Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia akan dilahirkan, berkembang dan mati. Hal itu sudah menjadi
hukum alam, oleh karena itu peran kita sebagai perawat tidak hanya berperan
merawat pasien, tetapi kita harus dapat membimbing pasien menghadapi sekaratul
maut dan perawatan jenazah.
Untuk itu sebagai seorang perawat profesional, penting sekali kita
mengetahui tata cara membimbing pasien menghadapi sekaratul maut dan tata cara
perawatan jenazah baik itu kepada pasien yang beragama Islam, Kristen
Katolik/Protestan, Hindu, dan Budha dalam rangka pemberian pelayanan
kesehatan/perawatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang disampaikan dalam
makalah ini adalah tentang bimbingan pasien menghadapi sakaratul maut. dan
perawatan jenazah menurut agama.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Guna memenuhi tugas mata kuliah Agama TA.2002/2003.
1.2.2 Tujuan Khusus
- Dapat menambah pengetahuan perawat dalam memberikan
bimbingan kepada pasien dalam mengadapi sakaratul maut.
- Dapat menambah pengetahuan tentang “cara penyelenggaraan
jenazah”.

1.3 Pembahasan Masalah


Seperti yang kita ketahui peran perawat banyak sekali dalam menangani
pasien. Untuk itu dalam membahas masalah kami hanya membatasi tentang
bimbingan pasien mengahadapi sakaratul maut dan perawatan jenazah menurut
agama.

1
BAB II
BIMBINGAN PASIEN MENGHADAPI
SAKARATUL MAUT

Sebagai seseorang perawat kita harus bisa memberikan bimbingan kepada


pasien dalam menghadapi sakaratul maut supaya pasien dapat meninggal dengan
tenang dan damai.

2.1 Bimbingan Pasien Mengahdapi Sakaratul Maut Bagi Umat Islam


Mengajari kalimat thayyibah kepada orang yang hampir meninggal. Dari Abu
Said Al Khudry r.a. ia berkata, Rasulullah SAW bersabda :

“Talkinkanlah (ajarilah) orang-orang yang menghadapi kematian diantara


kalian (dengan kalimat) laa illaha illallah”. (H.R Tirmidzi)

Para ulama menyebutakan :


“Jika orang yang menghadapi saat kematian itu tidak mengatakan laa illaha
illallaah, maka orang yang berada di sekitarnya mengajari kalimat itu
dengan cara yang lembut, karena dikhawatirkan kalau-kalau kalimat ini di
tolaknya jika diajarkan dengan keras”.

Disunatkan mentalkinkan orang yang sedang menghadapi ajal, sebab ia pada


saat ini ditunjukan pada beberapa alam dan di hadapkan dengan berbagai keluh kesah
sehingga ia dikhawatirkan dapat menakutkan dan menjadikan lupa, sedangakan
laknat Allah terhadap hamba-Nya paling mudah terjadi disaat hamba itu berada
dalam keadaan begini. Maka kita hendaknya senantiasa memohonkan keselamatan
kepada Allah buat orang tersebut yang sedang berada dalam situasi yang gawat ini.

2
Mengucapkan kalimat thayylibah bagi seseorang yang menghadapi ajalnya
dan memberi pengaruh besar didalam pelepasan dosa-dosa dan peleburan segala
kejahatanya, sebab hal itu menjadi bukti nyata atas keyakinan hatinya dan ke’arifan
tentang kandungan maknanya, dimana saat itu segala hawa nafsu orang tersebut telah
melemah dan menjadi kendur, dan kerasukannya terhadap duniawi telah lenyap dan
kebanggaan atas kedudukanya telah musnah dan kesombongannya atas kedudukanya
telah musnah, kepopuleran dirinya menjadi hina di hadapan Tuhannya, pencipta,
pengasuh dan pemeliharaannya yang baik.
Ketulusan hatinya dalam mengucpkan kalimah thayyibah itulah yang
melepaskan adanya ketergantungan serta keterhubungan dengan yang lainnya. Dunia
telah keluar dari dalam jiwanya dan legalah hatinya untuk segera menghadapi
Tuhannya. Semua hawa nafsu telah padam berganti dengan keinginan yang keras
untuk memasuki alam akhirat. Dunia telah tertutup dalam pandangan yang telah
tertuju ke alam akhirat. Syahadat yang ikhlas itulah yang menjadi ukuran umat-Nya
yang mensucikan dirinya dari segala dosa, yang menyatakannya untuk dapat bertemu
dengan Tuhannya.
Andaikan syahadat ini sepenuh hati dan diucapkan seperti keadaan arang
yang menghadapi ajal, niscaya kehidupan yang ia jalani dan penjelasan tentang
datangnya hari kiamat, hisab, hasyr dan pembalasan. Dengan membacanya itu
menjadikan hatinya ingat kembali serta mengenang masalah yang bersangkut paut
dengan alam barzakh dan alam akhirat.

