Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN NYERI

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Dosen : Melisa Frisilia, S.Kep., M.Kes.

Di Susun Oleh :
Mahasiswa Tingkat III A/Semester V
Kelompok 1
Adella Putri NIM : 2019.C.11a.0996
Ahmad Junaidi NIM : 2019.C.11a.0997
Alvina Putri NIM : 2019.C.11a.0998
Cindy Masdy NIM : 2019.C.11a.1002
Erlisa NIM : 2019.C.11a.1008
Janwaria Changrila NIM : 2019.C.11a.1013
Khofifah Wulannor NIM : 2019.C.11a.1014
Muhammad Aldy Irfani NIM : 2019.C.11a.1018
Muntiara Sri Mampung NIM : 2019.C.11a.1019
Novin Anggraini NIM : 2019.C.11a.1022
Rischo Rasmara NIM : 2019.C.11a.1025
Stella Ratna Clarissa NIM : 2019.C.11a.1028
Virgo Mandala Putra NIM : 2019.C.11a.1033

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Manajemen Nyeri"
dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Manajemen Nyeri bagi para pembaca dan juga bagi
kami sebagai penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada  Ibu Melisa Frisilia, S.Kep.,
M.Kes., selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya, 6 November 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
1.4 Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Nyeri 8
2.1.1 Definisi 8
2.1.2 Etiologi 8
2.1.3 Patofisiologi 9
2.1.4 Klasifikasi 9
2.1.5 Penangangan Nyeri 10
2.1.6 Tujuan Penanganan Nyeri 10
2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri 12
2.2 Manajemen Nyeri 13
2.2.1 Pengkajian 13
2.2.2 Diagnosa 18
2.2.3 Intervensi 18
2.2.4 Implementasi 19
2.2.5 Evaluasi 20
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 23

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan
mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual
dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari perawatan kesehatan
(Smeltzer & Bare, 2012). Nyeri adalah sesuatu hal yang bersifat subjektif, tidak
ada dua orang sekalipun yang mengalami kesamaan rasa nyeri dan tidak ada dua
kejadian menyakitkan dan mengakibatkan respon atau perasaan yang sama pada
individu (Potter & Perry, 2010).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan yang terlokasisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut
dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuktusuk, panas
terbakar, melilit, seperti emosi perasaan takut dan mual (Potter, 2012).
Menurut studi yang dilakukan oleh asosiasi penelitian untuk nyeri
(IASP), nyeri hebat / severe pain setelah pembedahan mayor dialami oleh 10 %
pasien, nyeri sedang / moderate pain dialami sekitar 30 % pasien (Boni, 2010).
Studi yang dilakukan di Indonesia oleh Megawati di tahun 2010, menyatakan
bahwa pasien post laparotomy yang mengeluhkan nyeri berat sebanyak 15,38%,
nyeri sedang 57,7% dan nyeri ringan sebanyak 26,92%. Studi lain yang dilakukan
oleh Chanif, Petpichetchian & Chongchaeron (2013) mengatakan bahwa pasien
setelah menjalani bedah abdomen mengalami nyeri sedang dengan nilai rata-rata
(mean) 5,3 pada skala nyeri.
Nyeri setelah operasi merupakan nyeri akut yang secara serius
mengancam proses penyembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan. Nyeri
yang dialami pasien setelah pembedahan menghambat kemampuan pasien untuk
terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilisasi. Rehabilitasi
dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika nyeri akut tidak dikontrol.
Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih
dirasakan karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk
mengatasi nyeri. Penatalaksanaan nyeri yang efektif tidak hanya mengurangi
ketidaknyamanan fisik tetapi juga meningkatkan mobilisasi lebih awal dan

