“CA NASOFARING”
Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
2024
2
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ................................................................................................................................................. 5
BAB II................................................................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................................ 7
2.1 Definisi .................................................................................................................................................... 7
2.2 Etiologi .................................................................................................................................................... 7
2.3 Patofisiologi ............................................................................................................................................. 9
2.4 Manifestasi Klinis .................................................................................................................................. 14
2.5 Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................................................................... 19
2.6 Penatalaksanaan Medis ........................................................................................................................... 20
2.8 Pengkajian Data Dasar Keperawatan Komprehensif ................................... Error! Bookmark not defined.
2.8.1 Analisa Data ........................................................................................................................................ 25
2.8.2 Rumusan Diagnosa .............................................................................................................................. 42
2.9 Intervensi .............................................................................................................................................. 42
PENUTUP .......................................................................................................................................................... 52
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................................ 52
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ca Nasofaring” ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Maria Manungkalit., S.Kep.,Ns.,M.Kep.
Pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu,makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan mengenai “Ca Nasofaring” bagi para pembaca juga bagi kami
penulis.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu,kami sangat mengharapkan segala bentuk saran,masukan maupun kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Sehingga, kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca maupun penulis.
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan
prediksi difosa Rosenmuller dan atap nasofaring. Letaknya kadang tersembunyi dan
berhubungan dengan banyak daerah vital sehingga diagnosa dini sulit untuk ditegakkan
(Roezien, C.H. & Iskan, A. 2019). Insiden kanker nasofaring di Amerika Serikat angka insiden
kurang dari 1 kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya (WHO, 2018). Menurut
(Shalehiniya, et al., 2018) menyebutkan bahwa China, Indonesia, Vietnam, India dan
Malaysia, menduduki prevalensi KNF yang tinggi dibandingkan dengan negara lainnya yakni
pada pria 1,7/100.000 penduduk dan pada wanita, 0,7/100.000 penduduk. Di Indonesia
prevalensi KNF sekitar 6.2/100.000 dengan hampir sekitar 13.000 kasus baru dan paling
banyak dilaporkan dari pulau Jawa (Roezien, C.H. & Iskan, M,I. 2019). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo didapatkan data pasien dengan KNF yang diambil sepanjang bulan Oktober,
November dan Desember Tahun 2019 yaitu dengan rata-rata perbulan sebanyak 126 jiwa dan
KNF masih menduduki angka ke tiga dari semua jenis kanker bagian kepala yang ada di
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.Sedangkan di ruang kemoterapi Gedung A Lantai 8 di
dapatkan data pasien KNF yang dilakukan Kemoterapi sepanjang bulan Oktober, November
dan Desember 2019 sebanyak 71 kasus (Data RM, 2019). Menurut Tjin Willy (2018)
menyebutkan bahwa KNF disebabkan oleh Virus Epstein-Barr (EBV). EBV umumnya
terdapat pada air liur dan dapat ditularkan melalui kontak langsung ke orang atau benda yang
terkontaminasi. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring yaitu
berusia 30-50 tahun, riwayat kanker nasofaring dalam keluarga, merokok dan mengonsumsi
alkohol serta 4 4 mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan garam. Gejala yang timbul
pada penderita dapat berupa adanya benjolan pada tenggorokan, Infeksi telinga dan gangguan
pendengaran, kesulitan membuka mulut, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat dan
pandangan buram. Komplikasi akibat kanker nasofaring dapat membahayakan organ lain di
dekatnya, seperti tulang, tenggorokan, otak, kelenjar getah bening dan area sekitar organ mulut
lainnya (Willy, Tjin. 2018).
5
1.1.1 Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk membantu para mahasiswa lebih mengerti dan mengenal
mengenai salah satu kondisi pada pasien yaitu Ca Nasofaring.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami pengertian dari Ca Nasofaring
b. Mengetahui dan memahami etiologi dari Ca Nasofaring
c. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Ca Nasofaring
d. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Ca Nasofaring
e. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari Ca Nasofaring
f. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dari Ca Nasofaring
g. Mengetahui dan memahami data dasar keperawatan komprehensif dari Ca Nasofaring
1.2 Manfaat
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang tumbuh pada daerah
Fossa Rossenmuller dan di bagian atas nasofaring. KNF adalah tumor yang berasal dari sel
epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Kanker nasofaring ini dapat meluas ke bagian
telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher (THTKL). Kanker nasofaring di Indonesia
menduduki urutan ke empat terbanyak diantara kanker yang mengenai tubuh manusia
(Almomani et al., 2022).
2.2 Etiologi
Kanker nasofaring adalah jenis kanker yang berkembang di nasofaring, yaitu bagian
belakang tenggorokan di atas langit-langit mulut. Etiologi kanker nasofaring melibatkan berbagai
faktor yang berkontribusi pada perkembangan kondisi tersebut. Beberapa faktor risiko yang
diketahui :
1. Virus Epstein Barr Pada hampir semua kasus tumor ganas nasofaring telah mengaitkan
terjadinya kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini seringkali dijumpai
pada beberapa penyakit keganasan lainnya, tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang
normal tanpa menimbulkan manfestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan
tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus ini tanpa
faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan (Dewi, 2014).
