Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CANCER PARU

PEMBIMBING :
Ns. Dally Rahman, M.Kep, Sp.Kep.MB

DISUSUSN OLEH :
1. Irwadi 1921312007
2. Murhayeni 1921312018
3. Devi 1921312014

PROGRAM STUDI S2 MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, karena kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Pasein Dengan Cancer
Paru-Paru)”. Makalah ini ditulis sebagai tugas kelompok untuk mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah Lanjut I. Makalah ini kami persembahkan kepada:
Bapak Dally Rahman, M. Kep., Ns.Sp.Kep.M.B
Serta teman – teman yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam mengerjakan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai pada
waktunya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik, saran,
petunjuk, pengarahan, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua dan dapat memberikan informasi bagi
pembaca. Aamiin

Padang, November 2019

Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
BAB I ............................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................................... 4
B. Tujuan ................................................................................................................ 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
TINJAUAN TEORITIS ................................................................................................ 6
A. Definisi ............................................................................................................... 6
B. Anatomi Kanker Paru ......................................................................................... 7
C. Etiologi ............................................................................................................... 8
D. Manifestasi Klinik .............................................................................................. 9
E. Klasifikasi ........................................................................................................ 10
F. Woc .................................................................................................................. 11
G. Komplikasi Kanker Paru ................................................................................. 12
H. Diagnosis .......................................................................................................... 13
I. Penaalaksanaan ................................................................................................ 15
J. Teori Keperawatan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy ........................ 16
K. Sistem Model Adaptasi sister Calista Roy ....................................................... 18
L. Penerapan Teori Adaptasi Roy pada Sistem Respirasi .................................... 19
BAB III ....................................................................................................................... 30
TINJAUAN KASUS ................................................................................................... 30
A. Pengkajian ........................................................................................................ 30
B. Analisa Data ..................................................................................................... 38
C. Diagnosa Keperawatan..................................................................................... 40
D. Intervensi Keperawatan (Nursing Care Plan) .................................................. 41
BAB IV ....................................................................................................................... 46
PENUTUP ................................................................................................................... 46
A. Simpulan .......................................................................................................... 46
B. Saran ................................................................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 48
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem respirasi merupakan salah satu sistem didalam tubuh yang fungsinya
sangat vital, dimana fungsi utama sistem pernafasan adalah melakukan proses
pertukaran gas. Dalam proses pertukaran ini udara memasuki tubuh pada saat
inspirasi, kemudian udara pernafasan tersebut berjalan disepanjang traktus
respiratorius melalui pertukaran antara oksigen dan karbondioksida ditingkat
jaringan dan akhirnya karbondioksida dihembuskan keluar pada saat ekspirasi
(Kowalak, 2011).
Dengan demikian gangguan yang terjadi pada sistem pernafasan secara
klinis dapat juga melibatkan organ tubuh diluar sistem pernafasan. Permasalah
yang terjadi pada sistem pernafasan cukup beragam, sesuai dengan kelainan pada
organ yang terkena. Beberapa ahli menggolongkan gangguan pada sistem
perafasan meliputi infeksi paru, penyakit paru interstitial, penyakit pada gangguan
sirkulasi paru, penyakit pada pengaturan pernafasan, neoplastik, mediastinum,
penyakit paru kritis, trauma toraks, dan penyakit paru kongenital (Rab,2012).
Dalam makalah ini penulis memfokuskan pengelolaan pada pasien dengan
kanker jenis adenokarsinoma. Kanker jenis adenokarsinoma ini merupakan jenis
kanker terbanyak diantara jenis lainnya diagnosis kanker paru adenokarsinoma
yaitu sebanyak 151 (90.4%) dibandingkan dengan jenis lain yaitu jenis karsinoma
sel skuamosa 11 (6,6%), karsinoma sel besar 4 (22,5%) dan jenis adenoskuamosa
1 (0,5%) (Syahruddin, 2012).
Kanker paru adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel
ganas di paru-paru. Kondisi ini merupakan salah satu jenis kanker yang paling
banyak terjadi di Indonesia. Data GLOBOCAN menyebutkan angka kejadian
kanker paru tahun 2018 sebesar 19,4 persen per 100 ribu penduduk. Rata-rata
kematian akibat kanker paru sekitar 10,9 per 100.000 penduduk.
Sebagai keperawatan medikal bedah kekhususan sistem respirasi
diharapkan mampu mengaplikasikan kelimuannya dalam menerapkan peran dan
fungsinya sebagai seorang motivator, leader, edukator serta innovator dalam
pengembangan pelayanan keperawatan profesional terhadap pengelolaan gangguan
sistem respirasi. Dalam makalah ini penulis menggunakan pendekatan teori model
keperawatan Sister Callista Roy sebagai landasan dalam menerapkan pemberian
asuhan keperawatan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada pasien,
pada kasus kelolaan. Teori adaptasi ini menggunakan penanganan stimulus
terhadap perubahan perilaku fisik serta psikologis yang membantu pasien menjadi
lebih adaptif menghadapi perubahan yang terjadi. Penerapan teori ini dapat
diberikan pada setiap pasien dengan kasus sistem respirasi baik yang mengalami
komplikasi ataupun tidak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan asuhan keperawatan Roy
pada pasien dengan Kanker Paru.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep adaftasi roy
2. Melakukan pengajian asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
medis kanker paru.
3. Melakukan analisis diagnose terhadap kasus kanker paru paru
4. Melakukan pelaksanaan intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Kanker paru merupakan suatu transformasi ganas dan ekspansi dari jaringan
paru, dan merupakan kanker paling mematikan dari seluruh jenis kanker didunia,
menyebabkan 1,2 juta kematian (Black & hawks, 2014). Kanker paru dalam arti
luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal
dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru).
dimana pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan di
sekitarnya pertumbuhan sel kanker yang tidak dapat terkendali dalam jaringan paru
dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan terutama asap rokok dan
menyebar ke tempat-tempat jauh, terjadi karena profilerasi sel tak terkontrol. (IPD,
2001; Elizabeth, 2008)
Kanker akan menjadi masalah besar dalam kesehatan dimasa depan, salah
satunya adalah kanker paru jika dikaitkan dengan kebiasaan atau gaya hidup yaitu
merokok (Jemal, Siegal, Murray, 2006). Korelasi antara perokok dengan risiko
kanker paru terlihat pada data RS Persahabatan tahun 2004 – 2006 yaitu 83,4%
pasien kanker paru laki-laki dan 43,4% pasien perempuan adalah perokok
(Syahruddin E, 2006). Korelasi antara estimasi pasien baru dan kaitannya dengan
rokok juga terlihat pada data tahunan Jemal dkk, memperlihat kanker paru
mempunyai prognosis yang buruk dibandingkan dengan kanker jenis lain karena
rendahnya angka tahan hidup dan menjadikan kanker paru sebagai penyebab utama
kematian dalam kelompok kematian akibat kanker (Jemal at al, 2006).
B. Anatomi Kanker Paru
C. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab pasti dari tumor paru belum diketahui.
Namun ada beberapa faktor resiko untuk terjadinya kanker paru yaitu :
1. Rokok merupakan faktor resiko utama.
Lamanya seseorang terpapar terhadap rokok maka semakin tinggi risiko
untuk terkena kanker paru. Terdapat cukup fakta untuk menghubungkan rokok
dengan kejadian kanker paru, terutama karsinoma bronkogenik jenis
epidermoid dan jenis kecil. Resiko kanker paru masih saja lebih tinggi daripada
orang yang tidak merokok.
Rokok dapat membahayakan perokok dan orang disekitarnya (perokok
pasif). Seperti halnya studi yang dilaporkan dari Jepang dan Skandinavia, yang
menjelaskan bahwa istri, anak dan keluarga yang mempunyai hubungan erat
dengan perokok, mempunyai insiden kanker paru lebih tinggi bila
dibandingkan dengan keluarga yang bukan perokok (Alsagaf dan Mukty,
2006). Korelasi antara perokok dengan resiko kanker paru terlihat pada data di
RS Persahabatan tahun 2004-2006 yaitu 83,4% pasien kanker paru laki-laki dan
43,3% pasien perempuan perokok. (Syahrudin, 2010)
2. Paparan Industri Salah satu bahan indusri yang dapat menyebabkan kanker
paru adalah Asbestosis. Keluhan akan muncul setelah individu terpapar dalam
jangka waktu 15 sampai 20 tahun (Alsagaf dan Mukty, 2006).
3. Predisposisi Penyakit Lain Salah satu penyakit yang dianggap mempengaruhi
terjadinya kanker paru adalah tuberkulosis paru. Hal ini dikaitkan melalui
mekanisme hiperplasia metaplasi. Data dari Aurbach (1979) menyatakan
bahwa 6,9 % dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut.
Dari 1186 karsinoma parut tersebut berasal dari bekas tuberkulosis. Data ini
berasal dari Amerika Serikat dimana insiden tuberkulosis paru hanya 0,015 %
atau 1/20 insiden tuberkulosis di Indonesia (Alsagaf dan Mukty, 2006).
4. Pengaruh Genetik dan Status Imun Tokuhotu tahun 1954 membuktikan bahwa
ada pengaruh keturunan yang terlepas dari paparan lingkungan. Status
imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler menunjukkan
adanya korelasi antara derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan
terhadap pengobatan serta prognosis (Alsagaf dan Mukty, 2006)
5. Radon Kadar radon yang tinggi yaitu lebih besar dari 4 pikocuri/L dikaitkan
dengan terjadinya kanker paru (Smeltzer, 2002). Radon merupakan gas yang
tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam tanah dan bebatuan
D. Manifestasi Klinik
Gambaran klinik yang dapat dilihat pada penyakit kanker paru tidak banyak
berbeda dari penyakit paru lainnya, yakni terdiri dari keluhan subyektif dan gejala
obyektif. Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah (PDPI, 2003; Price & Wilson
(2006)
1. Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen), Batuk
darah, Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
kering tanpa membentuk sputum , tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder
2. Hemoptisis, Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
3. Sesak napas, Suara serak, Sakit dada, Sulit / sakit menelan, Benjolan di pangkal
leher, Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan
rasa nyeri yang hebat.
4. Gambaran klinis lain yang juga dapat dilihat apabila telah terjadi metastasis
pada organ lain, berupa gejala dan keluhan tidak khas antara lain berat badan
berkurang, nafsu makan hilang, demam hilang timbul, sindrom paraneoplastik,
seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena, perifer
dan neuropatia.
E. Klasifikasi
Terdapat tiga klasifikasi kanker paru berdasarkan ukuran dan penampakan
dari sel kanker (Black & Hawks, 2014; Price & Wilson, 1996)
1) Kanker paru bukan sel kecil (non small cell lung cancer [NSCLC]) meliputi
karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Kanker sel skuamosa bermula
pada bronkus besar dan adenokarsinoma mulai dari alveolus. Sel-sel yang
ganas dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma, cenderung timbul
pada jaringan paru perifer, pertumbuhannya cepat, penyebaran ke tempat yang
jauh juga cepat. Karsinoma Sel Epidermoid (Squamosa) Tipe yang paling
sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Karsinoma ini
sering disertai batuk, hemoptosis, pneumonia, pembentukan abses akibat
obstruksidan infeksi sekunder. Sementara itu jenis Adenokarsinoma
mmperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru dan fibrosis intersisial.
2) Karsinoma sel kecil (small cell), disebut juga “ Karsinoma sel gandum” karena
berukuran seperti sel gandum, dimulai dijalan nafas besar dan kemudian
menjadi cukup besar. Karsinoma jenis ini berhubungan dengan onkogen yang
disebut L-myc. Karsinoma jenis ini mengandung granula neurosekretori padat
yang sering kali menyebabkan sindroma endokrin/ paraneoplastik. Awalnya
karsinoma jenis ini lebih sensitive terhadap kemoterapi, tetapi akhirnya akan
memiliki prognosis yang lebih buruk dan seringkali sudah bermetastasis saat
pertama ditemukan. Terletak ditengah percabangan utama bronki. Memiliki
waktu pembelahan paling cepat dan prognosis terburuk diantara karsinoma
yang lain. Tipe ini sangat berkaitan dengan kebiasaan merokok.
3) Kanker paru metastatik adalah bentuk kanker paru lainnya. Tumor payudara,
kolon, prostat, dan kandung kemih biasanya bermetastasis ke paru-paru,
namun semua kanker memiliki kemampuan untuk menyebar ke paru-paru
F. Woc