4
membantu pasien kembali bekerja lebih dini, megurangi kunjungan klinik,
memperpendek masa hospitalisasi dan mengurangi biaya kesehatan (Potter &
Perry, 2005) Untuk mengatasi nyeri diperlukan penatalaksanaan manajemen nyeri
melalui cara farmakologi dan non-farmakologi (Smeltzer & Bare, 2012). Pereda
nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni golongan opioid, non-
opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan
efektif, jenis analgesik opioid mempunyai efek samping yang harus
dipertimbangkan dan diantisipasi, yakni diantaranya depresi pernapasan, mual,
muntah, konstipasi, pruritus, dan efek toksik pada pasien dengan gangguan hepar
atau ginjal. Ketorolak (toradol) merupakan analgesik yang kemanjurannya dapat
dibandingkan dengan morfin, lazim diresepkan sebagai pereda nyeri setelah
operasi di rumah sakit.
Terapi non-farmakologi diperlukan sebagai pendamping terapi
farmakologi untuk mempersingkat episode nyeri yang hanya berlangsung
beberapa detik atau menit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri setelah operasi, diantaranya yaitu
dengan latihan pernapasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery,
meditasi dan relaksasi napas dalam (Smeltzer & Bare, 2012). Beberapa penelitian
tentang penerapan foot message pada pasien setelah operasi juga telah dibuktikan
dalam menurunkan nyeri (Chanif, Petpichetchian & Chongchaeron, 2013).
Salah satu jenis relaksasi yang digunakan dalam menurunkan intensitas
nyeri setelah operasi adalah dengan relaksasi genggam jari yang mudah dilakukan
oleh siapapun yang berhubungan dengan jari tangan dan aliran energi di dalam
tubuh kita. Menggenggam jari sambil mengatur napas (relaksasi) dapat
mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan
menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi meridian (energy channel)
yang terletak pada jari tangan kita. Titik-titik refleksi pada tangan akan
memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat genggaman.
Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang listrik menuju otak yang akan
diterima dan diproses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ
tubuh yang mengalami gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi
lancar (Puwahang, 2001). Hal ini pernah dibuktikan oleh Pinandita, Purwanti &

5
Utoyo (2012) , yang menyatakan terdapat perbedaan penurunan skala nyeri rata-
rata sebesar 4,88% pada 17 pasien kelompok eksperimen yang mendapat
perlakuan relaksasi genggam jari.
Relaksasi genggam jari (Finger Hold Relaxation) atau yang dikenal
dengan ‘Jin Shin Jyutsu’ merupakan salah satu teknik relaksasi kuno di masa awal
abad dua puluh yang dikembangkan dari Jepang oleh Jiro Murai dari bukunya
yang berjudul The Yellow Emperor’s Classic Internal Medicine. Jin Shin Jyutsu
adalah teknik penyembuhan yang dapat diaplikasikan untuk diri sendiri dan juga
untuk orang lain. Teknik ini didasarkan pada kemampuan dalam diri untuk
menyeimbangkan energy dalam diri dan mencapai kesehatan kasimal untuk
mengatasi stress, kelelahan, injury dan penyakit.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat
makalah dengan judul “Manajemen Nyeri”. Untuk menambah wawasan dan
memberika informasi bagaimana tentang Manajemen Nyeri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana manajemen nyeri pada pasien dengan keperawatan
paliatif?
1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana
menerapkan Manajemen Nyeri pada pasein dengan keperawatan paliatif
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan dan referensi tentang Manajemen Nyeri pada
pasien dengan keperawatan paliatif
1.4.2.2 Bagi Institusi Rumah Sakit

6
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
keluhan nyeri melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Nyeri
2.1.1 Definisi
Menurut The International Association For the Study of Pain (IASP).
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh
rangsangan yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang disebut
nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah awal proses nyeri. Respon
neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain
disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas.
Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik,
fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment,
yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang
normal.
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat
individual. Walaupun demikian nyeri dapat pula diartikan sebagai suatu sensasi
yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang
berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga
individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas
sehari-hari, psikis dan lain-lain.
2.1.2 Etiologi
Penyebab nyeri dapat diklasifikasi kedalam dua golongan yaitu penyebab
yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik
misalnya, penyebab adalah trauma (mekanik, thermal, kimiawi maupun elektrik),
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain.
2.1.2.1 Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka.
2.1.2.2 Trauma thermal menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas atau dingin.
2.1.2.3 Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang

8
kuat.Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran
listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
2.1.2.4 Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan
atau metastase.
2.1.2.5 Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor
akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan
dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
2.1.2.6 Nyeri yang disebabkan oleh factor psikologis merupakan nyeri yang
dirasakan bukan karena penyebab organic, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena factor ini disebut
pula psychogenic pain.
2.1.3 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-
zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan di persiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain d
ihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak,2007)
2.1.4 Klasifikasi
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
A. Nyeri berdasarkan tempatnya ;
1. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada mukosa, kulit.
2. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
atau pada organ-organ tubuh visceral.
3. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah

9
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system
saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain
B. Nyeri berdasarkan sifatnya ;
1. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3. Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
C. Nyeri berdasarkan berat-ringannya ;
1. Nyeri rendah , yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
D. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan ;
1. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan
jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka operasi,
ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
2. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis
ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun
2.1.5 Penanganan Nyeri (Pain Management)
Managemen nyeri atau Pain management adalah salah satu bagian dari
displin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri atau
pain relief. Management nyeri ini menggunakan pendekatan multi disiplin yang
didalamnya termasuk pendekatan farmakologikal (termasuk pain modifiers), non
farmakologikal dan psikologikal.
Setiap orang memiliki persepsi yang sangat berbeda dengan orang lain
terhadap nyeri yang mungkin sedang dialami. Perbedaan inilah yang mendorong
perawat untuk meningkatkan kemampuan dalam menyediakan peningkatan rasa
nyaman bagi klien dan mengatasi rasa nyeri. Hal yang sangat mendasar bagi

10
perawat dalam melaksanakannya adalah kepercayaan perawat bahwa rasa nyeri
yang dialami oleh kliennya adalah sungguh nyata terjadi, kesediaan perawat untuk
terlibat dalam menghadapi pengalaman nyeri yang dialami oleh klien dan
kompetensi untuk terus mengembangkan upaya-upaya mengatasi nyeri atau pain
management.
Strategi keperawatan utama yang spesifik dalam meningkatkan rasa
nyaman bagi pasien yang sedang mengalami nyeri, bersifat farmakologi dan non
farmakologi. Tapi Tindakan mengatasi nyeri – pain management, yang dapat
dilakukan oleh perawat sebagai penyedia asuhan keperawatan.
1. Managemen Nyeri Farmakologikal
Yaitu terapi farmakologis untuk menanggulangi nyeri dengan cara
memblokade transmisi stimulan nyeri agar terjadi perubahan persepsi dan dengan
mengurangi respon kortikal terhadap nyeri. Adapun obat yang digunakan untuk
terapi nyeri adalah :
a. Analgesik Narkotik
Menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman
nyeri (misal : persepsi nyeri).
b. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan
langsung keserabut saraf.
c. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari impus yang diisi
narotika menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi
intravena.
d. Obat – obat nonsteroid
Obat-obat non steroid non inflamasi bekerja terutama terhadap
penghambat sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat-obat ini bersifat
analgesik. Pada dosis tinggi obat ini bersifat anti inflamatori,sebagai tambahan
dari khasiat analgesik.
2. Managemen Nyeri Non Farmakologikal
Merupakan upaya-upaya mengatasi atau menghilangkan nyeri dengan
menggunakan pendekatan non farmakologi. Upaya-upaya tersebut antara lain

11
dengan distraksi, relaksasi, massage, akupuntur oleh akupunturist, therapy music,
pijatan, dan guided imaginary yang dilakukan oleh seseorang yang ahli
dibidangnya dan disebut sebagai therapist.
Setiap individu membutuhkan rasa nyaman. Kebutuhan rasa nyaman ini
dipersepsikan berbeda pada tiap orang. Dalam konteks asuhan keperawatan,
perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman. Gangguan rasa
nyaman yang dialami oleh klien diatasi oleh perawat melalui intervensi
keperawatan.
2.1.6 Tujuan Penanganan Nyeri (pain management)
2.1.6.1 Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
2.1.6.2 Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri
kronis yang persisten.
2.1.6.3 Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri.
2.1.6.4 Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri.
2.1.6.5 Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan
pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri
2.1.7.1 Usia
1. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak.
2. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi.
3. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut
kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2.1.7.2 Jenis Kelamin (tidak terlalu signifikan)
2.1.7.3 Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
2.1.7.4 Pengalaman Masa Lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