2.2 Bimbingan Pasien Menghadapi Sakaratul Maut Bagi Umat Hindu


 Memanggil sulinggih sejenis pendeta
 Menyanyikan lagu kematian supaya yang meninggal tidak ada halangan
jalannya menuju ke alam sana
 Mendo’akannya

2.3 Bimbingan Pasien Menghadapi Sakaratul Maut Bagi Umat Kristen


Katolik/Protestan
 Memanggil pastur/pendeta untuk memberikan sakramen imamat
(sakramen penebusan dosa) disertai dengan pengakuan dosa.

3
BAB III
PERAWATAN JENAZAH MENURUT AGAMA

3.1 Perawatan Jenazah Menurut Agama Islam


Menghadapi orang yang meninggal dunia :
1. Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka yang pertama kali dilakukan,
ialah memejamkan matanya dan mengatupkan mulutnya.
Rasulullah saw. Bersabda :

“Sesungguhnya ruh itu kalau diambil (direnggut), akan diikuti oleh


pandangan mata”. (Riwayat Muslim dan Ummu Salamah).

2. Apabila mayat itu berhutang, maka hendaklah ahli warisnya menyelesaikan


dengan segera.
3. Bila dia berwasiat, hendaklah segera dilaksanakan.
4. Hendaklah ditutup seluruh tubuhnya dengan kain.
5. Tidak ada halangan bagi keluarga dan handai tolan untuk mencium mayat
kerabat dan sahabatnya.
6. Rasulullah melarang umatnya meratapi mayat dan membolehkan mereka
meneteskan air matanya. Bagaimana beliau bersabda :

“Tidak termasuk umat kami orang yang menangis menampar pipinya,


merobek sakunya dan meratap-ratap sebagaimana ratapan orang-orang
jahiliyah”. (Riwayat Muslim dari Ibnu Mas’ud).

4
Beberapa Kewajiban Umat Islam terhadap Mayat seseorang Muslim.
1. Wajib ‘aini (fardhu’ ain) :
Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada setiap pribadi muslim yang
mukallaf (telah baleg dan berakal), seperti : salat fardhu yang lima, siyam
Ramadan dan lain-lain sebagainya.
2. Wajib Kifayah (fardhu kifa’ iy) :
Yaitu kewajiban yang dibebankan kepada Umat Islam, tetapi apabila sebagian
dari mereka ada yang melaksanakannya, maka terlepaslah kewajiban itu dari
yang lainnya.

3.1.1 Cara Memandikan Mayat


1. Letakan mayat itu di tempat yang tinggi, serta sunyi dari pandangan orang
ramai, selain orang-orang yang akan membantu pelaksanaanya, seperti
menuangkan air dan sebagainya.
2. Gantilah pakaian mayat itu dengan kain basahan, dan yang paling baik
adalah sarung, agar tidak mudah terbuka auratnya.
3. Setelah itu dudukankanlah mayat tersebut diatas ranjang atau balai-balai,
lalu sederhanakanlah pungguhnya pada sesuatu.
4. Sapulah perut mayat itu dan tekanlah sedikit, jika mayat itu tidak keadaan
hamil, seraya disiramkan dengan air yang bercampur harum-haruman.
5. Setelah sarung tangan ditanggalkan, siramlah tubuh mayat itu.
Mulailah dengan anggota wudhunya, serta anggota tubuhnya yang
sebelah kanan.
6. Mandikanlah mayat itu dengan ganjil, tiga, lima dan seterusnya.
7. Bila telah selesai memandikan mayat perempuan, jalinlah rambutnya tiga
pintal.
8. Terakhir sekali hendaklah memandikan mayat itu dikeringkan handuk,
kain yang tebal atau lain sebagainya.