2. Faktor Genetik merupakan salah satu faktor resiko dari karsinoma nasofaring. Bila
seseorang memiliki riwayat anggota keluarga yang terkena karsinoma nasofaring, maka
akan meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring lebih besar pada keturunan
anggota keluarga setelahnya. Faktor yang berperan terhadap hal ini yaitu HLA (Human
Leukocyte Antigen). Individu dengan alel HLA spesifik diduga mengalami penurunan
kemampuan dalam mempresentasikan antigen virus dan tidak efektif dalam memicu respon
imun untuk melawan sel yang terinfeksi virus Epstein Barr. Hal ini akan menyebabkan
7
peningkatan kerentanan terhadap karsinoma nasofaring (Pratiwi et al., 2020). Perubahan
genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker tidak terkontrol beberapa perubahan
genetik ini sebagian besar akibat mutasi, putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel
somatik.
3. Usia menjadi salah satu faktor resiko kanker nasofaring. Insiden kanker nasofaring
meningkat setelah usia 30 tahun, dan puncaknya adalah pada usia 40-60 tahun hal ini bisa
dikaitkan dengan adanya proses penuaan, semakin bertambahnya usia maka fungsi organ
dan sistem imun pun perlahan-lahan mulai menurun. Menurunnya ketahanan sistem imun
karena usia merupakan mungkin meningkatkan risiko terjadinya kanker (Kuswandi et al.,
2020).
4. Jenis Kelamin Dibandingkan denga wanita, pria memiliki resiko lebih tinggi terkena
kanker nasofaring. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan gaya hidup antara laki-
laki dan wanita serta perbedaan biologis. Secara biologis, kanker nasofaring banyak
ditemukan pada laki-laki karena tingginya hormon seksual androgen dibandingkan dengan
kadar yang ditemukan pada wanita. Hormon androgen dapat mempengaruhi regulasi
pertumbuhan sel kanker, yang menyebabkan respon imun menurun dan rentan terhadap zat
karsinogenik serta infeksi virus. Selain itu, faktor resiko gaya hidup seperti merokok,
pekerjaan yang berhubungan dengan polutan karsinogenik dan konsumsi alkohol juga lebih
banyak ditemukan pada laki – laki dibandingkan pada wanita (Kuswandi et al., 2020).
5. Faktor Ras dan Letak Geografis Karsinoma nasofaring banyak ditemukan pada ras
Mongoloid, terutama di daerah Cina bagian selatan berdasarkan hasil pengamatan cara
memasak tradisional sering dilakukan dalam ruang tertutup dengan menggunakan kayu
bakar. Sedangkan berdasarkan letak geografis, tumor ini banyak ditemukan di Asia
Selatan, Afrika Utara, Eskimo karena penduduknya sering mengkonsumsi makanan yang
diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian
kanker nasofaring (Hilda, 2019).
6. Makanan Makanan yang diawetkan dan diasinkan merupakan sumber utama dari zat
nitrosamin, salah satunya adalah ikan asin. Ikan asin selain mengandung zat nitrosamin
juga mengandung bakteri mutagen dan komponen yang dapat mengaktivasi virus Epsteinn
Barr (Hilda, 2019).
8
7. Merokok Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama juga mempunyai resiko yang
tinggi menderita kanker nasofaring. Zat nikotin dan tar yang ada di rokok mengandung zat
karsinogen yang memicu terjadinya kanker (Zada, 2021).
8. Alkohol Alkohol bisa meningkatkan risiko kanker karena kandungan etanol. Etanol di
dalam alkohol ini mudah merusak sel dengan mengikat DNA dan menyebabkan sel
bereplikasi secara tidak benar. Selain etanol, ada juga kandungan asetaldehida yang dapat
menyebabkan kerusakan DNA permanen dan memicu kanker. Organ hati mengubah
sebagian besar etanol di dalam minuman beralkohol menjadi asetaldehida, jika terlalu
banyak alcohol yang dikonsumsi, tubuh tidak dapat memproses asetaldehida dengan cukup
cepat. Dampak buruknya, asetaldehida bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan
tubuh rentan terkena kanker (Zada, 2021).
9. Pekerjaan Pekerjaan yang berhubungan dengan polutan karsinogenik dapat menjadi
pemicu kanker nasofaring. Dalam hal ini polutan yang berisfat karsinogenik seperti debu,
asap dan polusi terhirup oleh hidung dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
iritasi dan inflamasi pada nasofaring sehingga mengurangi bersihan mukosiliar yang
semulanya berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi di dalam hidung. Hal ini yang
menyebabkan terjadi perubahan sel epitel di nasofaring dan berakhir pada pertumbuhan
sel-sel abnormal di epitel nasofaring (Kuswandi et al., 2020).
2.3 Patofisiologi
Menurut (Arohmah, N. K., & Prabowo, R. H. 2020) Sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-
sel yang terkena zat karsinogen harus mengalami dua tahapan, yaitu yang disebut sebagai tahap
inisiasi dan tahap promosi. Tahap inisiasi dari kanker biasanya terjadi secara cepat dan
menimbulkan kerusakan secara langsung dalam bentuk terjadinya mutasi pada DNA.
Mekanisme perbaikan DNA akan mencoba melakukan perbaikan tetapi bila mekanisme
tersebut gagal, maka kerusakan tersebut akan terbawa pada sel anak yang dihasilkan dari
proses pembelahan. Dalam tahap promosi, akan terjadi perkembangbiakan pada sel yang rusak,
dimana hal tersebut biasanya terjadi ketika sel-sel yang mengalami mutasi tersebut terkena
bahan yang bisa mendorong mereka untuk melakukan pembelahan secara cepat. Seringkali
terdapat jeda waktu yang cukup panjang diantara kedua tahapan tersebut. Tahap promosi
9
tersebut sebenarnya adalah sebuah tahap yang membutuhkan pengulangan agar sel yang rusak
tersebut mampu berkembang biak lebih lanjut menjadi kanker.
Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit.
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B. Mula-
mula, glikoprotein (gp35/220) pada kapsul EBV berkaitan dengan protein CD21 (reseptor
virus) ke dalam DNA limfosit B menyebabkan limfosit B. Masuknya EBV ke dalam DNA
menjadi imortal. Namun mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum
dapat dijelaskan secara pasti. Namun demikian terdapat dua reseptor yang diduga berperan
dalam masuknya EBV kedalam sel epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeris
Imunoglobin Receptor) (Harahap, A. M., & Priawan, I. 2023).
Sel yang terinfeksi oleh FBV dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu sel yang
terinfeksi EBV akan mati dan virus akan beraplikasi IIIV yang menginfeksi sel akan mati
sehingga sel menjadi normal kembali terjadi reaksi antara sel dan virus yang mengakibatkan
trasformasi atau perubahan sifat sel menjadi ganas achingga terbentuddah sel kanker Gen EBY
yang diekspresikan. pada pendenta KNF adalals gem laten yaitu LBERA, EBNA1 LMP1,
LMP2A dan LMP2B (Piasiska, 2010). Protein EBNA 1 berperan dalam mempertahankan virus
pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine
kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Protein transmembran LMP1 (gen
yang paling berperan dalam transformasi sel) menjadi perantara sinyal TNF (Tumor Necrosi
Factor) dan meningkatkan regulasi sitokin il 10 yang meningkatkan proliferasi sel B dan
menghambat respon imun lokal. (Harahap, A. M., & Priawan, I. 2023)
2.4 Klasifikasi
Ada tiga jenis KNF berdasarkan bentuk histologi Menurut Achmad Chusnu R, (2021)
Karsinoma berkeratinisasi adalah jenis kanker yang menghasilkan keratin, protein yang
biasanya ditemukan dalam kulit, rambut, dan kuku. Pada karsinoma sel skuamosa yang
berkeratinisasi didapatkan jembatan interseluler dengan keratin yang terlihat dengan
mikroskop cahaya.
10
Karsinoma nasofaring tipe keratinizing cell carcinoma disertai gambaran intercellular
bridges (panah kuning) dan gambaran kreatinisasi
Pada karsinoma tidak berkeratinisasi atau tidak menghasilkan keratin dan jika dilihat
dengan menggunakan mikroskop cahaya ditemukan tanda diferensiasi tanpa gambaran
keratin.
11
Gambaran karsinoma nasofaring tidak berdiferensiasi
2.5 Stadium
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau rongga hidung
tanpa perluasan ke parafaringeal
T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus paranasal
T4 : Tumor dengan perluasan intr- akranial, keterlibatan nervus kranialis, hipofaring, orbit,
kelenjar parotid, dan/atau infiltrasi jaringan lunak ekstensif diluar permukaan lateral dari
otot pterigoid lateral
12
NX : KGB regional tidak dapat dinilai Tidak terdapat metastasis ke KGB
N1 : Metastasis unilateral pada KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa supra- klavikula
N2 : Metastasis bilateral pada KGB, 6 cm atau kurang dalamdimensi terbesar di atas fossa
supraklavikula
N3 : Metastasis unilateral atau bilateral pada KGB, ukuran > 6cm Metastasis Jauh (M)
Keterangan :
1. Stadium 0 : Tumor terbatas di nasofaring, tidak ada pembesaran, tidak ada metastasis jauh.
3. Stadium III: Tumor terbatas di nasofaring, metastasis kelenjar getah bening bilateral,
dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, dan
tidak ada metastasis jauh.
4. Stadium IVA: Tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Tidak ada
pembesaran dan metastasis kelenjar getah bening unilateral serta metastasis kelenjar getah
bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
supraklavikula. Tidak ada metastasis jauh.
13
5. Stadium IVB: Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor
meluas ke jaringan lunak, perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa
perluasan ke parafaring, disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur
tulang dan / atau sinus paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan / atau terdapat
keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.
Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau
terletak di dalam fossa supraklavikula. Tidak ada pembesaran.
6. Stadium IVC: Tumor primer, tidak tampak tumor, tumor terbatas di nasofaring, tumor
meluas ke jaringan lunak perluasan tumor ke rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring.
Bisa jadi disertai perluasan ke parafaring, tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus
paranasal, tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf
kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator. Selain itu dapat juga
pembesaran kelenjar getah bening regional, pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat
dinilai, tidak ada pembesaran, metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran
terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraklavikula, metastasis kelenjar
getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa
supraklavikula, Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari
6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula, ukuran lebih dari 6 cm, di dalam
supraklavikula, dan terdapat metastasis jauh.
Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk
fossa rosenmuller, kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral
lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorok atau palatum, rongga hidung atau
orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat
mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul
tergantung pada daerah yang terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam,
tetapi sekitar 10% asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri
merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali
oleh karena mirip dengan saluran nafas atas. Pada karsinoma nasofaring, paresis fasialis jarang
menjadi manifestasi awal. Karena lokasinya, karsinoma nasofaring menimbulkan sindrom
14
penyumbatan tuba dengan tuli konduktif sebagai keluhan. Perluasan infiltratif karsinoma
nasofaring berikutnya membangkitkan perdarahan dan penyumbatan jalan lintasan napas
melalui hidung. Setelah itu, pada tahap berikutnya dapat timbul gangguan menelan dan
kelumpuhan otot mata luar (paralisis okular) (Hilda, 2019). Tanda dan gejala yang sering
ditemukan pada pasien karsinoma nasofaring, antara lain:
a. Hidung:
1) Epistaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan. Dinding tumor
biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung
atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan
seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
2) Sumbatan hidung: sumbatan yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam
rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, lender kental, gangguan
penciuman. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan
penciuman dan adanya lendir kental. Gejala hidung ini bukan merupakan gejala yang khas
untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis,
sinusitis, dll (Hilda, 2019).
b. Telinga:
2) Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran. Sering kali pasien
datang sudah dalam kondisi pendengaran menurun, dan dengan tes rinne dan webber,
biasanya akan ditemukan tuli konduktif (Hilda, 2019).
