Anda di halaman 1dari 78

Makalah Ilmu Keperawatan Dasar

Berpikir Kritis
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar

Disusun oleh : EKO SUGIYONO

Jurusan S1 Keperawatan
SETIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
2017-2018
Website : http;//www.stikesmuhkudus.ac.id Email : secretariat @ stikesmuhkudus.ac.id

Jl. Ganesa I Purwosari Telp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial


untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan
lainnya. Berpikir Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi
topik pembicaraan .

Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar


tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak
mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa. Seringkali
pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving, meskipun kemampuan
memecahkan masalah merupakan sebagian dari kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam


berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu
dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir
kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah / pencarian solusi, dan
pengelolaan proyek.Pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan integrasi
beberapa bagian pengembangan kemampuan, seperti pengamatan (observasi),
analisis,
penalaran, penilaian, pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik
pengembangan kemampuan-kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat
mengatasi masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.

Berpikir kritis dalam praktek keperawatan merupakan proses pengambilan


keputusan yang membutuhkan keterampilan kognitif untuk menganalisis standar-
standar, mendiskriminasi, mencari informasi, memberi alasan yang logis,
memprediksi dan mentransfer ilmu ( Lewis et al, 2007). Bahkan Alfaro-LeFevre
(2004) telah mengembangkan indikator untuk mengidentifikasi keterampilan dan
perilaku pemikir kritis yang terdiri dari tiga aspek yaitu pengetahuan, perilaku
afektif dan perilaku emosional. Ketiga aspek ini harus dimiliki oleh seorang
perawat.

Berpikir kritis semakin dipandang perlu, setiap detik kita dituntut untuk
berpikir kritis. Kita dituntut untuk tidak menerima sesuatu hanya dengan meng
iya kan sesuatu, kita harus mencari sebab dan bukti-bukti yang mendukung dari
data-data yang kita terima setiap waktu.Dulu sebagian orang jarang berpikir secara
kritis dalam mengambil sebuah keputusan dan menyelesaikan masalah. Namun
sekarang kita dituntut untuk berfikir secara krtis, terutama seorang perawat.

Seorang perawat harus bisa berpikir kritis untuk mengambil sebuah


keputusan atau tindakan dalam menangani pasien. Berpikir kritis dengan cepat agar
kita dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat serta melukukan tindakan
yang cepat dan tepat pula.Tapi masih ada perawat yang belum berpikir secara
kritis, sehingga masih ada tindakan yang tertunda dalam menangani pasien. Oleh
karena itu, perawat harus bisa secara cepat dan tepat dalam mengambil keputusan.

1.2 Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud berfikir kritis itu?


2. Bagaimana ciri-ciri dari berfikir kritis itu?
3. Bagaimana indikator dari berfikir kritis?
4. Bagaimanaproses dari berfikir kritis?
5. Bagaimana tips agar menjadi pemikir kritis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari berfikir kritis


2. Mengetahui ciri-ciri dari berfikir kritis
3. Mengetahui indikator dari berfikir kritis
4. Mengetahui proses dari berfikir kritis
5. Mengetahui cara atau tips berpikir kritis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan


keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut
dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung
kepada sasaran merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan
tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga
merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat
keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir
langsung kepada fokus yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah


mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan
menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya,
menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal


sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa
tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.

Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh


Scriven, berpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan
keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan,
menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut
berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan, dan
komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan
(Walker, 2001: 1).

Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa


berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi :
analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan
penilaian.

Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis.
Ketertiban berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education
Iniatives. Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada
sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang
berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai
sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54),
berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar
yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.

2.2 Keterampilan Berpikir Kritis dan Kebiasan Pikiran bagi Keperawatan

(Scheffer dan Rubbenfeld,2000,hlm.358, digunakan setelah mendapat izin)

Keterampilan serta proses Berpikir Kritis :

1. Menganalisis : memisahkan atau membagi suatu kesatuan menjadi beberapa


bagian untuk untuk menentukan sifat, fungsi dan hubungan antar bagian tersebut.
2. Menerapkan standar: menilai sesuai dengan peraturan atau kriteria yang telah
ditetapkan secara personal,professional, atau social.
3. Mendiskriminasi: mengenali perbedaan dan kesamaan dianatra beberapa hal atau
situasi dna membedakannya secara cermat untuk dimasukan kedalam kategori atau
criteria.
4. Mencari informasi: mencari bukti, fakta, atau pengetahuan dengan
mengidenbtifikasi sumber-sumber yang relevan dan mengumpulkan data objektif,
subjektif, historis, dan data terbaru dari sumber tersebut.
5. Membuat alasan logis : membuat suatu kesimpulan yang didukung atau
dijustifikasi oleh bukti.
6. Memprediksikan :membayangkan sebuah rencana dan konsekuensinya.
7. Mentransformasi pengetahuan : mengubah atau mengonversi kondisi, sifat,
bentuk, atau fungsi beberapa konsep dianatra beberapa konteks.

Kebiasaan pikiran untuk berpikir kritis :

1. Percaya diri : yakin akan kemampuan seseorang untuk membuat alasan yang
masuk akal.
2. Perspektif kontekstual : mewmpertimbangankan keseluruhan situasi, termasuk
hubungan, latar belakang, dan lingkungan yang relevan dengan beberapa kejadian
atau peristiwa.
3. Fleksibilitas : kemampuan untuk beradaptasi,mengakomodasi, memodifikasi,
mengubah fikiran, ide dan perilaku.
4. Kreativitas : daya cipta intelektual yang digunakan untuk menghasilkan,
menentukan atau merestrukturisasi ide; membayangkan alternative.
5. Rasa ingin tahu : hasrat untuk mengetahui segala seuatu dengan mencari
pengetahuan dan pemahaman melalui observasi dan pengajuan pertanyaan yang
telah dipikirkan dengan baik untuk mengeksplorasi beberapa kemungkinan dan
alternative
6. Integritas intelektual : mencari kebenaran melalui proses yang tulus dan jujur,
meski jika hasilnya bertentangan dengan asumsi dan keyakinan seseorang.
7. Intuisi : rasa mengetahui sesuatu secara naluri atau alamiah tanpa memiliki alasan
secara sadar.
8. Berpikiran terbuka: suatu sudut pandang yang dicirikan dengan bersikap
menerima terhadap berbagai pandangan yang berbeda dan sensitive terhadap bias
yang dimiliki oleh seseorang.
9. Tekun : bekerja keras menjalani suatu proses dengan kebulatan tekad untuk
mengatasi berbagai rintangan.
10. Refleksi : kontemplasi atau perenungan tentang suatu subjek terutama asumsi dan
pemikiran seseorang dengan tujuan untuk memiliki pemahaman yang lebih dalam
dan utuk mengevaluasi diri.

2.3 Pentingnya Berpikir Kritis

Pertanyaan mengapa mengadakan pencarian alasan,tujuan, makna dan nilai.


Kata mengapa sering sekali digunakan untuk memulai rasa ingin tahu, member
alasan logis, menjustifikasi kesimpulan, dan menemukan penyebabnya.

Mengapa memdemonstrasikan salah satu dari bentuk berfikir dan eksplorasi


yang pertama kali kita gunakan saat masih kanak-kanak. Namun mengapa dan
aktivitas berpikir yang terkait dengan mengapa telah memicu banyak penemuan
penting. Penemuan penisilin, teori relativitas Einstein, terjadi setelah terdapat
pertanyaan mengapa. Albert Enstein menekankan betapa berharganya pertanyaan
mengapa saat ia mengatakan hal terpenting adlah jangan pernah berhenti bertanya
. rasa ingin tahu memiliki alasan sendiri untuk muncul. Dan saya secara spesifik
tidak pintar ataupun diberkati sya rasa saya hanya merasa penasaran

Mengapa juga merupakan kata favorit bagi banyak pendidik dan


mendorong siswanya untuk meberi rasional dalam setiap intervensi keperawatan
yang mereka lakukan. Mengapa digunakan oleh klinisi saat mereka bekerja sebagai
seorang istruktur atau mentor untuk staf yang baru atau saat mereka
mempertanyakan praktik yang mereka lakukan. Klinisi dan pendidik sama-sama
percaya bahwa pertanyaan mengapa mendorong berpikir kritis.

Semua disiplin yang bekerja di pelayanan kesehatan menyadari perlunya


memusatkan pikiran mereka untuk mencari cara guna. Beberapa pernyataan tentang
manfaat berpikir kritis :
1. Pengetahuan professional tidak sesuai dengan perubahan karakteristik situasi
praktik kompleksitas, ketidakpastian, ketidakstabilan, keunikan, dan konflik nilai,
yang semakin dipersepsikan sebagian bagian inti dalam dunia praktik
professional. (Schon, 1983, hlm 14)
2. Pengetahuan didapatkan dengan berpikir , dianalisis dengan berpikir, diatur
dengan berpikir, ditransformasi dengan berpikir, dikaji dengan berpikir, dan yang
terpenting hasil yang dicapai dengan berpikir. (Paul, 1992, hlm. Xi)
3. Berpikir mengenali kita untuk mengenali keyakinan dan asumsi yang dianggap
fakta oleh pikiran kita. (Brookfield, 1995)
4. pengetahuan , fakta, informasi sering kali disamakan dengan intelegensi. Namun,
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dalam secara logis, etis, dan moral
tidak selalu setara dengan kualitas pengetahuan, fakta dan informasi. Berpikir
memberikan mekanisme penyaringan untuk mengubah pengetahuan, fakta dan
informasi kedalam aplikasi fakta dunia nyata . (Schon, 1983)
5. hanya dengan mengubah cara berpikir kita kita dapat mengubah kebijakan dan
praktik yang telah tertanam secara mendalam. (Senge, 1990, hlm. Xiv)
6. Pengetahuan yang mendalam biasanya timbul ketika mereka (orang-orang)
menyadari bhwa masalah mereka, dan harapan mereka akan kemajuan tidak
mungkin terlepas dari bagaimana cara mereka berpikir. (Senge, 1990, p.53)
7. Pengetahuan diri sendiri, berpikir kritis, dan berpikir kreatif mungkin merupakan
dimensi terpenting yang memengaruhi pembelajaran. (Marzano dan Pickering ,
1997)
8. Pemahaman murni berasal dari kemampuan berpikir dan bertindak secara fleksibel,
membedakan nuansa, menghargai konteks dan menggunakan refleksi. ( Wiggins
dan McTighe, 2001)

Kita telah mempelajari bahwa tujuan bertanya mengapa adalah untuk


menemukan makna dan nilai atau keuntungan. Untuk berfokus pada keuntungan,
kita perlu mengeksplorasi siapa yang mendapat keuntungan dan apa
keuntungannya.

Upaya pemecahan masalah perlu diawali dengan cara mencari


penyebabnya, jika tidak maka penyelesaian yang diperoleh tidak memberikan hasil
yang memuaskan bahkan timbul maslaah yang baru. Terdapat dua penyebab
kekacauan itu yaitu yang tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.

Pada dasarnya semua manusia memiliki hati yang baik sejauh kepentingan
pribadinya tidak diusik atau dirugikan.perubahan pola ukir perlu suatu daya ungkit
untuk memicu kesadaran terhadap sesuatu, seperti kata-kata, nyanyian, konsentrasi
pikiran, atau buku-buku filsafat. Tetapi bagi orang yang suka menganalisa, agak
sulit menerima daya ungkit dan lebih membutuhkan daya ungkit yang kasat mata
yang dapat dilihat langsung sebagai penggugah otak bawah sadar. Perubahan pola
pikir yang cepat akan menjadi jalan tol untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-
citakan. Perubahan ini tentu akan membawa dampak terhadap lingkungan
sekitarnya. Baik lingkungan alam, ataupun lingkungan sosial. Bagi seorang
ilmuwan yang banyak menggunakan otak kiri atau selalu menganalisa apa,
mengapa, siapa , bagaimana dengan mengubah pola piker kita dapat membangun
Sense of Reality tidak pandang bulu, sehingga dapat menggali potensi bawah sadar
kita yang dapat menghasilkan suatu seni baru yaitu The Art Of Survival artinya
kita tidak sendiri tetapi membuat seni baru yang secara bersama-sama keluar dari
kemelut secara nyata.

2.4 Ciri-ciri orang yang berpikir kritis

Beberapa hal yang menjadi ciri khas dari pemikir kritis itu sendiri adalah :

1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap
kondisi yang ada.

2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan


konsekuensi yang logis.

3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang


kompleks

Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah,


disiplin, terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja
membutuhkan kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah
serta komitmen untuk mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita.
Saat kita mulai untuk berpikir kritis, ada beberapa hal yang perlu kita
perhatikan disini, yaitu :

1. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk
jawaban dari pertanyaan tersebut.

2. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa

3. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.

4. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan.

5. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.

6. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.

7. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang


maksimal.

Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir
kritis ini adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian
(precision) relevansi (relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan
sudut pandang (breadth), kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty),
kelengkapan informasi (information) dan bagaimana implikasi dari solusi yang kita
kemukakan (implication).

Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen


penyusun kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus
menjawab beberapa hal sebagai berikut.

1. Tujuan dari sebuah gagasan/ide

2. Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide

3. Sudut pandang dari gagasan/ide

4. Informasi yang muncul dari gagasan/ide

5. Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.

6. Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut

7. Implikasi dan konsekuensi

8. Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut


Dasar-dasar ini yang pada peinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih
kemampuan berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana
menyeimbangkan aspek-aspek pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang
sistemik dan mempunyai dasar atau nilai ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga
perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat dalam diri manusia karena
hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.

Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini.


Artinya manusia akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai
egosentris. Dalam proses berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita
hindari. Apalagi bila kita berada dalam sebuah tim yang membutuhkan kerjasama
yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran kita menjadi tertutup sehingga sulit
mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada akhirnya, sikap
egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis yang
tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi
penambah masalah.

Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan
semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung,
namun juga sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan. Khususnya
pemecah masalah bangsa Indonesia ini.

2.5 Indikator Pemikir Kritis

Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan


dari aktivitas kritis sebagai berikut :

1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.


2. Mencari alasan.
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8. Mencari alternatif.
9. Bersikap dan berpikir terbuka.
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari
keseluruhan masalah.

Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas


kritis no. 1 adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator
yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 3, 4, dan 7 adalah mampu
mengungkap fakta yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah.
Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 adalah mampu
memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari
aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan
pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang diturunkan dari aktivitas
kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan
yang diambil sebagai suatu keputusan.

Beyer (dalam Hassoubah, 2004) mengatakan bahwa keterampilan


berpikir kritis beberapa kemampuan sebagai berikut :

1. Menentukan kredibilitas suatu sumber.


2. Membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan.
3. Membedakan fakta dari penilaian.
4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan.
5. Mengidentifikasi bias yang ada.
6. Mengidentifikasi sudut pandang.
7. Mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.

Sementara itu Ellis (dalam Rosyada, 2004) mengemukakan bahwa


keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :

1. Mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan tuntutan nilai.
2. Mampu membedakan antara informasi, alasan, dan tuntutan-tuntutan yang
relevan dengan yang tidak relevan.
3. Mampu menetapkan fakta yang akurat.
4. Mampu menetapkan sumber yang memiliki kredibilitas.
5. Mampu mengidentifikasi tuntutan dan argumen-argumen yang ambiguistik.
6. Mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan.
7. Mampu menditeksi bias.
8. Mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru.
9. Mampu mengenali logika yang tidak konsisten.
10. Mampu menetapkan argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.

