Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA PASIEN POST PARTUM DAN

KONSELING PADA KELUARGA PASIEN POST PARTUM

Disusun Oleh
Kelompok 6:
1. Linda Yati
2. Novira Egan Cahyaningrum
3. Rio Sanjaya
4. Ruri Farhatun
5. Tabitul Ismi

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
2019

i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha
Esa, karena dengan Rahmat dan RidhoNya lah kami dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah KEPERAWATAN MATERNITAS I ini.
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Kami semua menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusuna makalah
ini, dan mungkin banyak kata-kata yang kurang tepat. Untuk itu, saran, dan kritik,
dari para pembaca sekalian senantiasa kami nantikan demi kesuksesan tugas kami di
masa yang akan datang. Semoga tugas yang kami buat ini bermanfaat khususnya bagi
para pembaca sekalian.Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum wr.wb

Mataram, 4 Desember 2019

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan Postpartum.......................................................................2
2.2 Edukasi Kesehatan.............................................................................5
2.3 Konseling...........................................................................................6
2.4 Materi Kesehatan...............................................................................10
2.5 Keluarga.............................................................................................19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................22
3.2 Penutup..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah persalinan dengan SC setiap tahun ini memberi
implikasi pada pentingnya perawatan ibu nifas dengan SC yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan, mencegah komplikasi dan meningkatkan
kemampuan perawatan diri ibu nifas. Dampak psikologis dapat berupa gangguan
emosional dan yang paling banyak dalam bentuk depresi periode postpartum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan
mengenai perawatan ibu postpartum dengan seksio sesaria terhadap kemampuan
merawat diri (Sambas, 2017).
Menurut Burks dan Stefflre, konseling juga dibutuhkan karena merupakan
suatu hubungan professional antara seorang konselor terlatih dan seorang klien.
Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Meskipun sering kali
melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan dirancang untuk membantu klien
memahami dan memperjelas andangan hidupnya, belajar mencapai tujuan yang
ditentukan sendiri melalui pilihan pilihan bermakna dan penyelesaian masalah
emosional atau antar pribadi. Konselor harus terlatih dan professional dan terlatih
sehingga dapat membina hubungan baik dan harmonis antara konselor dan klien
(Yulifah & Yuswanto, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan dari Postpartum?
2. Bagaimana Edukasi Kesehatan pada pasien Postpartum?
3. Bagaimana Konseling Keluarga Pasien Postpartum?
4. Apakah Peran Perawat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Penjelasan dari Postpartum
2. Mengetahui Edukasi Kesehatan pada pasien Postpartum
3. Mengetahui Konseling Keluarga Pasien Postpartum
4. Mengetahui Peran Keluarga

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Postpartum
Menurut WHO tahun (2002), Postpartum adalah masa setelah melahirkan
plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Postpartum atau (puerperium), berasal dari
bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan paraos yang artinya melahirkan
atau masa sesudah melahirkan (Saleha, 2009).
Suherni (2009) mendefinisikan postpartum sebagai masa nifas atau
puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya organ-
organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan melahirkan.
A. Tujuan Pemeriksaan Postpartum
Adapun tujuan dari pemeriksaan postpartum yaitu :
1. Memulihkan kesehatan umum penderita
a) Menyediakan makanan sesuai kebutuhan
b) Mengatasi anemia
c) Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi
d) Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk
memperlancar peredaran darah
2. Mempertahankan kesehatan psikologis
3. Mencegah infeksi dan komplikasi
4. Memperlancar ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa
postpartum selesai dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
(Bahiyatun, 2009)