Etiologi
Pola Hidup Tidak Sehat, Perokok, Industri Asbestosis, Penyakit Lain Seperti
tuberkulosis paru, Genetik dan Status Imun, Kadar radon yang tinggi

Invansi Ke Saluran Pernafasan Melaliu


Inhalasi

Sillia hilang dan perubahan epitel

Inflamasi pada saluran pernafasan

Pengendapan kasrinogen

Kanker Paru

B1 B4 B5
B2 B3 B6

Perubahan Suplai o2 ke Metatase Metastase Invansi sel Kelemahan


struktur dan jaringan ketulang dan Kanker kanker otot dan
fungsi paru menurun jaringan nyeri sendi
Menghalaingi Menghalaingi
saluran cerna saluran cerna
Gangguan Kelemahan Merangsang
pertukaran fisik Ketidak mampuan
system saraf merawat diri
gas atau Iritasi Massa Iritasi massa
pola nafas tumor sendiri
Tumor
tidak Intoleransi Menstimulasi
efektif nyeri
aktivitas Gangguan nafsu
Suplai cairan Ketergantungan
makan menurun
ke dalam terhadap orang
Nyeri tubuh kurang lain
BB menurun

Kekurangan Deficit
volume Ketidak
perawatan
cairan seimbangan nutris
diri
kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Komplikasi Kanker Paru

1. Rasa Sakit
Nyeri dapat terjadi pada tulang rusuk atau otot dada atau bagian lain tubuh di
mana kanker paru-paru telah menyebar. Kondisi ini biasanya terjadi pada tahap
penyakit yang lebih lanjut.
2. Efusi Pleura
Kanker paru memicu penyumbatan di saluran udara utama, sehingga
menyebabkan penumpukan cairan di sekitar paru-paru (disebut efusi pleura).
Kondisi ini ditandai nyeri saat bernapas, batuk, demam, dan sesak napas.
3. Pneumonia
Jika dibiarkan, efusi pleura berpotensi menekan paru-paru, menurunkan fungsi
paru-paru, dan meningkatkan risiko pneumonia. Gejala pneumonia termasuk
batuk, nyeri dada, dan demam. Jika tidak diobati, kasus pneumonia memiliki
konsekuensi yang mengancam jiwa.
4. Batuk Berdarah
Pengidap kanker paru bisa mengalami hemoptisis (batuk berdarah) akibat
pendarahan di saluran udara. Ciri batuk darah bisa bermacam-macam. Ada
yang berwarna merah muda atau merah terang, tapi ada juga yang memiliki
tekstur berbusa atau bahkan bercampur dengan lendir.
5. Neuropati
Neuropati adalah kelainan yang memengaruhi saraf, terutama di tangan atau
kaki. Kanker paru yang tumbuh di dekat saraf lengan atau bahu berpotensi
menekan saraf, menyebabkan rasa sakit dan kelemahan. Gejalanya berupa mati
rasa, kelemahan, rasa sakit, dan rasa geli.
6. Komplikasi Jantung
Tumor yang tumbuh di dekat jantung bisa menekan atau menyumbat pembuluh
darah dan arteri, sehingga memicu pembengkakan di bagian atas tubuh, seperti
dada, leher, dan wajah. Kondisi ini rentan mengganggu irama jantung normal
dan menyebabkan penumpukan cairan di sekitar jantung. Jika tidak segera
mendapat penanganan, komplikasi ini memicu masalah penglihatan, sakit
kepala, pusing, dan kelelahan.
7. Komplikasi Esofagus
Terjadi ketika kanker tumbuh di dekat kerongkongan. Gejalanya berupa
kesulitan menelan dan nyeri ketika makanan melewati kerongkongan menuju
perut.
8. Penyebaran Kanker ke Bagian Tubuh Lain
Kanker paru-paru bisa menyebar ke bagian lain dari tubuh, khususnya otak,
hati, tulang, dan kelenjar, dikenal sebagai fase metastasis. Gejala yang muncul
berbeda-beda, tergantung pada lokasi penyebarannya.

