Penyusun:
Dennisa Luthfiyah Fadilah, S. Ked
712021083
Pembimbing:
dr. Rudyanto, Sp.B
Laporan Kasus
Judul:
STRUMA MULTI NODUSA TOXIC
Oleh:
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Bagian Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari
PAGE \* MERGEFORMAT iv
dr. Rudyanto, Sp.B
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Struma Multinodusa Toxic”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Bagian
Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Rudiyanto, Sp. B, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan selama penyusunan laporan
kasus ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi dan bidan bangsal atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan
ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
PAGE \* MERGEFORMAT iv
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 3
2.1 Anatomi........................................................................................... 3
2.2 Definisi............................................................................................ 4
2.3 Epidemiologi .................................................................................. 6
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 7
2.5 Diagnosis......................................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan.............................................................................. 10
2.7 Prognosis......................................................................................... 11
2.8 Komplikasi ..................................................................................... 12
PAGE \* MERGEFORMAT iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini antara lain:
1. Memahami dan mampu mendiagnosis setiap kasus struma multinodusa toxic secara
tepat.
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi kasus struma
multinodusa toxic.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan pemahaman yang
didapat mengenai kasus struma multinodusa toxic
1.3.Manfaat
1.3.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu tentang kasus struma
multinodusa toxic
1.3.2. Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan terutama
dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan) kepada pasien dan keluarganya
tentang kasus struma multinodusa toxic
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan
pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan
fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga
permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini
dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus
vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid.
3
frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia
arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan
dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri
brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus
berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena
tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan
pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior.4
(T4). Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3), yang sebagian besar
dibentuk ole kelenjar tiroid. Iodida anorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Sel kelenjar tiroid secara aktif
dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3 atau T4, yang
sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein, yaitu globulin pengikat tiroid
aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai
umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi
5
tiroid mempunyai pengaruh yang sangat bervariasi terhadap jaringan/organ
2.2.2 Epidemiologi
6
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, di seluruh dunia diperkirakan
sekitar 200 juta orang menderita struma dari 800 juta orang yang mengonsumsi
yodium dalam jumlah yang sedikit. Hasil survei tentang struma di Indonesia
masih sangat kurang. Hasil penelitian tentang struma di Indonesia, menunjukkan
preva-lensi total goitre rate (TGR) dari 9,8% di tahun 1998 menjadi 11,1% di
tahun 2003. Batas maksimal angka TGR dari WHO ialah 5%, sehingga dapat
dikatakan bahwa struma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.
2.2.3 Patofisiologi
Gondok multinodular tidak toksik dan atau adenoma toksik tunggal
dianggap sebagai prekursor gondok multinodular toksik (Penyakit Plummer).
Ketika satu atau beberapa nodul pada gondok multinodular nontoksik
memperoleh otonomi, mereka mengeluarkan hormon tiroid berlebih dan
menurunkan kadar TSH yang menyebabkan berkembangnya gondok multinodular
toksik. Selama transisi dari gondok tidak beracun ke gondok beracun, terjadi
perubahan patofisiologi dan morfologi. Histologi gondok multinodular toksik
menunjukkan nodul yang berbatas tegas dari kelenjar tiroid lainnya. Beberapa
dari nodul ini mungkin panas sedangkan beberapa dari nodul ini mungkin dingin
atau berada di antara keduanya (dingin, hangat, atau normoaktif) dengan sisa
jaringan tiroid non-nodular tertekan sebagian atau seluruhnya. Seperti pada
adenoma toksik, hingga 60% gondok multinodular toksik membawa mutasi
reseptor TSH, hanya sedikit yang mengalami mutasi protein G dan sisanya masih
belum diketahui dan diteliti. Singkatnya, gondok multinodular toksik
mengandung nodul hiperfungsi tunggal atau multipel dengan atau tanpa adenoma
hiperfungsi tunggal atau multipel dengan latar belakang penekanan jaringan non-
nodular.
.
2.2.5 Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinis berperan penting dalam
menentukan diagnosis penyakit tiroid. Pemeriksaan laboratorium terdiri atas
pemeriksaan biokimia untuk menetapkan fungsi kelenjar tiroid, pemeriksaan klinis
7
dan fisik untuk menentukan kelainan morfologi kelenjar tiroid, dan pemeriksaan
sitologi atau histologi untuk menentukan perubahan patologis.