2
B. Periode Postpartum
Menurut Suherni (2009), postpartum dibagi menjadi 3 periode, yaitu :
1. Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan
2. Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ
genital, kira-kira 6-8 minggu
3. Remot puerperium: Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi
C. Kebijakan Program Nasional Postpartum
Pemerintah melalui departemen kesehatan, juga telah memberikan
kebijakan dalam hal ini, sesuai dengan dasar kesehatan pada ibu postpartum.
Tujuan kebijakan tersebut adalah :
1. Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir
2. Pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan
kesehatan ibu postpartumdan bayinya
3. Mendeteksi adanya kejadian-kejadian pada masa postpartum
4. Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan
ibu maupun bayinya pada masa postpartum
Adapun frekuensi kunjungan, waktu dan tujuan kunjungan tersebut
dipaparkan sebagai berikut :
1. Kunjungan pertama, waktu : 6-8 jam setelah persalinan
Tujuan :
a) Mencegah perdarahan masa postpartumkarena persalinan atonia
uteri
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila
perdarahan berlanjut
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa postpartumkarena atonia
uteri

3
d) Pemberian ASI awal
e) Memberikan supervisi kepada ibu bagaimana teknik melakukan
hubungan ibu dan bayi baru lahir
f) Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
Bila ada petugas yang membantu melahirkan, maka petugas itu
harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama
2. Kunjungan kedua, waktu : 6 hari setelah persalinan
Tujuan :
a) Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal
b) Evaluasi adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
c) Memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat
d) Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda
adanya penyulit
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan
asuhan pada bayi
3. Kunjungan ketiga, waktu : 2 minggu setelah persalinan
Tujuan :
a) Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal
b) Evaluasi adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
c) Memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat
d) Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda
adanya penyulit
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan
asuhan pada bayi
4. Kunjungan keempat, waktu : 6 minggu setelah persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang permasalahan yang dialami oleh ibu dan
bayi
b) Memberikan konseling untuk KB secara dini

4
2.2 Edukasi Kesehatan
Edukasi atau disebut juga dengan pendidikan merupakan segala yang
diupayakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan (Notoadmojo, 2003). Edukasi merupakan proses belajar dari tidak
tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu.
A. Tujuan Edukasi
Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku
tersebut Green dalam (Notoadmojo, 2012) yaitu :
1. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi.
Promosi kesehatan bertujuan untuk mengunggah kesadaran, memberikan
atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan
penigkatan kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya maupun
masyarakatnya. Disamping itu, dalam konteks promosi kesehatan juga
memberikan pengertian tentang tradisi, kepercayaan masyarakat dan
sebagainya, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan
kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan kesehatan,
pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, billboard, dan
sebagainya.
2. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)
Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat
memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan
prasarana kesehatan dengan cara memberikan kemampuan dengan cara
bantuan teknik, memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk
pengadaan sarana dan prasarana.
3. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)
Promosi kesehatan pada faktor ini bermaksud untuk mengadakan
pelatihan bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan
sendiri dengan tujuan agar sikap dan perilaku petugas dapat menjadi
teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.

5
2.3 Konseling
Konseling secara etimologi berasal dari Bahasa Latin “consilium” yang
artinya “dengan atau bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau
memahami”. Terdapat beberapa pengertian konseling menurut beberapa ahli
anatara lain (Purwoastuti and Walyani, 2015).
Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan, dan semua
pengalaman difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi oleh klien sendiri
dengan bantuan pribadi dan langsung dalam proses pemecahan masalah tersebut.
Konseling merupakan proses yang melibatkan hubungan antar pribadi antara
satu orang terapis (konselor/penolong terlatih) dengan satu atau lebih konseli
(penerima konseling/klien/individu yang mengalami masalah) dimana terapis
menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik
tentang kepribadian manusia untuk meningkatkan kesehatan mental klien/konseli.
A. Ciri-ciri Konseling
1. Empati
Empati seringkali dilihat sebagai komponen hubungan konseloran
yang paling penting. Carkhuff (1970) mengatakan bahwa tanpa empati,
tidak ada dasar untuk menolong. Kalich (1971) merumuskan empati
sebagai “kemampuan untuk merasakan dunia klien seolah-olah itu adalah
dunia sendiri, tetapai tanpa kehilangan untuk melihat perbedaaanya.
Empati juga melibatkan mempertahankan keterpisahan diri anda
sendiri semantara anda sendiri berusaha untuk mengerti dunia dari sudut
pandang orang lain. Untuk melakukan hal ini, anda perlu mengerti dunia
klien seakan-akan anda ssendiri berada didalamnya, berusaha melihatnya
dengan mata klien tetapi tetap berada di dunia anda sendiri. Dengan
begini, konselor tetap berada dalam posisi untuk menolong sehingga
cukup dekat dengan pengalaman klien sehingga bias melihat
perbedaannya sementara mempertahankan objektivitass agar tetap bias
bertahan pada proses dan tidak menjadi terlalu terbebani. Konselor
memasuki dunia klien melalui perilaku memperhatikan, mengamati,