15
1) Gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini
dikarenakan posisi anatomi nasofaring yang berhubungan dekat dengan rongga tengkorak
melalui beberapa lubang/foramen. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai
saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah yang
membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang
sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti (Primadina
& Imanto, 2017).
2) Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh gejala subyektif dari penderita
seperti : kepala sakit atau pusing, hipestesia daerah pipi dan hidung, kadang sulit menelan
atau disfagia. Perluasan kanker primer ke dalam kavum kranii akan menyebabkan
kelumpuhan N. II, III, IV, V dan VI akibat kompresi maupun infiltrasi atau perluasan tumor
menembus jaringan sekitar atau juga secara hematogen dengan manifestasinya adalah
diplopia. Menurut Primadina & Imanto (2017) gejala saraf kranialis, meliputi:
a) Kerusakan N.I bisa terjadi karena karsinoma nasofaring sudah mendesak N.I
melalui foramen olfaktorius pada lamina kribrosa. Penderita akan mengeluh
anosmia.
c) Parese N.V yang merupakan saraf motorik dan sensorik, akan menimbulkan
keluhan parestesi sampai hipestesi pada separuh wajah atau timbul neuralgia pada
separuh wajah.
16
d) Sindromaparafaring. Proses pertumbuhan dan perluasan lanjut karsinoma, akan
mengenai saraf otak N.kranialis IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen
jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering
disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut
sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dengan
prognosis buruk. Parese N.IX menimbulkan gejala klinis : hilangnya refleks
muntah, disfagia ringan, deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi pada laring,
tonsil, bagian atas tenggorok dan belakang lidah, salivasi meningkat akibat
terkenanya pleksus timpani pada lesi telinga tengah, takikardi pada sebagian lesi
N.IX mungkin akibat gangguan refleks karotikus. Paresis N.X akan memberikan
gejala : gejala motorik (afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, disfagia, spasme
otot esofagus), gejala sensorik (nyeri daerah faring dan laring, dispnea,
hipersalivasi). Parese N.XI akan menimbulkan kesukaran mengangkat dan
memutar kepala dan dagu. Parese N.XII akibat infiltrasi tumor melalui kanalis N.
hipoglossus atau dapat pula karena parese otot-otot yang dipersarafi yaitu M.
Stiloglossus, M. Longitudinalis superior dan inferior, M. Genioglossus (otot-otot
lidah). Gejala yang timbul berupa lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat
dijulurkan, suara pelo dan disfagia.
d. Gejala lanjut
17
2.7 Komplikasi
Menurut Chen, (2019) Kanker nasofaring dapat menyebabkan berbagai komplikasi, terutama
tergantung pada stadium kanker dan jenis terapi yang digunakan. Beberapa komplikasi yang
umum terkait dengan kanker nasofaring meliputi:
3. Gangguan Pendengaran: Jika kanker nasofaring menyebabkan kerusakan pada telinga tengah
atau saraf pendengaran, hal ini dapat mengakibatkan gangguan pendengaran atau tinitus
(denging pada telinga).
4. Kerusakan Struktur Wajah: Tumor yang tumbuh di daerah nasofaring dapat merusak struktur
wajah, menyebabkan perubahan bentuk atau pembengkakan pada wajah.
5. Nyeri: Kanker nasofaring bisa menyebabkan nyeri di daerah wajah, kepala, atau leher.
6. Perubahan Fungsi Rongga Mulut: Radioterapi atau pembedahan pada nasofaring dapat
menyebabkan perubahan dalam produksi saliva, menyebabkan mulut kering atau masalah
kesehatan gigi lainnya.
7. Perubahan Gusi dan Mulut: Terapi radiasi dapat menyebabkan inflamasi gusi (gingivitis) atau
masalah pada jaringan lunak di mulut.
8. Kerusakan Saraf: Kanker nasofaring dapat merusak saraf-saraf di sekitar area nasofaring,
menyebabkan kelumpuhan atau gangguan neurologis lainnya.
9. Kehilangan Olfaktori: Kanker nasofaring yang melibatkan daerah sinus dan nasofaring dapat
mengganggu indera penciuman, menyebabkan hilangnya kemampuan untuk mencium bau.
10. Metastasis: Kanker nasofaring memiliki kecenderungan untuk menyebar ke kelenjar getah
bening di leher dan organ lain dalam tubuh, menyebabkan penyebaran kanker (metastasis)
ke daerah lain.
18
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan Citologi: Mengambil sampel sel dari nasofaring untuk dianalisis di bawah
mikroskop guna mendeteksi adanya sel-sel kanker.
3. Pemeriksaan Imagi: Termasuk CT scan, MRI, atau PET scan untuk mengevaluasi ukuran
tumor, penyebaran, dan tingkat invasi ke struktur sekitarnya.
4. Pemeriksaan Darah: Termasuk tes darah rutin dan tes khusus seperti tes Epstein-Barr
virus (EBV) untuk mendukung diagnosis kanker nasofaring.
