Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA TRAUMA GINJAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi


Dokter Stase Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing oleh :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad

Disusun Oleh :
Efa Anggraini, S.Ked
J510170019

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH IR. SOEKARNO SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018

3
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Gambaran Radiologi pada Trauma Ginjal

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi Dokter


Stase Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran
Disusun oleh :
Efa Anggraini, S.Ked
J510170019

Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing Ilmu Radiologi Bagian Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Nuhannadiyah Surakarta.
Pada hari ...............................................2018

Pembimbing
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (…………………….)

Dipresentasikan di hadapan
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (…………………….)

4
BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot


punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anteriornya; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ
yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem
urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal 1
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Mekanisme trauma dapat berupa trauma tumpul atau trauma tembus
(penetrating injury). Pada daerah pedesaan persentase trauma tumpul mencapai
90%-95%. Sementara di daerah perkotaan, trauma tembus meningkat hingga
18%.7
Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma organ
penting ainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma
tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.5

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL2


1. Makroskopis2

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium


(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati
dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga
disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12
hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7
cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat
kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya
antara 120-150 gram.

Gambar 1. Anatomi ginjal8

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke


dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar
dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari
pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang

6
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula


fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu


masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

Gambar 2. Gambaran normal CT-Scan ginjal2

7
2. Mikroskopis5

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan
diri keduktus pengumpul.

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat


sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter,
kandung kemih, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara
menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi
dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus
dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.

3. Vaskularisasi Ginjal2

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi


vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata
kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada
glomerulus.

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian


bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini

8
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu
volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi
aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik
yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus tetap.

4. Persarafan pada Ginjal2


Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

5. Fisiologi Ginjal2

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat


banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat
sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin
sebanyak 1-2 liter/hari.

Fungsi ginjal adalah

a)Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun,


b) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,

c)Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh

d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,


kreatinin dan amoniak.

9
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.

f)Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.

g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel


darah merah.

Tiga tahap pembentukan urine :


1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermiabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan
larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25%
dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma
atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman.
Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration
Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan
kapsula bowman, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowman serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas
namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2) Reabsorpsi.

Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non


elektrolit, elektrolit, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3) Sekresi.

10
Sekresi tubular melibatkan transpor aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

B. TRAUMA GINJAL5

Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot


punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah
anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-
organ yang mengitarinya. trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada
sistem urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada abdomen mencederai
ginjal. Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh
berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.

1. Penyebab Trauma3
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga
retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan
darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta
cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada
kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.

Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu


1. Trauma tajam

11
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul

Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian


atas atau pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di
Indonesia.

Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi


atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde
pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy.
Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens
trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah
diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .

Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal.


Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan,
kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.

Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.


Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga,
kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang
juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari
ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam
rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal
atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma


ginjal. Ginjal yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus
vertebrae, baik karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat
deselerasi. Kedua, trauma yang demikian dapat menyebabkan peningkatan
tekanan subcortical dan intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan
terjadinya ruptur. Yang ketiga adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.

12
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat
maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan
terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang
memiliki kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.

2. Derajat Trauma Ginjal3


Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan
pegangan dalam terapi dan prognosis.

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal


dibedakan menjadi (1) cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera pada
pedikel atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal
merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor
(derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.

Tabel 1. Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang


dimodifikasi oleh Federle4 :

Derajat Jenis kerusakan


 Kontusio ginjal.
 Minor laserasi korteks dan medulla tanpa
gangguan pada sistem pelviocalices.
Grade I
 Hematom minor dari subcapsular atau
perinefron (kadang kadang).
 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal.
 Laserasi parenkim yang berhubungan
dengan tubulus kolektivus sehingga terjadi
extravasasi urine.
 Sering terjadi hematom perinefron.
Grade II
 Luka yang terjadi biasanya dalam dan
meluas sampai ke medulla.
 10 – 15 % dari keseluruhan trauma
ginjal.
Grade III  Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal,

13
mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
 Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
 5 % dari keseluruhan trauma
ginjal
 Laserasi sampai mengenai kalikes ginjal.
Grade IV  Laserasi dari pelvis renal

 Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi


Grade V trombosis arteri renalis.
 Ginjal terbelah (shattered).