6
mendengarkan dan kemudian menyampaikan pemahaman tersebut melalui
keterampilan berespons.
2. Ketulusan
Corey (1986) mengatakan bahwa konselor yang tulus tidak memiliki
wajah yang palsu dan pengalaman di dalam diri mereka sesuai dengan
ungkapan luar dari pengalaman tersebut dan sebaliknya. Dengan kata lain,
apa yang di lihat oleh klien adalah diri konselor yang sebenarnya.
Ketulusan dan Penolong (Egan 1990):
1) Jangan terlalu menekankan peran penolongan.
2) Bersikap spontan tetapi taktis, dengan kata lain tidak terlalu terhambat
tetapi peka.
3) Hindari sikap mempertahankan diri, misalnya dalam berespons
terhadap kritik negatif.
4) Konsisten
5) Terbuka
6) Berusaha bersikap nyaman dengan perilaku yang membantu klien
yaitu tidak terlalu rileks atau terlalu tegang.
3. Respek
Dalam konteks penolongan, respek digunakan dalam artian yang lebih
tidak bersyarat. Egan (1990 hlm.65) merumuskan respek sebagai
menghargai orang hanya karena mereka adalah manusia. Rumusan ini
mengatakan bahwa respek harus tetap konsisten dan tidak dipengaruhi
oleh pikira, perasaan dan perilaku orang lain. Gaya hidup klien bias
berbeda dengan gaya hidup konselor dan kadang-kadang bias tidak sesuai
dengan nilai-nilai si kosnelor tetapi konselor yang efektif akan mengenali
perbedaan-perbedaan ini dan tidak menghakimi klien untuk perbedaan-
perbedaan tersebut. Sikap yang tidak menghakimi ini kaan membantu
membentuk suatu hubungan yang terasa aman, hangat dan penuh
penerimaan bagi klien.

7
4. Kerahasiaan
Kerahasiaan adalah suatu sifat mendasar dari hubungan konseling.
Bias dimengerti bahwa orang cenderung tidak membuka rahasia kepada
orang lain kecuali mereka mempunyai harapan bahwa apa yang mereka
buka tidak akan disebarkan lebih jauh. Hubungan konseling pada dasarnya
bersifat rahasia. Ini tampaknya merupakan tugas dari bidan yang
menggubakan keterampilan konseling, tetapi pada praktiknya ada batsan-
batasan tanggung jawab konselor dalam hal ini. Jika klien dalam bahaya
menyakiti dirinya sendiri atau orang lain, maka bidan mempunyai
kewajiban untuk membocorkan rahasia. Dyrdn dan Feltham (1992)
menkankan bahwa konselor harus membuat klien menyadari sifat dan
bats-batas kerahasiaan pada awal konseling, ini bias tampak sebagai suatu
yang tidak enak untuk dilakukan karena khawatir dapat menakutkan klien,
tetapi jika tidak dilakukan maka kemungkinan yang bias terjadi akan jauh
lebih sulit untuk ditangani.
Penting bagi para konselor untuk dengan jelas mengetahui sifat,
tujuan, dan batasan dari kerahasiaan di dalam pekerjaan mereka dan
bahwa mereka tidak memberi pesan yang keliru kepada klieb dalam hal
ini.
B. Tujuan Konseling
Hubungan konseling bukanlah tujuan tetapi suatu cara untuk mencapai
tujuan. Bagaimana pun kita semua menghargai perhatian dan pengertian dari
orang lain, tetapi ini tidak boleh menjadi alasan utama untuk konseling.
Hubungan konseling hanya akan efektif jika ia tidak diterjemahkan ke dalam
hidup yang lebih efektif pada pihak klien. Sebagai hasil langsung dari
hubungan konseling, harus terjadi sesuatu di luar hubungan itu.
1. Memampukan orang lain untuk menghidupi hidup yang lebih memuaskan.
2. Menyediakan sebuah lingkungan yang membantu orang lain untuk
membantu dirinya sendiri.