H. Diagnosis

1. Gambaran Radiologis
Salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dilakukan adalah
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk menentukan lokasi
tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan
system TNM. Pemeriksaan radiologi paru antara lain (PDPI, 2003)
a. Foto toraks PA/lateral, akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran
tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang
ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor
juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi
perikar dan metastasis intrapulmoner.
b. CT-scan toraks, pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor lebih tepat
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm. Tanda-tanda proses keganasan juga
tergambar secara lebih baik meski tanpa gejala, misalnya terdapat
penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada.
Pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi serta ketelitiannya
mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c. Bone scan, bone survey, USG abdomen dan brain-CT dibutuhkan untuk
menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.
2. Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik serta dapat
mengambil jaringan untuk memastikan ada tidaknya sel ganas, ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis
infiltratif, mudah berdarah.
b. Biopsi aspirasi jarum dilakukan apabila biopsi tumor intrabronkial tidak
dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila
mukosa licin berbenjol
c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) TBNA di karina, atau trakea 1/1
bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan,
akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan
informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
d. Transbronchial Lung Biopsy (TBLB). Jika lesi kecil dan lokasi agak di
perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus
(TBLB) harus dilakukan.
e. Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy [TTB]) Jika lesi terletak di
perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namunjika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral
dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CT scan.
f. Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila atau teraba masa yang dapat terlihat
superfisial.. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
g. Torakoskopi medik untuk melihat massa tumor di bagaian perifer paru,
pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum.
h. Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah
untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
i. Tumor Marker. Beberapa tes yang dipakai adalah CEA (Carcinoma
Embryonic Antigen), NSE (Neuron Spesifik Enolase), Cyfra 21-1
(Cytokeratin Fragments
j. Uji serologis tumor marker tersebut sampai saat ini dipakai untuk evaluasi
hasil pengobatan tumor paru (Sudoyo, 2007)

I. Penaalaksanaan

1. Penaalaksanaan Medis
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi), Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kanker paru adalah :
a. Pembedahan
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi
lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika
faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan
potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor.
KGB mediastinun diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara
patologi anatomis. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur
dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil
analisis gas darah (AGD). Syarat untuk reseksi paru adalah: Resiko ringan
untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik, VEP1>60%,
Risiko sedang pneumonektomi, bilanKVP paru kontralateral > 35%, VEP1
> 60% (PDPI, 2003)
b. Radioterapi
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan
untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava
superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak. Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah
: Hb > 10 g%; Trombosit > 100.000/mm3; Leukosit > 3000/dl. Sementara
itu pada radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni : PS < 70;
Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan; Fungsi paru buruk (PDPI, 2003)
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat
utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance
status) harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala
WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat
antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu,
penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan (PDPI, 2003).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
• Ajarkan utuk tidak banyak beraktifitas
• Mengatur posisi semifowler
• Ajarkan tekni relaksai, Ajarkan batuk efektif
• Memberikan edukasi tentang penyakit yang di alami
• Kolaborasi dengan tim gizi untuk diet pasien
• Edukasi untuk minum obat teratur dan rutin control.

J. Teori Keperawatan Dengan Pendekatan Model Adaptasi Roy

Pandangan Menurut Sister Calista Roy dalam Tomey & Alligood, 2010
menyatakan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan menempatkan manusia
sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dipandang sebagai suatu
“holistic adaptif system” dalam berbagai aspek yang merupakan sebuah kesatuan.
Sistem merupakan suatu kesatuan yang dapat dihubungkan sebagai suatu kesatuan
untuk beberapa tujuan dan mempunyai ketergantungan dari setiap bagian-
bagiannya. Sistem sendiri terdiri dari proses input, ouput, kontrol dan umpan balik.
Untuk memahami konsep model adaptasi Roy, ada 5 asumsi yang dikembangkan
diantaranya adaptasi, keperawatan, manusia sebagai individu, kesehatan dan
lingkungan
1. Adaptasi
Adaptasi merupakan sebuah proses maupun hasil dimana manusia
sebagai individu yang berada dalam suatu kelompok mempunyai kesadaran
yang baik dan pilihan untuk membentuk sebuah sistem uang terintegrasi dengan
lingkungannya dalam mempertahankan dan meningkatkan integritas untuk
berespon adaptif terhadap stimulus yang didapat dari lingkungan.
2. Manusia
Manusia merupakan individu yang unik, holistik dan adaptif terhadap
lingkungan sekitarnya, sehingga manusia didefinisikan sebagai suatu kesatuan
dalam sebuah sistem yang terintegrasi dan memiliki kemapuan berfikir,
bertindak, mengartikan sesuatu serta mampu merasakan perubahan ataupun
melakukan perubahan untuk mencapai satu respon adaptif, dengan kata lain
manusia adalah makluk holistic mencakup bio-psiko-sosial-spiritual yang
mampu berinteraksi dengan lingkungannya (Tomey & Alligood, 2010).
Hal tersebut dapat dikontrol dengan koping yang dimiliki individu
tersebut untuk mempertahankan respon yang adaptif melalui proses yang
dinamakan sebagai subsistem kognator dan regulator. Menurut Roy proses
kognator dan regulator diwujudkan individu menggunakan empat model yang
disebut dengan model adaptasi yaitu fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan
interdepedensi (Roy & Zhan, 2010).
3. Keperawatan
Roy mengatakan bahwa asuhan yang dapat memberikan dan menunjang
kemampuan klien dalam beradaptasi dengan perubahan kondisi kesehatannya,
mampu meningkatkan kualitas hidupnya atau meninggal dengan damai adalah
keperawatan (Roy & Andrew, 1999)
4. Kesehatan
Kesehatan yang dimaksudkan adalah kondisi dimana tidak ada
penyakit. Menurut Roy kemampuan seseorang yang selalu berkembang dan
tumbuh dengan perubahan lingkungan merupakan refleksi dari kondisi sehat
yang sebenarnya dan merupakan kemampuan beradaptasi dengan kebutuhan
fisiologis, konsep diri yang adaptif, peran sosial serta adanya keseimbangan
antara kemandirian juga ketergantungan
5. Lingkungan
Lingkungan merupakan segala kondisi yang ada disekitarnya dan dapat
mempengaruhi perilaku individu mencapai tahap yang adaptif, karena manusia
selalu berinteraksi dengan lingkungannya sehingga respon yang adaptif dapat
mempengaruhi segala perubahan yang terjadi pada individu tersebut (Tomey &
alligood, 2006)
K. Sistem Model Adaptasi sister Calista Roy
Sistem terbuka pada teori Model Adaptasi Roy merupakan suatu kesatuan
yang memandang manusia sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sebagai makluk holistic dengan segala bentuk aspek yang dapat menerima input
atau stimulus baik berasal dari dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
Adaptasi tersebut ditentukan dari efek didapat dari stimulus fokal, kontekstual dan
residual. Teori ini didasari dari asumsi sebuah filosofi tentang prinsip kemanusiaan
dan kebenaran dengan menggunakan prinsip keilmuan yang berasal dari teori
adaptasi Roy (Roy & Andrew, 1999)
Input Control Effector Output

Tingkat Mekanisme Fungsi Respon


adaptasi koping fisiologis, adaptif
stimulus regulator konsep diri dan
fokal, dan Fungsi peran inefektif
kontekstual kognator interdepedensi
dan residual

Feedback
Bagan diatas adalah skema model adaptasi yang digunakan oleh Roy untuk
menggambarkan proses input dimana individu sebagai penerima masukan dengan
stimulus internal maupun eksternal dari dirinya melalui gabungan dari stimulus
fokal, kontekstual dan residual. Selain itu menggambarkan 2 bentuk subsistem
yang saling berhubungan yaitu primer dan sekunder. Subsistem primer adalah
kontrol yang terdiri dari regulator dan kognator, dimana regulator berhubungan
dengan mode adaptasi fisiologis terhadap perubahan lingkunan, sedangkan
kognator berhubungan dengan mode adaptasi konsep diri, fungsi peran dan
interdepedensi sehingga respon yang dihasilkan adalah persepsi terhadap
informasi, penilaian, emosi, pembelajaran, yang semua ini terjadi di dalam otak.
Subsistem sekunder yaitu effektor yang terdiri dari 4 mode adaptasi diantaranya
fungsi fisiologis terkait kebutuhan fisik, konsep diri, fungsi peran dan
interdepedensi. Dengan hasil akhirnya adalah output, yaitu respon adaptif atau mal
adaptif (Tomey & Alligood, 2006).