Nickerson (dalam Schfersman,1991) seorang ahli dalam berpikir kritis


menyampaikan ciri-ciri orang yang berpikir kritis dalam hal pengetahuan,
kemampuan, sikap, dan kebiasaan dalam bertindak sebagai berikut:

1. Menggunakan fakta-fakta secara mahir dan jujur.


2. Mengorganisasi pikiran dan mengartikulasikannya dengan jelas, logis atau
masuk akal
3. Membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid
dengan logika yang tidak valid.
4. Mengidentifikasi kecukupan data.
5. Memahami perbedaan antara penalaran dan rasionalisasi.
6. Mencoba untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari berbagai
kegiatan.
7. Memahami ide sesuai dengan tingkat keyakinannya.
8. Melihat similiritas dan analogi secara tidak dangkal.
9. Dapat belajar secara independen dan mempunyai perhatian yang tak
kunjung hilang dalam bekerjanya.
10. Menerapkan teknik problem solving dalam domain lain dari yang sudah
dipelajarinya.
11. Dapat menyusun representasi masalah secara informal ke dalam cara formal
seperti matematika dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
12. Dapat menyatakan suatu argumen verbal yang tidak relevan dan
mengungkapkan argumen yang esensial.
13. Mempertanyakan suatu pandangan dan mempertanyakan implikasi dari
suatu pandangan.
14. Sensitif terhadap perbedaan antara validitas dan intensitas dari suatu
kepercayaan dengan validitas dan intensitas yang dipegangnya.
15. Menyadari bahwa fakta dan pemahaman seseorang selalu terbatas, banyak fakta
yang harus dijelaskan dengan sikap non inquiri.
16. Mengenali kemungkinan keliru dari suatu pendapat, kemungkinan bias
dalam pendapat, dan mengenali bahaya dari pembobotan fakta menurut pilihan
pribadi

2.6 Faktor yang mempengaruhi berpikir kritis

Faktor yang mempengaruhi berpikir kritis :

1. Fisik: berdasakan pada rasa yang dialami oleh tubuh seperi rasa nyaman, tidak
nyaman,senang atau sebaliknya.
2. Emosional: didasarkan pada perasaan atau sikap, orang akan bereaksi pada
suatu situasi secara subjektiv. Rasional didasarkan pada pengetahuan orang
mendapatkan informasi ,memahami situasi dan berbagai konsekkuensinya.
3. Pratikal: berdasrkan pada keterampilan individu dan kemampuan
melaksanakannya.
4. Interpersonal; berdasarkan pengaruh pada jaringan sosial yang ada.
5. Struktural: berdasarkan pada lingkup social ,ekonomi dan politik.

2.7 Jenis-jenis berpikir kritis

Jenis-jenis berpikir kritis :

1. Berpikir kritis secara diprogram.


Berpikir kritis diprogram merupakan pikiran yang bersifat rutin dan
dilakukan secara berulang-ulang sehingga dapat dikembangkan menjadi suatu
prosedur tertentu.
2. Berpikir kritis secara tidak deprogram.
Berpikir kritis tidak deprogram adalah keputusan baru,tidak terstruktur dan
tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan tidak dapat dikembangkan menjadi
suatu prosedur tertentu untuk menangani suatu masalah.

2.8 Siapakah yang perlu berpikir kritis

a. Klinisi :

Klinisibisa dilihat dalam berbagai lingkungan pelayanan kesehatan. Banyak


tantangan yang membutuhkan keterampilan dalam berpikir kritis. Tidak sedikit
diantaranya tampak berubah secara konstan dalam hal tuntutan dan tanggung
jawab posisi anda. Perubahan kompleks terjadi dalam hal tuntutan dan
tanggung jawab posisi Anda. Perubahan kompleks terjadi dalam pemberian
layanan kesehatan sebagai sebuah keseluruhan. Kelly-Thomas (1998)
menyebutkan kata re-do (tindakan ulang)yang secara khas terdengar
dilingkungan pelayanan kesehatan baru-baru ini,seperti rekayasa ulang
(reengineering), resrukturasi, membekali kembali (retooling),melihat kembali
(re-visioning). Isu re-do ini mengharuskan perawat untuk lebih percaya diri,
konstektual, kreatif, berpikiran, dan fleksibel dalam melakukan tugas mereka.

b. Pendidik :

Siapa pun yang masuk dalam tipe pendidik yang menghadapi masalah
kompleks yang mempengaruhi cara Anda melihat diri Anda sebagai seorang
pemikirdan bagaimana Anda akan mampu mempromosikan bimbingan kepada
siswa dan staff diharuskan untuk lebih berpikir kritis karena sebagai pendidik
dituntut untuk cepat tanggap apabila mengadapi para siswa nya.

2.8.1 Mengapa berpikir kritis begitu penting bagi pasien dan orang
terdekatnya

a. Berpikir meningkatkan asuhan yang aman

b. Berpikir meningkatakn asuhan yang efektif


c. Berpikir meningkatkan asuhan yang efisien

2.9 Tips Berpikir Kritis

Sembilan tips mengembangkan kompetensi berpikir kritis:

1. Berpikiran terbuka terhadap ide-ide baru.


2. Mengetahui bahwa setiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda.
3. Memisahkan berpikir dengan perasaan dan berpikir logis.
4. Menanyakan hal-hal yang anda anggap tidak masuk akal.
5. Menghindari kesalahan umum dalam pemberian alasan yang anda buat.
6. Jangan berargumen tentang sesuatu yang anda tidak mengerti.
7. Kembangkanlah kosakata yang tepat untuk penyampaian dan pengertian ide
yang lebih baik
8. Mengetahui ketika anda memerlukan informasi lebih lanjut.
9. Mengetahui perbedaan antara kesimpulan yang dapat dan harus benar.
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Orang yang bekerja didunia kesehatan dituntut untuk sigap,siap, cepat dan
tangkas dalam menangani permasalahan yang ada disekitarnya. Contohnya perawat
yang dituntut mempunyai sifat berpikir kritis karena berpikir kritis merupakan
referensi yang mudah digunakan yang berfokus pada realitas sehari-hari dalam
mempelajari, mengimplementasikan, dan mengevaluasi berpikir kritis dalam
keperawatan. Karena sebagai perawat hubungannya manusia dengan manusia,
pasien itu sendiri yang karakter, sifat juga wataknya berbeda. Dan setiap kejadian
dilapangan masalahnya berbeda beda sehingga berpikir kritis wajib digunakan oleh
setiap perawat.

Sebaiknya, berpikir kritis itu wajib diamalkan dimulai dari sekarang.


Melalui pelatihan yang konsisten dan serius diharapkan agar diterapkan sebaik
mungkin. Karena sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Dan berpikir kritis adalah suatu tindakan yang wajib dilakukan oleh tenaga
kesehatan khususnya perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Rubenfeld, M Gaie, Scheffer Barbara, K. 2010.Berpikir Kritis Untuk Perawat.


Jakarta:. Buku Kedokteran EGC

Paul, Richard and Linda Elder. 2005. The Miniature Guide to Critical Thinking
CONCEPTS & TOOLS. The Foundation of Critical Thinking. California

Alfaro-LeFevre, R. 2004. Critical Thinking and Clinical Judgment: A Practical


Approach. 3rd Ed. St. Louis: Saunders.

http://gurupembaharu.com/home/berpikir-kritis/

http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis-dan-kreatif-
dalam-pembelajaran

www.wikipedia.com
Makalah Ilmu Keperawatan Dasar
Sejarah Keperawatan
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar

Disusun oleh : EKO SUGIYONO

Jurusan S1 Keperawatan
SETIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
Website : http;//www.stikesmuhkudus.ac.id Email : secretariat @ stikesmuhkudus.ac.id

Jl. Ganesa I Purwosari Telp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang
merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan etika
keperawatan. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut
menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan secara keseluruhan
jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan
konstribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang
relatif, berkelanjutan, koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai suatu profesi
menekankan kepada bentuk pelayanan profesional yang sesuai dengan standar dengan
memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima
oleh masyarakat dengan baik lanjut.
Perkembangan dunia keperawatan merupakan sebuah profesi yang tidak dapat
terlepas dari dunia keperawatan di masa sebelumnya. Untuk mencapai profesionalitas
dunia keperawatan di saat ini, dunia keperawatan harus melewati tahap-tahap yang begitu
banyak, di mana terjadi berbagai peristiwa yang penting yang terjadi pada masa-masa
lampau tersebut hingga mendorong perkembangan profesi keperawatan, baik di dunia
internasional maupun nasional. Dengan acuan inilah, maka penulis merasa perlu untuk
memaparkan tentang bagaimana perkembangan sejarah dunia keperawatan baik di dunia
internasional maupun nasional. Penulis berharap melalui paparan ini kita dapat lebih
mengenal bagaimana sejarah keperawatan yang ada, dan melalui hal itu kita dapat lebih
mengenal dunia keperawatan dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan kita sebagai
calon perawat dan/atau perawat.

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana sejarah keperawatan internasional,
2. Mengetahui bagaimana sejarah keperawatan nasional, dan
3. Mengetahui bagaimana hubungan dari sejarah keperawatan yang ada dengan
keperawatan saat ini.
C. Metode Penulisan
Dalam makalah ini kami membahas tentang Sejarah Keperawatan Nasional dan
Internasional, yang terdiri dari 3 bab utama. Pada bab I berisi tentang latar belakang dari
penulisan makalah ini, tujuan di adakannya penulisan, dan metode penulisan makalah ini.
Bab II merupakan bagian yang berisi penjelasan tentang tinjauan pustaka, yang membahas
materi/pokok bahasan makalah ini,yakni, Sejarah Keperawatan Internasional, Perawatan
pada beberapa Bangsa dan Negara, Sejarah Keperawatan Nasional dan Dampak Sejarah
pada Profil Perawat Indonesia. Bab III merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan
dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Keperawatan Internasional
Keperawatan sebagai suatu pekerjaan sudah ada sejak manusia ada di bumi ini,
keperawatan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi dan
kebudayaan. Konsep keperawatan dari abad ke abad terus berkembang, berikut adalah
perkembangan keperawatan di dunia.

1. Sejak zaman manusia itu diciptakan/ Zaman Purba (Primitive culture)


Di mana pada dasarnya manusia diciptakan telah memiliki naluri untuk
merawat diri sendiri sebagaimana tercermin pada seorang ibu. Naluri yang sederhana
adalah memelihara kesehatan dalam hal ini adalah menyusui anaknva sehingga
harapan pada awal perkembangan keperawatan, perawat harus memiliki naluri
keibuan (mother instinct) kemudian bergeser ke zaman purba di mana pada zaman ini
orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan mistis yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia, kepercayaan ini dikenal dengan nama animisme,
di mana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena kekuatan alam atau pengaruh
kekuatan gaib sehingga timbul keyakinan bahwa jiwa yang jahat akan dapat
menimbulkan kesakitan dan jiwa yang sehat dapat menimbulkan kesehatan atau
kesejahteraan. Pada saat itu peran perawat sebagai ibu yang merawat keluarganya
yang sakit dengan memberikan perawatan fisik serta mengobati penyakit dengan
menghilangkan pengaruh jahat. Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada
dewa-dewa di mana pada masa itu penyakit dianggap disebabkan karena
kemarahan dewa sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan orang yang
sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut dengan bantuan priest physician. Setelah
itu perkembangan keperawatan terus berubah dengan adanya diakones dan philantrop yang
merupakan suatu kelompok wanita tua dan janda yang membantu pendeta dalam merawat
orang sakit serta kelompok kasih sayang yang anggotanya menjauhkan diri dari
keramaian dunia dan hidupnya ditujukan pada perawatan orang yang sakit
sehingga akhirnya berkembanglah rumah-rumah perawatan dan akhirnya mulailah awal
perkembangan ilmu keperawatan.
2. Zaman keagamaan
Perkembangan keperawatan ini mulai bergeser ke arah spiritual di mana
seseorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya dosa atau kutukan Tuhan. Pusat
perawatan adalah tempat-tempat ibadah, sehingga pada waktu itu pemimpin agama
dapat disebut sebagai. tabib yang mengobati pasien karena ada anggapan yang
mampu mengobati adalah pemimpin agama sedangkan pada waktu itu perawat
dianggap sebagai budak yang hanya membantu dan bekerja atas perintah pemimpin
agama.

3. Zaman masehi
Keperawatan dimulai pada saat perkembangan agama Nasrani, di mana pada
saat itu banyak membentuk diakones (deaconesses), suatu organisasi wanita yang
bertujuan mengunjungi orang sakit sedangkan orang laki-laki di berikan tugas dalam
membrikan perawatan untuk mengubur bagi orang yang meninggal, sehingga pada saat itu
berdirilah rumah sakit di Roma seperti Monastic Hospital. Pada saat itu rumah sakit di
gunakan sebagai tempat merawat orang sakit,orang cacat,miskin dan yatim piatu. Pada saat
itu pula di daratan benua Asia, khususnya di Timur Tengah, perkembangan keperawatan
mulai maju seiring dengan perkembangan agama Islam. Keberhasilan Nabi Muhammad
SAW dalam menyebarkan agama islam di ikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi seperti ilmu pasti, kimia, kesehatan dan obat-obatan. Sebagaimana dalam
AlQuran di tuliskan pentingnya menjaga kebersihan diri, makanan, lingkungan dan lain-
lain. Perkembangan tersebut melahirkan tokoh Islam dalam keperawatan yang di kenal
dengan nama Rufaidah.

4. Zaman permulaan abad 21


Pada permulaan abad ini perkembangan keperawatan berubah, tidak lagi
dikaitkan dengan faktor keagamaan akan tetapi berubah kepada faktor kekuasaan,
mengingat pada masa itu adalah masa perang dan terjadi eksplorasi alam sehingga
pesatlah perkembangan pengetahuan. Pada masa itu tempat ibadah yang dahulu
digunakan untuk merawat sakit tidak lagi digunakan.
5. Zaman sebelum perang dunia kedua
Pada masa perang dunia kedua ini timbal prinsip rasa cinta sesama manusia di
mana saling membantu sesama manusia yang membutuhkan. Pada masa sebelum perang
dunia kedua ini tokoh keperawatan Florence Nightingale (1820-1910) menyadari adanya
pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para perawat , Fl orence N ighti ngal e
m empun yai pandangan bahwa dal am mengembangkan keperawatan perlu
dipersiapkan pendidikan bagi perawat, ketentuan jam kerja perawat dan
mempertimbangkan pendapat perawat. Usaha Florence adalah dengan menetapkan
struktur dasar di pendidikan perawat diantaranya mendirikan sekolah perawat mnetapkan
tujuan pendidikan perawat serta menetapkan pengetahuan yang harus di miliki para calon
perawat. Florence dalam merintis profesi keperawatan diawali dengan membantu para
korban akibat perang krim (1854 - 1856) antara Roma dan Turki yang dirawat di sebuah
barak rumah sakit (scutori) yang akhirnya mendirikan sebuah rumah sakit dengan nama
rumah sakit Thomas di London dan juga mendirikan sekolah perawatan dengan nama
Nightingale Nursing School.

6. Masa selama perang dunia kedua


Selama masa selama perang ini timbal tekanan bagi dunia pengetahuan dalam
penerapan teknologi akibat penderitaan yang panjang sehingga perlu meningkatkan
diri dalam tindakan perawat mengingat penyakit dan korban perang yang beraneka
ragam.

7. Masa pasca perang dunia kedua


Masa ini masih berdampak bagi masyarakat seperti adanya penderitaan yang
panjang akibat perang dunia kedua, dan tuntutan perawat untuk meningkatkan masyarakat
sejahtera semakin pesat. Sebagai contoh di Amerika, perkembangan keperawatan pada
masa itu diawali adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, pertambahan
penduduk yang relatif tinggi sehingga menimbulkan masalah baru dalam pelayanan
kesehatan, pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi pola tingkah laku individu,
adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan diawali
adanya penemuan-penemuan obat-obatan atau cara-cara untuk memberikan penyembuhan
bagi pasien, upaya-upaya dalam tindakan pelayanan kesehatan seperti pelayanan kuratif,
preventif dan promotif dan juga terdapat kebijakan Negara tentang peraturan sekolah
perawat. Pada masa itu perekembangan perawat di mulai adanya sifat pekerjaan yang
semula bersifat individu bergeser ke arah pekerjaan yang bersifat tim. Pada tahun 1948
perawat di akui sebagai profesi sehingga pada saat itu pula terjadi perhatian dalam
pemberian penghargaan pada perawat atas tangung jawabnya dalam tugas.