Orang berhak memandikan mayat :


1. Jika mayat itu perempuan, maka yang berhak memandikannya adalah
kaum wanita demikian sebaliknya.

5
2. Istri lebih berhak memandikan suaminya, dan suaminya lebih berhak
memandikan istrinya.
3. Anak boleh memandikan kedua orang tuanya, demikian pula kedua orang
tua (Ibu/Bapak) boleh memandikan anaknya.

Mayat yang tidak boleh dimandikan :


Adapun mayat seseorang muslim yang gugur di medan pertempuran
dalam membela agama Allah, tidak boleh dimandikan, tidak dikafani
melainkan dengan pakaian yang berlumuran darah itu tidak pula disalatkan
hanya wajib dikubur saja.
Syuhada (orang mati syahid yang wajib harus mayatnya sebagai mana
mengurus mayat muslim lainnya, ialah :
1. Orang mati karena tha’un (wabah)
2. Orang mati karena tenggelam
3. Orang mati karena luka-lukanya (kecelakaan)
4. Orang mati karena sakit perut
5. Orang mati karena terbakar
6. Orang mati karena tertimpa reruntuhan sesuatu (tertimbun)
7. Orang mati karena melahirkan

3.1.2 Mengkafankan (Membungkus) Mayat


Mengkafankan mayat hukumnya fardu kifayah, jika mayat itu
seseorang muslim, tetapi jika mayat itu seseorang kafir, tidak ada kewajiban
yang dibebankan kepada umat Islam selain menguburkannya.

Cara mengafankan mayat :


1. Kain kafan hendaklah diambil dari pokok harta peninggalan mayat
tersebut.
2. Mengkafani mayat dengan baik, adalah dianjurkan dan sebagus-bagusnya
kain kafan adalah yang berwarna putih.
3. Kafan itu hendaknya sekurang-kurangnya sehelai kain yang menutupi
seluruh tubuh, lebih-lebih auratnya

6
4. Kafan yang paling baik adalah tiga helai kain untuk mayat laki-laki, dan
lima helai untuk mayat perempuan
5. Mengenakan harum-haruman seperti cendana, kasturi dan lain-lain pada
tubuh atau kafan mayat.
6. Terhadap orang yang meninggal dalam keadaan ihram, hendaknya
dikafankan sebagaimana pakaiannya sewaktu ihram, tidak ditutup
badannya dan tidak pula dikenakan harum-haruman. Adapun wanita tetap
dikafani sebagaimana mestinya, hanya dilarang mengenakannya dengan
harum-haruman.
7. Dilarang oleh syara’ berlebih-lebihan dalam mengkafankan mayat.

3.1.3 Menshalatkan Jenasah


Setelah mayat dimandikan, kemudian dikafankan dengan baik, maka
wajib dikafankan bagi umat Islam untuk mensahlatkan saudaranya sesama
muslim.
1. Dasar Hukumnya

“Karena hadis Jabir, bahwasanya seseorang laki-laki muslim meninggal


dunia, kemudian hal itu diadukan kepada Rasulullah saw. Beliau
bersabda “Salatkanlah (Jenazah) sahabatmu itu”. (HR. AL Hamzah
kecuali Tarmizi).