1. Anamnesis
Biasanya penderita struma nodusa tidak mempunyai keluhan karena
tidak mengalami hipo atau hipertiroidisme. Nodul dapat Tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang/berubah menjadi multinodular tanpa perubahan
fungsi. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar
tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan
terutama atas alasan kosmetik. Sebagian besar penderita struma dapat hidup
dengan struma tanpa keluhan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik nodul mencakup tujuh kriteria. Nodul diidentifikasi
berdasarkan konsistensinya keras atau lunak, ukurannya, terdapat tidaknya
nyeri, permukaan nodul rata atau berdungkul-dungkul, berjumlah tunggal atau
multipel, memiliki batas yang tegas atau tidak dan keadaan mobilitas nodul.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan biokimia secara radioimunoesai dapat memberikan gambaran
fungsi tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4, T3, FT4, TBG, dan TSH
dalam plasma. Kadar T4/FT4 serum total tepat mencerminkan fungsi
kelenjar tiroid. Kadar T3 serum total selalu tinggi pada penderita
tirotoksikosis.Penentuan kadar TBG kadangkala diperlukan untuk
menginterpretasi kadar T4, dan sampai tingkat tertentu berlaku untuk
8
kadar T3. Kadar TBG dapat berubah pada kehamilan atau pada
pengobatan dengan estrogen. Pemeriksaan kadar TSH serum merupakan
pemeriksaan penyaring yang peka untuk hipotiroidisme karena kadar ini
meningkat sebelum terjadi penurunan kadar I4.
9
4. Pemeriksaan FNAB
Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu diagnostik,
dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik karsinoma tipe papilar,
anaplastik, medular, tiroiditis dan kebanyakan koloid nodul jinak.
Namun demikian, FNAB tidak bisa membedakan adenoma folikular
dan karsinoma folikular, dan nodul koloid yang hiperseluler.
5. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Jaringan diperiksa
setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi.
2.2.6 Penatalaksanaan
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang
berat kecuali jenis anaplastik yang cepat membesar dalam hitungan
minggu. Sebagian kecil pasien khususnya dengan nodul yang besar
mengeluhkan penekanan pada esofagus dan trakea.
10
tes fungsi tiroid dapat dilakukan setiap 3-6 bulan.
2. Pembedahan merupakan pilihan pengobatan definitif dan
indikasinya mencakup penyakit struma yang bersifat obstruktif atau
besar, keganasan, hiperparatiroidisme primer yang terjadi
bersamaan, atau kebutuhan akan koreksi hipertiroidisme segera atau
definitif. Pasien harus diobati dengan obat antitiroid seperti
methimazole untuk mencapai eutiroidisme sebelum operasi.
Methimazole harus dihentikan segera setelah operasi. Beta-blocker
juga harus dihentikan secara perlahan setelah operasi. Fungsi saraf
laring dan kalsium harus dinilai sebelum dan sesudah operasi.
Setelah tiroidektomi total, penggantian hormon tiroid harus dimulai.
Pada mereka yang menjalani hemitiroidektomi, TSH dan T4 bebas
harus diperiksa 4-6 minggu pasca operasi dan penggantian hormon
tiroid harus dimulai jika diperlukan.
3. Dosis yodium radioaktif didasarkan pada ukuran nodul tiroid,
ukuran kelenjar tiroid, tes fungsi tiroid, dan serapan yodium
radioaktif pada pemindaian tiroid. Tionamida, yang sebaiknya
berupa methimazol, harus dihentikan lima hari sebelum menerima
radioiodine. Terapi ini dapat dimulai kembali tiga hingga tujuh hari
setelah radioiodine dan dapat dihentikan ketika terapi radioiodine
telah menunjukkan hasil yang dapat memakan waktu hingga enam
bulan.
2.2.7 Prognosis
Struma memiliki prognosis yang baik. Jika tiroid terus membesar, hal ini
dapat menekan struktur di sekitarnya dan dapat menyebabkan kesulitan bernapas,
kesulitan menelan, dan suara serak. Penting untuk membedakan penyebab
pembesaran tiroid yang jinak dan ganas
2.2.8 Komplikasi
Sekitar 5% struma nodusa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda
keganasan dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan lebih cepat, dan
11
tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar.
Dapat terjadi penekanan atau infitrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakea
(dispnea), atau esofagus (disfagia).
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identifikasi
Nama : Ny.J
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : Palembang, 03 Agustus 1976 (46 Tahun)
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : lr. Terusan 1 5 ulu kec. Sebrang Ulu II
Agama : Islam
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 21 Agustus 2023
Tanggal pemeriksaan : 22 Agustus 2023
No. RM : 57.78.29
DPJP : dr. Rudyanto, Sp.B
Ruangan : Bangsal Bedah Perempuan Kelas III
13
Pasien mengatakan tidak ada benjolan lain selain di leher, pasien tidak
merasakan adanya benjolan pada ketiak, perut, dan lipat paha baik besar
maupun kecil. BAB dan BAK seperti biasa, siklus menstruasi normal
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak memiliki Riwayat
tinggal di daerah dataran tinggi. Pasien pernah terdiagnosis sakit tiroid pada
tahun 2011 dan pasien minum obat PTU, pasien mengatakan berenti minum
obat di tahun 2012, pada tahun 2022 pasien mengatakan keluhan badan lemas,
jantung berdebar debar dan tangan gemetar semakin memberat. Pasien berobat
Kembali dan di berikan obat Thimazol, pasien mengaku tidak rutin
mengkonsumsi obat tersebut.