8. Periode tahun 1950


Pada masa itu keperawatan sudah mulai menunjukkan perkembangan khususnya
penataan pada sistem pendidikan. Hal tersebut terbukti di negara Amerika sudah
dimulai pendidikan setingkat master dan doktoral. Kemudian penerapan proses
keperawatan sudah mulai dikembangkan dengan memberikan pengertian bahwa
perawatan adalah suatu proses, yang dimulai dari pengkajian, diagno sis keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

B. Perawatan pada Beberapa Bangsa dan Negara


a. Mesir.
Bangsa mesir pada zaman purba telah menyembah banyak dewa. Dewa yang
terkenal antara lain Isis. Mereka beranggapan bahwa dewa ini menaruh minat terhadap
orang sakit dan memberikan pertolongan pada waktu si sakit sedang tidur. Didirikanlah
kuil yang merupakan rumah sakitpertama di mesir
Ketabiban
Ilmu ketabiban terutama ilmu bedah telah dikenal oleh bangsa mesir zaman purba
( 4800 SM). Dalam menjalankan tugasnya sebagai tabib ia menggunakan bidai (spalk),
alat-alat pembalut, ia mempunyai pengetahuan tentang anatomi, Hygienr umum serta
tentang obat-obatan. Didalam buku-buku tertulis dalam kitab Papyrus didalamnya memuat
kurang lebih 700 macam resep obat-obatan dari Mesir.

b. Babylon dan syiria


Ilmu pengetahuan tentang anatomi dan obat-obat ramuan telah diketahui oleh
bangsa Babylon sejak beberapa abad SM. Pada salah satu tulisan yang menyatakan bahwa
pada 680 SM orang telah mengetahui cara menahan darah yang keluar dari hidung dan
merawat jerawant pada muka.
Bangsa Babylon menyembah dewa oleh karena itu perawatan atau pengobatan berdasarkan
kepercayaan tersebut.

c . Yahudi kuno
Ilmu pengetahuan bangsa Yahudi banyak di peroleh dari bangsa Mesir. Misalnya :
cara-cara memberi pengobatan orang yang terkenal adalah Musa. Ia juga dikenal sebagai
seorang ahli hygiene. Dibawah pimpinannya bangsa Yahgudi memajukan minatnya yang
besar terhadap kebersihan umum dan kebersihan diri.
Undang-undang kesehatan bangsa Yahudi menjadi dasar bagi hygiene modern dimana
cara-cara dan peraturannya sesuai dengan bakteriologi zaman sekarang, misalnya :
1. Pemeriksaan dan peminilah bahan makanan yang akan di makan
2. Mengadakan cara pembuangan kotoran manusia
3. Pelarangan makan daging babi karena dapat menimbulkan suatu penyakit
4. Memberitahukan kepada yang berwajib bila ada penyakit yang berbahaya, sehingga
dapat diambil tindakan

c. India
Bangsa India (Hindu) di zaman purba telah memeluk agama Brahmana, disamping
memuja dan meminta pertolongan kepada dewa (dikuil) untuk menyembuhkan orang sakit.
Di India telah terdapat RS khususnya di Utara saat pemerintahan Rasa Asoka, 8 RS
dimana sebagian kemudian dijadikan sekolah-sekolah pengobatan dan perawatan

d . Tiongkok
Bangsa Tiongkok telah mengenal penyakit kelamin diantaranya gonorhoea dan
syphilis. Pencacaran juga telah dilakukan sejak 1000 SM ilmu urut dan psikoterapi.
Orang-orang yang terkenal dalam ketabiban :
1. Seng Lung Dikenal sebagai "Bapak Pengobatan, yang ahli penyakit dalam dan
telah menggunakan obat-obat dari tumbuh-tumbuhan dan mineral (garam-
garaman). Semboyannya yang terkenal adalah Lihat, Dengar, Tanya, Rasa.
2. Chang Chung Ching 200 Sm telah mengerjakan lavement dengan menggunakan
bamboo.

e . Yunani
Bangsa Yunani zaman purba memuja dan memuliakan banyak dewa (polytheisme)
dewa yang terkenal adalah dewa yang dianggap sebagai dewa pengobatan putri dan dewa
yang bernama hygiene sebagai Dewi kesehatan, maka timbullah perkataan higyene. Untuk
pemujaan terhadap para dewa didirikan kuil (1134 SM) yang juga berfungsi sebagai
pengobatan orang sakit dan perawatan dikerjakan oleh para budak-budak.
Orang-orang ternama dalam ketabiban antara lain:
1. Hippocrates (hidup 400 SM) adalah bapak pengobatan
2. Plato ahli filsafat Yunani, otak sebagai pusat kesadaran
3. Aristoteles ahli filsafat, ahli jiwa dan ilmu hayat.

G. Roma
Rumah sakit Roma zaman purba di sebut valentrumdinari Roma yang terdapat di
swiss ditemukan alat-alat perawatan ex. Peralatan untuk huknah pot-pot tempat selep. Juga
ditemukan instrument untuk keperluan pembedahan ex : pisau, pincet, klem arteri,
speculum. Tokoh terkenal Julius Caesar (101-44 SM). Seorang wali Negara yang pertama-
tama mengakui guru-guru hygiene dan menganjurkan tentang kesehatan dan kebersihan.

H. Irlandia
Pengetahuan tentang pengobatan telah diketahui lama SM. Tentang Rumah sakit,
Seorang putri raja bernama Macha (abad ke 3) mendirikan rumah sakit untuk orang-orang
miskin yang sakit. Nama RS tersebut Broin Beargh rumah kesusahan

I. Amerika
Antara revolusi Amerika dan Perang Sipil, keperawatan di Amerika mungkin dapat
disejajarkan dengan keperawtan di Eropa. Rumah sakit umum yang awal didirikan dalam
koloni termasuk Philadelphia Almshouse dan Bellevue Hospital di New York. Rumah
sakit yang awal didirikan ini memberikan perawatan bagi orang yang sakit, fakir miskin,
gila, lemah, tahanan, dan anak yatim piatu. Pemberi perawatan atau pemberi layanan
digambarkan sebagai orang miskin atau tahanan yang sering mabuk.
Pada tahun 1639, Augustinian Sisters bermigrasi ke Kanada dan pada akhirnya
membangun rumah sakit pertama, Hotel Dieu, di Quebec city. Pada tahun 1809 di
Amerika Serikat, Bunda Elizabeth Seton mendirikan perkumpulan Sisters of Charity of St.
Joseph yang pertama di Amerika, tepatnya di Maryland. Pada akhirnya, perkumpulan lain
atau cabang dari perkumpulan lain dalam Gereja Katolik Roma berkembang di bawah
Sisters of Charity di seluruh wilayah Timur Amerika Serikat dan Kanada. Perkumpulan
religious ini mengembangkan program pendidikan keperawatan dan memberikan layanan
keperawatan. Setelah ekspansi kea rah barat Amerika Serikat, perkumpulan religious
Katolik Roma membangun rumah sakit di New Orleans, Chicago, dan San Fransisco.
Perkumpulan religious dari gereja protestan, termasuk Episcopal Sisterhood of Holy
Communion dan English Lutheran Church, juga membangun rumah sakit dan memberikan
asuhan keperawatan.
Kebanyakan perkembangan keperawatan dikaitkan dengan kebutuhan untuk
memberikan perawatan bagi orang yang sakit dan serdadu yang terluka selama masa-masa
perang. Fakta ini terbukti benar dalam perkembangan keperawatan di Amerika Serikat.
Selama Perang Sipil, Dorothea Dix di tunjuk sebagai pimpinan korps perawat pertama
angkatan darat Amerika Serikat. Dia hanya merekrut wanita yang berusia lebih dari 30
tahun dan memiliki tampang biasa-biasa saja. Dia mampu merekrut 2000 wanita untuk
merawat pasukan bersenjata. Para perawat ini membalut luka, memberikan obat, dan
membantu memberikan makan. Selain luka perang, para serdadu menderita disentri dan
cacar, dan banyak perawat meninggal karena penyakit yang ditularkan saat menjalankan
tugas.
Sama seperti Nightingale di Crimea, perawat di perang sipil mendapatkan banyak
pertentangan dari dokter pria. Kapal rumah sakkit digunakan untuk memindahkan orang
yang terluka ke rumah sakit, dan perawat memberikan perawatan bersama asisten medis.
Banyak wanita asertif, yang dikenal tidak hanya karena kemampuan merawat mereka
tetapi juga karena pengaruh mereka di bidang lain, memberikan layanan keperawatan
selama perang sipil. Beberapa dari mereka yang paling berpengaruh adalah Louisa May
Alcott, yang pada akhirnya menjadi figur penting kesusastraan, Harriet Tubman, yang
sebagai perawat dan anggota pergerakan penghapusan perbudakan memberikan perawatan
dan kenyamanan untuk rekan-rekan Amerika-Afrika di Underground Railroad; dan
Sojourner Truth, perawat Amerika-Afrika lainnya yang memberikan perawatan untuk
serdadu Union Army yang terluka dan aktif dalam akar awal pergerakan wanita.
Rumah sakit sederhana telah didirikan dikota besar oleh bangsa Asteken di
Amerika Utara, sedang RS yang baik dan merupakan RS pertama didirikan pada tahun
1521 oleh cortez dari Mexico yaitu RS san Jesu Nazareno.

C. Sejarah Perkembangan Keperawatan Nasional


Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia telah banyak dipengaruhi oleh
kolonial penjajah diantaranya Jepang, Belanda dan Inggris. Dalam perkembangannya di
Indonesia dibagi menjadi dua masa diantaranya:
Pertama, masa sebelum kemerdekaan, terbagi atas 3 masa penjajahan, yakni:
1. Masa Penjajahan Belanda
Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi
yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan
kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan
dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara
kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini
adalah membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels
mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti
perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara
Belanda.

2. Masa Penjajahan Inggris (1812 1816)


Gurbernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat
memperhatikan kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah
milik manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain :
- pencacaran umum
- cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
- kesehatan para tahanan
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan penduduk
lebih maju. Pada tahun 1819 didirikan RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun
1919 dipindahkan ke Salemba yaitu RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816
1942 berdiri rumah sakit rumah sakit hampir bersamaan yaitu: RS. PGI Cikini Jakarta,
RS. ST Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang.
Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.

3. Zaman Penjajahan Jepang (1942 1945)


Pada masa ini perkembangan keperawatan mengalami kemunduran, dan dunia
keperawatan di Indonesia mengalami zaman kegelapan. Tugas keperawatan dilakukan oleh
orang-orang tidak terdidik, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang, akhirnya
terjadi kekurangan obat sehingga timbul wabah.

Kedua, masa setelah kemerdekaan, pada tahun 1949 telah banyak rumah sakit
yang didirikan serta balai pengobatan dan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatan pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudian pada tahun 1962
telah dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985 untuk
pertama kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan sarjana yang
dilaksanakan di Universitas Indonesia dengan nama Program Studi Ilmu Keperawatan
dan akhirnya dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan, maka menjadi sebuah
Fakultas Ilmu keperawatan dan beberapa tahun kemudian diikuti berdirinya pendidikan
keperawatan setingkat S1 di berbagai univeisitas di Indonesia seperti di Bandung,
Yogyakarta, Surabaya dan lain-lain.

D. Dampak Sejarah Terhadap Profil Perawat Indonesia


Sejarah adalah setiap peristiwa atau kejadian di masa lampau yang menyenangkan
maupun memilukan. Sejarah bukan sebatas cerita untuk generasi mendatang yang ditulis
sekadar untuk dihafalkan. Setiap manusia memiliki sejarah masing-masing, baik yang
bersifat individual, komunal, maupun nasional. Sama halnya dengan sejarah perjuangan
bangsa. Kemerdekaan yang diraih bukan hanya melibatkan tentara, tetapi juga seluruh
elemen bangsa. Mulai dari pemimpin sampai rakyat jelata, orang tua sampai anak-anak.
Semuanya bahu-membahu berjuang dengan semangat patriotisme.
Sejarah akan mewarnai masa depan. Apa yang terjadi di masa sekarang dipengaruhi
oleh sejarah pada masa sebelumnya. Kesuksesan yang diraih seseorang dalam hidupnya
merupakan hasil atau buah dari keuletan dan perjuangannya di masa lalu. Contohnya
adalah negara Jepang. Negara tersebut menjadi salah satu negara yang pesat
perekonomiannya. Keberhasilan ini salah satunya dipengaruhi oleh semangat bangsa ini
untuk terus maju dan meningkatkan produktivitasnya. Teori yang sama berlaku pula di
negara kita. Keterpurukan yang dialami bangsa Indonesia di hampir segala bidang
disebabkan oleh perilaku korup yang telah mendarah daging di negara ini sejak dulu.
Sistem hegemoni yang diterapkan oleh bangsa Eropa selama menjajah Indonesia
telah memberi dampak yang sangat besar pada seluruh lini kehidupan, termasuk profesi
perawat. Posisi Indonesia sebagai negara yang terjajah (subaltern) menyebabkan kita
selalu berada pada kondisi yang tertekan, lemah, dan tidak berdaya. Kita cenderung
menuruti apa saja yang menjadi keinginan penjajah. Situasi ini terus berlanjut dalam kurun
waktu yang lama sehingga terbentuk suatu formasi kultural. Kultur di dalamnya mencakup
pola perilaku, pola pikir, dan pola bertindak. Formasi kultural ini terus terpelihara dari
generasi ke generasi sehingga menjadi sesuatu yang superorganic. Sejarah keperawatan
di Indonesia pun tidak lepas dari pengaruh penjajahan. Kali ini, penulis mencoba
menganalisis mengapa masyarakat menganggap perawat sebagai pembantu profesi kese-
hatan laindalam hal ini profesi dokter. Ini ada kaitannya dengan konsep hegemoni.
Seperti dijelaskan di awal, perawat awalnya direkrut dari Boemi Putera yang tidak lain
adalah kaum terjajah, sedangkan dokter didatangkan dari negara Belandasebab pada saat
itu di Indonesia belum ada sekolah kedokteran. Sesuai dengan konsep hegemoni, posisi
perawat di sini adalah sebagai subaltern yang terus-menerus berada dalam cengkeraman
kekuasaan dokter Belanda (penjajah). Kondisi ini menyebabkan perawat berada pada
posisi yang termarjinalkan. Keadaan ini berlangsung selama berabad-abad sampai
akhirnya terbentuk formasi kultural pada tubuh perawat.
Posisi perawat sebagai subaltern yang tunduk dan patuh mengikuti apa keinginan
penjajah lama-kelamaan menjadi bagian dari karakter pribadi perawat. Akibatnya,
muncul stigma di masyarakat yang menyebut perawat sebagai pembantu dokter. Karena
stigma tersebut, peran dan posisi perawat di masyarakat semakin termarjinalkan. Kondisi
semacam ini telah membentuk karakter dalam diri perawat yang pada akhirnya
berpengaruh pada profesi keperawatan secara umum. Perawat menjadi sosok tenaga kese-
hatan yang tidak mempunyai kejelasan wewenang atau ruang lingkup. Orientasi tugas
perawat dalam hal ini bukan untuk membantu klien mencapai derajat kesehatan yang
optimal, melainkan membantu pekerjaan dokter. Perawat tidak diakui sebagai suatu
profesi, melainkan pekerjaan di bidang kesehatan yang aktivitasnya bukan didasarkan atas
ilmu, tetapi atas perintah/instruksi doktersebuah rutinitas belaka. Pada akhirnya, timbul
sikap ma-nut perawat terhadap dokter.
Dampak lain yang tidak kalah penting adalah berkembangnya perilaku
profesional yang keliru dari diri perawat. Ada sebagian perawat yang
menjalankan praktik pengobatan yang sebenarnya merupakan kewenangan
dokter. Realitas seperti ini sering kita temui di masyarakat. Uniknya, sebutan
untuk perawat pun beragam. Perawat laki-laki biasa disebut mantri, sedangkan
perawat perempuan disebut suster. Ketimpangan ini terjadi karena perawat sering
kali diposisikan sebagai pembantu dokter. Akibatnya, pe rawat terbiasa bekerja
layaknya seorang dokter, padahal lingkup kewenangan kedua profesi ini berbeda.
Tidak menutup kemungkinan, fenomena seperti ini masih te rus
berlangsung hingga kini. Hal ini tentunya akan menghambat upaya pengembangan
keperawatan menjadi profesi kesehatan yang profesional. Seperti kita ketahui, kultur
yang sudah terinternalisasi akan sulit untuk diubah. Dibutuhkan persamaan
persepsi dan cita-cita antar-perawat serta kemauan profesi lain untuk menerima
dan mengakui perawat sebagai sebuah profesi kesehatan yang p rofesional.
Tentunya kita berharap pengakuan ini bukan sekedar wa cana, tetapi harus
terealisasikan dalam kehidupan profesional.
Paradigma yang kemudian terbentuk karena kondisi ini ada lah pandangan
bahwa perawat merupakan bagian dari dokter. Dengan demikian, dokter berhak
"mengendalikan" aktivitas perawat terhadap klien. Perawat menjadi perpanjangan
tangan dokter dan berada pada posisi submisif. Kondisi seperti ini sering kali temui
dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu penyebab nya adalah
masih belum berfungsinya sistem kolaborasi antara dokter dan perawat dengan
benar.
Jika kita cermati lebih jauh, hal yang berlaku justru sebalik nya. Dokter
seharusnya merupakan bagian dari perawatan klien. Seperti kita ketahui, perawat
merupakan tenaga kesehatan yang paling sering dan paling lama berinteraksi
dengan klien. Asuhan keperawatan yang diberikan pun sepanjang rentang sehat -
sakit. Dengan demikian, perawat adalah pihak yang paling mengetahui perkembangan
kondisi kesehatan klien secara men yeluruh dan bertanggung jawab atas klien.
Sudah selayaknya jika profesi kesehatan lain meminta "izin" terlebih dahulu
kepada perawat sebelum berinteraksi dengan klien. Hal yang sama juga berlaku untuk
keputusan memulangkan klien. Klien baru boleh pulang setelah perawat menyatakan
kondisinya memungkinkan. Walaupun program terapi sudah dianggap selesai,
program perawatan masih terus berlanjut karena lingkup keperawatan bukan
hanya pada saat klien sakit, tetapi juga setelah kondisi klien sehat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan guna untuk meningkatkan kesehatan bagi masyarakat. Keperawatan ternyata
sudah ada sejak manusia itu ada dan hingga saat ini Profesi keperawatan berkembang
dengan pesat. Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya
berlangsung di tatanan praktik, dalam hal ini layanan keperawatan, tetapi juga
di dunia pendidikan keperawatan. Tidak asing lagi, pendidikan keperawatan memberi
pengaruh yang besar terhadap kualitas la yanan keperawatan. Karenanya,
perawat harus terus meningkatkan kompetensi dirinya, salah satunya melalui
pendidikan keperawatan yang berkelanjutan.

B. Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon perawat
harus terus meningkatkan kompetensi dirinya, salah satunya melalui pendidikan
keperawatan yang berkelanjutan, sehingga kita tidak mengalami ketertinggalan dari
keperawatan internasional. Selain itu, sebagai calon perawat dan/atau perawat kita
sebaiknya mempelajari bagaimana sejarah perkembangan dunia keperawatan yang
ada, sehingga kita lebih mengenal bagaimana profesi keperawatan dan melalui hal
itu kita bisa belajar mengharga profesi yang kita jalani.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat A. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Salemba
Medika: Jakarta
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Blasis,Ka
Anonim. 2009. sejarah perkembangan keperawatan di dunia, dalam
Makalah Ilmu Keperawatan Dasar
Sejarah Keperawatan Nasional dan Internasional
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar

Disusun oleh : EKO SUGIYONO

Jurusan S1 Keperawatan
SETIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
Website : http;//www.stikesmuhkudus.ac.id Email : secretariat @ stikesmuhkudus.ac.id

Jl. Ganesa I Purwosari Telp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yangberdasarkan pada ilmu dan
etika keperawatan.Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan,ikut
menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.Tenaga keperawatan secara keseluruhan
jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada,dimana keperawatan memberikan
kontribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang
relative,berkelanjutan,koordinatif dan advokatif.Keperawatan sebagai suatu profesi
menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan standar dengan
memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima
oleh masyarakat dengan baik dan berkelanjutan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana ilmu keperawatan dapat berkembang dengan peralatan yang sangat
terbatas pada zaman dahulu hingga dengan peralatan yang sangat lengkap pada zaman
sekarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui,memahami,dan menjelaskan tentang sejarah keperawatan
nasional dan internasional.
b. Mahasiswa mampu menjabarkan perkembangan ilmu keperawatan,mulai dari
zaman dahulu hingga zaman sekarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SEJARAH KEPERAWATAN NASIONAL DAN INTERNASIONAL


Keperawatan sebagai suatu profesi yang sudah ada sejak manusia ada di bumi
ini.Keperawatan terus berkembang sesuai dengan kemajuan peradaban teknologi dan
kebudayaan.Konsep keperawatan dari abad keabad terus berkembang,berikut adalah
perkembangan keperawatan di dunia.
A. Sejarah Keperawatan di Luar Indonesia
1. Zaman Purba
Pada zaman ini orang percaya bahwa sesuatu yang ada di bumi mempunyai
suatu kekuatan mistik yang dapat memengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini
biasa disebut animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan oleh
kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu besar, gunung tinggi, pohon
besar, sungai besar. Jiwa yang baik membawa kesehatan, jika yang jahat membawa
kesakitan dan kematian (Calor, taylor, Lilis & Lemone,1997). Peran tabib dan
perawat jelas berbeda, tabib adalah medicineman yang mengobati penyakit dengan
jalan melantunkan nyanyian, memberi semangat dari ketakutan atau membuka otak
untuk menghilangkan jiwa yang jahat (Dolan, Fitzpatrick & Herman, 1983). Perawat
biasanya berperan sebagai ibu yang merawat familinya sewaktu sakit dengan
memberikan perawatan fisik dan memberikan obat dari tumbuh-tumbuhan. Peran ini
diteruskan sampai saat ini.
2. Zaman Keagamaan
Pada zaman ini, kuil menjadi pusat perawatan medis sebab orang percaya
bahwa penyakit disebabkan oleh dosa dan kutukan Tuhan. Pemimpin agama
dijunjung tinggi sebagai tabib, perawat dianggap sebagai budak dan mendapat
penghargaan yang rendah karena pekerjaannya didasarkan perintah dari pempimpin
agama yang berperan sebagai tabib.

3. Permulaan Masehi
Pada permulaan masehi, agama Kristen mulai berkembang. Pada masa ini
keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan
perkembangan agama Kristen. Organisasi wanita pertama yang dibentuk pada saat itu
dinamakan Deaconesses, mengunjungi orang-orang sakit dan anggota keagamaan
laki-laki memberikan perawatan serta mengubur orang mati. Pada perang salib
perawat laki-laki dan perempuan bertugas merawat orang-orang yang luka dalam
peperangan tersebut.
Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan
berdirinya rumah sakit terkenal di Roma yang bernama Monastik hospital. Rumah
sakit ini dilengkapi dengan fasilitas bangsal-bangsal perawatan untuk merawat orang
sakit serta bangsal-bangsal lain sebagai tempat merawat orang cacat, miskin dan
yatim piatu.
Seperti halnya di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi keperawatan juga
berkembang di benua Asia. Tepatnya di timur tengah seiring dengan perkembangan
agama Islam. Tokoh keperawatan yang terkenal di dunia Arab pada masa ini adalah
Rafidah.
4. Permulaan Abad XVI
Struktur dan orientasi masyarakat berubah dari orientasi keagamaan menjadi
orientasi pada kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam, serta
perkembangan pengetahuan. Akibatnya banyak gereja dan tempat ibadah ditutup,
padahal tempat ini digunakan oleh ordo-ordo keagamaan untuk merawat orang sakit.
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan keperawatan. Untuk
memenuhi kebutuhan perawat, wanita yang pernah melakukan kejahatan dan telah
berobat dapat diterima bekerja sebagai perawat. Akibat reputasi yang jelek ini,
perawat menerima gaji yang rendah dengan jam kerja lama pada kondisi yang buruk
(Taylor C.,dkk, 1989)
5. Masa Sebelum Perang Dunia II
Florence Nightingale (1820-1910) merupakan tokoh pembaharu perawatan
pada saat itu dan bahkan sering disebut Ibu Perawatan. Pada waktu itu, Florence
Nightingale sudah menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para calon
perawat, agar dapat diberikan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan mental
sehingga dihasilkan tenaga perawatan yang berbudi luhur, berpengetahuan luas dan
terampil dalam melaksanakan perawatan. Beliau menetapkan struktur dasar sebagai
prasyarat dalam pendidikan perawat :
a. Mendirikan sekolah perawat
b. Menentukan tujuan pendidikan perawat
c. Menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki para calon sebagai dasar perawatan
Di samping itu, Florence Nightingale telah berpendapat bahwa.
a. Perlu persiapan pendidikan yang berlainan bagi perawat pelaksana dan perawat
administrator atau supervisor.
b. Perlu diperhatikan bahwa harus ada perubahan tentang jam kerja perawat yang
waktu itu berlangsung 12 jam/hari dan 7 hari/minggu.
c. Perlu diperhatikan peningkatan pendapatan perawat setiap 6 bulan, mengingat
beban dan tanggung jawab mereka.
Namun, secara menyeluruh perkembangan perawat dari zaman Florence
Nightingale sampai pecah perang dunia II dinilai sangat kecil atau hampir tidak ada
perubahan. Oleh Karena itu, masa ini sering disebut sebagai masa pemeliharaan.
6. Masa Selama Perang Dunia II
Selama perang, banyak kejadian yang merupakan tekanan bagi setiap
bangsa di dunia. Tekanan perang ini mendorong manusia mengadakan perubahan-
perubahan. Kemajuan teknologi dimaksudkan untuk berlomba menaklukan dunia.
Penerapan teknologi modern dalam bidang pelayanan orang sakit telah mulai
diperkenalkan waktu itu sebagai jawaban atas kebutuhan pelayanan kesehatan akibat
penderitaan sakit selama perang. Timbulnya penyakit akibat perang, menyebabkan
dibutuhkannya peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis maupun
perawat. Kemampuan satu bidang profesi tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan waktu itu. Inipun merupakan tantangan
baru bagi perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan bersama dengan profesi
lain.
7. Masa Pasca Perang Dunia II
Akibat Perang dunia II yang mengakibatkan banyaknya penderitaan bagi
penduduk dunia telah menggugah semua pihak untuk memperbaiki keadaan dunia.
Dasar pemikiran semula, the nurse must give total patient care dalam arti sempit
telah berkembang, dalam arti luas perawat lebih menyadari atas makna totality of the
individual client dari sebelumnya. Oleh karena itu terjadi perubahan dari perawat
bekerja sendiri menjadi bekerja team.
Dalam dekade ini telah dilancarkan perjuangan untuk pengakuan keperawatan
sebagai profesi. Lucille Brown (1948) menulis sebuah laporan tentang pengakuan
perawat sebagai profesi merupakan titik tolak yang besar untuk kehidupan perawat
dan profesi perawat. Ia memperhatikan penghargaan pada perawat dalam kaitannya
dengan tanggung jawab sebagai penyelenggara pelayanan perawatan yang bermutu.
Untuk itu disadari perlunya suatu pengelolaan pelayanan keperwatan yang baik untuk
menjamin mutu dan sekaligus tersedia alat evaluasi keperawatan tersebut.
8. Sejak Tahun 1950
Dalam mengacu proses profesionalisme, perlu pengembangan pendidikan
keperawatan. Sebenarnya pendidikan keperawatan di tingkat universitas sudah ada
sejak tahun 1909 di Universitas Minesota Amerika. Namun, pengakuan perawat
sebagai profesi, baru terjadi tahun 1950, inipun baru pengakuan saja, belum memnuhi
karakteristik profesi.
Pendidikan perawat pada tingkat Bachelor dimulai tahun 1919. Pada tahun
1977 telah terdapat 3830 orang lulusan master di bidang keperawatan dan pada tahun
1972 terdapat 9 institusi yang melaksanakan program Doktor di bidang keperawatan.
Di Thailand pendidikan keperawatan pada tingkat Bachelor dimulai tahun 1966,
dan pada tingkat Master dimulai tahun 1986.
Proses keperawatan yang dimulai tahun 1950 dianggap sebagai stadium
embrio. Pada saat itu proses keperawatan belum dipahami dan juga belum bisa
diterima, tetapi sudah dilakukan sehari-hari. Baru pada tahun 1955 Lydia Hall
memberikan presentasinya tentang Perawatan adalah suatu proses. Pada hakikatnya
keperawatan menyangkut empat hal pokok yaitu :
a. Nursing at the patient
b. Nursing to the patient
c. Nursing for the patient
d. Nursing with the patient
Fase dalam proses keperawatn diidentifikasi oleh para dosen keperawatan
Universitas Katolik Amerika pada tahun 1967 meliputi : pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
Pengertian keperawatan menurut International Council of Nurses (ICN) pada
tahun 1973 adalah, Fungsi yang unik dari perawat adalah menolong sesorang yang
sakit atau sehat dalam usaha-usaha menjaga kesehatan atau penyembuhan atau untuk
menghadapi sakaratul maut dengan tenang, yaitu usaha yang dapat dilakukan oleh
pasien sendiri apabila dia cukup kuat, berkemampuan atau sadar dan melakukannya
sedemikian rupa sehingga si pasien dalam waktu singkat dapat mandiri.
Untuk memperoleh pengakuan sebagai suatu profesi, menurut Taylor C, et al. (1997)
keperawatan harus memiliki:
a. Perumusan body of knowledge yang baik
b. Berorientasi pada pelayanan yang kuat
c. Pengakuan keahlian oleh sebuah kelompok profesional
d. Kode etik
e. Organisasi profesi yang menetapkan standar
f. Pengembangan diri secara terus menerus
g. Otonomi

B. Sejarah Keperawatan di Indonesia


1. Masa Sebelum Kemerdekaan
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk
pribumi yang disebut Verpleger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga
orang sakit. Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang
didirikan pada tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda.
Usaha pemerintah Belanda pada masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan
Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha
Deandels mendirikan rumah sakit di Semarang dan Surabaya. Karena tujuannya
hanya untuk kepentingan tentara belanda, maka tidak diikuti perkembangan
keperawatan.
Sebaliknya, Gubernur Jenderal Inggris, Raffless, sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah milik manusia, ia melakukan
berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara lain
mengadakan pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien gangguan jiwa
serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha
peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di Jakarta
didirikan beberapa rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit
Stadverband berlokasi di Glodok Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan nasional
dan pendidikan nasional. Pada kurun waktu 1816-1942 berdiri bebrapa rumah sakit
swasta milik Misionaris Katolik dan Zending Protestan antara lain Rumah sakit PGI
Cikini, Rumah Sakit St. Carolus Salemba, Rumah Sakit St. Boromeus Bandung dan
Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakit diatas,
didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan
juru rawat, RSCM tahun 1912 ikut menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah
sekolah perawat pertama yang berdiri di Indonesia meskipun baru pendidikan
okupasional.
Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945
menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerja
perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang telah
dididik, maka pada masa Jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak
dididik untuk menjadi perawat.