2. Syarat Menunaikan Salat Janazah


Syarat menunaikan salat jenazah adalah sama dengan yang lain yaitu :
a. Suci badan pakaian dan tempat salat dari handas atau najis.
b. Menghadap kiblat
c. Menutup aurat

7
3. Cara melaksakannya
Salat jenazah cukup dilakukan dengan berdiri tegak, dengan takbir 4 kali
dan mengangkat kedua tangan.
a. Takbir I : Membaca Al Fatinah
b. Takbir II : Membaca salawat atas nabi Muhammad SAW.
c. Takbir III : Membaca doa bagi si mayat

“Alla-hummaghfirlahu-warhamhu wa’a-fihi wa’fu ‘anhu wa-akrim


nuzulahu wa wassi’ madkhalahu waghsilhu bima-‘in wa-tsaljin wa
naqqihi”

d. Takbir IV : Membaca doa bagi yang hidup

“Alla-humma la-tahrimna-ajrahu-wala-taftinna-ba’dahu”

Dan apabila mayat masih bayi disunnahkan membacanya :

“Alla-hummaj’alhu lana salafan wa farathan wa dzahran”

e. Salam

“Assala-mu’alaikum wa rahmatullah-hi wa baraka-tuhu”

8
Persiapan sebelum pelaksaan salat jenasah adalah sebagai berikut :
1. Mayat itu hendaknya diletakkan disebelah kiblat orang-orang akan
mensalatkannya. Jika mayat itu laki-laki, Imam hendakdaklah berdiri
diarah kepalanya. Tetapi jika mayat itu perempuan, maka tempat
berdirinya Imam sejajar dengan pinggulnya (ditengah-tengah mayat
tersebut).
2. Bila mayat itu banyak, maka dijejerkan dihadapan orang yang
menshalatkan. Dengan urutan, yang paling dekat dengan imam adalah
mayat laki-laki dewasa, sesudah itu anak-anak, kemudian wanita.

3.1.4 Menguburkan Mayat


1. Sesudah selesai memandikan, mengkafani dan menshalatkan mayat
tersebut, maka wajiblah segera dikuburkannya, dengan diantar oleh
saudaranya sesama muslim dalam keadaan tenang, tanpa membaca
salawat, tahlil dan sebagainya.
2. Orang berkendaraan hendaklah mengikuti dibelakang jenazah, dan orang
yang berjalan kaki boleh berjalan dimana yang dia kehendaki.
3. Bagi orang yang tidak ikut mengantarkan jenazah itu, bila menyaksikan
jenazah diusung dihadapannya, hendaklah berdiri. Rasulullah saw.
Bersabda: “Bila mana kalian melihat atau diletakannya “. (Riwayat
Bukhari dan Muslim dari bin Rabi’ah).
4. Bila telah sampai kuburan, ucapkan salam kepada ahli kubur lepaskanlah
alas kaki dan jangan pula duduk diatas kuburan.
5. Kuburan itu hendaknya diperdalam dan dibuat lobang lahatnya
6. Rasulullah saw. Melarang umatnya menguburkan mayat takala terbit
matahari, tengah hari dan hampir terbenturnya matahari.
7. Bila telah sampai dikuburannya, masukanlah mayat tersebut dari arah
kaki kubur, dan hendaklah dua/tiga orang yang turun kedalam kubur
untuk meletakan mayat itu, dan dianjurkan pula bahwa yang akan turun
meletakannya, adalah orang yang tidak menggauli istrinya pada malam
hari sebelumnya. Kemudian pada waktu meletakannya hendaklah
membaca :

9
“Bismilla-hi-wa’ala-millati Rasu-lilia-h”

Artinya :
Dengan Asma Allah dan atas agama Rasulullah. (Riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Nasa’i dan disahkan oleh Hibban dari Ibnu ‘Umar).

8. Hadapkanlah mayat itu ke kiblat dan menurut amalan para sahabat, bahwa
diwaktu menguburkan mayat perempuan hendaklah ditutupi atasnya
dengan kain dan lain sebagainya.
9. Meninggikan kuburan, membina kuburan dan menjadikannya sebagai
masjid, adalah merupakan perbuatan yang telarang.
10. Meletakan batu diatas kubur sebagai tanda agar tidak diinjak-injak dan
diduduki orang adalah menurut sunnah Rasullah saw.
11. Apabila telah selesai menguburkannya hendaklah mendo’akannya.