L. Penerapan Teori Adaptasi Roy pada Sistem Respirasi

Salah satu teori keperawatan yang dapat dikembangkan untuk praktek


keperawatan adalah teori “Model Adaptasi Roy” dari Sister Callista Roy. Teori ini
menjelaskan bagaimana individu/klien mampu meningkatkan kesehatannya
dengan mempertahankan perilaku secara adaptif dan merubah perilaku yang
inefektif. Teori Roy memiliki asumsi bahwa pandangan keperawatan meliputi
adaptasi, manusia dan keperawatan. Manusia dipandang bahwa memiliki kekuatan
kreativitas, holisme, subjektivitas, tujuan hidup, hubungan interpersonal dan
aktivitas. Selain itu, klien sebagai mahluk biopsikososial, system adaptasi dan
sebagai manusia berada dalam interaksi yang konstan dengan adanya perubahan
lingkungan, sehingga klien secara terus menerus mengalami perubahan dan
berupaya untuk adaptasi.
1. Pengkajian prilaku dan stimulus
Pengkajian perilaku adalah langkah awal dalam proses keperawatan
menurut model adaptasi Roy. Proses pengkajian ini meliputi data hasil
pengamatan/observasi, wawancara maupun pengukuran untuk mengumpulkan
data yang dapat disimpulkan dengan kondisi abnormal pada pasien sehingga
jika ditemukan hal tersebut dapat menjelaskan bahwa terjadi masalah dalam
melakukan adaptasi.
Roy membagi pengakjian ini menjadi dua bagian, dengan fokus pertama
adalah pengkajian tahap I yaitu perilaku dan fokus kedua adalah pengkajian
tahap II yaitu pengkajian stimulus. Pengkajian stimulus internal dan eksternal
dapat mempengaruhi perilaku adaptasi pasien, seperti status sosial ekonomi,
keyakinan, budaya serta etnis, kemudia keluarga, tahap perkembangan seperti
genetik, usia, keturunan, jenis kelamin, yang lainnya adalah mode integritas
yang adaptif. Perpaduan kedua pengkajian tadi menurut Roy mampu
meningkatkan respon yang adaptif dan meningkatkan sabilisasi potensi
kesehatan, ada tiga stimulus yang dapat dikaji dalam konsep Roy, yaitu:
a. Stimulus fokal adalah kondisi aktual (sakit) yang menyebabkan tanda-tanda
yang abnormal dari pengkajian perilaku. Stimulus ini menimbulkan
dampak langsung pada perubahan individu.
b. Stimulus kontekstual adalah faktor presipitasi atau penyebab langsung yang
mendukung terjadinya kondisi sakit. Stimulus ini merupakan semua
stimulus lain yang dialami individu baik berasal dari internal maupun
eksternal yang mempengaruhi situasi. Stimulus ini dapat diobservasi,
diukur dan dilaporkan oleh individu secara subyektif. Stimulus fokal dapat
berkontribusi terhadap munculnya respon perilaku negative yang dialami
oleh individu, meminjam istilah yang sederhana stimulus ini merupakan
stimulus tidak langsung yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
negatif yang dialami oleh individu.
c. Stimulus residual adalah suatu sikap, perilaku atau keyakinan individu yang
mempengaruhi kejadian kondisi tidak sehat. stimulus tambahan yang ada
relevansinya dengan munculnya perubahan perilaku pada penderita akan
tetapi sulit dilakukan observasi. Stimulus ini biasanya meliputi nilai
kepercayaan, sugesti, sikap, dan pengalman individu
2. Empat Mode Adaptiv
Mode adaptiv ini di di gambarkan dalam model adaptasi Roy yang berkaitan
dengan bagaimana seseorang berespon terhadap stimulus lingkungan. System
adaptasi ini dapat terjadi pada individu maupun kelompok. Empat mode
tersebut adalah: mode fisiologis, mode konsep diri, mode fungsi peran, mode
interdependensi.
a. Mode Fisiologis
Dalam konteknya dengan system respirasi, model adaptasi Roy
mengidentifikasi oksigenasi sebagai salah satu dari lima kebutuhan
fisiologis. Tiga proses dasar yang berperan dalam kehidupan adalah
ventilasi, pertukaran gas dan transport gas. Pengertian dari mode fisiologi
memberikan kerangka berfikir untuk menentukan adaptasi terkait dengan
oksigenasi. Konsep patofisiologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
ketidakefektifan prilaku serta pedoman dalam membuat rencana asuhan
keperawatan.
Dalam bukunya Roy menyatakan bahwa proses oksigenasi terdiri
dari ventilasi, alveolar & perubahan gas kapiler, serta transport gas dari
jaringan. Ventilasi merupakan proses yang kompleks dari system pernafasan
terhadap perubahan udara didalam paru dan atmosfer. Sementara itu proses
pertukaran gas terjadi dimana oksigen dan karbondioksida mengalami
pertukaran dimembran kapiler alveoli.
a. Oksigenasi meliputi : Proses ventilasi stabil; Pola pertukaran gas
stabil; Proses kompensasi adekuat
b. Nutrisi meliputi: proses digestive stabil; Pola nutrisi yang adekuat untuk
kebutuhan tubuh; Kebutuhan gizi dan metabolik yang dibutuhkan selama
proses pencernaan
c. Eliminasi meliputi: proses homeostatis usus yang stabil; proses eliminasi
fekal yang stabil; pola eliminasi urin stabil; strategi koping yang efektif
dalam perubahan eliminasi.
d. Aktifitas dan latihan meliputi: proses mobilisasi yang terintegrasi;
kompensasi yang adekuat selama gerakan tidak aktif; pola aktifitas dan
istirahat efektif; pola tidur efektif; lingkungan yang efektif untuk
terjadinya perubahan tidur
e. Proteksi meliputi: kondisi kulit yang utuh; respon penyembuhan efektif;
proteksi sekunder adekuat selama perubahan integritas kulit dan status
imun; perubahan temperature efektif
f. Sensasi meliputi: proses sensasi efektif; efektifitas system kognitif dalam
menerima informasi; pola persepsi yang stabil, contohnya interpretasi dan
apresiasi sesuai dengan input.
g. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa meliputi: proses
keseimbangan air stabil; cairan tubuh dan elektrolit stabil; status asm basa
seimbang; regulasi buffer seimbang; regulasi buffer kimia efektif.
h. Fungsi neurologi meliputi: proses yang efektif terhadap minat &
perhatian, sensasi&persepsi, koding, pembentukan konsep memori,
bahasa, perencanaan dan respon motorik; mengintegrasikan antara fikiran
dan perasaan; plastisitas dan fungsi perkembangan efektif, proses
penuaan & perubahan system saraf.
i. Fungsi endokrin meliputi: regulasi hormonal efektif terhadap proses
tubuh dan metabolic ; regulasi hormonal efektif terhadap perkembangan
reproduksi; strategi koping yang efektif terhadap stres; pola yang stabil
perubahan siklus hormonal; pola yang stabil dari umpan balik negatif
hormon.
b. Mode konsep diri
Meliputi: citra tubuh yang positif; fungsi seksual yang efektif; adanya
integrasi yang baik antara psikis dengan pertumbuhan fisik; kompensasi
yang memadai untuk perubahan tubuh; strategi koping yang efektif terhadap
kehilangan; proses yang efektif saat tutup usia; pola konsistensi diri yang
stabil; proses perkembangan moral, etik, spiritual yang efektif, harga diri,
strategi koping yang efektif terhadap ancaman diri.
c. Mode fungsi peran
Meliputi: kejelasan peran; adanya integrasi antara peran danprilaku; adanya
integrasi antara peran primer, sekunder dan tersier; pola tampilan peran yang
efektif; proses koping yang efektif terhadap perubahan peran; akuntabilitas
kinerja peran; integritas peran efektif; pola yang stabil terhadap peran
sebagai penguasa (role of mastery).
d. Mode interdependensi
Meliputi: kecukupan kasih sayang; pola yang stabil dalam memberi dan
menerima cinta, rasa hormat dan nilai; pola yang efektif terhadap
ketergantungan dan kemandirian; strategi koping yang efektif dalam
perpisahan dan kesepian; keadekuatan perkembangan belajar dan
kematangan dalam hubungan; hubungan yang efektif dan komunikasi;
kemampuan pengasuhan dalam perawatan dan perhatian; kemampuan
menjaga hubungan yang baik; pengaruh dari luar yang adekuat dan support
system untuk memenuhi rasa sayang dan perhatian
3. Panduan pengkajian keperawatan
a. Mode fisiologis
1. Oksigenasi dan sirkulasi .
Oksigen merupakan kebutuhan yang paling vital dalam kehidupan, jika
oksigen tidak terpenuhi maka suplai oksigen ke dalam sel terganggu pada
organ vital lainnya.
 Pengkajian perilaku mode fisiologis dikelompokkan dalam
mekanisme ventilasi, perfusi dan difusi. Perubahan prilaku pada
fungsi pernafasan akan ditemukan seperti kecepatan nafas dalam
kali/menit (nafas kusmaul), suara pernafasan yang abnormal,
keluhan batuk dengan atau tanpa sputum, dispneu, adanya ronkhi,
wheezing, analisa gas darah. (Smeltzer & Bare, 2008; Tomey &
Alligood, 2006).
Pada pengkajian prilaku, aspek penting yang harus dikaji adalah :
ventilasi meliputi kaji kebutuhan oksigen klien, pengkajian spesifik
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adekuatnya
ventilasi dan mengidentifikasi masalah yang terjadi; pola ventilasi,
yang harus dikaji adalah pola pernafasan klien dan bandingkan
dengan standar normal, kaji adanya tachypnea, bradipnea, serta
periode apnea.; suara nafas, lakukan pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop; pengalaman subjektif; konsentrasi
oksigen; nasi; tekanan darah; ter diagnostic; indicator fisiologi
seperti perubahan warna kulit, membrane mukosa, kuku, adanya
sianosis, serta situasi yang dapat menurunkan perfusi jaringan