2. Masa Setelah Kemerdekaan


a. Periode tahun 1945-1962
Tahun 1945-1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan merupakan
masa transisi Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dimaklumi jika masa
ini boleh dikatakan tidak ada perkembangan. Demikian pula tenaga perawat yang
digunakan diunit-unit pelayanan keperawatan adalah tenaga yang ada, pendidikan
tenaga keperawatan masih meneruskan sistem pendidikan yang telah ada (lulusan
pendidikan Perawat Pemerintah Belanda).
Pendidikan keperawatan dari awal kemerdekaan sampai tahun 1953 masih
berpola pada pendidikan yang dilaksanakan olehpemerintah Hindia Belanda.
Sebagai contoh, sampai dengan tahun 1950 pendidikan tenaga keperawatan yang
ada adalah pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar pendidikan umum Mulo
+3 tahun untuk mendapatkan ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk
perawat jiwa. Ada juga pendidikan perawat dengan dasar sekolah rakyat +4 tahun
pendidikan yang lulusannya disebut mantri juru rawat. Baru pada tahun 1953
dibuka sekolah pengatur rawat dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga
keperawatan yang lebih berkualitas. Namun, pendidikan dasar umum tetap SMP
yang setara dengan Mulo dengan lama pendidikan tiga tahun. Pendidikan ini
dibuka di tiga tempat (yaitu di Jakarta, di Bandung dan di Surabaya), kecuali
pendidikan perawat di Bandung, keduanya berada dalam institusi rumah sakit.
Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan
dasar umum sekolah rakyat ditambah pendidikan satu tahun dan Sekolah
Pengamat Kesehatan yaitu sebagai pengembangan SDK ditambah pendidikan satu
tahun. Ditinjau dari aspek pengembangannya sampai dengan tahun 1955 ini
tampak pengembangan keperawatan tidak berpola, baik tatanan pendidikannya
maupun pola ketenagaan yang diharapkan.
Tahun 1962 dibuka Akademi Perawatan, yaitu pendidikan tenaga
keperawatan dengan dasar pendidikan umum SMA di Jakarta, di RSUP Cipto
Mangunkusumo yang sekarang kita kenal sebagai Poltekkes Jurusan Keperawatan
Jakarta yang berada di Jalan Kimia No. 17 Jakarta Pusat. Sekalipun sudah ada
keinginan bahwa pendidikan tenaga perawat berada pada pendidikan tinggi,
namun konsep-konsep pendidikan tinggi belum tampak. Hal ini dapat ditinjau dari
kelembagaannya yang berada dalam organisasi rumah sakit, kegiatan institusi
yang belum mencerminkan konsep pendidikan tinggi yaitu kemandirian dan
pelaksanaan fungsi perguruan tinggi yang disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi,
di samping itu Akademi Keperawatan tidak berada dalam sistem pendidikan tinggi
nasional namun, berada dalam struktur organisasi institusi pelayanan kesehatan
yaitu rumah sakit. Demikian juga penerapan kurikulumnya yang masih
berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum dikenalkannya konsep-konsep
keperawatan.
b. Periode tahun 1963-1982
Pada masa tahun 1963 hingga 1982 tidak terlalu banyak perkembangan di
bidang keperawatan, sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan, tempat
tenaga lulusan Akademi Keperawatan banyak diminati oleh rumah sakit-rumah
sakit, khususnya rumah sakit besar.
c. Periode tahun 1983-sekarang
Sejak adanya kesepakatan pada lokakarya nasional (Januari 1983) tentang
pengakuan dan diterimanya keperawatan sebagai suatu profesi, dan pendidikannya
berada pada pendidikan tinggi, terjadi perubahan mendasar dalam pandangan
tentang pendidikan keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi menekankan
pada penguasaan keterampilan, tetapi lebih pada penumbuhan, pembinaan sikap
dan keterampilan profesional keperawatan, disertai dengan landasan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di
Indonesia, sebagai perwujudan lokakarya tersebut di atas pada tahun 1984
diberlakukan kurikulum nasional untuk Diploma III Keperawatan.
Dari sinilah awal pengembangan profesi keperawatan Indonesia, yang
sampai saat ini masih perlu perjuangan, karena keperawatan di Indonesia sudah
diakui sebagai suatu profesi maka pelayanan atau asuhan keperawatan yang
diberikan harus didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Hal ini sejalan
dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terutama pada pasal
32 yang berbunyi :
Ayat 3: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Ayat 4: Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga keperawatan
jenjang S1 juga disahkan.
Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan karena
pada tahun ini secara hukum keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi
diakui dalam undang-undang yaitu yang dikenal dengan Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan sebagai penjabarannya.
Tahun 1995 dibuka lagi Program Studi Keperawatan di Indonesia, yaitu di
Universitas Padjajaran Bandung dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
berubah menjadi Fakultas Keperawatan.
Tahun 1998 dibuka kembali program Keperawatan yang ketiga yaitu
Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Kurikulum Ners disahkan, digunakannya kurikulum ini merupakan hasil
pembaharuan kurikulum S1 Keperawatan tahun 1985.
Tahun 1999 Program S1 kembali dibuka, yaitu Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) di Universitas Airlangga Surabaya, PSIK di Universitas
Brawijaya Malang, PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIK di
Universitas Sumatera Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa Tengah, PSIK
di Universitas Andalas, dan dengan SK Mendikbud No. 129/D/0/1999 dibuka juga
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) di St. Carolus Jakarta. Pada tahun ini
juga (1999) kurikulum DIII Keperwatan selesai diperbaharui dan mulai
didesiminasikan serta diberlakukan secara nasional.
Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum bagi
tenaga perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara professional.
PENDIDIKAN KEPERAWATAN

Selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi, pendidikan keperawatan tahap demi tahap
mengalami peningkatan baik jenjang maupun mutu pendidikan. Pendidikan keperawatan
yang dahulu hanya merupakan pendidikan dasar atau menengah, kini telah ditingkatkan pada
jenjang pendidikan tinggi. Variasi jenjang pendidikan keperawatan yang ada saat ini
seringkali membingungkan masyarakat, perawat, maupun para pejabat. Jenjang utama
pendidikan keperawatan di Indonesia saat ini adalah Sekolah Perawat Kesehatan, Akademi
atau Pendidikan Ahli Madya Keperawatan/Politeknik Kesehatan dengan tiga tahun program
diploma keperawatan, dan Program strata satu keperawatan dan program S2 yang terkait
dengan keperawatan.

Pendidikan tenaga keperawatan di Indonesia secara umum bertujuan untuk menyediakan


tenaga kesehatan dalam jumlah dan jenis yang sesuai, yang memiliki cirri-ciri berbudi luhur,
tangguh, serdas, terampil, mandiri, memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif,
kreatif, inovatif, disiplin, serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan asas
profesionalismenya masing-masing (Pusdiknakes, 2001).

Walaupun jumlah perawat dari pendidikan tinggi telah meningkat, namun kita perlu mencatat
bahwa sebagian besar perawat berlatar belakang pendidikan menengah. Jumlah perawat di
Indonesia menurut data dari Depkes RI (Republika, 2004) adalah sekitar 180 ribu orang
dengan latar belakang pendidikan: 76,65 persen lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK),
22 persen perawat lulusan D3 Keperawatan, dan 2,35 persen lulusan S-1. Jumlah bidan
adalah sekitar 70.600 orang dan 98 persen di antaranya adalah lulusan Program Pendidikan
Bidan.

Perkembangan pendidikan keperawatan pada saat ini dipengaruhi berbagai faktor nasional
maupun internasional. Dari kaca mata nasional, situasi politik di tanah air dan kesadaran
masyarakat terhadap hak-haknya telah memicu reformasi di berbagai bidang termasuk
pendidikan. Maraknya ide desentralisasi/otonomi daerah juga telah memengaruhi bagaimana
pengelolaan pendidikan keperawatan dan penempatan kerja lulusan harus diselenggarakan.
Sementara tantangan dari kaca mat internasional telah mendorong kesadaran kita dalam
upaya menyiapkan tenaga keperawatan yang handal dengan kompetisi global. Untuk ini
undang-undang harus disesuaikan di antaranya undang-undang tentang registrasi dan praktik
keperawatan dan penyesuaian pendidikan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang
baru (Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003).

Bagian berikut akan membahas jenis pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia, yaitu:
Sekolah Perawat Kesehatan, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Politeknik Kesehatan),
Program Sarjana, dan Pasca- Sarjana Keperawatan.

1. Sekolah Perawat Kesehatan


Dari beberapa jenis jenjang pendidikan keperawatan, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
merupakan institusi yang telah menyumbang tenaga keperawatan dalam jumlah paling
besar. Ini karena mayoritas pendidikan keperawatan di Indonesia pada saat didirikan
adalah SPK. SPK sebelumnya bernama SPR (Sekolah Pengatur Rawat) yang mulai
dirintis pada tahun 1960. Pada tahun yang sama juga mulai didirikan pendidikan dengan
jenjang lebih tinggi, yaitu akademi perawatan yang saat ini menawarkan program diploma
tiga keperawatan.
Dasar pendidikan keperawatan pada awal kemerdekaan adalah sekolah dasar ditambah
keperawatan yang lamanya bervariasi. Kemudian pada tahun 1960 mulai dikembangkan
Sekolah Perawat Kesehatan (SPR) dengan latar belakang pendidikan SMP yang sekarang
ini bernama SPK (Jahmono, 1993). Tujuan pendidikan SPK adalah meluluskan perawat
kesehatan yng mampu sebagai pelaksana maupun pengelola keperawatan. Lama
pendidikan dirancang tiga tahun. Pada masa tersebut pendirian SPK merupakan jawaban
tepat bagi pemerintah untuk mencukupi kebutuhan jumlah tenaga keperawatan. Karena
kebutuhan tenaga keperawatan masih sangat dibutuhkan, lulusan SPK rata-rata tidak
mengalami kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Hal ini yang menyebabkan salah satu
animo untuk mendaftarkan diri ke SPK cukup besar pada masa itu.
Permasalahan kesehatan lain kemudian muncul, tidak saja upaya untuk memenuhi tenaga
keperawatan, tetapi juga penyediaan tenaga bidan. Untuk mencukupi tenaga bidan,
pemerintah menyelenggarakan program pendidikan bidan satu tahun yang pesertanya
diambil dari lulusan SPK. Penyelenggaraan ini diharapkan dapat menghasilkan tenaga
bidan untuk ditempatkan di desa-desa (bidan desa).
Sistem Kesehatan Nasional (2004) menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan
vokasi, sarjana, dan profesi tingkat pertama adalah institusi pendidikan tenaga kesehatan
yang telah diakreditasi oleh asosiasi institusi pendidikan kesehatan yang bersangkutan.
Penyelenggaraan pendidikan profesi tingkat lanjutan adalah institusi pendidikan
(university based) dan institusi pelayanan kesehatan (hospital based) yang diakreditasi
oleh kolegium profesi yang bersangkutan.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003)
dijelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan akademik, profesi dan vokasi yang
semuanya diselenggarakan melalui pendidikan tinggi. Bila dilihat dari pernyataan dalam
Sistem Pendidikan Nasional, dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan SPK sudah tidak
sesuai lagi.
Adanya tuntutan bahwa perawat harus dipersiapkan melalui pendidikan tinggi seperti
tercantum dalam SKN yang lama dan yang baru (diatas) telah lama ditanggapi antara lain
dengan mengonversikan SPK menjadi jenjang pendidikan diploma tiga dan menunjuk
AKPER yang melaksanakan program ini (Nugroho Imam Santosa, 1992) dan dengan
memberi kesempatan kepada perawat lulusan SPK untuk melanjutkan pendidikannya
tanpa harus meninggalkan pekerjaannya. Namun, seperti diakui oleh beberapa pengelola
dari Pusdiknakes bahwa daya serap upaya ini masih mengalami kendala.
2. Program Diploma Tiga Keperawatan
Penyelenggaraan program diploma tiga keperawatan merupakan salah satu upaya
antisipasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan. Program ini pertama-tama
diselenggarakan pada tahun 1960-an, yaitu dengan berdirinya Akper Bandung.
Persyaratan peserta adalah lulusan SMU atau lulusan SPR/SPK yang sudah bekerja.
Tahun demi tahun pendirian Akper semakin berkembang dan untuk saat ini institusi
pendidikan ini dapat ditemukan di setiap provinsi.
Seperti halnya SPK, secara administrative program diploma tiga dibawah koordinasi
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Departemen Kesehatan. Pada beberapa tahun lalu,
kurikulum program diploma tiga adalah kurikulum inti yang disusun oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum yang disusun telah dikembangkan dengan
Community Oriented Nursing Education atau pendidikan keperawatan yang berorientasi
kepada masyarakat.
Tujuan dari program diploma tiga keperawatan adalah menghasilkan tenaga perawat
professional pemula yang mendapat sebutan ahli madya keperawatan yang merupakan
manajer menengah dalam keperawatan yang diharapkan mampu sebagai pelaksana,
pengelola, pendidik, dan partisipasi aktif dalam penelitian ilmiah. Peserta yang mengikuti
program diploma terdiri dari peserta umum (lulusan SMU) dan peserta lulusan SPK.
Untuk meningkatkan karier, para lulusan diploma setelah memenuhi persyaratan tertentu
dapat melanjutkan ke program sarjana keperawatan.
Adanya berbagai pendidikan kesehatan yang menawarkan berbagai program di
lingkungan Depkes telah dinilai tidak efisien sehingga pada pertengahan tahun 1990-an.
Departemen Kesehatan mulai mengembangkan system Multy-stream academy dengan
berbagai institusi pendidikan dalam dalam lingkungan atau lokasi yang sama dipadukan
menjadi pendidikan satu atap. Untuk mengadakan pengkajian/pendataan secara lebih
mendalam, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan P4D Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 1999-2000. Hasil dari pendataan ini dijadikan landasan untuk
mengembangkan sistem pengelolaan akademi-akademi kesehatan menjadi politeknik
kesehatan. Pembentukan politeknik kesehatan dikukuhkan dengan diterbitkannya
Keputusan dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor 298/Menkes-
Kesos/SK/IV/2001 (Pusdiknakes, 2004).
Dalam keputusan Menkes Dan Kesejahteraan Sosial RI di atas dijelaskan bahwa
pelaksanaan teknis institusi pendidikan ini tetap di bawah Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial dan pimpinan institusi adalah direktur yang secara administratif
bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial. Program yang dapat diselenggarakan adalah program diploma I, II,
III dan IV.
3. Program S1 dan Pendidikan Keperawatan Lebih Tinggi
Pendidikan pada tahap ini bersifat pendidikan akademik profesional (pendidikan
keprofesian), menekankan pada penguasaan landasan keilmuan, yaitu ilmu keperawatan
dan ilmu-ilmu penunjang, penumbuhan serta pembinaan sikap dan keterampilan
profesional dalam keperawatan. Pada jenjang pendidikan ini, menghasilkan perawat
generalis, terdapat dua tahap program, yaitu tahap program akademik yang pada akhir
pendidikan mendapat gelar akademik Sarjana Keperawatan (S.Kp.) dan tahap program
keprofesian yang pada akhir pendidikan mendapat sebutan profesi Ners (Ns).
Penyelenggaraan program sarjana keperawatan pada awalnya merupakan perwujudan dari
Peraturan Pemerintah No. 27/1991, SK Mendikbud No. 0211/V/1982 dan 0212/U/1982
serta Direktorat Pendidikan Tinggi No. 048/DJ/Kep/1982, yang menyatakan tentang
Pendidikan Tinggi. Penyelenggaraan ini juga sesuai dengan hasil salah satu lokakarya
nasional, yaitu di bulan Januari 1983 yang menghasilkan consensus nasional tentang
perawat sebagai profesi, sehingga tenaga keperawatan harus disiapkan melalui pendidikan
tinggi.
Program Strata 1 atau Sarjana Keperawatan mulai diselenggarakan pada tahun 1985 oleh
Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang
sejak tahun 1995 menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK UI) berdasarkan SK
Mendikbud RI No. 0332/0/1995 (FIK-UI, 2005). Karena kebutuhan tenaga keperawatan
dari lulusan pendidikan tinggi yang mendesak, kemudian program S1 Keperawatan juga
diselenggarakan oleh berbagai universitas yang lain, misalnya Universitas Gadjah Mada
pada tahun 1998 mendirikan Program Studi Ilmu keperawatan. Salah satu kelebihan dari
PSIK UGM adalah digunakannya Problem Based Learning sebagai metode pembelajaran.
Tidak lama kemudian diselenggarakan program serupa di Universitas Airlangga yang
pendiriannya berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 122/Dikti/Kep/1999 tanggal 7 April 1999.
Untuk saat ini beberapa universitas dan juga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan telah
menawarkan program S1 Keperawatan.
Beberapa hal yang penting untuk kita perhatikan dari penyelenggaraan pendidikan tingkat
sarjana keperawatan adalah bagaimana kita secara tepat mampu mengelola sumber daya
tenaga tingkat sarjana ini setelah mereka menyelesaikan pendidikannya dan hal yang lain
adalah bagaimana kita meningkatkan dan mempertahankan mutu pendidikan dan
penelitian.
Untuk mencetak perawat dengan kemampuan kepemimpinan, manajerial dan penelitian
yang andal,, Universitas Indonesia melalui Program Studi Magister Ilmu keperawatan
juga telah menawarkan Program S2 dengan kekhususan kepemimpinan dan manajemen
keperawatan. Lama program ini adalah dua tahun (empat semester). Di masa mendatang
kita berharap bahwa universitas di tanah air juga mampu menyelenggarakan program S2
keperawatan ini dengan berbagai peminatan termasuk peminatan klinis guna menyiapkan
perawat dengan kompetensi klinis tingkat tinggi (advanced nursing practice) dan perawat
peneliti melalui program S3 keperawatan.
4. Pendidikan Spesialis Bidang Keperawatan
Dalam memenuhi atau menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dan pembangunan
kesehatan di masa depan, dan bertolak pada pandangan bahwa setiap saat dan tahap
pengembangan perlu diupayakan untuk meningkatkan relevasi dan mutu asuhan
keperawatan kepada masyarakat, maka dikembangkan pendidikan keperawatan pada
jenjang spesialis. Pendidikan jenjang ini lebih merupakan pendidikan yang memperdalam
pengetahuan dan keterampilan keprofesian. Sifat memperdalam ilmu pengetahuan
keperawatan, walaupun lebih mengutamakan ilmu keperawatan klinik, namun tidak dapat
dipisahkan sepenuhnya dengan perkembangan kelompok-kelompok ilmu dasar dan
penunjang, termasuk ilmu dasar keperawatan.
Jenis pendidikan pada jenjang pendidikan ini didasarkan pada tuntutan kebutuhan
pelayanan keperawatan, dan perkembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan
klinis. Dalam pengembangan jenjang pendidikan ini dicegah terjadinya fragmentasi yang
berlebihan yang dapat merugikan masyarakat dan perkembangan profesi keperawatan.
Penetapan jenis spesialisasi seyogyanya dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan
keperawatan dan kesehatan, serta organisasi profesi keperawatan.
Program Pendidikan Spesialis bidang keperawatan yang ada saat ini adalah program
pendidikan spesialis maternitas dan kedepan akan dikembangkan program spesialis lain
sesuai dengan kebutuhan.

5. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan


Perawat diwajibkan mempertahankan kemampuannya dalam menjalankan asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan
terbaru, menyesuaikan dengan perubahan peran dan fungsi sesuai dengan kewenangan
keperawatan, mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dan memodifikasi
perilaku dan pemahaman profesionalismenya. Untuk itu, setiap perawat yang masih aktif
menjalankan tugasnya harus senantiasa mempertahankan dan meningkatkan
kemampuannya antara lain dengan mengikuti pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Pendidikan keperawatan berkelanjutan pada prinsipnya tidak selalu harus ditempuh
dengan pendidikan formal, tetapi dapat pula ditempuh dengan mengikuti kursus jangka
pendek atau pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi atau belajar
mandiri/informal dengan mengikuti berbagai kesempatan yang diberikan oleh organisasi
profesi atau badan lain yang berwenang.
Dalam SK Menkes No. 674/Menkes/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000 tentang registrasi
dan praktik keperawatan, dinyatakan dengan jelas bahwa setiap perawat diwajibkan selalu
meningkatkan kemampuan keilmuwan dan/keterampilan bidang keperawatan melalui
pendidikan dan/atau pelatihan; baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisai
profesi.
Di masa mendatang kita berharap bahwa pendidikan keperawatan berkelanjutan/pelatihan
bagi perawat akan dapat ditata secara lebih terkendali dan terencana dan tidak dijalankan
hanya secara sporadik dan secara kebetulan. Tidak berlebihan bila untuk sekedar
gambaran, penatalaksanaan pendidikan keperawatan berkelanjutan di Inggris sudah
banyak ditawarkan sebagian besar oleh universitas/college bagi yang ingin mengikuti
jalur formal baik berupa study days ataupun mengikuti modul-modul tertentu. Mereka
tidak dapat menghindar dari kegiatan ini, karena seperti yang dipersyaratkan oleh NMC
(the Nursing and Midwifery Council), perawat tidak dapat memperpanjang surat izin
praktiknya bila tidak ada bukti bahwa mereka telah cukup mengikuti pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Perawat juga dapat mengikuti pendidikan berkelanjutan
dengan cara belajar mandiri dari paket-paket yang terakreditasi yang ditawarkan oleh
RCN (The Royal College of Nurses). Banyak perawat yang mengambil modul ini dalam
rangka untuk mendapatkan ijazah S1-nya melalui degree pathways tetapi banyak juga
yang hanya mengambil modul tanpa ingin memperoleh ijazah S1. Tentu saja hal-hal
seperti ini membutuhkan kebijakan dan perangkat yang memadai. Barangkali gagasan
seperti ini dapat kita terapkan di Indonesia, sehingga perawat kita dapat meningkatkan
ilmunya sementara mereka masih tetap dapat bekerja, sehingga institusi pelayanan tidak
dirugikan dan kesejahteraan keluarga bagi perawat juga dapat dipertahankan karena
mereka tidak perlu meninggalkan keluarga mereka.
Terlepas dari jenjang pendidikan yang ditawarkan, sepertinya ada beberapa hal umum
yang dihadapi oleh semua pendidikan keperawatan baik menengah atau tinggi. Hal ini
antara lain disebabkan oleh berbagai perubahan sosial dan politik yang sama di tanah air
kita. Berbagai persoalan yang kiranya dapat kita pakai sebagai bahan kajian kita bersama
adalah:
a. Upaya dalam mempertahankan mutu pendidikan keperawatan. Dalam 15 tahun
terakhir, jumlah institusi pendidikan keperawatan di Indonesia meningkat dengan
cepat dan sering kali hal ini menyulitkan kita untuk mengendalikan dan
mempertahankan mutu pendidikan. Walaupun sudah ada sistem akreditasi bagi
institusi pendidikan kesehatan, namun upaya ini dirasa masih jauh dari yang kita
harapkan.
b. Arah dan kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam situasi global saat ini, kita
berharap dapat mencetak tenaga keperawatan yang berkompetensi tinggi. Namun
dampaknya, arah pendidikan sering kali menjadi kabur dan muatan kurikulum
menjadi tidak jelas. Kurikulum seharusnya disusun dengan mendasarkan isi program
pendidikan secara seimbang untuk memenuhi kebutuhan setempat (provinsi/daerah),
nasional dan nternasional.
c. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan semakin meningkat secara umum,
namun tidak semua perawat dapat mengakses kesempatan ini karena berbagai faktor
antara lain persyaratan administratif, cara pengusulan, batasan usia dan pembatasan
jumlah peserta yang dapat diterima serta keterbatasan dana dan komitmen dengan
keluarga.
d. Keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas klinik. Jumlah doktor dan master
keperawatan masih sangat terbatas untuk kebutuhan pengajaran program sarjana
keperawatan. Di pengajaran jenjang diploma, penyediaan jumlah tenaga pengajar
dengan kualifikasi master (S2) dan sarjana keperawatan belum memadai. Hal ini juga
terjadi di jenjang pendidikan SPK. Selain keterbatasan tenaga pengajar, sumber
fasilitas pendidikan belum juga memadai seperti lahan praktik, peralatan
laboratorium, dan buku-buku keperawatan dan akses mahasiswa dalam menggunakan
sarana elektronik (mis., jurnal-jurnal keperawatan).
e. Siswa/mahasiswa keperawatan semakin dilibatkan dalam pengembangan kurikulum,
membuat aturan/kebijakan dan evaluasi program. Upaya ini walau nampaknya
berjalan lambat tetapi tetap mendapat perhatian. Perubahan sosial dan kedewasaan
mahasiswa, dengan tuntutan mereka untuk mempunyai bagian dalam program
pendidikan menyebabkan beberapa mahasiswa ikut aktif dalam pengendalian
pengajaran maupun administratif.
PERKEMBANGAN TEORI KEPERAWATAN

Perkembangan sistematik dari keperawatan menuju kepada keperawatan sebagai profesi,


bermula dari pandangan dan pernyataan dari Florence Nightingale yang mempunyai visi yang
sangat maju tentang keperawatan. Dalam perkembangan teori keperawatan selanjutnya,
muncul nama-nama besar ilmuwan keperawatan yang memberikan sumbangan yang sangat
bermakna dalam perkembangan keperawatan.
1. Hildegard E. Peplau (1952)
Teori yang dikembangkannya, yaitu keperawatan psikodinamik (psychodynamic
nursing), sangat dipengaruhi oleh model hubungan interpersonal, khususnya model
psikoanalitik. Ia melihat bahwa keperawatan adalah suatu proses interpersonal yang
bersifat terapeutik (significant therapeutic interpersonal process).
Menurut Peplau, keperawatan adalah therapeutic yang mempunyai seni penyembuhan
dalam membantu orang yang sakit atau orang yang membutuhkan perawatan kesehatan.
Keperawatan dapat dianggap sebagai proses interpersonal sebab melibatkan interaksi
antara 2 atau lebih individu dengan tujuan tertentu.
Peplau mengenali 4 fase dalam hubungan interpersonal perawat-klien yang meliputi :
a. Fase orientasi
Fokusnya adalah fase menentukan atau menemukan masalah. Pertama kali perawat
dan pasien bertemu masih sebagai orang yang asing satu sama lain, pasien dan
keluarganya memiliki perasaan butuh bantuan profesional walaupun kebutuhan ini
kadang-kadang tidak dapat dikenali atau dimengerti oleh mereka. Pada fase ini paling
penting adalah perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan
keluarganya dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali,
memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalahnya diketahui,
diambil keputusan bersama untuk menentukan tipe/jenis bantuan apa yang diperlukan.
Perawat sebagai fasilitator dapat merujuk klien ke ahli lain sesuai dengan kebutuhan.

b. Fase identifikasi
Fase ini fokusnya memilih bantuan profesional yang sesuai. Pada fase ini pasien
merespon secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi kebutuhannya, setiap
pasien mempunyai respons berbeda-beda pada fase ini. Respons pasien terhadap
keperawatan adalah :
1) Berpartisipasi dan interdependen dengan perawat,
2) Otonomi dan independen dari perawat,
3) Pasif dan dependen pada perawat.
c. Fase ekploitasi
Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan profesional untuk alternatif
pemecahan masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan minat dan kebutuhan dari
pasien, pasien mulai merasa sebagai bagian integral dari lingkungan pelayanan. Pada
fase ini pasien mulai menerima informasi-informasi yang diberikan padanya tentang
penyembuhannya, mungkin berdiskusi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada
perawat, mendengarkan penjelasan-penjelasan dari perawat, mendengarkan
penjelasan-penjelasan dari perawat dan sebagainya.
d. Fase resolusi
Fokusnya adalah mengakhiri hubungan profesional. Pasien dan perawat dalam fase ini
perlu untuk mengakhiri hubungan therapeutik mereka.
2. Florence Nightingale (1959)
Nightingale sebagai pioner era modern dalam pengembangan keperawatan,
mengembangkan teori keperawatan yang sangat dipengaruhi oleh pandangan filosofinya
tentang interaksi manusia/klien dengan lingkungannya. Ia melihat penyakit sebagai proses
pergantian atau perbaikan (reparative process). Upaya membantu proses perbaikan atau
pergantian tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan manipulasi lingkungan
eksternal. Manusia mempunyai kemampuan alamiah terhadap proses penyembuhan.
3. Faye G. Abdellah (1960)
Abdella mendefinisikan keperawatan (nursing) sebagai pelayanan kepada individu dan
keluarga serta masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang
membentuk/menciptakan sikap dan kemampuan intelektual serta keterampilan teknik dari
individu sehingga mempunyai keinginan yang dalam dan kemampuan untuk menolong
manusia, baik sakit maupun sehat agar mampu menangani kebutuhan kesehatan.

4. Ida Jean Orlando (1961)


Ia menggunakan hubungan interpersonal sebagai landasan teorinya. Perhatian utamanya
adalah sifat unik dari setiap individu/klien, yaitu ekpresi klien, baik verbal maupun
nonverbal, menunjukkan/mengisyaratkan kebutuhan. Kegiatan atau tindakan keperawatan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien. Teori keperawatan dari Orlando yang
dikenal sebagai disciplined professional respons theory, menekankan pada hubungan
timbal balik (reciprocal relationship) antara perawat dan pasien.
5. Ernestine Wiedenbach (1964)
Perhatian utamanya adalah aspek kiat atau aspek praktik dari keperawatan. Menurut
Wiedenbach keperawatan klinik (clinical nursing) mempunyai empat komponen, yaitu
filsafat (philosophy), kemanfaatan/kegunaan (purpose), praktik, dan kiat (art). Pandangan
ini yang melandasi pendapatnya bahwa pada praktik keperawatan terdapat tiga
komponen, yaitu:
a. Mengidentifikasi kebutuhan klien/pasien;
b. Melaksnakan bantuan yang diperlukan; dan
c. Mengevaluasi dan menyatakan (mensahkan) bahwa bantuan yang diberikan memang
bermanfaat.
Teori keperawatan dari Wiedenbach ini kemudian dikenal sebagai the helping art of
clinical nursing.
6. Virginia Henderson (1966)
Teori Henderson berfokus pada individu yang berdasarkan pandangannya, yaitu bahwa
jasmani (body) dan rohani (mind) tidak dapat dipisahkan. Menurut pendapat Henderson,
manusia adalah unik dan tidak ada dua manusia yang sama. Kebutuhan dasar individu
tercermin dalam 14 komponen dari asuhan keperawatan dasar (basic nursing care).
Virginia Henderson (1966) mengidentifikasi 14 komponen dalam asuhan keperawatan
dasar (basic nursing care) pada tingkat asuhan individual, mengacu kepada aktivitas
dalam kehidupan sehari-hari dari seseorang; perawat membantunya dengan fungsi-fungsi
ini, atau membuat kondisi sehingga memungkinkan ia melakukan hal-hal berikut ini :
a. Bernafas normal
b. Minum dan makan secukupnya/adekuat
c. Eliminasi melalui berbagai cara eliminasi
d. Bergerak dan menjaga sikap/memelihara postur tubuh yang menyenangkan (berjalan,
duduk, berbaring, dan bertukar dari suatu posisi ke posisi lain)
e. Tidur dan istirahat
f. Memilih pakaian yang sesuai, berpakaian dan tidak berpakaian
g. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal melalui penyesuaian pakaian dan
memodifikasi lingkungan
h. Menjaga tubuh bersih, terawat baik, dan melindungi kulit
i. Menghindari bahaya di lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain
j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan,
kecemasan, dan lain sebagainya.
k. Mengerjakan sesuatu yang memberikan perasaan menyelesaikan sesuatu (sense of
accopmlishment)
l. Melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya
m. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi
n. Belajar menemukan atau memenuhi rasa ingin tahu yang menuju kepada pertumbuhan
normal dan sehat.
7. Mira Estrin Levine (1967)
Levine melihat individu sebagai makhluk utuh (holistic beings) yang memiliki
kemampuan merespons secara organismik sebagai upaya mengadaptasi diri terhadap
lingkungan. Menurut pandangannya, intervensi keperawatan adalah bantuan terhadap
klien secara holistik dan merupakan pusat kegiatan keperawatan, mempercepat proses
adaptasi yang turut berperan dalam proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Pada
tahun 1973 ia mengemukakan 4 prinsip konservasi (conservation principles), yaitu:
a. Conservation of energy,
b. Conservation of structural integrity,
c. Conservation of personal integrity, dan
d. Conservation of social integrity.
8. Martha E. Roger (1970)
Dasar teori Roger adalah ilmu tentang asal usul manusia dan alam semesta seperti
antropologi, sosiologi, agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori Roger
berfokus pada proses kehidupan manusia secara utuh. Ilmu keperawatan adalah ilmu yang
mempelajari manusia, alam dan perkembangan manusia secara langsung.
Lima asumsi yang mendasari teori Roger, adalah sebagai berikut :
a. Manusia adalah kesatuan yang utuh, masing-masing mempunyai sifat dan karakter
yang berbeda serta mempunyai proses hidup yang dinamis.
b. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan; manusia adalah sistem terbuka, ia
akan memengaruhi dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya.
c. Proses kehidupan manusia berjalan lambat, tidak dapat diubah dan tidak terarah, jalan
hidup tiap individu berbeda.
d. Identitas individu merupakan gambaran dari seluruh proses kehidupannya sehingga
perkembangan manusia dapat dilihat dari tingkah lakunya.
e. Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri.
9. Dorothea E. Orem (1971)
Orem melihat individu suatu kesatuan utuh yang terdiri atas suatu yang bersifat fisik,
psikologik dan sosial, dengan derajat kemampuan mengasuh diri sendiri (self care ability)
yang berbeda-beda. Berdasarkan pandangan ini, ia berpendapat bahwa kegiatan atau
tindakan keperawatan ditujukan kepada upaya memacu kemampuan mengasuh diri
sendiri. Ia menyatakan bahwa teorinya, yaitu self-care deficit theory of nursing,
merupakan teori umum (general theory).
Pada teori, ia menggambarkan kapan keperawatan diperlukan, keperawatan diberikan jika
:
a. Kemampuan kurang dibandingkan dengan kebutuhan,
b. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan, tetapi diprediksi untuk masa yang akan
datang kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan.
Lima metode bantuan menurut Orem :
a. Bertindak untuk orang lain
b. Membimbing
c. Memberikan dukungan fisik maupun psikis
d. Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan personal dalam
memenuhi kebutuhan saat ini dan yang akan datang
e. Mengajarkan

