DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
1. NURMA SARI HASAN 1814401059
2. SELVI ANDRIANI 1814401060
3. NADILA HIDAYAH 1814401063
4. ATIKA RAHMA AYU 1814401064
5. CYNDI ANDARNANTI 1814401067
6. MARTIN ALVIAN 1814401089
7. MERDALIANA 1814401092
D3 KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan / atau
kesehatan dalam kegiatan, program kesehatan harus mengutamakan peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan dan program kesehatan
diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan dan program kesehatan
diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan
dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.
Prospek perawat profesional di masa depan sangat ditentukan oleh banyak
faktor, mulai faktor keadaan kestabilan sosial-ekonomi-politik di Indonesia dan
faktor internal pada diri perawat sendiri.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses
membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara
kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan
lebih sederhana diajukan oleh Green dan para koleganya yang menulis bahwa
pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang
untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi
kesehatan.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat
Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau
perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan
Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal
jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang.
Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam
manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia,
tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
Menjadi seorang tenaga kesehatan (perawat) bukanlah hal yang mudah.
Seorang perawat harus siap fisik maupun mental, karena tugas seorang perawat
sangatlah berat. Di Indonesia ini jumlah perawat memang tidak sedikit, tetapi
untuk di pelosok daerah masih banyak masyarakat yang belum paham akan arti
dari profesi tenaga medis. perawat yang siap mengabdi di kawasan pedesaan,
artinya ia juga harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mudah
mengubah pola pikir ataupun kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses
pertolongan atau penyembuhan. Kehadiran tenaga medis dengan spesialisasi
melayani masyarakat di beberapa daerah terpencil merupakan hal yang baru
dan tidak mudah untuk beradaptasi dengan budaya dan kebiasaan masyarakat.
Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu
tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama dan status sosial
ekonomi seorang individu, keluarga atau sekelompok masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based harus terus diimbangi
dengan upaya-upaya pelayanan kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar
gedung maupun yang bersifat satelit pelayanan. Dengan demikian,
pembangunan kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk risiko
tinggi yang merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian.
Kelompok-kelompok penduduk inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan
pertolongan karena selain lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar
mereka jauh lebih sedikit.
Secara teori dan praktis, antropologi kesehatan sebagai ilmu akan
memberikan suatu sumbangan pada pelayanan kesehatan. Bentuk dasar
sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran, cara pandang atau bahkan
membantu dengan paradigma untuk menganalisis suatu situasi kesehatan. Oleh
karena itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Implikasi Antropologi
dalam Kehidupan di Masyarakat”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasud dengan Antropologi Kesehatan?
2. Bagaimana hubungan Antropologi kesehatan dengan keperawatan?
3. Bagaimanakah peranan Antropologi pada keperawatan?
4. Mengapa Antropologi berpengaruh pada praktik keperawatan?
5. Siapa saja yang berperan dalam praktik keperawatan?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang antropologi kesehatan menurut para ahli
2. Mengetahui tentang gambaran sosial budaya yang disini dijelaskan dengan
antropologi kesehatan dalam praktik keperawatan
3. Mengetahui pengaruh sosial budaya terhadap praktik keperawatan
4. Mengetahui penjelasan para ahli mengenai antropologi kesehatan,
keperawatan dan siapa saja yang berperan dalam praktik keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
Proses keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model). Geisser (1991). menyatakan bahwa proses keperawatan
ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise
Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien
tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma
budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah:
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti -
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien,
jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
A. Kesimpulan
Prospek sosial budaya terhadap Keperawatan adalah suatu proses pemberian
asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya dan menerapakan pelayanan keperawatan sesuai dengan latar belakang
budaya tanpa merugikan kesehatan atau melanggar prosedur asuhan
keperawatan.
Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks social budaya sangat
diperlukan untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh
perawat dengan klien.
Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang
budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya
klien.
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan
dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
B. Saran
Dengan mengetahui dan memahami tentang hubungan antropologi kesehatan
dengan praktik keperawatan, diharapkan setiap perawat mampu menerapkannya
dengan baik dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada setiap klien.
DAFTAR PUSTAKA