dari ukuran
normal. Pasien biasanya akan tidur siang sebanyak 1-2 kali per hari, dimana setiap
waktu tidurnya melebihi 1 jam. Meski banyak tidur, mereka selalu merasa letih dan
lesu sepanjang hari. Gangguan ini tidak terlalu serius dan dapat diatasi sendiri oleh
penderita dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen diri. Polysomnography
memperlihatkan penurunan gelombang delta, peningka-tan kesadaran, dan
pengurangan masa laten REM pada pasien dengan hipersomnia primer.11,12
Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-5 yaitu 11
a. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama
sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan
oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir
setiap hari.
b. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
c. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak
terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau
parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat.
d. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.
e. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Diagnosis

Sebelum mencari diagnosa penyebab suatu gangguan tidur, sebaiknya ditentukan


terlebih dahulu jenis dan lamanya gangguan tidur (duration of sleep disorder), dengan
mengetahui jenis dan lamanya gangguan tidur, selain untuk membantu mengidentifikasi
penyebabnya, juga dapat memberikan pengobatan yang adekuat.4
Pada saat pemeriksaan pasien mengeluh nyeri kepala di pagi hari, tidak segar saat
bangun, masalah dengan fungsi mental atau emosional, mengantuk berlebihan pada
siang hari, dan kelelahan. Dalam sleep apneu pasangan tidur mungkin melaporkan
megap-megap atau mendengkur saat tidur. Dalam narkolepsi, individu dan keluarga
mereka mngeluh tertidur pada waktu yang tidak tepat,cataplex,hypnagogic
halusinasi,dan ketidakmampuan sesaat untuk bergerak atau berbicara saat bangun
(kelumpuhan tidur). Obat dan riwayat pengobatan penting untuk menyingkirkan kantuk
di siang hari yang terkait dengan penggunaan narkoba.12
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah polysomnography adalah tes
semalam di mana perangkat pemantauan terhubung ke individu untuk menilai berbagai
tahapan tidur untuk aktivitas muatan listrik otak (electroencephalogram, atau EEG),
jantung (elektrokardiogram), gerakan otot-otot (electromyogram) dan mata (elektro-
oculogram). Kadar oksigen dalam darah dan perubahan dalam pernapasan juga
dipantau. Beberapa tes latensi tidur (MSLT) mengukur waktu yang dibutuhkan untuk
jatuh tidur siang hari dalam ruangan yang tenang. Tes-tes lain mungkin termasuk
pemeliharaan uji terjaga dan skala kantuk Epworth.13
Pada tahun 1984, The International Institute of Health membuat suatu konsensus
pengelompokan gangguan tidur berdasarkan lamanya gangguan yang terdiri dari:4
1. Transient yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari
2. Short term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari dan kurang dari 3
minggu. Kedua gangguan tersebut biasanya berhubungan dengan stress yang akut
seperti perubahan kehidupan sosial, peningkatan emosional, faktor lingkungan,
faktor sistemik, kelainan gangguan kesehatan, desinkronisasi irama sirkadian
3. Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu. Biasanya
berhubungan dengan gangguan tidur primer, gangguan psikiatri, gangguan
kesehatan, gangguan psikologi.

Pada tahun 1990, American Sleep Disorders Association membuat reklasifikasi


untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur menjadi 4 kelompok yaitu:4
1.Dissomnia, misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik,
2.Parasomnia, misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur, berhubungan fase
REM
3.Gangguan kesehatan/psikiatri, misalnya: gangguan mental, gangguan neurologi,
gangguan kesehatan
4.Gangguan yang tidak terklasifikasi

Penatalaksanaan

a. Pendekatan Non Farmakologi


Pendekatan psikologis memiliki banyak keterbatasan untuk penanganan
Insomnia primer. Secara keseluruhan pendekatan dengan penanganan kognitif-
behavioral telah melaksanakan manfaat yang penting dalam menangani insomnia.14
Teori kognitif-behavioral menekankan pada jangka pendek dan berfokus pada
penurunan kondisi fisiologis yang timbul, memodifikasi kebiasaan tidur yang
maladaptif dan mengubah pemikiran yang disfungsional. Terapi ini biasanya
menggunakan kombinasi dari beberapa teknik, restrukturasi rasional. Kontrol
simultan melibatkan perubahan stimulus lingkungan yang diasosiasikan dengan
tidur. Dibawah kondisi normal, kita belajar untuk mengasosiasikan stimulus
menghubungkan berbaring ditempat tidur dengan tidur, sehingga pemaparan
terhadap stimulus ini dapat meningkatkan perasaan mengantuk. Namun ketika
seseorang menggunakan tempat tidur untuk banyak aktivitas, tempat tidur dapat
kehilangan asosiasinya dengan rasa kantuk.14
Teknik kontrol simultan bertujuan untuk memperkuat hubungan tempat tidur
dan tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas yang dihabiskan ditempat
tidur untuk dapat tertidur. Biasanya, seseorang diinstruksika dengan membatasi
waktu yang dihabiskan ditempat tidur untuk mencoba tidur dalam waktu 10 atau 20
menit. Jika masih tidak dapat tidur juga pada waktu yang diperkiran, orang tersebut
diinstruksikan untuk meninggalkan tempat tidur dan pergi keruangan lain untuk
membangun kerangka berpikir yang santai sebelum relaksasi.14
Tindakan sleep hygiene terdiri dari: 4
1. Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
2. Hindari tidur pada siang hari/sambilan
3. Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
4. Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
5. Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
6. Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
7. Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
8. Hindari rasa cemas atau frustasi
9. Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
b. Pendekatan Farmakologis
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara
kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua
obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan enekanan aktifitas dari
reticular activating system (ARAS) diotak.4
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan
tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi
cepat (short action) dgnmembatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat
mengembalikan pola tidur yang normal. 4
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi obat-obat stimulan yang dapat
mempertahankan kesadaran; dextroamphetamine dan methylphenidate keduanya
mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum dalam dosis terbagi. Femoline,
stimulan kerja lama, dapat juga digunakan. Modafinil, yang digunakan untuk
mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk mengobati hipersomnia primer.
Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat juga digunakan. Karena obat-
obatan stimulan dapat menimbulkan ketergantungan, maka penggunaannya harus
benar-benar diawasi.11

Prognosis

Bila hipersomnia disebabkan oleh suatu gangguan mood, perjalanan klinisnya


ditentukan oleh gangguan primer. Hipersomnia idiopatik dapat berubah selama
perkembangan dan dapat membaik seiring pertambahan usia pada beberapa pasien.11
d

Anda mungkin juga menyukai