Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

RHINOSINUSITIS

Oleh :

TUTI SELI SUGIARTI

NIM. 10101023

PEMBIMBING

Dr.Hj.YUHANA, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU KESEHATAN THT-KL RSUD SIAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Rhinosinusitis”. Referat
ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS pada ilmu kesehaan THT-KL
di RSUD Siak.

Selain itu saya juga mengucapkan Terima kasih kepada dr,Hj.Yuhana, Sp. THT-KL
dan segenap staff bagian THT-KL RSUD Siak atas bimbingan dan pertolongannya
selama menjalani kepanitraan klinik bagian THT-KL dan dapat menyelesaikan
penulisan dan pembahasan referat ini.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan
penulisan referat berikutnya.

Siak, 20 Oktober 2015

Penulis

Tuti Seli Sugiarti

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 2


DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

BAB I : Pendahuluan 4

BAB II : Tinjauan Pustaka 5

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI 5


2. DEFINISI 10
3. EPIDEMIOLOGI 10
4. FAKTOR RISIKO 11
5. ETIOLOGI 11
6. PATOGENESIS 12
7. MANIFESTASI KLINIS 14
8. KLASIFIKASI 15
9. DIAGNOSIS 15
10. DIAGNOSIS BANDING 18
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG 18
12. TATALAKSANA 20
13. KOMPLIKASI 24
14. PROGNOSIS 25
BAB III : Kesimpulan 26

BAB IV : Daftar Pustaka 27

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 3


BAB I
PENDAHULUAN

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.


Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. 1
Rhinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan
dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan
dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.
Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk
pengobatan rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa
angka kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri,
data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 2
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis
ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang
ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang
sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia
kurang lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-
anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan
5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis. 1, 2
Ada begitu banyak pemeriksaan untuk mendiagnosis sinusitis. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik sudah dapat mencurigai adanya sinusitis, tapi untuk memberikan
diagnosis yang lebih dini, maka diperlukan pemeriksaan radiologis. Pemeriskaan
radiologis dari sinusitis maksilaris sering menggunakan foto waters. 3
Kejadian rhinosinusitis mungkin akan terus meningkat prevalensinya.
Rhinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga
penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki
pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala, metode diagnosis dan
penatalaksanaan dari penyakit ini. 2

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI 3,4,5,6


Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di
dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga hidung. Secara
embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali
sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada
saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari dari sinus
etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari
bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai
besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.
Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan
ke dalam rongga hidung.
Gambar 1 : Anatomi sinus paranasal

https://paranasalsinuses.files.wordpress.com/
 Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat
dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 5


Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding
posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila, dinding medialnya
ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar
orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium
sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infindibulum etmoid. Dari segi klinik
yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
a) Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar
gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan
M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,
bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
b) Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita.
c) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,
sehingga drainase kurang baik, lagipula drainase juga harus
melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian
dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau
alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila
dan selanjutnya menyebabkan sinusitus.
 Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak
bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia
8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih
besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis
tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus
frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-
lekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 6


pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah
ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal. Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.
 Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etomid
seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di
bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang
menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral
os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita,
karenanya sering kali disebut sebagai sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius
dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan
konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih
besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari
perlekatan konka media.
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit,
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel
etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior
terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di
resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di
infundibulum dapat menyebabkan sisnusitis maksila. Atap sinus etmoid
yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 7


etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior
berbatasan dengan sinus sfenoid.

 Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi 2 cm , dalamnya 2.3 cm dan
lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid
akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak
sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak
sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa
serebri posterior di daerah pons.
 Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius,
ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus
etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks
ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel
etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
Gambar 2 : Anatomi kompleks ostio-meatal

http://www.aaaai.org/Aaaai/media/MediaLibrary/

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 8


Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai
fisiologi sinus paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal
ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat
pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang dicetuskan
mengenail fungsi sinus paranasal yakni :
a) Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini
ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang
definitive antara sinus dan rongga hidung.Lagipula mukosa sinus
tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa
hidung.
b) Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c) Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan berat sebesar 1%
dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak bermakna.
d) Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara
dan mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat,
posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi
sebagai resonator yang efektif.Lagipula tidak ada korelasi antara
resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat
rendah.
e) Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus
f) Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya
kecil dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun
efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 9


udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat
yang paling strategis.