12
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri
2.1.7.5 Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
2.1.7.6 Support Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan, dan lain-lain.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Nyeri


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar, menegakkan
diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang
cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien
terhadap terapi yang di berikan.
Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama
nyeri akut adalah:
1. Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi
nyeri.
3. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat
klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri), sebaiknya
perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu
sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi klien terhadap nyeri.
Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis maka pengkajian yang lebih
baik adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku,
afektif, kognitif (NIH, 1986; McGuire, 1992).
Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-komponen
tersebut, diantaranya:

13
1. Penentuan ada tidaknya nyeri.
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus
mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun
dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka.
a. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).
1) Faktor Pencetus (P: Provocate),
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri
pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi
bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera.
2) Kualitas (Q: Quality),
Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang
diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, dan tertusuk.
3) Lokasi (R: Region),
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian atau daerah yang dirasakan tidak
nyaman oleh klien.
4) Keparahan (S: Severe),
5) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri Numerik (0-10)

Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan


sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini psien
menilai nyeri dngan skala 0 sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi

14
klien tidak merasakan nyeri, angka 10 mengindikasikan nyeri
paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif digunakan
untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik.

Gambar 2 Skala Analog Visual (VAS)

Skala Analog Visual (Visual Analog Scale,


VAS) merupakan suatu garis lurus, yangmewakili intensitas nyeri
yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya.  Skala analog visual merupakan pengukur
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Geambar 3 Skala Deskriptif Verbal

Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale,


VDS) merupakan salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih
bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah garis yang terdiri
dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang
sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari
tidak ada nyeri sampai nyeri yang paling hebat. Perawat
menunjukkan skala tersebut pada klien dan meminta untuk
menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

15
Gambar 4 Skala Nyeri Oucher

Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak


dikembangkan alat yang dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari
dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri
untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik
enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-
anak yang lebih kecil.

Gambar 5 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker

6) Durasi (T: Time).
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan,
durasi, dan rangkaian nyeri

16
b. Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.
Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat
memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas,
perubahan suhu, stres, dan lain-lain.
c. Respon Fisiologis.
Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke
batang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi
terstimulasi sebagai bagian dari respon stres. Stimulasi pada
cabang simpatis pada system saraf otonom menghasilkan
respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus,
berat, dalam dan melibatkan organ-organ visceral (misal:
infark, miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu
ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu aksi.
Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:
1) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan
superficial).
 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi
rate.
 Peningkatan heart rate.
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP.
 Peningkatan nilai gula darah.
 Diaphoresis.
 Peningkatan kekuatan otot.
 Dilatasi pupil.
 Penurunan motilitas GI.
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
 Muka pucat.
 Otot mengeras.
 Penurunan HR dan BP.
 Nafas cepat dan irregular.
 Nausea dan vomitus.

17
 Kelelahan dan keletihan.
d. Respon Perilaku.
Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh
pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian
yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit,
menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis,
mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang,
mengaduh, menjerit, meraung.
e. Respon Afektif.
Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam
melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan
rasa nyeri.
2. Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.
Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan klien dalam berpartisipasi
terhadap kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga perawat juga
mengetahui sejauh mana dia dapat membantu dalam program
aktivitas pasien. Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola
tidur, pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola interaksi
pada orang lain.
3. Persepsi Klien Tentang Nyeri.
Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia alami
dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri dan lingkungan.
4. Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.
Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien gunakan
untuk menurunkan nyeri yang ia alami.
2.2.2 Diagnosa
Keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah
keperawatan lainnya. Penegakkan diagnosa keperawatan yang
akurat akan dapat dilaksanakan apabila data dan analisa pengkajian
yang dilakukan cermat dan akurat.
2.2.3 Intervensi

18
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri
diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis
yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5. Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri saat dirumah.