8
3. Memberdayakan orang lain untuk hidup lebih menggunakan sumber
dayanya sendiri dan lebih mandiri.
4. Membantu orang lain untuk menangani masalah mereka.
5. Membantu orang lain untuk mengembangkan sumber daya dan
kesempatan mereka yang belum digunakan.
6. Memampukan orang lain untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang
telah berubah.
C. Kapan Dilakukan Konseling
konseling merupakan proses interaksi atau komunikasi oleh seorang psikolog
pada kliennya untuk membantu mengklarifikasi dan menyelesaikan masalah
klien. Permasalahan yang biasa dialami atau dikeluhkan dalam proses
konseling ini adalah masalah mengenai suatu hubungan antara dua individu
atau lebih yang memberikan dampak depresif atau tekanan pada individu.
D. Kegiatan Selama Konseling
Lima langkah atau tahap dalam konseling adalah sebagai berikut (YPKP
Depkes RI& IBI,2006)
1. Membina hubungan melalui membangun rapport-tahap awal
Membina hubungan yang ramah, dapat dipercaya, dan menjamin
kerahasiaan.
a. Mengucapkan salam
b. Mempersilakan klien duduk
c. Menciptakan situasi yang membuat kllie merasa nyaman.
2. Identifikasi masalah
Bebrapa klien mungkin akan menyampaikan secara langsung
permasalahannya saat konselor menanyakan maksud dan tujuan klien
mendatangi konselor. Namun tidak jarang, konselor harus menggunakan
keterampilan untuk mampu menangkap permasalahan yang dihadapai dari
cerita/ penjelasan klien. Selama identifikasi masalah, konselor harus
menjadi pendengar yang baik dan mengamati tanda-tanda nonverbal.
3. Penyelesaian masalah

9
Berikan informasi setepat dan sejelas mungkin sesuai dengan persoalan
yang diajukan, termasuk sebagai alternative jalan keluar. Hindari
memberikan informasi yang tidak dibutuhkan klien.
4. Pengambilan keputusan
Mendorong dan membantu klien untuk menentukan jalan keluar atas
persoalan yang dihadapinya.
5. Menutup/ menunda konseling
Bila klien terlihat puas, ucapkan salam penutup. Bila diskusi dengan klien
belum selesai dank lien belum mampu mengambil keputusan, tawarkan
klien untuk mengatur pertemuan selanjutnya.
2.4 Materi Kesehatan Pada Ibu Postpartum
1. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas antara lain sebagai berikut:
a. Nutrisi dan Cairan
Nutrisi yang di konsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori.
Kalori bagus untuk proses metabolisme tubuh, kerja organ tubuh, proses
pembentukan asi . Wanita dewasa memerlukan 2.200 kalori, ibu menyusui
memerlukan kalori pada 6 bulan pertama kemudian + 500 kalori bulan
selanjutnya. Sedangkan Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam
proses metabolisme tubuh, minumlah cairan cukup untuk membuat tubuh
ibu tidak dehidrasi. Asupan tablet tambah darah dan zat besi diberikan
sampai 40 hari postpartum, minum kapsul Vit A (200.000 unit)
(Marmi,2011)
Pemenuhan gizi ibu menyusui,antara lain :
1) Mengkonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori.
2) Makan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan
vitamin yang cukup.
3) Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusu).