 Pengkajian stimulus yang harus dikaji didalam pengkajian stimulus
ini adalah struktur dan fungsi otot, control system persyarapan,
saluran nafas, infeksi, iritan, allergen, aspirasi cairan dan faktor lain
yang dapat mengganggu bersihan jalan nafas seperti
deformitas/atropi, scoliosis, barel chest empisema dll ; penyakit
patologi lain seperti pneumonia, tuberculosis, bronchitis kronik,
emphysema, penyakit seperti ini dapat mengganggu suplai darah ke
alveoli; adanya trauma; kondisi lingkungan seperti latihan, stres,
perubahan temperature
2. Nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi berkaitan dengan proses asimilasi
yang digunakan untuk memelihara jaringan tubuh, meningkatkan
pertumbuhan, sebagai pasokan energi. Dalam hal nurtisi ada dua
komponen proses yaitu proses digesti dan proses metabolism. Marieb &
Hoehn, 2007 menggambarkan proses digesti terdiri dari lima proses
yaitu : ingesti, propusli, digesti mekanik, digesti kimia dan absorbsi.
Masalah yang umum terjadi pada nutrisi yaitu: mual dan muntah, nutrisi
lebih atau kurang, kehilangan berat badan 20% sampai dengan 25%
dibawah nilai normal, anoreksia.
3. Eliminasi
Yang perlu dikaji pada konsep nutrisi adalah gangguan pada
pola eliminasi adalah adanya penurunan fungsi perkemihan dan fungsi
gastrointestinal. Proses eliminasi pada system pencernaan erat
kaitannya dengan asupan serat (Hoen, 2007). Fungsi regulasi dari otot-
otot volunteer juga perlu diperhatikan. Perawat haruslah mengerti
perubahan- perubahan yang terjadi pada kondisi pasien. Efek dari terapi
yang didapatkan pasien perlu menjadi pertimbangan terhadap terjadinya
perubahan eliminasi. Masalah adaptasi yang umum terjadi adalah
adanya diare, flatulensi, inkontinensia urin, inkontinensia fekal, retensi
urun, strategi koping yang tidak efektif terhadap gangguan eliminasi.
4. Aktifitas dan istirahat
Aktifitas dan istirahat merupakan kebutuhan dasar dari mode
fisiolofis. Dengan melakukan aktifitas seseorang dapat melakukan
aktifitas sehari-hari dan dapat berinteraksi dengan lingkungan. Perawat
dapat mengkaji prilaku dan stimulus yanga ada terkait dengan
kebutuhan aktifitas dan istirahat. Proses dasar dari aktifitas dan istirahat
menurut Roy ada dua yaitu proses mobilisasi dan proses tidur (Callista,
2008). Proses mobilitas ini melibatkan system persyarafan, yang terdiri
dari kortek sensori motor, serebelum, ganglia basalis, dan batang otak.
Hubungan antara mobilitas dan persyarafan dapat dilihat pada bagan
dibawah ini:
Saat seseorang mengalami sakit, ia membutuhkan aktifitas dan
istirahan yang sudah terkompensasi dari adaptasi yang adekuat.
Pengkajian stimulus terhadap kebutuhan istirahat, meliputi pengkajian
fisik, kondisi psikis, dan lingkungan terhadap terjadinya gangguan
aktifitas dan istirahat. Sedangkan pada pengkajian prilaku perawat
mengkaji kuantitas dan kualitas tidur, pola tidur serta adanya gangguan
tidur. Pada kebutuhan aktifitas pengkajian prilaku meliputi aktifitas
fisik: tonus dan masa otot, kekuatan otot, mobilitas sendi, dan postur
tubuh.
5. Proteksi
Pengkajian prilaku pada sistem kekebalam meliputi: mengkaji
riwayat, kondisi kulit, nyeri dan kondisi kulit terkait dengan adanya
insisi, rambut dan kuku, keringat dan temperature, membrane mukosa,
sistem gastrointestinal, respon inflamasi. Sementara itu pengkajian
prilaku pada sistem kekebalan spesifik meliputi: indikasi respon imun,
status imun, hasil laboratorium. Pengkajian stimulus meliputi kaji
terhadap faktor lingkungan, integritas dan mood, efektifitas kognator,
tahap perkembangan
6. Sensasi
Rasa sensasi seseorang dapat berkurang oleh faktor lingkungan
dan sistem persyarafan. Ada banyak macam reseptor sensori dari tubuh
manusia yang yang secara terus menerus melakukan stimulasi dari
reseptor yang ada. Pengkajian prilaku pada area sensasi ini meliputi:
pungsional examination yaitu kaji reaksi pupil terhadap cahaya,
visualisasi penglihatan; internal examination yaitu tekanan intraokuler
dengan menggunakan alat tonomerti; kaji sensasi, symmetry
(kemampuan untuk menerima stimulus), gambaran nyeri yang
dirasakan; perubahan fisiologi seperti iritasi, kemerahan, bengkak,
perubahan posisi; perubahan prilaku seperti kelelahan. Pengkajian
stimulus meliputi penurunan sensasi sementara atau permanen,
kehilangan fungsi dari sensasi, efek lingkungan yang dapat
mempengaruhi sensai.
7. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Proses adaptasi dari cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam
basa disebut sebagai proses homeostasis. Marieb & Hoehn (2007)
mendefinisikan homeostasis sebagai memelihara lingkungan internal
tubuh yang stabil. Lingkungan internal yang dimaksud meliputi
respirasi, sirkulasi, gastrointestinal, ginjal, saraf dan sistem endokrin.
Pengkajian prilaku meliputi oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan
istirahat, proteksi, fungsi neurologi, hasil laboratorium. Pengkajian
stimulus meliputi faktor lingkungan, intervensi medic, tahap
perkembangan, efektifitas kognator yang berkaitan dengan level
pengetahuan individu.
8. Fungsi neurologi
Fungsi neurologis sangalah penting untuk adaptasi individu.
Sistem dari regulator dan kognator merupakan dasar dari fungsi
neurologis. Pengkajian prilaku meliputi: kognitif yaitu minat dan
perhatian, sensasi dan persepsi, memori, bahasa, perencanaan, respon
motorik; kesadaran yaitu tingkat kesadaran, respon terhadap nyeri,
tanda-tanda vital. Pengkajian stimulus meliputi : efek dari patofisiologi
penyakit yang dialami pasien, situasi langsung yang dapat
menyebabkan gangguan neurologi, analisa gas darah dan hemoglobin,
efek dari tindakan, stress, pengtahuan tentang penyakitnya.
9. Fungsi endokrin
Sistem endokrin erat kaitannya dengan sistem persyarafan
dalam hal mengintegrasikan dan memelihara proses fisiologis tubuh,
meningkatkan pertumbuhan normal, perkembangan dana memelihara
struktur dan fungsi. Pengkajian prilaku yang dilakukan meliputi seluruh
item yang ada pada mode fisiologis. Pengkajian stimulus eliputi: kaji
terkait dengan tahap perkembangan, riwayat keluarga, kondisi
lingkungan, level pengetahuan, integritas dan mood.
b. Mode konsep diri.
Mode konsep diri yang dikaji adalah physical self bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri yang dihubungkan dengan proses kehilangan
dan personal self tentang ideal, biopsikososial dan spriritual. Pengkajian
prilaku meliputi: physical self (body sensation, body image), personal self.
Pengkajian stimulus terhadap proses perkembangan diri, penerimaan diri,
dan focus diri.
c. Mode fungsi peran
Mode fungsi peran yaitu mengenali pola interaksi sosial seseorang
dalam berhubungan dengan orang lain, yang terdiri dari peran primer dan
peran sekunder (Tomey & Alligood, 2006). Pengkajian ini menitik
beratkan pada peran pasien setelah sakit terutama peran di keluraga. Jadi
dalam teori adaptasi mode fungsi peran dititik beratkan pada bagaimana
seseorang dapat menjalankan perannya secara optimal sesuai dengan apa
yang diharapkan lingkungan sosial pada dirinya. Peran ini dapat
diidentifikasi dari pasien dan diperkuat dengan data dari anggota keluarga
yang lain. Hasil pengkajian peran dapat dirumuskan pencarian solusi
dengan melibatkan anggota keluarga. Pengkajian prilaku pada mode fungsi
peran ini meliputi: mengidentifikasi darii peran yang ada. Sementara itu
pengkajian stimulus meliputi peran sebagai role model, norma social.
d. Model interdependensi
Mode adaptasi interdependen menunjukan mekanisme hubungan
antara pasien dengan orang lain yang akan melahirkan perasaan
membutuhkan, saling memperhatikan, saling menyanyangi dan saling
menjaga. Mode interdependensi secara observatif oleh perawat dapat
ditemukan adanya tingkat perhatian dan intensitas kunjungan yang
dilakukan oleh anggota kelurga atau orang yang dianggap penting bagi
pasien.
interdepedensi (saling ketergantungan) adalah mekanisme koping
dengan fokus interaksi yang ditujukan untuk saling mencintai, menghargai,
adanya perpisahan, kehilangan sehingga terbina sebuah support sistem
yang baik. Perubahan fungsi peran akan mempengaruhi kehidupan pasien
DM terhadap ketergantungan dengan oeranglain, apabila keluarga maupun
lingkungannya sudah merasakan jenuh, kaji bagaimana dukungan
selanjutnya karena kondisi seperti ini dapat menimbulkan masalah
gangguan konsep diri (Roy & Andrew, 1999 dalam Tomey & Alligood,
2006).
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Indentitas
Tn. Z usia 57 tahun (7 juli 1962), No. RM 196602, Kelas Rambun Pamenan
201 Bed 3, pendidikan SMP, Status menikah, agama Islam, alamat SOLOK,
Pengkajian dilakukan tanggal 5-11-2019 Dengan diagnose CA Paru+ PPOK
exaserbasi akut, pekerjaan sebagai buruh bangunan. Pasien datang ke RSUD M.
NATASIR SOSLOK tanggal 3-11-2019 pukul 10.02 WIB dengan keluhan utama
sesak nafas.