2.2.4 Implementasi
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengurangi rasa nyeri ada
dua:
1. Tindakan Farmakologis.
Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, WHO
mengombinasikan penggunaan obat-obatan analgesik dan
obat-obatan adjuvan yang efektif untuk mengontrol nyeri
klien.
2. Tindakan Non Invasif.
Tindakan pengontrolan nyeri non invasive digunakan untuk
mendukung terapi farmakologis yang sudah diberikan. Jenis
tindakan non invasive antara lain:
a) Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.
b) Bimbingan antisipasi.
c) Relaksasi.
d) Imajinasi terbimbing.
e) Distraksi.
f) Akupunkur.
g) Biofeedback.
h) Stimulasi kutaneus.
i) Akupresur.
j) Psikoterapi.

19
3. Tindakan Invasif/Pembedahan.
Merupakan komplemen dari tindakan-tindakan lainnya dalam
upaya membebaskan nyeri, seperti tindakan perilaku-kognitif,
fisik maupun terapi farmakologis. Tindakan ini dilakukan
apabila dengan tindakan-tindakan non invasif tidak dapat
membebaskan nyeri. Klien perlu diberikan pengetahua
tentang implikasi setelah tindakan pembedahan untuk
mengontrol nyeri. Beberapa kasus pembedahan antara lain:
a)      Cordotomy.
b)      Neurectomy.
c)      Sympatectomy.
d)     Rhizotomy.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri
dilakukan dengan menilai kemampuan dalam respon rangsangan
nyeri, diantaranya: klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri,
mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki,
mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa
nyeri.

20
BAB 3
PENUTUP
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang menyeluruh,
hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan
manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu
pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang
lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu
biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan
pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan
sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam
rangka mengatasi / penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara
berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan
antar individu yang satu dengan yang lainnya.
Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai
upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu
pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai
upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh
pasien.

3.2. Saran
Berdasarkan simpulan yang penulis dapatkan maka penulis
menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Sebagai Penulis
Dari karya tulis ilmiah ini, diharapkan agar penulis mampu
memberikan hasil yang lebih optimal pada penyusunan selanjutnya
dengan tetap berpedoman pada ketentuan penulisan, dan teori yang
sudah ada.

21
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan mampu mengoptimalkan pemberian ilmu, dan
mendorong mahasiswa untuk terus berinovasi serta
mengembangkan keterampilan agar selalu siap dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien kelolaan dengan
berpedoman pada teori yang sudah ada.
3. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan pengetahuan kepada pasien melalui komunikasi
terpeutik, dan tindakan yang dilakukan penulis.
4. Bagi Responden
Pembaca khususnya masyarakat diharapkan dapat mencegah
penyakit Diabetes Melitus sedari dini dengan mengontrol gula
darah, mengontrol berat badan normal, aktivitas, dan olahraga
teratur. Relaksasi yang dilakukan untuk menurunkan nyeri akut
tidak hanya relaksasi nafas dalam, bisa dengan istirahat/tidur,
relaksasi genggam jari, dsb.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kozier. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry.2006. Fundamental


Keperawatan. Vol:2. Jakarta: EGC.
Asmadi.2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Aini, L., & Reskita, R. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur. Jurnal Kesehatan, 9(2).
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. (R. KR, Ed.) (1st ed.).
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Asmadi. (2010). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Hastomo, M. T., & Suryadi, B. (2018). Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Skala
Nyeri Pada Saat Pemasangan Infus di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Ilmiah Ilmu
Keperawatan Indonesia, 8(2), 436–442.
Kurniawan, S. N. (2015). Nyeri Secara Umum (General Pain). (E. Arisetijono, M. Husna,
B. Munir, & D. Rahmawati, Eds.). Malang: UB Press.
Mayasari, C. D. (2016). Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri Non Farmakologi
bagi Seorang Perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan, 1(1).
Nugraha, L. N., & Sugianto. (2017). Hipnoterapi Pada Pasien Nyeri Kronik. Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 2(2), 317–324.
Nursalam. (2020). Penulisan Literature Review dan Systematic Review Pada Pendidikan
Kesehatan (Contoh). (D. Priyantini, Ed.). Surabaya: Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga.

23

Anda mungkin juga menyukai