10
4) Pil zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin.
5) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI nya (Marmi, 2011)
b. Ambulasi
Persalinan merupakan proses yang melelahkan, itulah mengapa ibu
disarankan tidak langsung turun ranjang setelah melahirkan karena dapat
menyebabkan jatuh pingsan akibat sirkulasi darah yang belum berjalan
baik. Pada persalinan normal jika gerakannya tidak terhalang oleh
pemasangan infuse atau kateter dan tanda-tanda vitalnya memuaskan,
biasanya ibu diperbolehkan pergi ke wc dengan dibantu satu atau dua jam
setelah melahirkan secara normal (Marmi,2011)
c. Eliminasi
Buang air kecil (BAK). Dalam 6 jam pertama post partum, ibu sudah
harus dapat buang air kecil, karena semakin lama urine tertahan dalam
kandung kemih maka dapat mengakibatkan kesulitan pada organ
perkemihan, misalnya infeksi.
Buang air besar (BAB). Dalam 24 jam pertama ibu setelah melahirkan
sudah harus dapat buang air besar karena semakin lama feses tertahan
dalam usus maka akan semakin sulit baginya untuk buang air besar secara
lancar karena feses yang tertahan dalam usus semakin lama akan
mengeras karena cairan yang terkandung dalam feses akan selalu terserap
dalam usus (Sulistyawati,2009)
d. Kebersihan Diri (Personal Hygiene)
1) Personal Hygiene
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu untuk menjaga
kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal 2 kali sehari
Bagian-bagian paling utama di bersihkan adalah putting susu dan
daerah payudara lain nya (Walyani,2015).

11
2) Perineum
Menganjurkan ibu merawat perineum atau alat genetalianya dengan
baik dengan menggunakan antiseptik dan selalu diingat bahwa
membersihkan perineum dari arah depan kearah belakang. Anjurkan
kebersihan seluruh tubuh.
a) Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan
daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan kebelakang, baru
kemudian dibersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan pada ibu
untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang air kecil/besar.
b) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya 2 kali seh, kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci
dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari atau di setrika.
c) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air yang
mengalir, sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminya.
d) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghind untuk menyentuh luka cebok dengan air
dingin atau cuci menggunakan sabun (Walyani,2015)
e. Istirahat
Setelah melahirkan ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup , istirahat
tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam
pada siang hari anjurkan ibu untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
(Walyani,2015)
f. Seksual
Secara fisik,aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jnya kedalam vagina
tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang hubungan
seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
setelah kelahiran (Sulistyawati,2009)
g. Keluarga Berencana

12
Pasangan harus menunggu sekurang kurang nya 2 tahun sebelum ibu
hamil kembali setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan
bagaiman mereka ingin merencanakan keluarganya. Tujuan dari
kontrasepsi adalah menghindari / mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan atara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut
(Asih,2016)
h. Latihan /Senam Nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu-ibu setelah melahirkan
setelah keadaan tubuhnya pulih kembali. Untuk mencapai hasil pemulihan
otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa nifas dilakukan (Sulistyawati,
2009).

2. Cara Menyusui yang Benar


Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi
dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar.
a. Posisi Badan Ibu dan Badan Bayi (DepKes RI, 2005)
1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai

2) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.

13
3) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara.
4) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
5) Dengan posisi seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis
dengan leher dan lengan bayi.
6) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat
bayi dengan lengan ibu.
b. Posisi Mulut Bayi dan Puting Susu Ibu (DepKes RI, 2005)
1) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang
dibawah (bentuk atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk
dan jari tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalang payudara)
Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan
cara menyentuh puting susu, menyentuh sisi mulut puting susu.