2. Penerapan Pengajian mengunakan Adaptasi menurut Roy:


a. Mode Fisiologis
1) Oksigenisasi dan sirkulasi :
Saat pengkajian didapatkan data :
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Klien sempat berobat ke dokter umum diberikan
oksigen dan obat sesak namun tidak berkurang. kemudian pasien di anjurkan
untuk ke RSUD M. NATASIR SOSLOK bagian IGD pada Tanggal 3-11-2019
kemudian pasien di berikan Oksigen, RO Thorak, ECG , LAB, CT Scan
Thorak. Selanjutnya pasien dirawat inap. Sesak dirasakan saat posisi tidur
terlentang. Sesak bertambah saat melakukan aktifitas seperti turun dari tempat
tidur. Saat tempat tidur dinaikan setegah duduk klien mengatakan sesaknya
berkurang. Klien batuk (+) sejak 1 bulan yang lalu, dahak (+) warna coklat
bercampur darah saat batu dada terasa sakit.
Keadaan umum: baik, kesadaran pasien CM, pasien tampak sesak,
menggunakan oksigen 5 liter/menit nasal kanul, Sesak dirasakan saat pasien
berbaring/ posisi terlentang, beraktivitas, naik/ turun tangga. Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 110x/menit, pernafasan 29x/menit, suhu 37oC, SpO2 95%,
cafilary refile time (CRT) <3’, akral teraba hangat, edema -/-, sianosis (-). Pada
pemeriksaan didapatkan data melalui inspeksi : gerakan dada asimetris, kiri
tertinggal, pengunaan otot bantu nafas (+), kontraksi inspirasi minimal, retraksi
interkosta, supraklavikular (-), bentuk dada tidak normal , JVP 2-5 cmH2O.
Saat palpasi : terdapat nyeri tekan, (+), vokal premitus melemah pada dada kiri.
Perkusi: terdapat suara redup -/+ pada paru. Auskultasi : suara nafas vesikuler
menurun pada kiri, terdapat ronki pada paru, whizzing -/-. mengi (-), stridor (-
) bunyi jantung 1,II dalam batas normal, regular, murmur (-), gallop (-).
Pemeriksaan Analisa gas darah tgl (-). Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
tanggal 3-11-2019 menunjukan adanya sinus takikardi HR 130 dan P vumonal.
Pemeriksaan Ro Thorak ada massa di paru kiri.
Stimulus Fokal :
Massa paru kiri dengan PPOK exaserbasi akut (Hasil rontgen dan CT Scan
Thorak tanggal 3-11-2019).
Stimulus Kontekstual:
Klien adalah seorang perokok, menghabiskan 2 bungkus per hari, selama 40
tahun. Klien rutin minum kopi hitam 5 gelas sehari. Klien mengatakan bahwa
ia juga sering bergadang, pola istirahat dan tidur tidak teratur, hal ini yang
menyebabkan ia menjadi sakit seperti sekarang ini.
Stimulus Residual:
Klien adalah seorang pekerja bangunan sejak 20 tahun dan sering berhubungan
dengan debu semen sering terhirup. Klien meyakini bahwa hal tersebut
menyebabkan ia batuk dan sesak
2) Nutrisi:
Saat pengkajian didapatkan data:
Nafsu makan klien berkurang. makan habis ¾ porsi. Tidak ada makanan
tambahan dari luar. Berat badan klien saat ini 50 kg dari berat badan
sebelumnya 79 kg, tinggi badan 170 cm, IMT 17 kg/cm3 (status gizi buruk).
Hasil laboratorium : kadar hemoglobin 11,1 g/dl. Sebelum masuk rumah sakit
klien makan habis 1 porsi setiap kali makan dengan porsi sedang walaupun
tidak teratur dan sering makan tegah malam. Klien jarang mengkonsumsi buah
dan sayur. Klien suka makanan yang bersantan seperti rendang. Klien suka
minum kopi 3-5 glas sehari disertai merokok habis 2 bungkus sehari.Turgor
kulit tampak elastis, konjungtiva tidak tampak anemis. Mukosa mulut lembab,
tidak ada stomatitis, kemampuan mengunyah klien baik, Tidak teraba
pembesaran hepar, bising usus (+) 10x/mnt. Klien mengatakan sesak dan nyeri
dada, sehingga jika melakukan aktifias makan, klien merasa penuh pada
perutnya sehingga bertambah sesak.
Stimulus Fokal :
Peningkatan intake karena proses infeksi, IMT 17 kg/cm3.
Stimulus Kontekstual:
Pola makan yang tidak teratur, kurangnya asupan serat, kebiasaan klien makan
tengah malam.
Stimulus Residual:
Klien tidak memiliki persepsi dan kebiasaan yang buruk terkait dengan nutrisi
dan pola makan
3) Eliminasi:
Eliminasi urin tidak ada keluhan, BAK spontan, warna urin kuning
jernih, distensi bladder tidak ada, nyeri saat BAB (-). Eliminasi fekal tidak ada
keluhan, BAB 1 x/hari selama di RS. Pasien mengatakan feses berwarna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak. Saat BAB klien mengatakan sesak. Sebelum
masuk rumah sakit pola BAB klien 1x perhari, lancar, konsistensi semi padat,
warna kuning. Nyeri saat BAB (-), lendir (-), darah (-). Saat di rumah sakit klien
BAK spontan menggunakan pot urinal. Pemeriksaan fisik abdomen : Inspeksi:
abdomen datar, kembung (-). Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ulu hati (-). Perkusi
: dullness (+). Auskultasi : BU (+) 12 x/menit, teratur.
Stimulus Fokal :
Kamar mandi yang berbagi dengan pasien lain dan tidak nyaman.
Stimulus Kontekstual:
Penggunaan pispot merupakan hal baru bagi pasien.
Stimulus Residual:
Klien tidak memiliki kebiasaan/ persepsi yang buruk sebelumnya yang dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan eliminasi
4) Aktivitas dan istirahat:
Saat ini klien melakukan semua aktifitas di tempat tidur/ bedrest di
tempat tidur. Klien mengeluh sesak saat turun kekamar mandi untuk BAB.
Klien tidak mengalami kesulitan dalam beraktifitas, namun saat aktifitas
dilakukan klien timbul sesak sehingga dibantu keluarga. Klien mengatakan
kamar perawatan terlalu bising dengan aktifitas pengunjung dan petugas yang
sering mondar mandir melewati tempat tidurnya karena posisi tempat tidur
tepat di dekat pintu sehingga ia sulit beristirahat dan tidur siang. Klien juga
mengatakan hanya bisa tidur pada saat malam hari 3-4 jam. Klien mengatakan
badan terasa lemas dan mudah lelah namun tidak bisa tidur dengan tenang
karena sesak yang dirasakan.
Stimulus Fokal :
Adanya ca paru, Adanya PPOK, Adanya sesak berkativitas, Adanya kebisingan
Stimulus Kontekstual:
Kondisi ruangan yang bising, Kondisi pasien yang sesak
Stimulus Residual:
Klien tidak memiliki kebiasaan/ persepsi yang buruk sebelumnya yang dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan aktifitas dan tidur
5) Proteksi:
Saat pengkajian didapatkan data:
Hasil laboratorium tanggal 3-11-2019 : leukosit 10,67 ribu/mm3,
netrofil 81,6%, limfosit 8,0%, monosit 10,3%, eosinophil 0,0%, basophil 0,1%,
eritrosit 6,13 juta/ul, hemoglobin 12,6 g/dl, hematokrit 39%, MCV 63,8 fL,
MCH 20,6 pg, MCHC 32,2 %, Thrombosit 275 ribu/mm3, lesi pada kulit tidak
ada.
Stimulus Fokal :
Tidak ditemukan
Stimulus Kontekstual:
Tidak ditemukan
Stimulus Residual:
Tidak ditemukan
6) Sensasi
Saat pengkajian didapatkan data:
Nyeri dada sebelah kiri, skala nyeri 6, nyeri seperti tersayat benda tajam,
kadang sampai ke kaki kiri. Ekspresi wajah klien meringis saat nyeri dirasakan,
klien tampak tidak nyaman. Reflek cahaya +/+, pupil isokor 2/2. mata : rx
cahaya +/+, reflek pupil +/+, isokor, Pendengaran klien tidak mengalami
gangguan saat dipanggil klien menoleh kearah datangnya suara. Klien tidak
menggunakan alat bantu melihat seperti kaca mata ataupun lensa kontak. Tidak
menggunakan alat bantu dengar.
Stimulus Fokal :
Adanya massa pada paru kiri.
Stimulus Kontekstual:
Riwayat merokok dengan terhirup debu semen
Stimulus Residual:
Klien tidak memiliki pengalaman nyeri sebelumnya seperti saat ini, sehingga
nyeri yang dirasa sangat mengganggu.
7) Cairan : Elektrolit dan Keseimbangan asam-basa:
Saat pengkajian didapatkan data:
Turgor kulit tidak kering, Bibir tampak lembab, Klien minum ± 2000
cc/hari.. IVFD 1500 cc. Hasil laboratorium: natrium 142,7 mEq/L (132-147
mEq/L); kalium 3,6 mEq/L (3.30-5.40 mEq/L); clorida 105,27 mEq/L (94,0-
111,0 mEq/L); kreatinin darah 27 mg/dL (0,5-1.3 mg/dL); ureum darah 0,9
mg/dL (10-50 mg/dL); hematocrit 41,2 %(40,0-48,0 %).
Stimulus Fokal :
Tidak ditemukan
Stimulus Kontekstual:
Tidak ditemukan
Stimulus Residual:
Tidak ditemukan
8) Fungsi persyarafan:
Saat pengkajian didapatkan data:
Kesadaran komposmentis, GCS 15 (E4M6V5), Status mental baik,
tidak ada kaku kuduk. Fungsi kognitif: orientasi orang, waktu dan tempat baik.
Stimulus Fokal :
Tidak ditemukan
Stimulus Kontekstual:
Tidak ditemukan
Stimulus Residual:
Tidak ditemukan
9) Fungsi endokrin:
Saat pengkajian didapatkan data:
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat atau keturunan diabetes
melitus. Tidak terdapat pembesaran kelenjar. Tidak memiliki keluhan terkait
sistem endokrin.
Stimulus Fokal :
Tidak ditemukan
Stimulus Kontekstual:
Tidak ditemukan
Stimulus Residual:
Tidak ditemukan
b. Mode Konsep diri
1) Pola perkembangan diri
Data yang ditemukan:
Klien berusia 57 tahun. Mekanisme koping klien positif dalam
menghadapi masalah yang ada. Emosi klien stabil. Klien cenderung untuk
diam
Stimulus fokal : Tidak terdapat kelainan yang dapat menyebabkan
gangguan perkembangan diri klien.
Stimulus kontekstual :Tidak ada faktor pencetus/presipitasi dan
faktor risiko terhadap gangguan perkembangan diri.
Stimulus residual: sikap, nilai dan kepercayaan klien yang dinggap
mempengaruhi stimulus kontekstual dan residual tidak didapatkan
2) Fokus diri:
Data yang ditemukan:
Klien tampak acuh dengan lingkungan sekitar, klien berinteraksi
seperlunya dengan sesama pasien dikamarnya.
Stimulus fokal : sesak dan nyeri yang dirasakan.
Stimulus kontekstual: tidak ditemukan .
Stimulus residual: sikap, nilai dan kepercayaan klien yang dinggap
mempengaruhi stimulus kontekstual dan residual tidak didapatkan. Klien
cenderung untuk diam
3) Identitas diri
Data yang ditemukan:
Adaptasi klien positif terhadap perubahan yang terjadi oleh karena
sakit yang diderita, klien menyadari dengan penyakitnya sekarang
mengakibatkan klien tidak bisa melakukan tugasnya secara mandiri. klien
seorang ayah dari 4 orang anak, dan satu orang istri. Keempat anak klien
sudah menikah. Klien juga seorang kakek dari 3 cucu.
Stimulus fokal: tidak ditemukan stimulus yang dapat mengganggu identitas
diri klien.
Stimulus kontekstual: tidak terdapat stimulus yang mendukung terjaadinya
gangguan pada identitas diri klien.
Stimulus residual: sikap, nilai dan kepercayaan klien positif terhadap
identitas dirinya saat ini.
c. Mode interdependensi
Data yang didapatkan :
Saat ini semua kebutuhan dan aktifitas pasien selama di rumah sakit
diabantu oleh perawat dan keluarganya (anak dan istrinya secara bergantian).
Kegiatan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti mandi, BAK/BAB,
berpakaian dan makan dibantu oleh anak dan istrinya. Klien tidak dapat
melakukannya sendiri karena sesak yang dirasakan. Dalam hal pengambilan
keputusan terutama terkait dengan terapi dan pengobatan saat ini klien
menyerahkan pada istri dan anaknya, Klien mengatakan pasrah dan percaya
sepenuhnya pada anak dan istrinya untuk melakukan persetujuan terhadap
tindakan medis dan keperawatan terhadap dirinya. Klien mendapatkan kasih
sayang dan perhatian yang maksimal dari seluruh anggota keluarganya.
Stimulus Fokal : Suplai oksigen dan nutrisi yang kurang ke jaringan
menyebabkan klien tidak toleran terhadap aktifitas harian.
Stimulus Kontekstual: tidak ditemukan stimulus yang dapat menyebabkan
gangguan pada interdependensi klien.
Stimulus Residual: Sikap, nilai dan kepercayaan klien yang dinggap
mempengaruhi stimulus kontekstual dan residual tidak didapatkan
d. Mode fungsi peran
Fungsi Peran
Data yang didapatkan :
Saat sebelum sakit klien berperan sebagai kakek dari ke 3 cucunya
sekaligus sebagai ayah untuk 4 orang anaknya, Saat dirumah sakit klien merasa
peran tersebut telah hilang untuk sementara, namun klien memiliki semangat
agar cepat sembuh agar dapat segera bertemu dengan cucunya.
Stimulus Fokal : Rawat inap di rumah sakit.
Stimulus kontekstual: kontekstual keluarga memberi dukungan kepada pasien.
Stimulus Residual : dukungan yang diberikan keluarga dan perawat serta
sikap, nilai dan kepercayaan klien yang dinggap mempengaruhi