10. Imogene F. King (1971)


King memandang bahwa klien/pasien sebagai sistem perorangan (personal system) di
dalam lingkungan, sebagai makhluk yang mempunyai daya bereaksi (reacting beings),
makhluk yang berorientasi pada waktu (time-oriented beings), dan makhluk sosial (social
beings) yang mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan berpikir, memilih,
menetapkan tujuan, dan memiliki kegiatan untuk mencapai tujuan, serta membuat
keputusan. Keperawatan dilihat sebagai aksi, reaksi, interaksi dan transaksi dari proses
interpersonal. King mendefinisikan keperawatan sebagai proses interaksi manusia
(process of human interactions) antara perawat dan klien yang berkomunikasi untuk
menentukan tujuan, mengeksplorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
mengeksplorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan, serta menyepakati
sumber-sumber yang digunakan dalam mencapai tujuan. Teori King dikenal sebagai
theory of goal attainment.
11. Betty Newman (1972)
Newman mengemukakan model sistem (system model) dalam pendidikan dan praktik
keperawatan. Newman menggunakan pendekatan manusia utuh (total person approach),
dengan memasukkan konsep holistik, pendekatan sistem terbuka (open system), dan
konsep stressor.
Model ini menganalisis interaksi empat variabel penunjang komunitas yang meliputi
fisik, psikologi, sosial kultural dan spiritual. Adapun tujuan keperawatan adalah stabilitas
klien dan keluarga dalam lingkungan yang dinamis.
Empat konsep mayor dari teori newman :
a. Manusia. Manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari
keseimbangan yang harmoni dan merupakan satu kesatuan dari variable-variabel
fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan, dan spiritual.
b. Lingkungan. Lingkungan adalah semua kekuatan, baik internal dan eksternal yang
dapat memengaruhi hidup dan perkembangan klien atau sistem klien.
c. Keperawatan. Secara umum, keperawatan merupakan profesi yang unik, mencakup
tentang respons manusia terhadap stresor yang merupakan konsep yang utama untuk
mencapai stabilitas pasien. Newman mendefinisikan parameter dari keperawatan
adalah individu, keluarga dan kelompok dalam mempertahankan tingkat yang
maksimal dari sehat dengan intervensi untuk menghilangkan stres dan menciptakan
kondisi yang optimal bagi pasien intervensi keperawatan bertujuan untuk menurunkan
stresor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
d. Kesehatan. Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas
yang merupakan keadaan yang baik. Sehat adalah kondisi terbebasnya dari gangguan
pemenuhan kebutuhan dan sehat merupakan keseimbangan yang dinamis sebagai
dampak dari keberhasilan menghindari atau mengatasi stresor.
12. Faye G. Abdellah (1973)
Kontribusi Abdellah dalam teori keperawatan adalah pemanfaatan secara sistematik dari
data riset dalam merumuskan dan memfasilitasi 21 masalah keperawatan. Model
keperawatannya berdasarkan metode pemecahan masalah.
13. Sister Callista Roy (1976)
Roy memandang individu sebagai makhluk bio-psiko-sosial yang harus dilihat sebagai
suatu kesatuan utuh yang secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan, berespons
terhadap lingkungan, dan beradaptasi dengan lingkungan. Keperawatan dilihat sebagai
kegiatan atau tindakan yang ditujukan pada upaya menghilangkan stimuli dan memacu
kemampuan adaptasi dari individu. Model keperawatan yang dikembangkannya
selanjutnya dikenal sebagai adaptation model.
14. Madeleine Leiniger (1981)
Leiniger menekankan bahwa mengasuh (caring) adalah tema sentral dari asuhan
keperawatan, serta pengetahuan dan praktik keperawatan. Teorinya tentang keperawatan
berdasarkan antropologi, adalah teori keperawatan lintas-budaya (Transcultural care
theory) yang menekankan bahwa perilaku, nilai dan keyakinan individual dan kelompok
berdasarkan kebutuhan kulturalnya harus diperhatikan, agar asuhan keperawatan yang
diberikan kepadanya efektif dan memuaskan.
Dari uraian sepintas di atas digambarkan teori dalam keperawatan yang terjadi dengan
pesat. Dan hal ini akan terus berlangsung, bahkan mungkin dalam kecepatan yang lebih
tinggi, mengingat bahwa perkembangan ilmu-ilmu yang menopang ilmu keperawatan
juga berkembang dengan pesat.
PERAWAT KE ARAH INDIVIDU

1. Praktik Keperawatan Mandiri


Menurut konsorsium ilmu-ilmu kesehatan (1992) praktek keperawatan adalah
tindakan mandiri perawat profesional atau ners melalui kerjasama yang bersifat
kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lain dalam upaya memberikan
asuhan keperawatan yang holistic sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya pada
berbagai tatanan, termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok. Sementara
pengetahuan teoritik yang mantap dan tindakan mandiri perawat profesional dengan
menggunakan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh mencakup ilmu dasar dan
ilmu keperawatan sebagai landasan dan menggunakan proses keperawatan sebagai
pendekatan dalam melakukan asuhan keperawatan (pojok keperawatan CHS, 2002).

2. Tujuan Praktik Keperawatan Mandiri


Tujuan praktik keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) haru diupayakan
pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, keluarga dan masyarakat,
perawatan diri, dan peningkatan kepercayaan diri.
Praktik keperawatan meliputi lima area yang terkait dengan kesehatan (kozier & Erb,
1999), yaitu :
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
Peningkatan Kesehatan adalah kerangka aktivitas keperawatan. Kesadaran diri
klien, kesadaran kesehatan, keterampilan kesehatan dan penggunaan semua sumber
yang dipertimbangkan sebagai perawatan yang di berikan oleh perawat. Peningkatan
kesehatan membantu masyarakat dalam mengembangkan sumber untuk memelihara
atau meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Tujuan kesehatan yang ingin
diwujudkan adalah mencapai derajat kesehatan yang optimal. Fokus peningkatan
kesehatan diarahkan untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan umum individu
keluarga dan komunitas.

b. Pencegahan penyakit
Aktivitas pencegahan penyakit secara objektif untuk mengurangi risiko penyakit,
untuk meningkatkan kebiasaan kesehatan yang baik dan untuk mempertahankan
fungsi individu secara optimal.
c. Pemeliharaan kesehatan (Health Maintenance)
Kegiatan keperawatan dalam pemeliharaan kesehatan adalah kegiatan yang
membantu klien memelihara status kesehatan mereka. Perawat melakukan aktivitas
untuk membantu masyarakat mempertahankan status kesehatannya.
d. Pemulihan kesehatan (Health Restoration)
Pemulihan kesehatan berarti perawat membantu pasien meningkatkan kesehatan
setelah pasien memiliki masalah kesehatan atau penyakit.
e. Perawatan pasien menjelang ajal
Area praktik keperawatan ini mencakup perawat memberikan rasa nyaman dan
merawat orang dalam keadaan menjelang ajal. Kegiatan dapat dilakukan di rumah
sakit, rumah, dan fasilitas kesehatan lainnya.

3. Unsur-Unsur Praktik Keperawatan Mandiri


Walaupun praktik keperawatan itu kompleks, ia juga dinamis, selalu merespon
terhadap perubahan kebutuhan kesehatan, dan terhadap kebutuhan-kebutuhan perubahan
sistem pelayanan kesehatan. Menurut WHO (1996), unsur-unsur inti keperawatan
tergambarkan dalam kegiatan-kegiatan berikut :
1. Mengelola kesehatan fisik dan mental serta kesakitan, kegiatannya meliputi
pengkajian, monitoring, koordinasi dan mengelola status kesehatan setiap saat
bekerjasama dengan individu, keluarga maupun masyarakat. Perawatan mengkaji
kesehatan klien, mendeteksi penyakit yang akut atau kronis, melakukan penelitian dan
menginterpretasikannya, memilih dan memonitor interprensi tarapeutik yang cocok,
dan melakukan semua ini dalam hubungan yang suportif dan carring. Perawat harus
bisa memutuskan kapan klien dikelola sendiri dan kapan harus dirujuk ke profesi lain.
2. Memonitor dan menjamin kualitas praktik pelayanan kesehatan. Tanggung jawab
terhadap kegiatan-kegiatan praktik professional, seperti memonitor kemampuan
sendiri, memonitor efek-efek intervensi medis, mensupervisi pekerjaan-pekerjaan
personil yang kurang terampil dan berkonsultasi dengan orang yang tepat. Karena
ruang lingkup dan kompleksitas praktik keperawatan maka diperlukan keterampilan-
keterampilan dan pemecahan masalah, berfikir kritis serta bertinfak etis dan legal
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dan tidak diskriminatif.
3. Memberikan bantuan dan caring. Caring adalah bagian yang terpenting dalam praktik
keperawatan. Bantuan termasuk menciptakan suasana penyembuhan, memberikan
kenyamanan membangun hubungan dengan klien melalui asuhan keperawatan. Peran
membantu seharusnya menjamin partisipasi penuh dari klien dalam perencanaan
asuhan, pencegahan, dan treatmen dan asuhan yang diberikan. Perawat memberikan
informasi penting mengenai proses penyakit, gejala-gejalanya, dan efek samping
pengobatan.
4. Penyuluhan-penyuluhan kepada individu, keluarga maupun masyarakat mengenai
masalah-masalah kesehatan adalah fungsi penting dalam keperawatan.
5. Mengorganisir dan mengola sistem pelayanan kesehatan. Perawat berpartisipasi
dalam membentuk dan mengola sistem pelayanan kesehatan, ini termasuk menjamin
kebutuhan klien terpenuhi, mengatasi kekurangan staf, menghadapi birokrasi,
membangun dan memelihara tim terapeutik, dan mendapatkan asuhan spesialis untuk
pasien. Perawat bekerja intersektoral dengan rumah sakit, puskesmas, institusi
pelayanan kesehatan lain, dan sekolah. Profesi keperawatan harus mempengaruhi
strategi kebijaksanaan kesehatan, baik tingkat local, regional maupun internasional,
aktif terlibat dalam program perencanaan, pengalokasian dana, mengumpulkan,
menganalisis dan memberikan informasi kepada semua level.

4. Praktik Keperawatan di Rumah (Home Versing Practice / Home Care)


Di beberapa negara maju, home care (perawatan di rumah), bukan merupakan
konsep yang baru tapi telah dikembangkan oleh William Rathbon sejak tahun 1859 yang
dia namakan perawatan di rumah dalam bentuk kunjungan tenaga keperawatan ke rumah
untuk mengobati klien yang sakit dan tidak bersedia dirawat di rumah sakit. Dari
beberapa literatur pengertian home care adalah perawatan di rumah merupakan lanjutan
asuhan keperawatan di rumah sakit yang sakit termasuk dalam rencana pemulangan
(discharge planning) dan dapat dilaksanakan oleh perawat dari rumah sakit semula, oleh
perawat komunitas dimana pasien berada, atau tim keperawatan khusus yang menangani
perawatan di rumah. Menurut Warola, 1980 dalam pengembangan Model Praktik Mandiri
Keperawatan di rumah yang disusun oleh PPNI dan Depkes, home care adalah pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien individu dan keluarga, direncanakan,
dikoordinasikan, disediakan oleh pemberi pelayanan yang diorganisir untuk memberi
pelayanan di rumah melalui staf atau pengaturan berdasarkan kerja (kotrak).
Mekanisme Perawatan Kesehatan Di Rumah
Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat
merupakan rujukan dari klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun
puskesmas. Namun pasien atau klien dapat langsung menghubungi agensi pelayanan
keperawatan di rumah atau praktik keperawatan perorangan untuk memperoleh
pelayanan.

Mekanisme yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :


1. Pasien atau klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu
oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah
atau tidak.
2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah,
maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari
pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudia bersama-sama klien dan
keluarga, akan menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat
keputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh
klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem
pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.
3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksanaan keperawatan dirumah
baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh
pengelola perawatan di rumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh
koordinator kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan
harus diketahui oleh koordinator kasus.
4. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.

Persayaratan pasien atau klien yang menerima pelayanan perawatan dirumah :


1. Mempunyai keluarga atau pihak lain yang bertanggung jawab atau menjadi
pendamping bagi klien dalam berinteraksi dengan pengelola.
2. Bersedia menandatangai persetujuan setelah diberikan informasi (Informed Consent).
3. Bersedia melakukan perjanjian kerja dengan pengelola perawatan kesehatan dirumah
untuk memenuhi kewajiban, tanggung jawab, dan haknya dalam menerima pelayanan.
5. Lingkup Praktik Keperawatan Di Rumah.
Lingkup praktik keperawatan mendiri meliputi asuhan keperawatan perinatal, asuhan
keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak, asuhan keperawatan dewasa, dan
asuhan keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :
1. Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio-psiko-
sosio-spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan observasi, dan
wawancara langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, dan
melaksanakan tindakan keperawatan yang memerlukan ketrampilan tertentu untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang menyimpang, baik tindakan-tindakan
keperawatan atau tindakan-tindakan pelimpahan wewenang (terapi medis),
memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan dan melakukan evaluasi.
2. Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien,
dokumentasi ini diperlukan sebagai pertanggungjawaban dan tanggung gugat untuk
perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan keperawatan yang diberikan.
3. Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara
berkelompok.
4. Sebagai pembela atau pendukung (advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan klien di rumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit dan
memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan
terhadap klien sesuai dengan pelayanan atau asuhan yang diterima oleh klien.
5. Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan,
mencakup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus di lakukan.
SEGI PELAYANAN

Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan


bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-soiso-spiritual yang komprehensif, di tujukan kepada
individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan yang di berikan berupa bantuan karena adaya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju
kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

1. Kualitas Pelayanan Keperawatan


Kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh banyak institusi kesehatan
hampir selalu dapat memuaskan pasien, maka dari itu sering disebut sebagai pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Salah satu definisi menyatakan bahwa kualitas pelayanan
kesehatan biasanya mengacu pada kemampuan rumah sakit, memberi pelayanan yang
sesuai dengan standar profesi kesehatan dan dapat diterima oleh pasiennya.