2. DEFINISI 1
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut
rhinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus
paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat
sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata),
sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang
dahi).

3. EPIDEMIOLOGI 2,7
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan
dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan,
dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun.
Diperkirakan setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk
pengobatan rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan
bahwa angka kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di
Indonesia sendiri, data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola
penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di
rumah sakit.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan
sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih
jarang ditemukan. Pada anak hanya sinus maxilla dan sinus etmoid yang
berkembang sedangkan sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang
pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak
ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 10


kali per tahun dan diperkirakan 5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan
menimbulkan sinusitis.

4. FAKTOR RISIKO 1,3,8


Beberapa faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain ISPA
akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal
pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum
atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom
Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor predisposisi yang paling lazim adalah polip nasal yang
timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan
menyumbat sinus. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting
penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk
menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rhinosinusitisnya. Hipertrofi
adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

5. ETIOLOGI 1,8
Berbagai faktor infeksius dan nonifeksius dapat memberikan
kontribusi dalam terjadinya obstruksi akut ostium sinus atau gangguan
pengeluaran cairan oleh silia, yang akhirnya menyebabkan sinusitis. Penyebab
nonifeksius antara lain adalah rinitis alergika, barotrauma, atau iritan kimia.
Infeksi sinusitis akut dapat disebabkan berbagai organisme, termasuk
virus, bakteri, dan jamur. Virus yang sering ditemukan adalah
rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza. Bakteri yang sering
menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, dan Moraxella catarralis. Bakteri anaerob juga terkadang
ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan infeksi pada
gigi premolar. Sedangkan jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis
pada pasien dengan gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 11


yang mengancam jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah
dari spesies Rhizopus, Rhizomucor, Mucor, Absidia, Cunninghamella,
Aspergillus, dan Fusarium.

Penyebab sinusitis dibagi menjadi 3:


 Rhinogenik
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, deviasi
septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus
karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang
membengkak menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya
menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.
 Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar
sinus maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-
kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi
gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan
limfe.
Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila
kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas
berbau busuk. Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Branchamella catarhalis dan lain-lain.
 Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu
keadaan yang jarang ditemukan.Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan
dan radioterapi. Kondisi yang merupakan faktor predisposisi terjadinya
sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus, neutopenia, penyakit AIDS
dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang sering
menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies Aspergillus dan Candida.

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 12


6. PATOGENESIS 1,3,8
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi
bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostium sinus menjadi tersumbat,
yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya
tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus
yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostium), kerusakan pada silia, serta
kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan
oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran
pernapasan atas seperti Rhinovirus, Influenza A dan B, Parainfluenza,
Respiratory syncytial virus, Adenovirus dan Enterovirus. Sekitar 90 % pasien
yang mengalami ISPA memberikan bukti gambaran radiologis yang
melibatkan sinus paranasal.
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya edema pada
dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan
atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase
dalam sinus. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, juga menyebabkan
menurunya patensi ostium sinus. Virus yang menginfeksi tersebut dapat
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus
dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan
silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih
kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri
patogen.
Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya
akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia,
udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, mediator inflamasi,
kontak antara dua permukaan mukosa, parut, atau primary cilliary dyskinesia
(Sindrom Kartagener).
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi
oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 13


sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk
berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan
mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat
disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi
sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.
Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar
gigi pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan problem
klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke
atas dan menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila diawali dengan
sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung.
Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan drainase sinus.
Keterlibatan antrum unilateral seringkali merupakan indikasi dari
keterlibatan gigi sebagai penyebab. Bila hal ini terjadi maka organisme yang
bertanggung jawab kemungkinan adalah jenis gram negatif yang merupakan
organisme yang lebih banyak didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri
gram positif yang merupakan bakteri khas pada sinus.Penyakit gigi seperti
abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan gambaran histologi yang
didominasi oleh bakteri gram negatif, karenanya menimbulkan bau busuk.
Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental akan memperberat
atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius tertutup oleh oedem
atau pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan hipertropi konka.
Akar gigi premolar kedua dan molar pertama berhubungan dekat
dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan
langsung dengan mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri
langsung dari akar gigi ke sinus dapat terjadi

7. MANIFESTASI KLINIS 1,3


Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik
seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa
di tempat lain (referred pain). nyeri pipi menandakan sinusitis maksila,

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 14


nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis
etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal, dan nyeri
di kepala yang mengarah ke vertex cranium menandakan sinusitis sfenoid.
Pada sinusitis maksila kadang-kadang terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-
nasal drip yang dapat menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan
sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang
hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Sakit kepala kronik
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
e. Ganguan telinga akibat sumbatan di muara tuba Eustachius

8. KLASIFIKASI 1,9
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila
gejalanya berlangsung kurang dari 12 minggu, sedangkan kronis berlangsung
lebih dari 12 minggu. Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis
dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut.
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus
paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita
sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor ditambah 2 kriteria minor.
Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi
ringan, sedang dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS)
(0-10) :
- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat = VAS >7-10
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan
dalam VAS jawaban dari pertanyaan: Berapa besar gangguan dari gejala
rinosinusitis saudara?

9. DIAGNOSIS 1,3,8

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 15


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Tabel 1 : Tanda dan gejala sinusitis

Rhinosinusitis task force, 1996

Berdasarkan lokasinya, diagnosis sinusitis dapat ditegakkan sebagai berikut :


1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis
maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas
yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat
nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan
perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk.

2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak,
seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis
didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila mata

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 16


digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.

3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda
hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa
nyeri bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah
sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.

4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan
oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.

 Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema,


pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior
tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus
superior. (Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip, tumor maupun
komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus melakukan
penatalaksanaan yang sesuai).
 Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang
lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludah dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan.
Foto polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai
kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan
terlihat perselubungan, air-fluid level , atau penebalan mukosa. Rontgen
sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 17


pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus
mengandung pus. Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama
pada ibu hamil untuk menghindari paparan radiasi.
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam
hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. CT scan mampu
memberikan gambaranyang bagus terhadap penebalan mukosa, air-fluid
level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak
membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator
saat melakukan operasi sinus.

10. DIAGNOSIS BANDING 8


Diagnosos banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala
sinusitis tidak sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal,
penyalahgunaan kokain, rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis
medikamentosa dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti nasal.
Rhinorrhea cairan serebrospinal harus dipertimbangkan pada pasien dengan
riwayat cedera kepala. Pilek persisten unilateral dengan epistaksis dapat
mengarah kepada neoplasma atau benda asing nasal. Tension headache,
cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada pasien
dengan sefalgia atau nyeri wajah.
Pasien dengan demam memerlukan perhatian khusus, karena demam
dapat merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf pusat yang
berat, seperti meningitis atau abses intrakranial

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,7,8


Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-
Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 18


dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.Pemeriksaan foto kepala untuk
mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)


Foto ini diambil pada posisi kepala meghadap kaset, bidang
midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
pyramid tulang petrosum diproyeksi pada 1/3 bawah orbita atau pada
dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbito-meatal line tegak lurus
pada film dan membentuk 1500 kaudal.
Gambar 3 : Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level
pada sinus maksilaris

https://de.wikipedia.org/wiki/Sinusitis
b. Foto kepala lateral
Dilakukan dengan film terletak di sebelah lateral dengan sentrasi
di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksilaris
berhimpit satu sama lain. Pada sinusitis tampak : penebalan mukosa, air fluid
level (kadang-kadang), perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus
para nasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus
kronik)
Gambar 4 : Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksila

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 19


http://atlas.mudr.org/img

c. Foto kepala posisi waters


Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap film, garis orbito
meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada foto ini, secara ideal piramid
tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus
maxillaris dapat dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai dinding
posterior sinus sphenoid dengan baik.
Pemeriksaan Foto Waters merupakanpemeriksaan yang paling baik untuk
mengevaluasi sinus maksilaris. William et al menyimpulkan bahwa Foto Waters
dapat diterima untuk mendiagnosis suatu kelainan di sinus maksilaris. Pemeriksaan
ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi yang
minimal. Sensitifitas dan spesifisitasnya yaitu 85% dan 80%. Berdasarkan gambaran
radiologis dengan Foto Waters dapat menilai kondisi sinus maksilaris yang
memperlihatkan perselubungan, air fluid level, dan penebalan mukosa.
Gambar 3 : Foto waters sinus maksilaris

http://www.ssmedika.co.id/ref/sinusitis/

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 20


9,10,11
12. TATALAKSANA
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
 Mempercepat penyembuhan
 Mencegah komplikasi
 Mencegah perubahan menjadi kronik.
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
sinusitis akut, yaitu:
 Antibiotik. Berikan golongan penisilin selama 10-14 hari meskipun
gejala klinik sinusitis akut telah hilang.
 Dekongestan lokal. Berupa obat tetes hidung untuk memperlancar
drainase hidung.
 Analgetik. Untuk menghilangkan rasa sakit.
 Irigasi Antrum. Indikasinya adalah apabila terapi diatas gagal dan
ostium sinus sedemikian edematosa sehingga terbentuk abses sejati.
Irigasi antrum maksilaris dilakukan dengan mengalirkan larutan salin
hangat melalui fossa incisivus ke dalam antrum maksilaris. Cairan ini
kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.
 Menghilangkan faktor predisposisi dan kausanya jika diakibatkan oleh
gigi.
 Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu
penyembuhan sinusitis dengan memperbaiki vaskularisasi sinus.
a. Antibiotik
Antibiotik merupakan kunci dalam penatalaksanaan sinusitis supuratif
akut. Amoksisilin merupakan pilihan tepat untuk kuman gram positif dan negatif.
Vankomisin untuk kuman S. pneumoniae yang resisten terhadap amoksisilin.
Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah kombinasi eritromisin dan
dulfonamide atau cephalexin dan sulfonamide.
Terapi antibiotik harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala
terkontrol. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus yang terlibat, perlu
mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat bila tidak, mungkin terjadi
sinusitis supuratif kronik.

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 21


Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki
drainase dan pembersihan sekret dari sinus. Untuk sinusitis maxilaris
dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis
frontalis dan sinusitis sfenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi
dan pencucian dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali
tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, maka perlu
dilakukan bedah radikal.
Antibiotik parenteral diberikan pada sinusitis yang telah mengalami
komplikasi seperti komplikasi orbita dan komplikasi intrakranial, karena
dapat menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan yang baik
karena selain dapat membasmi semua bakteri terkait penyebab sinusitis,
kemampuan menembus sawar darah otaknya juga baik.
Pada sinusitis yang disebabkan oleh bakteri anaerob dapat digunakan
metronidazole atau klindamisin. Klindamisin dapat menembus cairan
serebrospinal. Antihistamin hanya diberikan pada sinusitis dengan
predisposisi alergi. Analgetik dapat diberikan. Kompres hangat dapat juga
dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topikal, dan imunoterapi dapat
mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi
sinusitis.
b. Dekongestan
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang) berupa
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa
adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek .Dekongestan topikal
yaitu Phenylephrine Hcl 0,5% dan oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.
c. Antihistamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi rhinore,
dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping menembus
sawar darah otak.
d. Kortikosteroid

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 22


bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat minimal,
begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.