19
2.9 Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
20
ini mematikan sel kanker dengan merusak DNA, sehingga mencegah sel kanker
untuk berkembang.
b. Non Farmakologi
Terapi non-medis yang dapat membantu pasien kanker nasofaring mencakup berbagai
pendekatan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantu mengelola
gejala serta efek samping pengobatan. Beberapa di antaranya meliputi:
1. Terapi Gizi: Dukungan dari ahli gizi untuk merancang diet yang tepat dan memberikan
nutrisi yang cukup sangat penting. Pasien mungkin mengalami kesulitan makan atau
menelan karena efek samping pengobatan atau karena lokasi tumor. Diet yang kaya protein
dan kalori dapat membantu dalam proses penyembuhan dan menjaga berat badan yang
sehat.
2. Terapi Fisik: Program latihan fisik yang disesuaikan dengan kondisi pasien dapat
membantu mempertahankan kekuatan otot, meningkatkan energi, dan mengurangi
kelelahan. Terapi fisik juga dapat membantu meningkatkan mobilitas dan menjaga
keseimbangan tubuh.
4. Terapi Psikologis: Konseling atau terapi psikologis dapat membantu pasien mengelola
stres, kecemasan, dan depresi yang sering terkait dengan diagnosis kanker. Dukungan
psikologis juga penting bagi keluarga dan orang-orang yang merawat pasien.
5. Terapi Relaksasi: Teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam dapat
membantu mengurangi stres, meningkatkan tidur, dan meningkatkan kesejahteraan secara
keseluruhan.
21
hidup. Bersosialisasi dengan orang-orang yang mengalami pengalaman serupa juga dapat
membantu dalam mengatasi perasaan isolasi dan kesepian.
3.0 Pencegahan
Pencegahan kanker nasofaring melibatkan beberapa langkah dan tindakan yang dapat
membantu mengurangi risiko seseorang terkena penyakit ini. Berikut adalah beberapa strategi
pencegahan yang dapat dipertimbangkan:
1. Hindari Paparan Faktor Risiko Beberapa faktor risiko yang terkait dengan kanker
nasofaring termasuk infeksi virus Epstein-Barr (EBV), konsumsi makanan asin atau
diasinkan, dan paparan asap tembakau. Hindari paparan berlebih terhadap faktor-faktor ini
dapat membantu mengurangi risiko.
2. Jaga Kebersihan Telinga dan Hidung Infeksi saluran pernapasan atas, termasuk infeksi
virus Epstein-Barr (EBV), dapat meningkatkan risiko kanker nasofaring. Mencuci tangan
secara teratur dan menjaga kebersihan telinga dan hidung dapat membantu mencegah
infeksi.
3. Konsumsi Makanan Sehat Makanan yang sehat dan seimbang, seperti buah-buahan,
sayuran, biji-bijian utuh, dan protein tanpa lemak, dapat membantu menjaga kesehatan
secara umum dan meminimalkan risiko kanker nasofaring.
4. Batasi Konsumsi Makanan Asin dan Diasinkan Makanan yang tinggi garam atau
diawetkan dengan garam, seperti makanan asin, diasinkan, atau diawetkan secara
22
tradisional, telah terkait dengan peningkatan risiko kanker nasofaring. Mengurangi
konsumsi makanan ini dapat membantu mengurangi risiko.
5. Hindari Merokok dan Konsumsi Alkohol Merokok dan konsumsi alkohol telah terkait
dengan peningkatan risiko kanker nasofaring. Hindari atau batasi konsumsi tembakau dan
alkohol dapat membantu mengurangi risiko.
6. Vaksinasi Untuk beberapa populasi dengan risiko tinggi, seperti populasi di wilayah
dengan tingkat kejadian kanker nasofaring yang tinggi, vaksinasi terhadap virus Epstein-
Barr (EBV) mungkin merupakan langkah pencegahan yang dapat dipertimbangkan.
3.1 WOC
23
24
KASUS SEMU KANKER NASOFARING
Disebuah rumah sakit tepatnnya RS. Widya Mandala ada seorang pasien atas nama Tn.R usia 55
tahun agama Islam,dengan suku Jawa. Pasien datang dengan diagnosa Kanker Nasofaring sejak
tahun 2022 Klien datang ke RS Widiya Mandala dengan alasan akan melakukan kemoterapi yang
ke-2, namun dikarenakan keadaan klien tidak memungkinkan untuk dilakukan kemoterapi
dikarenakan Hb klien semakin menurun (9 pada tanggal 19 Maret 2024 ) maka klien diminta untuk
melakukan perbaikan keadaan terlebih dahulu sebelum dilakukan kemoterapi. Semejak pasien
mengidap penyakit tersebut pasien mengalami nyeri dibagian leher, penurunan nafsu makan
karena pasien tidak dapat menelan dan disebabkan pasien tidak mampu batuk dan sering
mengalami hidung tersumbat seperti pilek tidak kunjung sembuh dan kesusahan pada saat bernafas
seperti ada yang mengganjal di daerah hidung, keluarga pasien juga mengatakan pasien mengalami
penurunan berat badan sejak 2023 yang dimana pasien pasien awalnnya berat badan 75 kg
sekarang menjadi 60 kg pasien juga mengalami efek samping kemoterapi sepeti muntah dan
mual,kepala pusing,dan badan pasien lemas sehingga membuat pasien makan yang biasanya 1
porsi menjadi hanya ¼ saja atau 3-4 sendok dan nafsu makan menurun. Pasien mengeluh sesak
nafas dan Pada di saat di kaji ada kelihatan massa di bagian hidung pasien seperti benjolan dan
sekret di dalam hidung pasien lumayan banyak sehingga membuat suara nafas pasien terdengar
ronchi pada saat menarik nafas pasien tampak meringis dan menahan nyeri karena benjolan yang
ada dibagian hidung pasien membuat kesulitan bernafas karena mengalami nyeri. Dan Kemudian
di lakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TTV pasien TD : 110/80 Nadi : 110 Suhu : 36,5 SPO :
97% RR: 22
25
YAYASAN WIDYA MANDALA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN
Jl.Kalisari Selatan 7, Lantai 8, Tower A, Pakuwon City Surabaya, Telp.(031) 99005307 ext
10853, Fax (031) 99005278 Email: keperawatan@mail.wima.ac.id ; fkep.wima@yahoo.co.id,
Website:http://www.wima.ac.id
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) IDENTITAS KLIEN
No. Register : 243576
Nama : Tn.R
Umur : 55thn
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
Tanggal/Jam MRS :
Diagnosis Masuk :
26
Informasi dari : □ Pasien
□ Keluarga, Hubungan : Istri Nama : Ny.S □
Orang lain, Hubungan : Nama :
2) RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan utama (alasan MRS) : Pasien datang dengan diagnosa Kanker Nasofaring sejak tahun
2022 Klien datang ke RS Widiya Mandala dengan alasan akan melakukan kemoterapi yang ke-2,
namun dikarenakan keadaan klien tidak memungkinkan untuk dilakukan kemoterapi dikarenakan
Hb klien semakin menurun (9 pada tanggal 19 Maret 2024 ) maka klien diminta untuk
melakukan perbaikan keadaan terlebih dahulu sebelum dilakukan kemoterapi.
