KARSINOMA NASOFARING
Oleh :
Nuria Junita, S.Ked (712016054)
Siti Istiqomah, S.Ked (712016080)
Ghea Lingga Septiareni, S.Ked (712018028)
Pembimbing :
dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL
Disusun Oleh
Nuria Junita, S.Ked (712016054)
Siti Istiqomah, S.Ked (712016080)
Ghea Lingga Septiareni, S.Ked (712018028)
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala-
Leher RSUD Palembang BARI, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode Juli 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Karsinoma Nasofaring”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala-Leher di Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih terutama kepada:
1. dr. Taufik Hidayat, Sp.THT-KL, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan Laporan
Kasus ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Aamiin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Nasofaring.............................................................. 3
2.2. Karsinoma Nasofaring.......................................................... 4
2.2.1. Definisi Karsinoma Nasofaring.................................. 4
2.2.2. Epidemiologi.............................................................. 5
2.2.3. Etiologi....................................................................... 5
2.2.4. Gejala Klinik ............................................................. 8
2.2.5. Patogenesis................................................................. 11
2.2.6. Diagnosis.................................................................... 13
2.2.7. Pemeriksaan Penunjang.............................................. 16
2.2.8. Penatalaksanaan ......................................................... 17
2.2.9. Prognosis ................................................................... 21
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN............................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus
(N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2), yang menuju ke anterior
nasofaring. Sistem limfatik daerah nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening
yang saling menyilang dibagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouviere yang
terletak pada bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya menuju ke kelenjar
limfa disepanjang vena jugularis dan kelenjar limfa yang terletak dipermukaan
superfisial. 4
2.2.2. Epidemiologi
Meskipun bayak ditemukan di negara dengan penduduk non-
Mongoloid, namun demikian daerah Cina bagian selatan masih menduduki
tempat tertinggi yaitu dengan 2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi
Guang-dong (kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk.1,2
Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian utara
seperti Aljazair dan Tunisia. Pada orang eskimo di Alaska da Tanah Hijau
yang diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet
nitrosamin. 1,2
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah, di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100
kasus setahun, RS hasan sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung
Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar dan
11 kasus di Padang dan Bukit Tinggi. Demikian pula dengan angka-angka
yang didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan
bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. 1,2
2.2.3. Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Banyak penyelidikan mengenai
kejadian karsinoma nasofaring, seperti Epstein-Barr virus, lainnya seperti
letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan
6
1. Epstein-Barr Virus
Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma
nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semu pasien nasofaring
didapatkan titer antivirus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari
titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ
tubuh ainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun. EBV
adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya karsinoma
nasofaring. Virus ini memiliki protein, yang diperkirakan memengaruhi
DNA sel sehingga mengalami mutasi, khususnya protooncogen menjadi
oncogen.
2. Jenis Kelamin
Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin
ada hubungannya dengan factor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan
lain-lain.
3. Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia
dan Afrika Utara. Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya
kanker nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina
bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan
Indonesia. Pada orang eskimo diduga penyebabnya adalah karena mereka
memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan
menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
4. Umur
Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling
sering didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.
5. Genetik
7
7. Lingkungan
8
mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tak jarang
gejala diploplia yang membawa pasien terlebih dahulu ke dokter mata.
Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf
jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.1,2
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relative
jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut sindrom Jackson. Bila sudah
mengenai selurih saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya
prognosisnya buruk.1
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan
lain. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau
LHN telah diteliti di Cina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring,
seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan
mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-
tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.1
2.2.4.1 Gejala Dini
Karena Karsinoma nasofaring bukanlah penyakit yang dapat
disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin
memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana tumor
masih terbatas di rongga nasofaring.9, 10
a. Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di
telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan
pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat
penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi
cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak,
sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan
akibat gangguan pendengaran.
10
b. Gejala Hidung:
1. Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan
dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung atau epistaksis.
Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit
dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna
kemerahan.
2. Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan
tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala
menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan
penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini
bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga
dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang
menderita radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring
sering tidak terdeteksi pada stadium dini.
2.2.4.2 Gejala Lanjut
a. Pembesaran kelenjar limfe leher.