Gambar 3. Klasifikasi Trauma Ginjal4

3. Diagnosis2
Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat:

14
1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas
pada daerah itu.
2. Hematuria.
3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus
spinosus vertebra.
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas.

Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat


bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada
organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk
memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.

Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah


pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik
ataupun mikroskopik. Pada trauma mayor atau ruptur pedikel seringkali
pasien dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematom di daerah
pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin
pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan PIV karena usaha untuk
memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat
perdarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu perlu segera
dilakukan eksplorasi laparotomi untuk menghentikan perdarahan.

C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA TRAUMA GINJAL


Jenis pencitraan yang digunakan pada kasus trauma ginjal
1. Ultrasonografi (USG) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang apabila
diduga cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria
mikroskopik tanpa disertai syok. pemeriksaan usg ini dapat menemukan
adanya hemoperitoneum, kontusio parenkim ginjal atau hematoma
subkapsuler, parenkimal, perinephric. Dengan pemeriksaan ini dapat juga

15
diperlihatkan ada atau tidak robekan kapsul ginjal. namun USG masih terbatas
dalam menilai parenkim ginjal dibandingkan dengan CT scan.5 Pemeriksaan
USG pada ginjal dipergunakan :
i) Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis,kista,
massa atau pengkerutan ginjal) yang menunjukkan non.visualized
pada pemeriksaan IVU.
ii) Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau nefrostomi
perkutan (Purnomo, 2011).
Pada color Droppler ginjal dan arteri renalis, dapat menentukan adanya
penyempitan (stenosis) karena arteriosklerosis menyebabkan aliran darah ke
ginjal menurun.7

Gambar 4. USG truma ginjal menunjukan peningkatan echogenisitas dan


berkurang nya vaskularisasi dan hematom perirenal pada ginjal kanan
(panah).6

Gambar 5. USG trauma ginjal dengan gambaran hematom vaskularisasi


berkurang6
2. Pielografi intravena (IVP)1

16
IVP merupakan suatu tipe X-ray yang memvisualisasi ginjal dan ureter
setelah injeksi intravena bahan kontras. Setelah injeksi, kontras bergerak
melalui ginjal, ureter da vesica urinaria. Foto diambil dalam beberapa interval
waktu untuk melihat pergeraka in. IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk
dan struktur ginjal, ureter da vesika urinaria. Juga untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter dan vesica urinaria, pembesaran
prostat, trauma dan tumor.
Indikasi :
 Flank pain
 Hematuria
 Frequency
 Dysuria
 Suspected renal calculus
 Renal tumor
Kontras yang digunakan :
 Conray (Meglumine iothalamat 60%)
 Urografin 60 (76 mg%)
 Urografin 60-70 mg%
Resiko pemeriksaan :
 Resiko paparan radiasi sangat rendah
 Paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabka kecacatan
 Dapat menyebabkan alergi terhadap kontras
 Dapat menyebabkan gagal ginjal, terutama jika pasien mengkonsumsi
Glukophage (anti diabetik)
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan :
 Feses atau udara di kolon
 Aliran darah yang sedikit ke ginjal
 Barium di salura cerna dari prosedur sebelumnya
Persiapan :
 Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimum 2)

17
 Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk membersihkan
kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.
 Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemriksaa
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan.
 Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok
(mengurangi gangguan udara usus)
 Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dengan gas.
 Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement
 Skin test subkutan.
Pelaksanaan :
1. Pasie diminta mengosongkan kandung kemih
2. Dilakukan foto BNO
3. Injeksi kontras iv (setelah cek tensi dan tes alergi), beberapa saat dapat
terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual/muntah.
4. Diambil foto pada menit ke 5, 15, 30 dan 45
 Menit ke 5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelvicocalices (SPC)
 Menit ke 15 : menilai SPC sampai kedua ureter
 Menit ke 30 : menilai ureterovesico junction
 Menit ke 45 : menilai vesica urinaria

Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
single shot high dose intravenous urography (IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal.
Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.
Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan
pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU
sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk

18
staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien
dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan
pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien
hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan
eksplorasi.