Keluhan utama saat dikaji: Pasien mengeluh sesak nafas dan Pada di saat di kaji ada kelihatan
massa di bagian hidung pasien seperti benjolan dan sekret di dalam hidung pasien lumayan banyak
sehingga membuat suara nafas pasien terdengar rochi pada saat menarik nafas pasien tampak
meringis dan menahan nyeri karena benjolan yang ada dibagian hidung pasien membuat kesulitan
bernafas karena mengalami nyeri. Dan Kemudian di lakukan pemeriksaan TTV dengan hasil TTV
pasien TD : 110/80 Nadi : 110 Suhu : 36,5 SPO : 97% RR: 20
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien akan melakukan kemoterapi yang ke-2, namun
dikarenakan keadaan klien tidak memungkinkan untuk dilakukan kemoterapi dikarenakan Hb
klien semakin menurun (9 pada tanggal 19 Maret 2024 ) maka klien diminta untuk melakukan
perbaikan keadaan terlebih dahulu sebelum dilakukan kemoterapi. Semejak pasien mengidap
penyakit tersebut pasien mengalami penurunan nafsu makan karena pasien tidak dapat menelan
karena nyeri, karena disebabkan pasien tidak mampu batuk dan sering mengalami hidung
tersumbat seperti pilek tidak kunjung sembuh dan kesusahan pada saat bernafas seperti ada yang
mengganjal di daerah hidung, pasien juga mengatakan pada saat menelan di daerah tenggerokan
itu nyeri, keluarga pasien juga mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan sejak 2023
yang dimana pasien pasien awalnnya berat badan 75 kg sekarang menjadi 60 kg pasien juga
mengalami efek samping kemoterapi sepeti muntah dan mual,kepala pusing,dan badan pasien
lemas sehingga membuat pasien makan yang biasanya 1 porsi menjadi hanya ¼ saja atau 3-4
27
sendok dan nafsu makan menurun.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut, Pola nafas tidak efektif, Defisit Nutrisi
Tanda-tanda vital
28
RR :22 x/mnt □ Teratur □ Tidak teratur
Keluhan Lain : Pasien mengtakan nyeri dibagian leher P : pada saat menelan Q: tertusuk
tusuk, R : Tenggorakan, S : 6, T : 1-2 menit, Pasien mengatakan nafsu makan menurun karena
kesulitan menelan, Pasien mengatakan sesak nafas karena hidung tersumbat
Masalah Keperawatan : Nyeri akut, Pola nafas tidak efektif, Defisit nutrisi
3) OKSIGENASI
Pergerakan dada : □ Simetris □ Asimetris
□ Istirahat □ Aktifitas
29
4) SIRKULASI
Irama jantung : □ Reguler □ Ireguler
Keluhan lain :-
□ Strabismus, D / S
□ Tinitus, D / S
Kejang : □ Tidak □ Ya
30
GCS :4 /5 /6
R (Lokasi) : tenggorokan
S (Skala) :6 T
(Waktu) :1-2 menit
□ Aktifitas fisik
Keluhan lain : Pasien mengtakan nyeri dibagian leher, Pasien mengatakan sesak nafas
karena hidung tersumbat
6) ELIMINASI
Kandung kemih : □ Supel □ Keras □ Nyeri tekan
31
Kemampuan berkemih: □ Spontan □ Alat bantu, sebutkan ……………………………
□ Melena Konsistensi:keras
Warna: coklat
Keluhan lain :-
Frekuensi : 20x/mnt
32
Asupan makan berkurang : □ Tidak □ Ya
Skrining Gizi
Parameter Skor*
1 - 5 kg 1
6 - 10 kg 2
11 - 15 kg 3
> 15 kg 4
33
Tidak tau seberapa banyak penurunannya 2
Ya 1
Total Skor 4
*) Lingkarilah skor pada kolom skor sesuai dengan fakta kemudian jumlahkan untuk total
skor nya
Catatan: Jika skor ≧ 2 dan / atau pasien dengan diagnosa khusus, pengkajian
Keluhan lain : Pasien mengatakan nafsu makan menurun karena kesulitan menelan
□ Hemi / paraplegi
34
Penggunaan spalk/gips: □ Ya □ Tidak
Q: tertusuk tusuk
R : Tenggorakan
S:6
T : 3-5 menit
Mobilisasi
□ Semua dibantu
35
Nilai pitting edema: □ Normal □ Derajat 1 □ Derajat 2 □ Derajat 3 □ Derajat 4
Bila Ya, Lama luka: ………….., Warna Luka ……………, Luas Luka ………………
Lain-lain : ………………………………………………………………………………
Klasifikasi 4 3 2 1 Score
Compos 3
Kesadaran Apatis Soporus Koma
mentis
Total score 17
Keluhan lain :-
36
Masalah Keperawatan :Tidak ada
10) ENDOKRIN
Pembesaran kel. Thyroid : □ Tidak □ Ya
Hiperglikemi : □ Tidak □ Ya
Hipoglikemi : □ Tidak □ Ya
Keluhan lain :-
11) REPRODUKSI
WANITA PRIA
Keluhan lain :-
37
Riwayat pemasangan restrain : □ Tidak □ Ya, sebutkan……….