14
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Keadaan Gizi : Normoweight
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi
- Frekuensi : 82 x/menit
- Irama : reguler
- Isi : cukup
- Tegangan : cukup
- Kualitas : baik
Pernapasan
- Frekuensi : 16 x/menit
- Irama : reguler
- Tipe : thorako-abdominal
Temperatur : 36,3 oC
VAS :0
Status Generalisata
Kepala : Normocephali.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Simetris, sekret (-), otorrhea (-), nyeri mastoid (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir (-)
Tenggorokan : Dalam batas normal, Tonsil T1-T1.
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-)
Leher : Status lokalis
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Pekak, Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
15
Thoraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris bilateral, retraksi (-/-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor (+/+) pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak terlihat ada massa.
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba,
defans muscular (-).
Perkusi : Timpani seluruh abdomen.
Status Lokalis
Regio coli amterior
Inspeksi : Terdapat benjolan pada region colli anterior, benjolan ikut
bergerak saat menelan, warna benjolan sama dengan warna
kulit sekitar, puncta (-) venektasi (-), distensi vena jugularis (-)
Palpasi : Teraba benjolan pada region colli anterior, ukuran 3 x 5 cm,
kosistensi kenyal, mobile, ikut bergerak ketika menelan,
berbatas tegas, permukaan rata, suhu kulit diatas benjolan
sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-), pembesaran
KGB (-)
Auskultasi : Bruit tiroid (-)
16
Palpasi : Teraba benjolan pada region colli lateral, ukuran 2 x 3 cm,
kosistensi kenyal, mobile, ikut bergerak ketika menelan,
berbatas tegas, permukaan rata, suhu kulit diatas benjolan
sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-), pembesaran
KGB (-)
17
Kalsium 8.6 8.1-10.4 mg/dl
Pemeriksaan Thorax AP
3.2 Diagnosis
Struma multinodusa toxic
3.3 Tatalaksana
18
Pre-Operatif (21/08/2023)
- IVFD RL 500 ml 20 gtt/menit
- Candesartan 1x8mg
- Amlodipine 1x5mg
- Puasakan selama 6 jam untuk persiapan operasi
- Rencana Operasi, selasa 22 Juli 2023
3.4 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
3.5 Follow Up
Waktu dan Hasil follow up
tanggal
21-08-2023 S/ Tidak ada keluhan
Pukul 06.00
WIB
O/ KU : Tampak sakit ringan
Keasadaran : Compos Mentis
GCS : E5M6V4
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5 oC
Pemeriksaan Fisik:
Regio coli amterior
Inspeksi: Terdapat benjolan pada region colli anterior,
benjolan ikut bergerak saat menelan, warna benjolan sama
dengan warna kulit sekitar, puncta (-) venektasi (-), distensi
vena jugularis (-)
Palpasi : Teraba benjolan pada region colli anterior, ukuran
3 x 5 cm, kosistensi kenyal, mobile, ikut bergerak ketika
menelan, berbatas tegas, permukaan rata, suhu kulit diatas
benjolan sama dengan daerah sekitarnya, nyeri tekan (-),
pembesaran KGB (-)
19
Auskultasi : Bruit tiroid (-)
20
BAB IV
ANALISIS KASUS
21
Struma ataupun goiter adalah pembesaran dari kelenjar tiroid, yang bisa
berbentuk diffusa ataupun nodusa. Penyebab yang paling sering terjadi dari
defisiensi hormon tiroid yaitu mengkonsumsi yodium yang tidak cukup. Struma
sendiri dapat dibagi sesuai dengan perubahan aktifitas kegiatan fungsional dari
kelenjar tiroid adalah struma toksik serta non toksik.
Pasien mengatakan terdapat 2 buah benjolan pada lehernya, ±1 bulan
SMRS benjolan di rasakan tidak nyaman pada saat menelan dan leher terasa
tertarik. Sesuai teori pasien mengalami struma multinodusa biasanya terjadi pada
Wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa
kombinasi bagian yang biperplasia dan bagian yang berinvokusi. Pada awalnya,
sengaian struma multinodusa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian
hormon tiroksin.
Biasanya penderita struma nodusa tidak mempunyai keluhan karena tidak
mengalami hipo- atau hipertiroidisme. Nodul dapat Tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang/berubah menjadi multinodular tanpa perubahan fungsi. Karena
pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan
gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan
kosmetik. Sebagian besar penderita struma dapat hidup dengan struma tanpa
keluhan.