Aspek-aspek kualitas pelayanan keperawatan


Menurut Parasuraman (dalam Tjiptono, 1997) aspek-aspek mutu atau kualitas pelayanan
adalah :
a. Keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan
memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan. Keseluruhan ini berhubungan
dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya dengan waktu.
b. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu konsumen dan memberikan
pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen, cepat memperhatikan
dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan.
c. Jaminan (assurance)
Mencangkup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang
dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan, memiliki
kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
d. Empati atau kepedulian (emphaty)
Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap
setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik, memahami aspirasi
konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan penuh simpati.
e. Bukti langsung atau berujud (tangibles)
Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai, kebersihan (kesehatan), ruangan baik
teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis, penampilan karyawan atau peralatannya
dan alat komunikasi.
Sedangkan menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa
pelayanan perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan
pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar
tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan
kerjasama. Selanjutnya masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek penerimaan
Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum,
menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima
pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan
budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek
penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan
luas.
b. Aspek perhatian
Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu
bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan
kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas
dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan
ketakutan pasien.

c. Aspek komunikasi
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik
dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi
antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga
pasien.
d. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik
dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Aspek tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan
waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
Joewono (2003) menyebutkan adanya delapan aspek yang perlu diperhatikan dalam
pelayanan yaitu:
a. Kepedulian, seberapa jauh perusahaan memperhatikan emosi atau perasaan
konsumen.
b. Lingkungan fisik, aspek ini menunjukkan tingkat kebersihan dari lingkungan yang
akan dinikmati konsumen, ketika mereka menggunakan produk.
c. Cepat tanggap, aspek yang menunjukkan kecepatan perusahaan dalam menanggapi
kebutuhan konsumen.
d. Kemudahan bertransaksi, seberapa mudah konsumen melakukan transaksi dengan
pemberi servis.
e. Kemudahan memperoleh informasi, seberapa besar perhatian perusahaan untuk
menyajikan informasi siap saji.
f. Kemudahan mengakses, seberapa mudah konsumen dapat mengakses penyedia servis
pada saat konsumen memerlukannya.
g. Prosedur, seberapa baik prosedur yang harus dijalankan oleh konsumen saat
berurusan dengan perusahaan.
h. Harga, aspek yang menentukan nilai pengalaman servis yang dirasakan oleh
konsumen saat berinteraksi dengan perusahaan.
Sedangkan Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa
pelayanan, yaitu :
a. Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas
waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan
waktunya.
b. Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen.
Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat
memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
c. Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu
poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan
pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga
memberikan rasa aman kepada pasien.
d. Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan
menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi
yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari
perawat.
e. Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang
membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang
nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses
penyembuhannya.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kualitas pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum,
menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima
pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan
budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek
penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan
luas.
b. Perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu
bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan
kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas
dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan
ketakutan pasien.
c. Komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang
baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi
antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga
pasien.
d. Kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang
baik dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu
mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam
bertindak.

2. Jenis Pelayanan Keperawatan Di Rumah


Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :
a. Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di
laksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu
di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu
dirawat di rumah sakit.
b. Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan
prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana bayinya
setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia
beradaptasi terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.
c. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-penyakit
terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabet, stroke, hipertensi,
masalah-masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.
PERJALANAN KEPERAWATAN

Dalam perjalanan keprofesionalismeannya, ternyata keprofesionalismean keperawatan


sulit tercapai bila pendidikan vocational lebih banyak dari pada pendidikan yang bersifat
profesionalisme, dalam hal ini pendidikan tinggi keperawatan. Oleh karena itu, diperlukan
adanya standarisasi kebijakan tentang pendidikan keperawatan yang minimal berbasis S1
Keperawatan.
Terkait hal tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi mengeluarkan SK No 427/ dikti/ kep/
1999, tentang landasan dibentuknya pendidikan keperawatan di Indonesia berbasis S1
Keperawatan. SK ini didasarkan karena keperawatan yang memiliki body of knowladge
yang jelas, dapat dikembangkan setinggi-tingginya karena memilki dasar pendidikan yang
kuat. Selain itu, jika ditelaah lagi, penerbitan SK itu sendiri tentu ada pihak-pihak yang
terkait yang merekomendasikannya, dalam hal ini yakni Departemen Kesehatan ( DepKes)
dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Jika dilihat dari hal ini, maka dapat
disimpulkan adanya kolaborasi yang baik antara Depkes dan PPNI dalam rangka memajukan
dunia keperawatan di Indonesia.
Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh Depkes yang sangat merugikan dunia keperawatan, termasuk kebijakan
mengenai dibentuknya pendidikan keperawatan DIV di Politeknik-politeknik kesehatan
(Poltekes), yang disetarakan dengan S1 Keperawatan, dan bisa langsung melanjutkan ke
pendidikan strata dua (S2) dan juga. Padahal beberapa tahun lalu telah ada beberapa Program
Studi Ilmu Keperawatan di negeri ini seperti PSIK Univesitas Sumatera Utara dan PSIK
Universitas Diponegoro yang telah membubarkan dan menutup pendidikan DIV
Keperawatan karena sangat jelas menghambat perkembangan profesi keperawatan.
Selain itu masih beraktivitasnya poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini
yang sebetulnya melanggar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian
Poltekes, yakni Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana
pendirian Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam rangka
mendidik pegawai negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan, sehingga setelah
lulus, lulusan-lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat menjadi pegawai negeri.
Sedangkan saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan Lembaga Pendidikan Kedinasan,
sehingga para lulusannya tidak lagi mendapat ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh
karena itu seharusnya Poltekes-poltekes yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan
aktivitasnya memberikan pendidikan keperawatan.
Selain itu akhir-akhir ini Depkes telah membuat kebijakan yang mengghentikan utilisasi
S1 Keperawatan, dan walaupun masih ada, mereka dijadikan perawat-perawat S1 yang siap
dikirim ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk menggoalkan DIV Keperawatan. Profesi
Keperawatan secara sedikit demi sedikit melalui cara-cara yang sistematis dibawa pada
jurang kehancuran. Tentunya kita sebagai calon-calon perawat profesional di masa depan
tidak akan membiarkan profesi kita tidak dihargai di masa depan dan pelayanan kesehatan
yang diterapkan sangat jauh dari pelayanan kesehatan standar yang seharusnya didapat oleh
bangsa ini.
Kini bangsa Indonesia diantara derasnya Reformasi, profesi perawat masih harus segera
membeli seperangkat alat material untuk membenahi tatanan kehidupan baru dengan suara
yang satu semangat solidaritas. Profesi kita sedang diuji dari zaman kezaman terus saja
menimpa profesi kita, kini puncak akumulasi permasalahan telah tiba mari kita rubah,
tengoklah beberapa fakta yang terjadi dulu hingga kini :

Pertama, Perawat masih dijadikan warga kelas dua dinegeri sendiri dengan bukti masih
banyaknya tenaga perawat yang menjalani tenaga Honorer atau tenaga kontrak
(PKWT).cobalah anda Check sendiri fakta ini di rumah-rumah sakit, poliklinik, tambang-
tambang, pengeboran minyak, puskesmas dan sarana-sarana Agency penyedia jasa tenaga
kerja ( outsourching ) yang nota bene penyalur perawat di berbagai kota besar di
Indonesia.masih saja menjalani praktek praktek tak senonoh berbentuk perbudakan moden (
modern slavery ) ini jelas melanggar konstitusi kita, amanat UU No.13 tahun 2003 dan
KepMenakerTrans No.100 tahun 2004 melarang untuk melakukan tindakan kontrak/honor
atau bahkan PHL ( Pekerja Harian Lepas ). Tenaga kontrak sesungguhnya hanya
diperuntukkan bagi buruh yang melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan itu pun
hanya berlaku 2 tahun plus satu tahun sedangkan tenaga harian lepas untuk pekerjaan tertentu
yang berubah-ubah dalam waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran. Praktek-praktek ini masih banyak menimpa para perawat Indonesia karena
lemahnya posisi tawar (bargaining position ) perlu diketahui bahwa perawat haram
hukumnya untuk dikontrak terlebih menggunakan pihak ketiga, perawat secara tupoksi
mengerjakan pekerjaan tetap dengan frekwensi terus-menerus dan bukan mengerjakan barang
yang sedang diuji cobakan.perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus
pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan
oleh pemerintah. (AD/ART PPNI/INNA Munas VII manado) ia adalah tenaga professional
dibidang perawatan kesehatan, ia bertanggung jawab atas perawatan, perlindungan dan
pemulihan, ia berperan dalam pemeliharaan pasien gawat darurat yang mengancam nyawa,
dan ia terlibat dalam riset medis dan perawatan sementara keperawatan adalah bentuk
pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Ini adalah bentuk bantuan karena adanya kelemahan
fisik dan atau mental dan bantuan atas ketidakmampuan melakukan kegiatan sehari-hari.

Kedua, Harga diri perawat kian hari kian diinjak-injak tanpa pengakuan sama sekali, perawat
bekerja secara terus-menerus 24 Jam dengan 2-3 Shift dengan segala resiko yang
mengancam, norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja ( UU 13/2003 pasal 85/86 ) tidak
dijalankan oleh pemerintah melalui instansi-instansi yang mempekerjakan perawat hal ini
diperparah lagi dengan sistem jaminan sosial yang tidak pernah merata, antara resiko dan
pendapatan tidak berimbang, penghasilan/financial perawat dari dahulu hingga kini tak
banyak mengalami suatu perubahan yang signifikan. Ini artinya professi perawat Indonesia
lagi-lagi termarginalkan. Jika kita ingat kembali memori lama kita tentang peristiwa bencana
alam / korban masal yang silih berganti menimpa bangsa kita justru tenaga Perawatlah yang
dijadikan ujung tombak dalam garda medis bencana alam, berapa juta kasus yang sudah
perawat tangani hinggi kini tak pernah dilihat oleh pemerintah namun mereka rasakan,
mereka merasakan ketika keluarga mereka sedang dirawat, mereka rasakan ketika suatu
beban pekerjaan mereka dapat terselesaikan oleh perawat sehingga tak jarang karir dan
jabatan mereka meroket karena jasa perawat. Berapa banyak pula kasus-kasus yang diangkat
dipermukaan menyangkut kesejahteraan perawat di Rumah-rumah sakit, di Jakarta sudah
terjadi Di RSU UKI, RS HAJI, RS Mata, AGD 118, RS DUREN SAWIT dan masih banyak
lagi ibarat fenomena gunung es, yang menyoalkan masalah kesejahteraan, kejadian ini akan
terus berlanjut sampai kapanpun sebelum nasib perawat dan keluarganya diperhatikan dan
dibuatkan suatu aturan secara definitive untuk kesejahteraan para perawat.suatu perbandingan
perawat Indonesia dengan perawat Kuwait yang mendapat gaji berkisar antara Rp.10 juta s/d
14 juta perbulan, sedangkan rekan sejawat yang bekerja di Indonesia maksimum hanya
Rp.800.000 s/d 1,5 jt perbulan ( data ketua PPNI yang bekerja dikuwait ),sekarang marilah
kita tengok perbandingan gaji DPR disenayan, mereka sudah seringkali meneriakkan
persetaraan gaji / study dengan DPR di jepang dan korea padahal gaji mereka sudah melebihi
dari kebutuhan hidup, mengapa kita para perawat Indonesia tidak meneriakkan hal yang
serupa?? Mungkin ini salah satu penyebab mengapa profesi lain memandang sebelah mata
profesi perawat, selayaknya sesama tenaga kesehatan dengan standart pendidikan yang setara
harus bersanding berdiri sejajar dengan profesi lain, kalau mereka bisa kenapa perawat tidak?
ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut harus ada upaya kuat dan sama-sama kita perjuangkan
dengan beberapa cara diantaranya dengan menggulirkan Upah Minimum sector Provinsi (
UMSP ) dibidang keperawatan, UU Ketenangakerjaan nomor 13 tahun 2003 telah
mengamanatkan bahwa upah minimum harus didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak
(KHL). Justru pemerintah telah melanggar ketentuan ini. Melalui Peraturan Menteri Nomor
17, tahun 2005 PER-17/MEN/VIII/2005, komponen KHL hampir tidak pernah diterapkan di
keperawatan,bahkan masih banyak perawat dengan gaji dibawah rata-rata UMP/R/S
Akhirnya Kepmen 17/2005 menjadikan UPAH LAYAK bagi perawat, hanyalah omong
kosong belaka. Perawat Indonesia harus mendapatkan kesejahteraan yang sama Seperti
halnya upah PNS, TNI dan Polri, Upah Layak ini berlaku secara nasional. Pengabdian
perawat sama dengan mereka bahkan lebih berat dari mereka. Upah Layak perawat selain
memenuhi kebutuhan sandang dan pangan, Apakah tuntutan ini berlebihan? TIDAK!!.
Kemudian segera bentuk unit-unit organisasi yang efektif untuk melakukan perlawanan yang
serius.selain dari pada itu standart kompetensi melalui pengesahan UU praktik
keperawatan.kemudian dibuka pintu eksodus selebar-lebarnya keluar negeri bagi perawat,
dengan eksodus maka profesi perawat akan dipandang unggul dan dibutuhkan Negara ,
sebagaimana yang telah terjadi di Philipine dimana seorang dokter spesialis, pengacara,
arsitek, profesi lainya berbondong-bondong kuliah keperawatan karena profesi ini pandang
unggul dan terhormat (data PPNI) maka dari itu ayo bangkit dan lawan ketidak adilan ini.

Ketiga, Lemahnya perlindungan Hukum dan persamaan pengakuan profesi dimata Publik.
UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan menegaskan bahwa ada pengakuan profesi
keperawatan, ada suatu perbedaan kewenangan profesi antara dokter dan perawat. Hal ini
seyogyanya menjadi acuan dalam penguatan Legal aspek profesi perawat dimata publik,
namun rasanya UU dan keputusan menteri kesehatan tersebut belum lah cukup menjawab
semua tantangan global yang saat ini mengancam sendi kehidupan segenap anak bangsa,
perawat memberikan kontribusi yang begitu besar terhadap bangsa ini,tokoh keperawatan
Dunia Florence nightingle dan Siti Rufaidah telah merubah dunia dengan konsep kasih
sayangnya secara holistic ditengah-tengah kecamuk perang dunia ke II waktu itu. Lemahnya
perlindungan Hukum terhadap perawat Indonesia sangat jelas terlihat ketika para tenaga
peawat yang sedang mengalami gugatan Hukum tak terbela, misalnya perawat AGD Dinkes
DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas kemanusiaan dini hari ( 1-6-08 ) di tabrak oleh
oknum artis ibukota dan hingga kini kasusnya gantung di Pengadilan tinggi negeri jaksel
tanpa ada advokasi dari pemerintah, itu adalah contoh kecil yang terjadi dan barangkali masih
banyak kasus baik di dalam maupun diluar negri yang tak terungkap akibat sikap kelalaian
pemerintah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat.Keperawatan ternyata sudah ada
sejak manusia ada dan hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan
pesat.Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan
praktik,dalam hal ini layanan keperawatan,tetapi juga di dunia pendidikan
keperawatan.Tidak asing lagi pendidikan keperawatan memberi pengaruh yang besar
terhadap kualitas layanan keperawatan.Karenanya,perawat harus terus meningkatkan
kompetensi dirinya,salah satunya melalui pendidikan keperawatan yang berkelanjutan.

B. Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai calon perawat atau perawat harus
terus meningkatkan kompetensi dirinya.Salah satunya melalui pendidikan keperawatan
yang berkelanjutan,sehingga kita tidak mengalami ketertinggalan dari keperawatan
internasional. Selain itu, sebagai calon perawat dan/atau perawat kita sebaiknya
mempelajari bagaimana sejarah perkembangan dunia keperawatan yang ada,
sehingga kita lebih mengenal bagaimana profesi keperawatan dan melalui hal itu
kita bisa belajar mengharga profesi yang kita jalani.
DAFTAR PUSTAKA

Kusnanto,S.Kp, M.Kes. 2003.Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.


Jakarta : EGC
Priharjo, Robert. 2008. Konsep dan Perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC
Hidayat A. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Salemba
Medika: Jakarta
Asmadi.2008.Konsep Dasar Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Blasis,Ka
Anonim. 2009.sejarah perkembangan keperawatan di dunia,

Anda mungkin juga menyukai