Gambar 6. Kidney trauma. One-shot


intravenous pyelogram, normal. Ten-
minute radiograph taken after
intravenous contrast administration on a
patient with a stab wound to the back
shows normal kidneys and ureters
bilaterally.8

19
Gambar 7. Kidney trauma. Absent
nephrogram. Abdominal radiograph after
intravenous contrast administration in a
patient with hypotension after a motor
vehicle collision shows absent right
nephrogram.8

Gambar 8. Kidney trauma. Grade 5 renal


injury. Shattered kidney with renal vein
thrombosis (incomplete). Abdominal
radiograph after intravenous contrast
administration shows absent right
nephrogram.8
3. Intravenous Urografi (IVU)

20
Disebut sebagai Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelografi
(IVP). Pemeriksaan IVP adalah foto yang dapat mengambarkan keadaan sistem
urinaria melalui bahan kontras (dengan menyuntikkan bahan kontras dosis
tinggi ±2ml/kgBB) digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan
menilai keadaan ginjal kontralateral.5 Pemeriksaan IVU dilakukan apabila
diduga terdapat :3
i) Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal.
ii) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
makroskopik.
iii) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
mikroskopik dan disertai syok
IVU bukan lagi menjadi modalitas primer untuk menilai trauma ginjal,
namun IVU terbatas (one-shot IVP) dapat dilakukan pada pasien dengan
tingkat kestabilan buruk hingga tidak memungkinkan dilakukan CT scan.2
4. Retrograde Pyelografi cukup baik dalam penilaian integritas ureter dan
ureteropelvic junction ketika cidera tersebut di curigai. Namun tiak dapat
membantu dalam mengevaluasi cidera pada parenkim ginjal.5
5. Angiography pada penilaian trauma ginjal telah berkurang karena
sebagian besar trauma vaskuler dapat dinilai dengan CT. Namun, arteriografi
selektif ginjal dapat menunjukan lebih rinci mengenai letak anatomi cidera
vaskuler dibandingkan dengan CT. Arteriografi dengan embolisasi transkateter
dapat digunakan sebagai terapi non bedah pada pasien trauma ginjal dengan
hemodinamik stabil berhubungan dengan perdarahan yang sedang
berlangsung.5

Gambar 9. Angiografi trauma ginjal gambaran ekstravasasi


kontras vaskuler aktif6
6. CT-Scan

21
CT adalah teknik pencitraan dimana gambaran cross-sectional didapatkan
menggunakan sinar-x. Teknik ini menggambarkan perbedaaan organ solid
dengan lainnya termasuk proses patologik seperti tumor atau penumpukan
cairan. Ini juga membuat CT sangat sensitif mendeteksi jumlah lemak, kalsium
dan material kontras.5
Sama seperti radiografi polos, objek dengan densitas tinggi
menghasilkan pancaran sinar-x lemah karena itu terlihat lebih abu-abu terang
dibandingkan dengan objek dengan densitas rendah. Objek putih dan abu-abu
terang dikatakan sebagai attenuation tinggi, sedangkan objek hitam dan abu-
abu gelap dikatakan sebagai attenuation rendah.7
Keuntungan :
CT dapat digunakan untuk memeriksa semua area pada tubuh. CT merupakan
modalitas pilihan untuk pemeriksaan mediatinum dan paru bisa juga untuk
organ retroperitoneum, gangguan pada organ solid dan organ pelvik.
Pemeriksaan ini sangat bagus untuk mendeteksi kelainan tulang.7
Kekurangan :7
 Bahaya radiasi pengion
 Bahaya pemakaian zat kontras
 Peralatan tidak bisa dipindahtempatkan
 Harga relatif mahal
 Beberapa organ sulit divisualisasikan dengan CT, seperti fossa pituitary
dan fossa intrakranial posterior.