Keluhan lain :-
Keluhan lain :-
□ Takut □ Panik
38
Persepsi terhadap sakitnya : □ Cobaan Tuhan □ Hukuman
Keluhan lain :-
39
Kriteria Rencana Pemulangan (Discharge Planning)
Bila salah satu jawaban diatas "Ya", maka dilanjutkan perencanaan sbb:
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan dengan atau tanpa alat bantu: □ Tidak
□Ya, sebutkan…….
Latihan fisik lanjutan, perlu rujuk Rehab Medik: □ Tidak □ Ya, sebutkan……….
Lain lain:
40
2.8.1 Analisa Data
MASALAH
NO DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. DS : Pasien mengatakan nyeri dibagian
leher
P : pada saat menelan
Q: tertusuk tusuk
R : Tenggorakan
S:6
Agen pencedera fisiologis Nyeri Akut (D.0077)
T : 1-2 menit
DO :
1.Tampak meringis
2.Gelisah
3. Nadi meningkat
41
2.8.2 Rumusan Diagnosa
1.Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan pasien
mnegatakan nyeri dibagian, pasien tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat.
Q: tertusuk tusuk
R : tenggorokan
S:6
T : 1-2 menit
2. Pola napas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan upaya nafas dibuktikan dengan Pasien
mengatakan sesak nafas karena hidung tersumbat, sesak nafas
2.9 Intervensi
42
P : jika beraktifitas 6.Kesulitan tidur komplementer yang pereda nyeri hanya saja masih
dan menelan menurun sudah diberikan terasa sedikit nyeri
Terapeutik 4.Pasien merasa tidak nyaman
Q: tertusuk tusuk
4. Kontrol lingkungan dan rasa nyeri bertambah akibat
R : Kepala dan leher yang memperberat ruangan yang terlalu gelap dan
43
2.Produksi sputum 2.Monitor sputum 3.Pasien merasa lebih nyaman
menurun (jumlah, wama, diberikan posisi semi-Fowler
3.Frekuensi napas aroma) 4.Pasien lebih merasa relax dan
membaik Terapeutik rasa nyeri pada tenggorokan
4. Pola napas membaik 3.Posisikan semi- nya sedikit berkurang setelah
Fowler atau Fowler diberikan minum air hangat
4.Berikan minum sebanyak 200cc
hangat 5.Pasien diberikan oksigen
5. Berikan oksigen, sesuai saturasi oksigen jika
jika perlu keadaan pasien belum membaik
Edukasi 6.Pasien diberikan asupan
6.Anjurkan asupan cairan masuk berupa makanan
cairan 2000 ml/hari, cair melalui NGT sebanyak
jika tidak 1500 ml karena kesulitan
kontraindikasi menelan
Kolaborasi 7.Perawat kolaborasi dalam
7.Kolaborasi pemberian bronkodilator
pemberian bersama dokter agar
bronkodilator, mengurangi rasa sesak pada
ekspektoran, pasien
mukolitik, jika perlu.