Skema 1 : Penatalaksanaan Rinosinusitis Akut Pada Dewasa Untuk Pelayanan


Kesehatan Primer.

European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis.


Rhinology,2007; www.rhinologyjournal.com

Skema 2 : Pedoman rujukan pasien rhinosinusitis

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 23


European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis.
Rhinology,2007; www.rhinologyjournal.com

Skema 3 : Skema Penatalaksanaan Rinosinusitis Kronik Tanpa Polip Hidung


Pada Dewasa Untuk Dokter Spesialis THT

European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis.


Rhinology,2007; www.rhinologyjournal.com

13. KOMPLIKASI 1,3

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 24


Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronik dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis sangat jarang dan paling
sering terjadi pada anak dan pasien imunocompromised. Perluasan yang
tidak terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi
struktur sekitarnya terutama orbital dan otak.
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat
jalan. Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang
kecuali jika ada komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak
diketahui secara pasti, insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan
sangat rendah. Salah satu studi menemukan bahwa insiden komplikasi
yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi lain menemukan
bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari sinusitis
setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran
bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya.
Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung
terhadap area yang mengalami kontaminasi. Komplikasi dari sinusitis tersebut
antara lain :
1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak


ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut
atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita
atau intrakranial. CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 25


menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada
orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan
pada sinusitis refrakter, kronik atau berkomplikasi.

14. PROGNOSIS 2,3


Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan
sendirinya. Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan
morbiditas dan dalam kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian.
Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa antibiotik.
Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %.Pasien dengan
sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya
menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan setelah
pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya
respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi
kembali.
KESIMPULAN

Rhinosinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena


alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Terdapat 4 sinus disekitar hidung
yaitu sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus frontalis dan sinus
sphenoidalis.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi
bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus ethmoid
dan maksilaris. Gejala umum rhinosinusitis yaitu hidung tersumbat diserai
dengan nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun
ke tenggorol (post nasal drip).
Klasifikasi dari sinusitis berdasarkan klinis yaitu sinusitis akut, subakut
dan kronik, sedangkan klasifikasi menurut penyebabnya adalah sinusitis
rhinogenik dan dentogenik. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita
dan intrakranial. Tatalaksana berupa terapi antibiotik diberikan pada awalnya dan jika
telah terjadi hipertrofi, mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista
maka dibutuhkan tindakan operasi. Tatalaksana yang adekuat dan pengetahuan
dini mengenai sinusitis dapat memberikan prognosis yang baik.

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 26


DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
2. Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji
Adam Malik in Year 2011. E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013
3. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.3,
Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106
4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,
hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ketujuh. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
5. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Edisi 7. Jakarta:EGC. 2010
6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2008
7. Posumah, AH . Gambaran Foto Waters Pada Penderita Dengan dugaan Klinis
Sinusitis Maksilaris Di Bagian Radiologi Fkunsrat/Smf Radiologi Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor
1, Maret 2013, hlm. 129-134
8. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1994.h.173-240
9. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis.
Rhinology,Supplement 20, 2007; www.rhinologyjournal.com; www.eaaci.net.
10. Katzung, B.G., 2008. Farmakologi Dasar dan Klinik. 6th ed. Jakarta: Appleton
and Lange.
11. Gunawan, S. G dkk. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5. Departemen
Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. 2007
12. https://paranasalsinuses.files.wordpress.com/. Diakses pada tanggal
20/10/2015
13. http://www.aaaai.org/Aaaai/media/MediaLibrary/Images/sinus-1.jpg Diakses
pada tanggal 20/10/2015
14. https://de.wikipedia.org/wiki/Sinusitis Diakses pada tanggal 20/10/2015
15. http://atlas.mudr.org/ Diakses pada tanggal 20/10/2015

KKS THT-KL RSUD SIAK Hal 27

Anda mungkin juga menyukai