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas
jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga
dan tidak nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak
dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker
dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di
bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.
Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar
limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.9,10
b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi ,
seperti penjalaran tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf
11
otak ke III, IV, VI dan dapat juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga
dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia).9,10
Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak
ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu
suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering
disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf
otak disebut sindrom unilateral. Dapat juga disertai dengan destruksi
tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya
prognosisnya buruk..9,10
c. Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang
disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru.
Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat
buruk. .9,10
2.2.5. Patogenesis
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang diasosiasikan
dengan virus EBV (Epstein-Barr virus). Telah ditemukan bahwa
perkembangan kanker nasofaring salah satunya dipengaruhi faktor
risiko yang sudah sering dikemukakan yaitu kenaikan titer antibody
anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi, mekanisme molekuler dan
hubungan patofisiologis dari karsinogenesis terkait EBV masih belum
sepenuhnya jelas.9 Selain itu, meski kanker nasofaring seringkali
diasosiasikan dengan EBV, EBV tidak mengubah sel-sel epitel
nasofaring menjadi sel-sel klon yang proliferative, meski ia dapat
mentransformasi sel B primer. Agar terbentuk kanker nasofaring, mula-
muladibutuhkan infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong oleh
perubahan genetik yang dapat diidentifikasi pada epitel nasofaring
premalignan. Setelah itu infeksi laten dan litik terjadi dan menghasilkan
produk-produk tertentu, barulah ekspansi klonal dan transformasi sel
epitel nasofaring premalignan menjadi sel kanker. Selain faktor genetik,
12
Gambar 1.
Patogenesis Karsinoma
Nasofarin
2.2.6. Diagnosis
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan
CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang
tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan.1,3,4
Pemeriksaa serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi
virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring. Tjokro Seiyo dari Fakultas Kedokteran UI Jakarta mendapatkan
dari 41 persen karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV)
sensitifitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifisitas 91,8% dengan titer
berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA
sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0% , sehingga
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak pada titer
160. 1,3,4
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.
Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
14
a. Histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma
(epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa
(berkeratinisasi) dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Klasifikasi gambaran
histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :8
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) berkeratinisasi (Keratinizing Squamous
Cell Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik,
sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Nonkeratinizing Carcinoma) Pada tipe ini
dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa
tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma)
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang
vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada
umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.
15
b. Stadium Tumor
Klasifikasi TNM berdasarkan AJCC (American Joint Committee On
cancer, Edisi 7, 2010)8
Tumor Primer (T)
T : tumor primer
TX : tumor tidak dapat dinilai
T0 : tidak terdapat tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 :tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring
dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
T2 :tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 :tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus
paranasal
T4 :tumor dengan peluasan intracranial dan atau keterlibatan saraf
kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa
infratemporal / masticator space
2.2.8. Penatalaksanaan
1. Stadium I : Radioterapi
2. Stadium II-III : Kemoradiasi
3. Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
4. Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
17
a. Radioterapi
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan
pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher,
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,
vaksin dan antivirus. 11
b. Kemoterapi
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan,
sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant
(tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik
sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluouracil
sedang dikembangkan. Kombinasi kemoradioterapi dengan mitomycin
C-fluorouracil setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat
“radiosensitizer” memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan
kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.1,5
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang
dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel
kanker. Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal
(active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena
dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain
itu sel – sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitive
terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga
efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain
cisplatin, 5-Fluorouracil , methotrexate, paclitaxel dan docetaxel.
Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor
ganas. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal
dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. 11, 12
Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori : 11, 12
1. Kemoterapi adjuvan
18
c. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan
radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh kerusakan kelenjar liur mayor
20
kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi
dengan cara lain. 11, 12
2.2.9. Prognosis
Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada
pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi
cenderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak
berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada
ke-2 tipe yang disebutkan terakhir. 5,6 Akan tetapi prognosis juga dipengaruhi
oleh beberapa hal, antara lain usia (usia lebih muda, angka harapan
hidupnya lebih baik), jenis kelamin (prognosis pada wanita lebih baik
daripada pria), perluasan dari tumor primer/T (dimana makin kecil T,
prognosis makin baik), ada/tidaknya erosi tulang basis kranial, dan jenis
histopatologi (tipe tidak berdiferensiasi mempunyai prognosis yang lebih
baik).6
Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe
histologik karsinoma skuamus berkeratinasi . Prognosis juga diperburuk
oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih lanjut, usia lebih dari 40
tahun, laki-laki, dan ras Cina daripada ras kulit putih. 7 Dari pengalaman
yang lalu dalam pengelolaan penderita KNF, dirasakan bahwa keberhasilan
terapi masih sangat rendah meskipun belum ada angka yang pasti mengenai
survival rate penderita KNF. Upaya untuk dapat menjaring penderita lebih
dini merupakan langkah awal yang dapat diharapkan sedikit membantu
7
memecahkan masalah rendahnya keberhasilan terapi.
Secara keseluruhan angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45%.
Terdapat perbedaan prognosis yang sangat mencolok dari stadium awal
sampai stadium lanjut karsinoma nasofaring yaitu 76,9 % untuk stadium I,
56,0% untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III dan hanya 16,4% untuk
stadium IV.7
22
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Z
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :Talang simpang Sungai Keruh Kabupaten Musi Banyuasin
Tanggal datang : Selasa, 07 Juli 2019
No.RM : 57.70.17
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sakit kepala pada kepala sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Palembang Bari dengan keluhan
sakit kepala hebat sejak ±1minggu yang lalu. Sakit kepala hanya dirasakan
pada kepala sebelah kanan pasienseperti berdenyut-denyut dan bersifat terus-
menerus tanpa adanya faktor pencetus. Pasien juga mengaku sering merasa
seperti ingin terjatuh saat sedang berdiri atau berjalan. Saat di malam hari
keluhan sakit kepala juga membuat pasien kesulitan untuk tidur. Sehingga
pasien sangat mengganggu aktivitasnya.
Awalnya ±2 bulan yang lalu pasien mengeluh kesulitan menelan dan
merasa adayang menganjal kerongkongan sebelah kanannya. Keluhan nyeri
saat menelan juga dirasakan pasienNamun, pasien tidak pernah berobat karena
pasien menganggap bahwa hal tersebut bukanla hal yang menganggu.
Kemudian ±1 bulan yang lalu, keluhan sakit kepala mulai dirasakan dan hanya
23
terjadi pada kepala sebelah kanan dan bersifat hilang timbul. Pasien mengaku
hanya mengonsumsi obat-obatan yang dibelinya di warung untuk mengatasi
24
24
sakit kepalanya. Selain itu, keluhan hidung kanan tersumbat juga mulai pasien
rasakan. Sebelumnya pasien tidak mengalami keluhan batuk, pilek ataupun
demam. Keluhanpenurunan pendengaran pada telinga kanan (+). Riwayat
trauma kepala (+) 5 tahun yang lalu, tetapi tidak terdapat keluhan setelah
trauma terjadi. Pasien tidak tinggal di tempat penuh kebisingan, dan
tidakmengonsumsi obat-obatan ototoksik.
Lalu ±3 minggu yang lalu, pasien mulai merasakan mata kanan mulai
terasa kabur dan tampak ganda saat melihat, padahal sebelumnya pasien tidak
pernah menggunakan kaca mata jarak jauh atau jarak dekat. Keluhan semakin
memberat ±1 minggu yang lalu, sehingga pasien berobat ke poli THT RSUD
Palembang Bari dan didiagnosis mengalami Kanker Nasofaring dan dilakukan
pemeriksaan CT Scan. Pada tanggal 07 Juli 2019 pasien kontrol kembail ke
poli THT RSUD Palembang Bari untuk melihat hasil CT Scan.
Riwayat Pengobatan
Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya.
24
25
25
26
Rinoskopi Anterior
Vestibulum N N
Dasar kavum nasi Bentuk (N), mukosa pucat. Bentuk (N), mukosa
media pucat.
Meatus nasi media Mukosa merah media (+), Mukosa merah media
lapang, edema (-), sekret (-), (+), lapang, edema (-),
massa (-) sekret (-), massa (-)
Meatus nasi inferior Mukosa merah muda (+), Mukosa merah media
lapang, edema (-), sekret (-), (+), lapang, edema (-),
massa (-) sekret (-), massa (-)
Konka nasi inferior Mukosa edema (-), eutrofi, Mukosa edema (-),
berwarna pucat, sekret (-), eutrofi, berwarna pucat,
massa (-) sekret (-), massa (-)
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing
perdarahan (-). (-), perdarahan (-).
