ILMU SARAF
MENINGOENSEFALITIS
Pembimbing :
dr. Dian Maria Pia, Sp.S
Penyusun :
Denis Galuh Priambodo 2017.04.2.0036
Desy Andriyani 2017.04.2.0037
Devinta Akhlinianti 2017.04.2.0038
Diah Kusuma Arumsari 2017.04.2.0039
Dian Riftya Rahmawati 2017.04.2.0040
Diana Hardiyanti 2017.04.2.0041
Dilino Ryan Guntoro 2017.04.2.0042
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA BAGIAN ILMU SARAF
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
BAGIAN ILMU SARAF
MENINGOENSEFALITIS
Oleh:
Pembimbing :
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
parasit. Untuk bisa menegakkan diagnosa dengan tepat, maka
pemahaman dokter tentang penyakit ini sangat dibutuhkan.
Prognosis penyakit ini juga didukung oleh ketepatan dan kecepatan
dokter dalam memberikan terapi yang sesuai.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Meningens
3
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter
berbentuk bulan sabit yang menutupi fossa crania
posterior. Septum ini menutupi permukaan atas
cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri.
4
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus,
yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan durameter.
Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang potensial yaitu
spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid
yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh
arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian dalam. Dinding
subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih.
Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus
membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian
jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan dalam cavum
subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke otak menuju
cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piamater
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-
sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini
merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri
atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui pemmbuluh
darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang
berakhir sebagai end feet dalam piameter untuk membentuk
selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk mencegah masuknya
bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius
dan quartus dan menyatu dengan ependyma membentuk plexus
5
choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan quartus
(Fitzgerald MJ, 2007).
2.1.2 Encephalon
6
Gambar 2.2 Bagian Otak
Sumber: http://brainconnection.positscience.com/topics/?main=gal/home
2.2 Definisi
7
riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau
18
virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak
kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan
sehingga disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama
meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel
subaraknoid menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan
respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang
mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-
gejala iritasi meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan
dengan ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat
menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus (Shulman,
1994 dan Slaven, 2007). Meningitis dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah
Mycobacterium tuberculosa, Toxoplasma gondii, Ricketsia dan
virus. Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan
piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa (Mansjoer,
Arif.,dkk, 2007).
8
2.3 Etiologi
9
10
11
Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak
langsung, titik ludah atau muntahan penderita, serta dikeluarkan
melalui urin penderita yang terinfeksi. Penularan Mumpsvirus
terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya
gejala klinik. Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita
agar terjadi penularan Mumpsvirus, bila dibandingkan dengan
penularan virus Measles atau Varicella-zoster (Soedarto, 2004).
Penyebab karena Togavirus dalam siklus biologiknya
membutuhkan invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya
nyamuk dan caplak. Infeksi pada manusia terjadi melalui gigitan
arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandung Togavirus. Manusia
adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain
yang patogenik terhadap berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci,
tikus, marmot, anak ayam dan kera. Virus ini mencapai otak melalui
saraf olfaktoris, kemudian menyebar dari sel ke sel sehingga
menimbulkan nekrosis neuron yang luas (Soedarto, 2004). Ensefalitis
virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa
disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus
Influenza, ECHO, Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang
belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para infeksiosa, yaitu
ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah
dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis epidemika,
Mononukleosis infeksiosa (Mardjono dan Priguna, S., 2009).
Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis
yang besar yaitu: di negara berkembang, penyebab terbesar yaitu
herpes simplex type-1 (HSV1), virus gondok, enterovirus, herpes
zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di Amerika Serikat
terdapat ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern
equine virus, Bunyavirus termasuk Virus Ensefalitis California. Di
Eropa Tengah dan Timur, Virus Ensefalitis Tick-born adalah endemis.
12
Herpes simpleks-type 2 merupakan penyebab penyakit paling banyak
pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis Jepang adalah penyebab
ensefalitis yang paling banyak. Virus Valley fever di Afrika dan Timur
tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia. Ensefalomieletis
pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering
dikaitkan dengan campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan
dengan infeksi Virus Epstein Barr, cytomegalovirus, coxsackie B,
Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi sangat rentan
dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang
lemah termasuk pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang
menjadi ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes zoster atau
Cytomegalovirus (Warlow C, 2006).
Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan
penyebaran hematogen dari infeksi di paru-paru. Penyebaran
hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding
dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang intrakranial, baik di
permukaan korteks maupun di arakhnoid dapat dibentuk
granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya berkembang
menjadi abses (Mardjono dan Priguna, S., 2009).
Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan
serebrospinal akan memperbanyak diri dengan cepat karena
ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada komplemen, antibodi
opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H. influenzae
eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk
memulai infeksi pada CSS. Bakteri Streptococcus dapat
menyebabkan meningitis pada semua kelompok umur, dan pada
penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen penyebab
yang paling sering (Shulman, 1994).
13
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi Meningitis
Sebagian besar kasus meningitis disebabkan oleh agen infeksi
yang telah menjajah atau membentuk infeksi lokal. Situs potensial
kolonisasi atau infeksi termasuk kulit, nasofaring, saluran pernapasan,
saluran gastrointestinal (GI), dan saluran genitourinari. Organisme
menginvasi submukosa di situs-situs ini dengan menghindari
pertahanan inang (misalnya, hambatan fisik, kekebalan lokal, dan
fagosit atau makrofag).
Agen infeksius (yaitu bakteri, virus, jamur, atau parasit)
dapat memperoleh akses ke SSP dan menyebabkan penyakit
meningeal melalui salah satu dari 3 jalur utama berikut:
• Invasi aliran darah (yaitu, bakteremia, viremia, fungemia,
atau parasitemia) dan penyemaian hematogen SSP
berikutnya
• Jalur retrograde neuronal (misalnya, penciuman dan saraf
perifer) (misalnya, Naegleria fowleri atau Gnathostoma
spinigerum)
• Penyebaran berdekatan langsung (misalnya, sinusitis,
otitis media, kelainan bawaan, trauma, atau inokulasi
langsung selama manipulasi intrakranial)
14
instrumentasi. Meningitis pada bayi baru lahir dapat ditularkan
secara vertikal, melibatkan patogen yang telah menjajah saluran
pencernaan atau genital ibu, atau secara horizontal, dari tenaga
perawat atau perawat di rumah.
Perluasan lokal dari infeksi ekstraserebral yang berdekatan
(misalnya, otitis media, mastoiditis, atau sinusitis) adalah penyebab
umum. Jalur yang mungkin untuk migrasi patogen dari telinga
tengah ke meninge meliputi yang berikut:
• Aliran darah
• Bidang jaringan yang dibentuk sebelumnya (mis. Fossa
posterior)
• Fraktur tulang temporal
• Membran jendela berbentuk oval atau bundar
15
bentuk yang kurang parah, penghalang pial tidak menembus, dan
parenkim yang mendasarinya tetap utuh. Namun, dalam bentuk
yang lebih parah dari meningitis bakteri, penghalang pial dilanggar,
dan parenkim yang mendasarinya diserang oleh proses inflamasi.
Dengan demikian, meningitis bakteri dapat menyebabkan
kerusakan kortikal luas, terutama jika tidak diobati.
Patofisiologi Encephalitis
Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP dan memperoleh jalan
masuk ke SSP baik dengan penyebaran hematogen atau melalui
perjalanan sepanjang jalur saraf (misalnya, virus rabies, HSV,
VZV). Etiologi infeksi virus lambat, seperti yang terlibat dalam
panencephalitis subakut terkait campak (SSPE). Begitu melewati
sawar darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, dengan gangguan
yang terjadi pada fungsi sel, kemacetan perivaskular, perdarahan,
16
dan respons inflamasi difus yang secara tidak proporsional
memengaruhi matter abu-abu di atas matter putih. Regio tropis
yang terkait dengan virus tertentu disebabkan oleh reseptor
membran sel neuron yang hanya ditemukan di bagian tertentu dari
otak, dengan patologi fokus yang lebih kuat di area ini. Contoh
klasik adalah predileksi HSV untuk lobus temporal inferior dan
medial.
Berbeda dengan virus yang menyerang gray matter secara
langsung, ensefalitis diseminata akut dan ensefalomielitis
postinfectious (PIE), paling umum karena infeksi campak dan terkait
dengan virus Epstein-Barr (EBV) dan infeksi CMV, adalah proses yang
dimediasi imun yang menghasilkan demielinasi multifokal. materi putih
perivenous (Howes, 2018)
2.5 Manifestasi Klinis
17
- Muntah (vomiting)
- Perubahan perilaku seperti kebingungan, mengantuk, dan
kesulitan bangun (changes in behavior such as confusion,
sleepiness, and difficulty waking up)
- Ruam yang khas biasanya terlihat pada beberapa jenis
meningitis.