2) Tunggu samapi bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan


lidah ke bawah

14
3) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan
bahu belakang bayi bukan bagian belakang kepala.
4) Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadapan- hadapan
dengan hidung bayi.
5) Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit- langit mulut
bayi.
6) Usahakan sebagian aerola (kalang payudara) masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada diantarapertemuan langit- langit yang
keras (palatum durum) dan langit-langit lunak (palatum molle).
7) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak
dibawah kalang payudara.
8) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara
tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
9) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung
bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal itu tidak
perlu karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara dengan cara
menekan pantat bayi dengan lengan ibu
10) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus- elus
bayi
11) Cara Menyendawakan Bayi
a) Letakkan bayi tegak lurus bersandar pada bahu ibu dan perlahan-lahan
diusap punggung belakang sampai bersendawa.
b) Kalau bayi tertidur, baringkan miring ke kanan atau tengkurap. Udara
akan keluar dengan sendirinya.

15
c. Langkah – langkah Menyusui Yang Benar (DinKes, 2009)
1) Ibu mencucui tangan sebelum menyusui bayinya
2) Ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung tegak sejajar
punggung kursi dan kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
3) Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan
aerola sekitarnya
4) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung siku
ibu dan bokong bayi terletak pada lengan
5) Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu
tangan bayi dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi
menghadap ke payudara
6) Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
7) Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain
menopang dibawah serta tidak menekan puting susu atau areola.
8) Ibu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi sebelum
menyusui
9) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.
10) Ibu menatap bayi saat menyusui
11) Pasca Menyusui
a) Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan ke mulut
bayi melalui sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan ke bawah.
b) Setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
dioleskan pada putting susu dan aerola, biarkan kering dengan
sendirinya.
12) Menyendawakan bayi dengan :
a) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian
punggung ditepuk perlahan-lahan, atau
b) Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya di
tepuk perlahan-lahan.

16
13) Menganjurkan ibu agar menyusui bayinya setiap saat bayi
menginginkan (on demand)
d. Lama dan Frekuensi Menyusui (Purwanti, 2004)
1) Menyusui bayi tidak perlu di jadwal, sehingga tindakan menyusui
bayi dilakukan setiap saat bayi membutuhkan.
2) Asi dalam lambung bayi kosong dalam 2 jam.
3) Bayi yang sehat akan menyusu dan mengogongkan payudara
selama 5-7 menit.
e. Tanda- Tanda Posisi Bayi Menyusui yang Benar (DepKes RI, 2005)
1) Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu
2) Dagu bayi menempel pada payudara ibu
3) Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara
(payudara bagian bawah).
4) Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
5) Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
6) Sebagian besar areola tidak tampak
7) Bayi menghisap dalam dan perlahan
8) Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
9) Terkadang terdengar suara bayi menelan
10) Puting susu tidak terasa sakit atau lecet
Sebaiknya menyusui bayi secara non-jadwal (on demand) karena bayi
akan menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat
mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung
bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Untuk menjaga keseimbangan
besarnya kedua payudara, sebaiknya setiap kali menyusui harus dengan
kedua payudara dan diusahakan sampai payudara kosong agar produksi
ASI akan lebih baik.