26
27
Mukosa Tenang
Besar T1 – T1
Kripta : Normal - Normal
Detritus : (-/-)
Tonsil
Perlengketan (-/-)
Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Nyeri tekan: -
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa: Tidak ada
27
28
Kesimpulan:
Suspect Ca Nasopharynx kanan meluas ke Choana kanan, Sinus
ethmoidalis / sphenoidalis kanan.
IV. DIAGNOSIS
Ca Nasopharynx
28
29
nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening
leher atas, bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap
dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran
kelenjar.
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
29
BAB IV
PEMBAHASAN
30
pemeriksaan CT Scan. Pada tanggal 07 Juli 2019 pasien kontrol kembail ke
poli THT RSUD Palembang Bari untuk melihat hasil CT Scan.
31
31
VCA (Viral Capsid Agent) untuk infeksi EBV telah menunjukkan kemajuan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan dengan
melakukan biopsi nasofaring. Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas
dapat dilakukan biopsi dengan anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan biopsi
forsep panjang. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung
atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
(blind biopsy).
Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
CT Scan. Dan dari hasil CT Scan didapatkan bahwa diagnosis pasien adalah
Suspect Ca Nasopharynx kanan meluas ke Choana kanan, Sinus ethmoidalis /
sphenoidalis kanan. Sesuai dengan teori bahwa CT Scan merupakan
pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan
perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri dari resessus lateralis,
torus tubarius dan dinding posterior nasofaring. Selain itu, pemeriksaan
penunjang lain yang sebaiknya dilakukan pemeriksaan adalah pemeriksaan
biopsi. Biopsi tumor perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis karsinoma
nasofaring. Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan
mikroskopis. Makroskopis secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan
menjadi 3 bentuk yaitu Ulseratif yang biasanya berupa lesi kecil disertai
jaringan nekrotik. Nodular,, Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa
adanya ulserasi tetapi kadang-kadang terjadi ulserasi kecil. Eksofitik, Biasanya
non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang bertangkai dan
permukaan licin. Mikroskopis biasa terdapat perubahan pra keganasan. .
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang
tumbuh menjadi ganas secara perlahan. Dari penelitian Li dan Chen (1976)
ditemukan adanya hyperplasia dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah
keganasan. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring seperti Reaksi
radang, Hiperplasia pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya maupun
pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar seringdihubungkan dengan proses
radang, Metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan ke arah
epitel skuamosa bertingkat dan neoplasia.
33
DAFTAR PUSTAKA
35
1. Roezin, A., dan Marlinda A. 2010. Karsinoma Nasofaring. dalam: Soepardi,
Efianty A., Nurbaiti I., Jenny B., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga-Hidung- Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.
2. Adham, M. Dan Rozein, A. 2007. Karsinoma Nasofaring, dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam.
Jakarta: FKUI. Hal:182-187.
3. Munir M. Keganasan di bidang telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher, ed 6, Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2007. 162.
4. Ma J, Liu L, Tang L, Zong J, Lin A, Lu T, et al. Retropharyngeal lymphnode
metastasis in NPC: prognostic value and staging categories. Clin cancer Res
2007; 13(5).
5. M Abduh Firdaus; Jon Prijadi, Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma
Nasofaring, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher , Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
6. National Cancer Institute at the national institutes of health, 2011.
Nasopharyngeal Cancer Treatment (PDQ®). USA: National Cancer Institute.
Diunduh:
(http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/A
ll Pages/Print.)
7. Desen, W., 2008. Buku ajar onkologi klinis edisi kedua. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 263-278.
8. World Health Organization. 2005. World Health Organization Classification
Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press. Available at:
(www.iarc.fr/IARCPress/pdfs/index1.php) accessed: 17 Juli 2019.
9. Vokes EE, Liebowitz DN, Weichselbaum RR. Nasopharyngeal carcinoma.
Lancet 1997; 350: 1087-1091.
36
37