3.1.5 Ta’ziyah (Mengunjungi Keluarga yang Kematian)


1. Apabila musibah menimpa dari seseorang, maka tidak ada ucapan yang
pantas diucapkan selain “Inna lilahi wa inna raji’un’.
2. Hendadaklah membawa makan dan lain-lain sebagainya kepada keluarga
mayat itu.

3.2 Perawatan Jenazah Menurut Agama Hindu


 Sebelum diadakan pembakaran sebelumnya dicari kan hari yang bagus
untuk upacara pembakarannya
 Jenazah sebelum dibakar dimandikan lalu diupacarai
 Sewaktu hari pembakaran diupacarakan lagi lalu abu jenazah diambil dan
dihanyutkan kelaut
 Dibuatkan manusia buatan menandakan bahwa raganya masih ada
(sebagai symbol)

10
 Di tempatkan di pura dalam dibawah dewa Siwa dan dewi Dunga.

3.3 Perawatan Jenazah Menurut Agama Kristen Katolik/Protestan


 Dimandikan oleh keluarga terdekat
 Memakaikan pakaian pengantin bagi pakaian wanita yang belum
menikah, bagi yang sudah menikah memakai pakaian kesayangan. Bagi
laki-laki memakai jas.
 Memanggilkan Pastur/Pendeta untuk mengadakan nisa pekuburan. Dalam
nisa tersebut Pastur atau Pendeta menceritakan riwayat hidup yang
meninggal sebelum mengadakan pemakuan peti keluarga terdekat diberi
kesempatan mencium jenazah untuk terkhir kalinya.
 Dimasukan kedalam liang lahat dan diberi air berkat lalu ditaburi bunga.
 Dido’akan setelah itu dikuburkan

11
BAB IV
KESIMPULAN

1. Perawat perlu megetahui tata cara membimbing pasien mengahdapi sakaratul


maut baik kepada pasien yang beragama Islam, Kristen, Hindu dan Budha
sesuai dengan tatacara agamanya masing-masing.
2. Bimbingan pasien dalam menghadapi sakaratul maut khusus bagi pasien
beragama Islam adalah diantaranya dengan mengajari kalimah thyyibah
kepada orang yang hampir meninggal
3. Bimbingan pasien ddalam mengahadapi sakaratul maut bagi agama Kristen
diantaranya dengan cara memanggil Pendeta/pastur
4. Bagi yang beragama hindu dengan cara memanggil sulinggih dan sejenis
Pendeta.
5. Perawat juga perlu mengetahui bagaimana tatacara perawatan jenazah baik
itu bagi pasien yang beragama Islam, Kristen, Hindu dan Budha sesuai
dengan tata cara agamanya masing-masing.
6. 5 (lima) hal yang wajib dilakukan bagi pasien yang beragama Islam
diantaranya :
 Memandikan
 Mengkafani
 Menshalatkan
 Menguburkan dan
 Ta’ziyah (mengunjungi keluarga yang meninggal).
7). Perawatan Jenazah antara agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha ada
banyak persamaan yaitu dipendidikan terlebih dahulu dan juga perbedaan.
Khusus bagi agama Hindu setelah dimandikan mayat dibakar sedang bagi
agama islam dan Kristen setelah dimandikan mayat di kuburkan.

12
BAB V
PENUTUP

Demikian makalah ini dibuat atas kerja sama dan dukungan dari rekan-rekan
kami ucapkan terima kasih karena tanpa bantuan dari semua pihak makalah ini akan
terlaksana, yang bertujuan untuk membina dan menciptakan seseorang perawat yang
professional dan menjadi tanggung jawab kita bersama.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah Harum, Dudung, Bimbingan Dzikir Orang Sakit dan Amalan


Menuju Husnul Khatimah, Jakarta, Kalam Mulia, 1995.

2. Syamsul H. Ums, Al Ubudiyah, 1996.

14

Anda mungkin juga menyukai