17
3. Cara Mengeluarkan ASI dengan Mudah
a. Pemijatan (massage)
Pijatlah sel-sel produksi ASI dan saluran ASI mulai dari bagian atas
payudara. Dengan gerakan memutar, pijat payudara dengan menekannya
kearah dada.
b. Penekanan (stroke)
Tekanlah daerah payudara dari bagian atas hingga sekitar putting dengan
tekanan lembut, dengan jari-jari seperti menggelitik.
c. Mengguncang (shake)
Guncanglah daerah payudara dengan arah memutar. Gerakan gravitasi ini
akan membantu keluarnya ASI. Keseluruhan prosedur membutuhkan
waktu sekitar 20-30 menit :
a. Perahlah tiap payudra selama 5-7 menit
b. Pijat (massage), stroke, guncang (shake)
c. Perahlah lagi tiap payudara selama 3-5 menit
d. Pijat (massage), stroke, guncang (shake)
e. Perahlah lagi tiap payudara selama 2-3 menit
4. Penyimpanan ASI
a. Simpan ASI dalam botol atau gelas yang sudah disterilkan terlebih dahulu
dan tutup rapat-rapat.
b. Cantumkan jam dan tanggal ASI diperah
c. Lamanya ASI dapat bertahan ditempat penyimpanan :
1) Pada suhu ruangan/udara terbuka 6-8 jam
2) 4-8 jam dalam temperature ruangan (19o-25o C) bila kolostrum (susu
awal) masih bertahan selama 12 jam
3) 1-8 hari di lemari es (0o-4o C)
4) 2 minggu sampai 4 bulan salam freezer lemari es.
d. Meskipun bisa disimpan lama, ASI dianjurkan segera diberikan pada bayi
dalam waktu 2 hari atau 48 jam saja. Alasannya, karena jika disimpan

18
dilemari es selama 2 minggu, kemungkinan ada zat antibody yang mati
akibat udara dingin sehingga kualitas atau komposisi ASI dapat berubah.
e. Tidak boleh direbus atau dipanaskan diatas api karena zat-zat yang
terkandung di dalamnya dapat mati.
f. ASI cukup didiamkan beberapa saat di dalam suhu kamar agar tidak
terlalu dingin atau dapat direndam dengan cara merendam gelas/cangkir
tepat penyimpanan ASI di dalam mangkuk yang telah diisi air panas.
g. Berikan ASI perah dengan menggunakan sendok agar bayi tidak terbiasa
mengisap dengan dot dan jadi sulit menyusu pada payudara.
h. Ajarkan keterampilan ini pada anggota keluarga atau pengasuh yang akan
mengasuh bayi selama ibu bekerja.
2.5 Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu Yang bergabung kerena hubungan
darah perkahinan atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan
kebudayaannya (Efendi,1998). Keluarga juga diartikan sebagai sesuatu ikatan
atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan
jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang
sudah sendirian dengan atau tanpa anak. Baik anaknya sendiri atau adopsi dan
tinggal dalam sebuah rumah tangga (Suprajitno, 2004).
Menurut Depkes RI tahun 1988 yang dikutip oleh Efendy (1998). Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap
dalam keadaan saling tergantung.
A. Pengertian Konseling Keluarga
Menurut Golden dan Sherwood (dalam latipun, 2001) konseling keluarga
adalah metode yang dirancang dan difokuskan pada masalah-masalah keluarga
dalam usaha untuk membantu memecahkan masalah pribadi klien. Masalah ini
pada dasarnya bersifat pribadi karena dialami oleh klien sendiri. Akan tetapi,
konselor menganggap permasalahan yang dialami klien tidak semata disebabkan