Gambar 10. ilustrasi fokal hematom intrarenal (kategori I)6

22
Gambar 11. Kontusio renal (kategori I) pada laki-laki 46 tahun trauma tumpul
abdomen. CT kontras fase nefrografi menunjukanfokal area dari penurunan
kontras di regio interpolar ginjal6

Gambar 12. ilustrasi hematom subcapsular (kategori I)6

Gambar 13. subscapular hematoma (kategori I) pada laki-laki 40 tahun


dengan trauma tumpul abdominal. Contrast-enhanced helical CT scan
menunjukan penumpukan cairan subcapsular (panah putih lurus), perataan
pada posterolateral contour ginjal kiri. terdpat laserasi korteks minimal

23
(panah hitam), serta subcutaneous emphysema pada sisi kiri punggung (panah
melengkung)6

Gambar 14. Ilustrasi laserasi kecil pada korteks6

Gambar 15. simpel laserasi ginjal (kategori I) pada wanita 30 tahun dengan
trauma tumpul ginjal. CT scan menunjukan laserasi kecil pada regio
interpolar ginjal kiri (panah putih), dengan hematom terbatas pada perinefrik.
sert terlihat sebuah laserasi hepar (panah hitam) dan hemoperitoneum pada
marrison pounch (kepala anak panah).6

24
Gambar 16. Ilustrasi infrak subsegmental.6

Gambar 17. infrak subsegmental pada ginjal (kategori I) pada laki-laki 57


tahun dengan trauma tumpul abdomen. CT Scan menunjukan pada regio
interpolar ginjal kanan penurunan atenuasi dengan bentuk irisan berbatas
tegas (panah putih). perhatikan juga adanya bukti hemoragik pada hilus
ginjal kanan (panah hitam)6

Gambar 18. Ilustrasi laserasi yang meluas ke medula tetapi tidak melibatkan
sistem pengumpulan.6
7. MRI7
MRI adalah teknik pencitraan yang menggunakan medan magnet dari
atom hidrogen untuk menghasilkan gambar.

Jika gambaran CT ditentukan dari densitas dan gambaran USG ditentukan


dari ekogenitas, maka gambaran MRI ditentukan oleh :

25
 Densitas proton
 Lingkungan kimia dari atom hidrogen (contohnya cairan bebas atau
lemak)
 Aliran (darah atau cairan ekstra seluler)
 Kerentanan magnetik
 Waktu relaksasi T1
 Waktu relaksasi T2

Keuntungan :
 Kontras jaringan lunak yang bagus
 Gambaran tulang yang berdekatan lebih jelas daripada CT
 Dapat menampilkan gambaran dalam berbagai potongan
 Sedikit radiasi pengion

Kekurangan :
 Harga sangat mahal
 Tidak bisa digunakan pada pasien yang memakai benda asing (alat pacu
jantung)
 Menurunkan sensitivitas pada beberapa keadaan (seperti mikrokalsifikasi
dan perdarahan akut)
 Detail tulang kurang bagus dibanding CT

D. PENATALAKSANAAN

1. MANAJEMEN NON-OPERATIF/KONSERVATIF3

Manajemen non-operatif semakin banyak dipertimbangkan untuk


pasien-pasien trauma ginjal. Semua kasus trauma ginjal grade 1 dan 2
dapat dirawat secara konservatif baik pada trauma tumpul atau trauma
tembus. Terapi pada trauma ginjal grade 3 telah menjadi kontroversi
selama bertahun-tahun. Mayoritas pasien dengan trauma ginjal grade 4 dan
5 datang dengan trauma penyerta dan akhirnya menjalani eksplorasi dan
tingginya angka nefrektomi.
Pasien trauma ginjal grade 4 dan 5 dapat dirawat konservatif dengan syarat
kondisi hemodinamik stabil. Ekstravasasi urin bukan indikasi mutlak
untuk dilakukan eksplorasi, dan umumnya dapat sembuh dengan
sendirinya. Jika derajat ekstravasasi makin berat dalam 48 jam dapat