- Tanda trias meningitis yaitu demam tinggi mendadak, sakit
kepala yang hebat, dan leher kaku/kaku kuduk;
18
Pada bayi, gejala meningitis atau ensefalitis dapat meliputi
demam, muntah, lesu, kekakuan tubuh, iritabilitas yang tidak dapat
dijelaskan, dan fontanela yang penuh atau menggembung.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesa
19
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
• Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak,
gondok dan rubella beresiko mengalami
meningoencephalitis viral
20
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya,
kaku kuduk, tanda kernig positif dan Brudzinski juga
positif)
21
dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan
defisit neurologis. Anak-anak dengan ensefalitis juga mungkin
memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti
fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease
(polio-like illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan
fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit
kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan
aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu mengidentifikasi jenis
virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West Nile, tanda-
tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam,
malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu
terdapat beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular,
ruam eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
22
digunakan untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena
lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis
biasanya umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90%
kasus. Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil,
atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Pada kasus
seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan
massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT
scan atau MRI kepala.
a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh
karena mengandung pus, nanah yang merupakan
campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan
yang mati dan bakteri.
b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi
peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai
limfositosis ringan, peningkatan protein, dan kadar
glukosa yang normal.
c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada
pemeriksaan cairan otak ditemukan adanya protein
meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, glukosa
menurun, klorida menurun
d. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba
meningoensefalitis yang diperiksa secara
mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit
amuba.
23
Tabel 2.2 Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada
beberapa gangguan sistem saraf pusat
24
2. Pemeriksaan darah
a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada
meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit
dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya
terdapat kenaikan jumlah leukosit. Gangguan elektrolit
sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia
dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic
Hormon) yang menurun.
b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit
meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang
dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah
leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering
positif.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI)
otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan
menunjukkan edema otak.
b. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan
dengan bukti disfungsi otak difus. Pemeriksaan
Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi
komponen ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan
menunjukkan aktivitas gelombang lambat, walaupun
perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin
normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus
parenkim atau kelainan fokal.
25
2.7 Diagnosa Banding
6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mumps
2.8 Tatalaksana
26
terapi hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam
pemberian cairan ini perlu dilakukan pengkajian yang sering utuk
memantau volume cairan yang diinfuskan untuk mencegah komplikasi
kelebihan cairan, seperti edema serebri. Pengobatan kemudian
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi dari proses
penyakit.
Terapi meningitis TB
Diberikan prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu
kemudian penurunan dosis (tapering-off) selama 8 minggu
sehingga pemberian prednison keseluruhan tidak lebih dari
2 bulan.
27
Terapi meningitis viral
Diberi anti emetik seperti ondansetron dosis dewasa 4-8 mg
IV tiap 8jam, dosis pediatrik 0,1 mg/kg IV lambat max 4
mg/dosis dan dapat diulang tiap 12 jam
Diberi antiviral seperti acyclovir, diberikan secepatnya ketika
didiagnosis herpetic meningoencephalitis, dosis dewasa 30
mg/kg IV tiap 8 jam Terapi meningitis jamur
Meningitis kriptokokus diobati dengan obat antijamur. Dapat
digunakan :
Flukonazol, obat ini tersedia dengan bentuk pil atau infus
Jika pasien intoleran dengan flukonazol dapat digunakan
dengan amfoterisin B dan kapsul flusitosin. Mempunyai efek
samping besar pada amfoterisin B, dapat diatasi dengan
pemberian ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B
dipakai.
Terapi suportive
Memelihara status hidrasi dengan larutan infuse elektrolit
dan oksigenasi
Direkomendasikan pemberian heparin 5000-10.000 unit
diberikan dengan pemberian cepat secara intravena dan
dipertahankan pada dosis yang cukup untuk
memperpanjang clotting time dan partial thromboplastin
time menjadi 2 atau 3 kali harga normal.
Untuk mengontrol kejang diberikan antikonvulsan,
contohnya Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
Jika demam diberikan Antipiretika : parasetamol atau
salisilat 10 mg/kg/dosis
28
Pada udem cerebri dapat diberikan osmotik diuretik atau
corticosteroid, tetapi hanya bila didapatkan tanda awal dari
impending herniasi.
2.9 Prognosis
29
membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea
belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan
pendengaran (Rudolp, et.al 2006).
30
BAB 3
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
and-Encephalitis-Information-Page (diakses tanggal 10
Februari 2019)
Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
edisi 15 vol 1. Jakarta : EGC, 2010.
Rudolp, M. Abraham,dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolp.
Vol.1.Kedokteran EGC, Jakarta.
33