19
oleh klien sendiri. Melainkan dipengaruhi oleh sistem yang terdapat dalam
keluarga klien sehingga keluarga diharapkan ikut serta dalam menggali dan
menyelesaikan masalah klien.
Berbeda halnya dengan Crane yang mendefinisikan konseling keluarga
sebagai proses pelatihan yang difokuskan kepada orang tua klien selaku orang
yang paling berpengaruh menetapkan sistem dalam keluarga. Hal ini dilakukan
untuk mengubah kepribadian atau karakter anggota keluarga yang terlibat akan
tetapi mengubah sistem keluarga melalui pengubahan Perilaku orang tua. Apabila
Perilaku orang tua berubah maka akan mempengaruhi anggota-anggota dalam
keluarga tersebut.
Konseling keluarga memandang keluarga sebagai kelompok tunggal yang
tidak dapat terpisahkan sehingga diperlukan sebagai satu kesatuan. Maksudnya
adalah apabila terdapat salah satu anggota keluarga yang memiliki masalah maka
hal ini dianggap sebagai symptom dari sakitnya keluarga, karena kondisi emosi
salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga.
Anggota keluarga yang mengembangkan symptom ini disebut sebagai “identifiled
patient” yang merupakan product dan contributor dari gangguan interpersonal
keluarga. Berdasarkan keterangan tersebut, Hasnida mendefinisikan konseling
keluarga sebagai suatu proses interaktif yang berupaya membantu keluarga
memperoleh keseimbangan homeostatis (kemampuan mempertahankan keluarga
dalam keadaan seimbang), sehingga anggota keluarga tersebut dapat merasa
nyaman.
B. Fungsi dukungan keluarga
Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi semua angota-
anggotanya. Caplan (1976) dalam Frietman (1998) penjelasan bahwa keluarga
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu
1. Dukungan informasi
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan penyebar informasi tentang
dunia.menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang
dapat mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah

20
dapat menekan munculnya suatu stressor karna informasi yang diberikan
dapat m enyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-
aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
informasi.
2. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan
validator identitas anggota keluaga diantaranya memberikan support,
penghargaan dan perhatian.
3. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan kongkrit,
diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan
minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
4. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek dari
dukungan emosional meliputi dan di wujudkan dalam bentuk adanya
kepercayaan, perhatian mendengarkan dan didengarkan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian konseling merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan
kepada ibu, yaitu dengan membantu memecahkan masalah yang dialami saat itu
melalui pengkajian simptoma biologis dan psikologis. Selain pemberian
konseling, kejadian depresi post partum ibu dapat dipengaruhi oleh karakteristik
ibu, seperti usia, pendidikan, dan pekerjaan. Konseling keluarga adalah metode
yang dirancang dan difokuskan pada masalah-masalah keluarga dalam usaha
untuk membantu memecahkan masalah pribadi klien. Masalah ini pada dasarnya
bersifat pribadi karena dialami oleh klien sendiri. Akan tetapi, konselor
menganggap permasalahan yang dialami klien tidak semata disebabkan oleh klien
sendiri. Melainkan dipengaruhi oleh sistem yang terdapat dalam keluarga klien
sehingga keluarga diharapkan ikut serta dalam menggali dan menyelesaikan
masalah klien.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangya referensi yang ada
hubungan dengan judul makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA
Amita D Nanda. 2019. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologi Pada Ny.T Hari Ke 6
Di Pmb Yuni Hartini,S.St Di Sukaharjo Pringsewu. Laporan Tugas Akhir.
Lampung: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah
Pringsewu Lampung
Asih, Yusari& Sunarsih,Hj. 2016.Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Dan Menyusui.
JakartaTimur : CV Trans Info Media.
Budisetyani, dkk.. (2016). Bahan Ajar Psikologi Konseling. Denpasar : Universitas
Udayana, Bali.
Ermawati Dalami, I. D. (2009). Konseling Dan Keperawatan Dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: CV.TRANS INFO MEDIA.
Juliane & Taufik. 2010.Komunikasi Trapeutik dan Konseing dalam Praktik
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas’’peuperium care’’. Yogyakarta :
Penerbit Pustaka Pelajar.
Purwoastuti, T.E dan Walyani E. S. (2015). Komunikasi dan Konseling Kebidanan.
Yogyakarta: Bari Press.
Sulistyawati, Ari. 2009.Asuhan Kebidanan Nifas padaIbuNifas. Yogyakarta: Penerbit
C.V Andi Offset.
Walyani, Siwi. Elisabeth&Purwoastuti, Endang. 2015. Asuhan KebidananMasa Nifas
&Menyusui. Yogyakarta : PustakaBaru Press.

23

Anda mungkin juga menyukai