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1.Status nutrisi yang dialami
(1.03119)
(D.0019) intervensi selama 2x24 pasien rendah karena
Observasi
berhubungan dengan jam diharapkan status kurangnya asupan nutrisi yang
1. Identifikasi status
ketidakmampuan nutrisi (L.03030) masuk
nutrisi
menelan makanan membaik dengan 2.Makanan yang disukai pasien
2. Identifikasi
dibuktikan dengan kriteria hasil : adalah makanan sayur hijau dan
makanan disukai
nafsu makan 1. Nafsu makan berkuah
4. Monitor asupan
menurun, berat badan membaik 4.Pasien makan melalui NGT
makanan
menurun minimal 2.Berat badan 3x/sehari dengan jenis makanan
10% dibawah rentang membaik
44
ideal, otot menelan 5. Monitor berat berupa cairan yang nutrisinya
lemah, membarn badan sudah ditentukan oleh ahli gizi
mukosa pucat. Terapeutik 5.Berat badan pasien
6. Lakukan oral mengalami peningkatan 55-57
hygiene sebelum kg
makan, jika perlu 6.Perawat membersihkan mulut
7. Berikan suplemen pasien dengan menggosok gigi
makanan, jika perlu dipagi hari
Edukasi 7.Suplemen makanan yang
8. Anjurkan posisi diberikan perawat dapat
duduk, jika mampu membuat pasien menambah
Kolaborasi nafsu makan nya
9. Kolaborasi dengan 8.Perawat membantu pasien
ahli gizi untuk duduk saat pemberian makanan
menentukan jumlah melalui NGT
kalori dan jenis 9.Perawat melakukan
nutrisi yang kolaborasi pemberian makanan
dibutuhkan, jika perlu dengan ahli gizi untuk
memperhitungkan status nutrisi
nya
45
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
46
1 4 09.02 Membantu mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
47
2 menit, pola nafas px sudah sedikit
membaik, RR 21x/mnt ditemukan
adanya, sputum warna kuning berbau, px
mengatakan nafsu makan menurun
dikarenakan kesulitan menelan, px
mengatakan mampu menghabiskan
makanan hanya ¼ saja atau 3-4 sendok
dan nafsu makan menurun, TB : 170 BB
: 60 IMT :
2 3,5 08.15 Memberikan px posisi semi fowler dan
memberikan oksigen
48
1,2,3 7,8,9 11..30 Memberikan kolaborasi pemberian
analgetik untuk meredakan nyeri dan
bronkodilator untuk mengurangi rasa
sesak dan kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan, dan
memberikan suplemen makanan
49
EVALUASI
O : - px tampak meringis
- Px tampak gelisah
P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan
3 14.00 S : px mengatakan kessulitan menelan,
nafsu makan menurun, dan hanya mampu
menghabiskan ¼ porsi makanannya
O : px terlihat lemas
P : Intervesnsi dilanjutkan
50
1 10 Maret 2024 14.00 S : px mengatakan merasakan nyeri pada
bagian leher sedikit beerkurang
O : - px tampak meringis
- Px tampak gelisah
- Px tampak terlihat protektif
P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan
3 14.00 S : px mengatakan masih kessulitan
menelan, nafsu makan menurun, dan
hanya mampu menghabiskan ¼ porsi
makanannya
O : px terlihat lemas
P : Intervesnsi dilanjutkan
51
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ca nasofaring merupakan kanker pada bagian nasofaring dimana orang yang mengalami
penyakit ini akan merasakan nyeri dan gangguan kesulitan menelan. Kanker ini umunya adalah
kanker yang ganas. Jika seseorang memiliki beberapa gejala yang sudah dijelaskan tadi maka
segera diperiksa ke dokter untuk di lakukan pemeriksaaan dan diberikan terapi tahap selanjutnya.
52
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Chusnu Romdhoni, Achmad. "Efek samping radioterapi pada regio oral penderita karsinoma
nasofaring."
Arohmah, N. K., & Prabowo, R. H. (2020, November). Gambaran Klinis dan Faktor Risiko Penderita
Kanker Nasofaring. In Conference on Innovation in Health, Accounting and Management
Sciences (CIHAMS) (Vol. 1, pp. 205-210)
Blanchard, P., Lee, A. W. M., Leclercq, J., Marguet, S., Ng, W. T., Ma, J., ... & Wee, J. (2015).
Chemotherapy and radiotherapy in nasopharyngeal carcinoma: an update of the MAC-
NPC meta-analysis. The Lancet Oncology, 16(6), 645–655.
Chen, Y. P., Chan, A. T. C., Le, Q. T., Blanchard, P., Sun, Y., & Ma, J. (2019). Nasopharyngeal
carcinoma. The Lancet, 394(10192), 64-80.
Felisia, A., Merbawani, R., & Windartik, E. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
PERMASALAHAN DEFISIT NUTRISI PADA PASIEN KANKER NASOFARING
YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUD BANGIL (Doctoral dissertation).
Harahap, A. M., & Priawan, I. (2023). Hubungan Karsinoma Nasofaring dengan EipstennBarr Virus
(EBV) Terhadap stadium Klinis Pasien Penderita Kanker Nasofaring. Jurnal Medika
Sehat, 1(1), 35-42.
Hilda, L. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Tn.S Dengan Diagnosa
Medis Tumor Nasofaring Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Bedah Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Karya Ilmiah Akhir.
53
Kadarullah, O., Haitamy, M. N., Maulana, A. M., & Kadarullah, O. (2022). Status Sel Inflamasi dan
Stadium Kanker Nasofaring di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Herb-Medicine
Journal: Terbitan Berkala Ilmiah Herbal, Kedokteran dan Kesehatan, 5(1), 36-40.
Kuswandi, A., Kuswandi, N. H., Kasim, M., Tan’im, T., & Wulandari, M. (2020). Karakteristik
Histopatologi dan Stadium Klinis Kanker Nasofaring. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 11(1), 243–251. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.259
Pratiwi, A., Imanto, M., Tht-kl, B., Sakit, R., Moeloek, A., & Lampung, P.(2020). Karsinoma
Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun.
Medula, 9(4), 609–615
Zhang, Y., Chen, L., Hu, G. Q., Zhang, N., Zhu, X. D., Yang, K. Y., ... & Ma, J. (2015). Gemcitabine
and cisplatin induction chemotherapy in nasopharyngeal carcinoma. New England
Journal of Medicine, 19(36), 998-1006.
Zada, V. Z. (2021). Laporan Asuhan Keperawatan Paliatif pada Pasien dengan Diagnosa Medis Ca
Nasofaring. https://id.scribd.com/document/508685337/victoria-z-zada-LP-lk-CA
NASOFARING
Sallam, M., & Majid, A. (2020). Nonpharmacologic Management of Cancer Pain. In Pain
Management in Cancer: Principles and Practice (pp. 177-186). Springer.
54