Pembimbing oleh :
dr. Abdul Aziz, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Efa Anggraini, S.Ked
J510170019
3
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Gambaran Radiologi pada Trauma Ginjal
Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing Ilmu Radiologi Bagian Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Nuhannadiyah Surakarta.
Pada hari ...............................................2018
Pembimbing
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (…………………….)
Dipresentasikan di hadapan
dr. Abdul Aziz, Sp. Rad (…………………….)
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.
7
2. Mikroskopis5
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron
terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan
diri keduktus pengumpul.
3. Vaskularisasi Ginjal2
8
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu
volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi
aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik
yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus tetap.
5. Fisiologi Ginjal2
9
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
2) Reabsorpsi.
3) Sekresi.
10
Sekresi tubular melibatkan transpor aktif molekul-molekul dari
aliran darah melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.
B. TRAUMA GINJAL5
1. Penyebab Trauma3
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga
retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan
darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta
cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada
kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
11
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
12
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat
maka kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan
terjadinya trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang
memiliki kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.
13
mungkin terdapat trombosis arteri
segmentalis.
Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
5 % dari keseluruhan trauma
ginjal
Laserasi sampai mengenai kalikes ginjal.
Grade IV Laserasi dari pelvis renal
3. Diagnosis2
Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat:
14
1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas
pada daerah itu.
2. Hematuria.
3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus
spinosus vertebra.
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau
kecelakaan lalu lintas.
15
diperlihatkan ada atau tidak robekan kapsul ginjal. namun USG masih terbatas
dalam menilai parenkim ginjal dibandingkan dengan CT scan.5 Pemeriksaan
USG pada ginjal dipergunakan :
i) Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis,kista,
massa atau pengkerutan ginjal) yang menunjukkan non.visualized
pada pemeriksaan IVU.
ii) Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau nefrostomi
perkutan (Purnomo, 2011).
Pada color Droppler ginjal dan arteri renalis, dapat menentukan adanya
penyempitan (stenosis) karena arteriosklerosis menyebabkan aliran darah ke
ginjal menurun.7
16
IVP merupakan suatu tipe X-ray yang memvisualisasi ginjal dan ureter
setelah injeksi intravena bahan kontras. Setelah injeksi, kontras bergerak
melalui ginjal, ureter da vesica urinaria. Foto diambil dalam beberapa interval
waktu untuk melihat pergeraka in. IVP dapat memperlihatkan ukuran, bentuk
dan struktur ginjal, ureter da vesika urinaria. Juga untuk mengevaluasi fungsi
ginjal, deteksi penyakit ginjal, batu ureter dan vesica urinaria, pembesaran
prostat, trauma dan tumor.
Indikasi :
Flank pain
Hematuria
Frequency
Dysuria
Suspected renal calculus
Renal tumor
Kontras yang digunakan :
Conray (Meglumine iothalamat 60%)
Urografin 60 (76 mg%)
Urografin 60-70 mg%
Resiko pemeriksaan :
Resiko paparan radiasi sangat rendah
Paparan radiasi selama kehamilan dapat menyebabka kecacatan
Dapat menyebabkan alergi terhadap kontras
Dapat menyebabkan gagal ginjal, terutama jika pasien mengkonsumsi
Glukophage (anti diabetik)
Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan :
Feses atau udara di kolon
Aliran darah yang sedikit ke ginjal
Barium di salura cerna dari prosedur sebelumnya
Persiapan :
Pemeriksaan ureum kreatinin (kreatinin maksimum 2)
17
Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laksansia untuk membersihkan
kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.
Pasien tidak diberi minum mulai jam 22.00 malam sebelum pemriksaa
untuk mendapatkan keadaan dehidrasi ringan.
Keesokan harinya pasien harus puasa, mengurangi bicara dan merokok
(mengurangi gangguan udara usus)
Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat untuk
mendistensikan lambung dengan gas.
Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement
Skin test subkutan.
Pelaksanaan :
1. Pasie diminta mengosongkan kandung kemih
2. Dilakukan foto BNO
3. Injeksi kontras iv (setelah cek tensi dan tes alergi), beberapa saat dapat
terjadi flushing, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual/muntah.
4. Diambil foto pada menit ke 5, 15, 30 dan 45
Menit ke 5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelvicocalices (SPC)
Menit ke 15 : menilai SPC sampai kedua ureter
Menit ke 30 : menilai ureterovesico junction
Menit ke 45 : menilai vesica urinaria
Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan
single shot high dose intravenous urography (IVU) sebelum eksplorasi ginjal.
Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60% ionic atau non ionic
yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan gambar abdomen 10 menit
kemudian. Untuk hasil yang baik sistol dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk
menghemat waktu kontras dapat disuntikkan pada saat resusitasi awal.
Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma.
Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan
pada trauma tembus bisa mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU
sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk
18
staging trauma parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien
dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan
pemeriksaa lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien
hemodinamik tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan
eksplorasi.
19
Gambar 7. Kidney trauma. Absent
nephrogram. Abdominal radiograph after
intravenous contrast administration in a
patient with hypotension after a motor
vehicle collision shows absent right
nephrogram.8
20
Disebut sebagai Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelografi
(IVP). Pemeriksaan IVP adalah foto yang dapat mengambarkan keadaan sistem
urinaria melalui bahan kontras (dengan menyuntikkan bahan kontras dosis
tinggi ±2ml/kgBB) digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan
menilai keadaan ginjal kontralateral.5 Pemeriksaan IVU dilakukan apabila
diduga terdapat :3
i) Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal.
ii) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
makroskopik.
iii) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
mikroskopik dan disertai syok
IVU bukan lagi menjadi modalitas primer untuk menilai trauma ginjal,
namun IVU terbatas (one-shot IVP) dapat dilakukan pada pasien dengan
tingkat kestabilan buruk hingga tidak memungkinkan dilakukan CT scan.2
4. Retrograde Pyelografi cukup baik dalam penilaian integritas ureter dan
ureteropelvic junction ketika cidera tersebut di curigai. Namun tiak dapat
membantu dalam mengevaluasi cidera pada parenkim ginjal.5
5. Angiography pada penilaian trauma ginjal telah berkurang karena
sebagian besar trauma vaskuler dapat dinilai dengan CT. Namun, arteriografi
selektif ginjal dapat menunjukan lebih rinci mengenai letak anatomi cidera
vaskuler dibandingkan dengan CT. Arteriografi dengan embolisasi transkateter
dapat digunakan sebagai terapi non bedah pada pasien trauma ginjal dengan
hemodinamik stabil berhubungan dengan perdarahan yang sedang
berlangsung.5
21
CT adalah teknik pencitraan dimana gambaran cross-sectional didapatkan
menggunakan sinar-x. Teknik ini menggambarkan perbedaaan organ solid
dengan lainnya termasuk proses patologik seperti tumor atau penumpukan
cairan. Ini juga membuat CT sangat sensitif mendeteksi jumlah lemak, kalsium
dan material kontras.5
Sama seperti radiografi polos, objek dengan densitas tinggi
menghasilkan pancaran sinar-x lemah karena itu terlihat lebih abu-abu terang
dibandingkan dengan objek dengan densitas rendah. Objek putih dan abu-abu
terang dikatakan sebagai attenuation tinggi, sedangkan objek hitam dan abu-
abu gelap dikatakan sebagai attenuation rendah.7
Keuntungan :
CT dapat digunakan untuk memeriksa semua area pada tubuh. CT merupakan
modalitas pilihan untuk pemeriksaan mediatinum dan paru bisa juga untuk
organ retroperitoneum, gangguan pada organ solid dan organ pelvik.
Pemeriksaan ini sangat bagus untuk mendeteksi kelainan tulang.7
Kekurangan :7
Bahaya radiasi pengion
Bahaya pemakaian zat kontras
Peralatan tidak bisa dipindahtempatkan
Harga relatif mahal
Beberapa organ sulit divisualisasikan dengan CT, seperti fossa pituitary
dan fossa intrakranial posterior.
22
Gambar 11. Kontusio renal (kategori I) pada laki-laki 46 tahun trauma tumpul
abdomen. CT kontras fase nefrografi menunjukanfokal area dari penurunan
kontras di regio interpolar ginjal6
23
(panah hitam), serta subcutaneous emphysema pada sisi kiri punggung (panah
melengkung)6
Gambar 15. simpel laserasi ginjal (kategori I) pada wanita 30 tahun dengan
trauma tumpul ginjal. CT scan menunjukan laserasi kecil pada regio
interpolar ginjal kiri (panah putih), dengan hematom terbatas pada perinefrik.
sert terlihat sebuah laserasi hepar (panah hitam) dan hemoperitoneum pada
marrison pounch (kepala anak panah).6
24
Gambar 16. Ilustrasi infrak subsegmental.6
Gambar 18. Ilustrasi laserasi yang meluas ke medula tetapi tidak melibatkan
sistem pengumpulan.6
7. MRI7
MRI adalah teknik pencitraan yang menggunakan medan magnet dari
atom hidrogen untuk menghasilkan gambar.