Pasien sering merasa lapar namun berat badan menurun. keluhan juga di
seratai badan mudah merasa lelah, jantung berdebar debar, dan gemetar pada
ujung jari tangan. Berdasarkan teori gejala dan tanda merupakan manifestasi klinis
peningkatan metabolism disemua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara
klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolism menyebabkan meningkatnya
kebutuhan kalori sehingga berat badan menurun drastis bila asupan kalori tidak
22
tercukupi. Peningkatan metabolism pada sistem kardiovaskular terlihat dalam
bentuk peningkatan srikulasi darah, antara lain meningkatnya curah jantungyang
tejadi saat istirahat sehingga penderita mengalami palputasi dan takikardi. Beban
miokard dan rangsangan saraf otonom dapat mengacaukan irama jantung, berupa
ekstrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel.
Pasien pernah terdiagnosis sakit tiroid pada tahun 2011 dan pasien minum
obat PTU, pasien mengatakan berenti minum obat di tahun 2012, pada tahun 2022
pasien mengatakan keluhan badan lemas, jantung berdebar debar dan tangan
gemetar semakin memberat. Pasien berobat Kembali dan di berikan obat
Thimazol, pasien mengaku tidak rutin mengkonsumsi obat tersebut.
Pembedahan merupakan pilihan pengobatan definitif dan indikasinya
mencakup penyakit struma yang bersifat obstruktif atau besar, keganasan,
hiperparatiroidisme primer yang terjadi bersamaan, atau kebutuhan akan koreksi
hipertiroidisme segera atau definitif. Pasien harus diobati dengan obat antitiroid
seperti methimazole untuk mencapai eutiroidisme sebelum operasi. Methimazole
harus dihentikan segera setelah operasi. Beta-blocker juga harus dihentikan secara
perlahan setelah operasi. Fungsi saraf laring dan kalsium harus dinilai sebelum
dan sesudah operasi. Setelah tiroidektomi total, penggantian hormon tiroid harus
dimulai. Pada mereka yang menjalani hemitiroidektomi, TSH dan T4 bebas harus
diperiksa 4-6 minggu pasca operasi dan penggantian hormon tiroid harus dimulai
jika diperlukan
Penatalaksanaan yang dilakukan sebelum dilakukan tindakan, dilakukan
pemeriksaan keadaan pasien secara umum, penjelasan mengenai tindakan operasi
yang akan dilakukan beserta risiko dan efek samping, penandatanganan inform
consent.
23
dan sulit untuk dikendalikan, sehingga akan menyebabkan syok hipovolemik.
Dampak lainnya yaitu menyebabkan tekanan pembuluh darah di sekitar luka
operasi cukup tinggi sehingga luka sukar untuk sembuh. Kondisi ini sangat
membahayakan pasien, sehingga menyebabkan ditundanya suatu operasi.
Kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis, yaitu tubuh
memberi respons dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun
parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktifasi respons tubuh, sedangkan
sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respons tubuh. Reaksi tubuh
terhadap kecemasan adalah “fight or flight” (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman
dari luar), bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf
simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan hormon epinefrin (adrenalin)
yang merangsang jantung dan pembuluh darah sehingga efeknya adalah nafas
menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan tekanan darah meningkat atau
hipertensi
Pada kasus ini tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah RL gtt
20x/m, candesartan 1x8mg dan Amlodipine 1x5mg. Amlodipine adalah sebagai
obat antihipertensi golongan penyekat kanal kalsium. Amlodipine memiliki
selektivitas yang baik pada pembuluh darah perifer dan dikaitkan dengan insiden
depresi miokard dan kelainan konduksi jantung yang lebih rendah dibandingkan
obat lain dalam golongan yang sama. Amlodipine juga memiliki sifat antioksidan
dan kemampuan untuk meningkatkan produksi oksida nitrat (NO) yang
merupakan vasodilator.
Candesartan bekerja sebagai agen antihipertensi dengan mengikat reseptor
angiotensin II tipe 1 (AT1) di berbagai jaringan, sehingga angiotensin II tidak
dapat mengikat AT1. Hal ini dapat mengurangi vasokonstriksi dan reabsorbsi
air/garam akibat aktivitas angiotensin II, sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Angiotensin II merupakan hormon vasoaktif utama dalam renin-
angiotensin-aldosterone system (RAAS) yang memegang peran penting dalam
patofisiologi hipertensi, gagal jantung, dan gangguan kardiovaskular lainnya.
Angiotensin II dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menstimulasi aldosteron
yang dimediasi oleh reseptor AT1, di mana vasokonstriksi bersama sekresi
24
aldosteron yang meningkatkan reabsorbsi air/garam ini dapat meningkatkan
tekanan darah.
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagus, M., Bharata, S., Suparna, K., Bagus, I. G., & Triarta, G. (2023).
Gambaran Kejadian Struma di RSU Negara Tahun 2019-2020. 12(4),
103–106.
26
27