26
dipertimbangkan insersi JJ stent. Pasien dengan hemodinamik stabil harus
dilakukan penilaian derajat trauma dengan lengkap untuk memastikan
luasnya trauma. Kasus luka tembak dengan kecepatan peluru yang rendah
atau luka tusuk kecil dapat dirawat dengan hasil yang dapat diterima.
Pendekatan klinis yang sistematis berdasarkan pada temuan klinis,
laboratorium, dan penunjang radiologi dapat meminimalisir angka negatif
eksplorasi.
2. MANAJEMEN- EKSPLORASI3
Secara keseluruhan eksplorasi dilakukan pada <10% kasus trauma ginjal
dan akan makin berkurang pada masa yang akan datang karena semakin
banyaknya pihak yang menganut pendekatan konservatif pada kasus
trauma ginjal. Tujuan utama eksplorasi adalah untuk mengontrol
pendarahan dan menyelamatkan ginjal. Mayoritas ahli menganjurkan
pendekatan transperitoneal (laporatomi). Akses pada pedikel ginjal lebih
baik dilakukan dengan pendekatan peritoneum parietal poterior, dengan
insisi di atas aorta, medial dari vasa mesenterica inferior.
Secara keseluruhan 13% pasien mengalami nefrektomi pada saat
eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat
shok dan score trauma yang berat. Pada kasus luka tembak, rekonstruksi
mungkin sulit dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi. Renorafi
merupakan teknik rekonstruksi yang umum dilakukan. Nefrektomi parsial
dapat dipertimbangkan jika ditemui jaringan yang non-viable. Penutupan
defek kolekting sistem dilakukan dengan penjahitan yang kedap-air,
beberapa ahli menganjurkan menutup defek kolekting sistem dengan
parenkim ginjal untuk hasil yang lebih baik. Jika kapsul ginjal tidak dapat
dipreservasi maka dapat dilakukan omental pedicle flap sebagai penutup
defek. Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase
retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin.
Semua trauma tembus harus dieksplorasi melalui pendekatan
transabdominal, agar dapat mengeksplorasi ginjal kontralateral dan
mengontrol trauma abdomen lainnya. Ginjal dieksplorasi dengan
membuka fascia gerota dan dinilai ada tidaknya pendarahan aktif, hamtom

27
perirenal yang meluas, atau kebocoran urin. Lakukan penilaian pada
hillum dan ureter bagian proksimal. Trauma tusuk dengan derajat 3 akan
mangalami perjalanan penyakit yang sulit untuk diprediksi dan dapat
mengalami komplikasi lambat dan operasi yang tertunda. Banyaknya
jaringan ginjal yang nonviable merupakan indikasi relatif untuk dilakukan
eksplorasi. Trauma pada organ vaskular ginjal jarang terjadi, biasanya
kasus ini berhubungan dengan trauma penyerta yang luas dan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Pada kasus trauma ginjal
bilateral dipertimbangkan untuk melakukan repair, pada kasus soliter dapat
dilakukan nefrektomi. Arteriografi dengan embolisasi untuk mengontrol
pendarahan merupakan alternatif untuk laparotomi. Banyak yang
melaporkan angka keberhasilan tindakan ini baik pada kasus trauma
tumpul atau trauma tembus.

28
BAB III
PENUTUP

Trauma ginjal adalah cidera pada organ ginjal yang disebabkan trauma
tumpul, tajam, dan iatrogenik. Skrining pasien trauma abdomen untuk melihat
adanya perdarahan, menentukan evaluasi pemeriksaan lanjutan. Diagnosis trauma
ginjal dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan dengan modalitas radiologi
yang sering dilakukan yaitu CT scan, dengan USG sebagai pemeriksaan awal
skrining untuk pasien trauma abdomen secara umum. Adapun modlitas lain yang
dapat digunakan pada asesmen trauma ginjal seperti intravena urografi,
angiografi, retrograde pyelografi, ultrasonografi, serta Magnetic resonan imaging.
Integrasi temuan pada pencitraan trauma ginjal dengn informasi klinis sangat
penting dalam mengembangkan rencana terapi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Malueka, Rusdy Ghazali. 2006. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia Press.


Yogyakarta.
2. Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2 Edisi 6. EGC. Jakarta.
3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi kedua. Jakarta: Sagung Seto; 2011.
4. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
5. Rasad, Sjahrial. 2009. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
6. Sandler M, Corl FM, Clark West. Imaging of renal trauma: A Comprehensive
review. J Trauma. 2001.
7. Tanagho A. Emil and Jack W. McAninch. Injuries to the genitourinary tract. In
McAninch, editor. Smith’s general urology. 17th Edition. United States of
America : Mc Graw Hill; 2008. p.278-93.
8. www.medscape.com. Diakses pada tanggal 23 Agustus 2013.

30

Anda mungkin juga menyukai