25
Densitas proton
Lingkungan kimia dari atom hidrogen (contohnya cairan bebas atau
lemak)
Aliran (darah atau cairan ekstra seluler)
Kerentanan magnetik
Waktu relaksasi T1
Waktu relaksasi T2
Keuntungan :
Kontras jaringan lunak yang bagus
Gambaran tulang yang berdekatan lebih jelas daripada CT
Dapat menampilkan gambaran dalam berbagai potongan
Sedikit radiasi pengion
Kekurangan :
Harga sangat mahal
Tidak bisa digunakan pada pasien yang memakai benda asing (alat pacu
jantung)
Menurunkan sensitivitas pada beberapa keadaan (seperti mikrokalsifikasi
dan perdarahan akut)
Detail tulang kurang bagus dibanding CT
D. PENATALAKSANAAN
1. MANAJEMEN NON-OPERATIF/KONSERVATIF3
26
dipertimbangkan insersi JJ stent. Pasien dengan hemodinamik stabil harus
dilakukan penilaian derajat trauma dengan lengkap untuk memastikan
luasnya trauma. Kasus luka tembak dengan kecepatan peluru yang rendah
atau luka tusuk kecil dapat dirawat dengan hasil yang dapat diterima.
Pendekatan klinis yang sistematis berdasarkan pada temuan klinis,
laboratorium, dan penunjang radiologi dapat meminimalisir angka negatif
eksplorasi.
2. MANAJEMEN- EKSPLORASI3
Secara keseluruhan eksplorasi dilakukan pada <10% kasus trauma ginjal
dan akan makin berkurang pada masa yang akan datang karena semakin
banyaknya pihak yang menganut pendekatan konservatif pada kasus
trauma ginjal. Tujuan utama eksplorasi adalah untuk mengontrol
pendarahan dan menyelamatkan ginjal. Mayoritas ahli menganjurkan
pendekatan transperitoneal (laporatomi). Akses pada pedikel ginjal lebih
baik dilakukan dengan pendekatan peritoneum parietal poterior, dengan
insisi di atas aorta, medial dari vasa mesenterica inferior.
Secara keseluruhan 13% pasien mengalami nefrektomi pada saat
eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan riwayat
shok dan score trauma yang berat. Pada kasus luka tembak, rekonstruksi
mungkin sulit dilakukan sehingga dibutuhkan nefrektomi. Renorafi
merupakan teknik rekonstruksi yang umum dilakukan. Nefrektomi parsial
dapat dipertimbangkan jika ditemui jaringan yang non-viable. Penutupan
defek kolekting sistem dilakukan dengan penjahitan yang kedap-air,
beberapa ahli menganjurkan menutup defek kolekting sistem dengan
parenkim ginjal untuk hasil yang lebih baik. Jika kapsul ginjal tidak dapat
dipreservasi maka dapat dilakukan omental pedicle flap sebagai penutup
defek. Pada semua kasus, direkomendasikan penggunaan drainase
retroperitoneal untuk mengalirkan kebocoran urin.
Semua trauma tembus harus dieksplorasi melalui pendekatan
transabdominal, agar dapat mengeksplorasi ginjal kontralateral dan
mengontrol trauma abdomen lainnya. Ginjal dieksplorasi dengan
membuka fascia gerota dan dinilai ada tidaknya pendarahan aktif, hamtom
27
perirenal yang meluas, atau kebocoran urin. Lakukan penilaian pada
hillum dan ureter bagian proksimal. Trauma tusuk dengan derajat 3 akan
mangalami perjalanan penyakit yang sulit untuk diprediksi dan dapat
mengalami komplikasi lambat dan operasi yang tertunda. Banyaknya
jaringan ginjal yang nonviable merupakan indikasi relatif untuk dilakukan
eksplorasi. Trauma pada organ vaskular ginjal jarang terjadi, biasanya
kasus ini berhubungan dengan trauma penyerta yang luas dan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Pada kasus trauma ginjal
bilateral dipertimbangkan untuk melakukan repair, pada kasus soliter dapat
dilakukan nefrektomi. Arteriografi dengan embolisasi untuk mengontrol
pendarahan merupakan alternatif untuk laparotomi. Banyak yang
melaporkan angka keberhasilan tindakan ini baik pada kasus trauma
tumpul atau trauma tembus.
28
BAB III
PENUTUP
Trauma ginjal adalah cidera pada organ ginjal yang disebabkan trauma
tumpul, tajam, dan iatrogenik. Skrining pasien trauma abdomen untuk melihat
adanya perdarahan, menentukan evaluasi pemeriksaan lanjutan. Diagnosis trauma
ginjal dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan dengan modalitas radiologi
yang sering dilakukan yaitu CT scan, dengan USG sebagai pemeriksaan awal
skrining untuk pasien trauma abdomen secara umum. Adapun modlitas lain yang
dapat digunakan pada asesmen trauma ginjal seperti intravena urografi,
angiografi, retrograde pyelografi, ultrasonografi, serta Magnetic resonan imaging.
Integrasi temuan pada pencitraan trauma ginjal dengn informasi klinis sangat
penting dalam mengembangkan rencana terapi.
29
DAFTAR PUSTAKA
30