B. Analisa Data

No Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS : Keterbatasan Ketidak efektifan pola
• Pasien mengeluhkan sesak nafas Ekspansi nafas
• Pasien mengatakan istirahatnya Paru Dan
terganggu karna sesak nafasnya Nyeri Saat
DO: Bernafas
• Pasien terlihat sesak nafas
• Menggunakan O2 5 liter/menit nasal
kanul
• TTV :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 110x/menit
Nafas : 29x/menit
Suhu : 37.0 C
SpO2 95%
• Gerakan dada asimetris, kiri tertinggal
• Batuk (+)
• Pengunaan otot bantu nafas (+)
• Vokal premitus kiri melemah,
• Perkusi paru kanan sonor
• Perkusi paru kiri redup
2. DS: Adanya agen Nyeri Akut
• Pasien mengeluh nyeri saat menarik pencedera (
nafas seperti disayat. neoplasma)
• Pasien mengatakan dadanya terasa
nyeri sebelah kiri dan sampai kaki
dengan skala 6.
• Pasien mengatakan istirahatnya
terganggu karna sesak nafasnya dan
nyeri.
DO:
• Pasien terlihat sesak merinigis jika
menarik nafas
• Pasien terlihat memegang dada
• Perubahan TTV :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 110x/menit
Nafas : 29x/menit
• Skala nyeri 6 (0-10)
• Nyeri tekan (+) interkosta ke 4
3. DS : Proses Ketidak seimbangan
• Pasien mengatakan tidak selera makan penyakit nutrisi
• Pasien mengatakan ketika makan
terasa pahit dilidah
• Pasien mengatakan hanya habis 3
sendok makan dari 1 porsi yang
disediakan di rumah sakit.
DO:
• Pasien terlihat kurus
• Pasien terlihat lemas
• BB menurun dari 79 kg menjadi 50 kg
dengan TB 170 cm
• IMT 17 (status gizi buruk)
• Sariawan (+)
• Tonos otot meneurun (+)
• Perubahan TTV :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 110x/menit
Nafas : 29x/menit
Suhu : 37.0 C

C. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian model adaptif Roy terdapat perilaku pasien yang
bersifat inefektif, diantaranya adalah:
1. Ketidak efektifan pola nafas b.d Keterbatasan Ekspansi Paru Dan Nyeri Saat
Bernafas
2. Nyeri Akut b.d Adanya agen pencedera ( neoplasma)
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd: Proses penyakit
D. Intervensi Keperawatan (Nursing Care Plan)

Diagnosa NOC Nursing Intervention Classification NIC


No
Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidak efektifan Pola NOC : Monitor pernafasan
Nafas berhubungan 1. Status Pernafasan 1. Monitor irama, kecepatan , kedalaman dan
dengan Keterbatasan 2. Tingkat nyeri kesulitan bernafas.
Ekspansi Paru Dan 3. Tanda – tanda vital 2. Catat pergerakan dinding dada,
Nyeri Saat Bernafas kesimetrisan, penggunaan otot bantu nafas,
Setelah dilakukan tindakan dan rettraksi pada pada otot supraclavicular
keperawatan terhadap klien dan intercosta
diharapkan klien menunjukan 3. Monitor pola pernafasa ( bradipneu,
keefektifan status pernafasan takipneu, hiperventilasi) dan suara nafas
dengan indikator : tambahan
1. Frekuensi pernafasan dalam 4. Palpasi kessimetrisan ekspansi paru
batas normal yaitu 16 – 5. Perkusi torak anterior dan posterior, dri
20x/menit apeks ke basis paru kiri dan kanan
2. Irama pernafasan normal 6. Auskultasi suara nafas dan adanya suara
3. Tidak ada lagi retrtaksi dinding nafas tambahan.
dada 7. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan
4. Mampu melakukan batuk efektif dan kekurangan oksigen pada klien.
5. Sianosis tidak ada 8. Monitor keluhan sesak nafas klien termasuk
6. TTV dalam rentan normal kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas klien
9. Kolaborasi dalam pemberian terapi nafas
jika diperlukan mis nebilizer.
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea
dengan tepat
2. Monitor kecemasan klien yang berkaitan
dengan kebutuhan mendapatkan oksigen
3. Monitor peralatan oksigen untuk
memastikan bahwa alat tersebut siap pakai
dan tidak mengganggu upaya klien untuk
bernafas
4. Monitor posisi perangkat pemberian
oksigen
5. Pastikan aliran oksigen
6. Pastikan penggantian kanal nasal setiap
perangkat diganti
7. Monitor kemampuan klien mentolerir
pelepasan oksigen saat makan.
8. Monitor kerusakan kulit terhadap adanya
gesekan perangkat oksigen
9. Ajarkan klien dan keluarga mengenai
penggunaan perangkat oksigen ysng
memudahkan mobilitas
10. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan oksigen tambahan
selama kegiatan atau tistirahat/tidur.
Monitor tanda - tanda vital
1. Monitor tekanan darah, nadi, frekuensi
nafas dan suhu
2. Monitor tekanan darah klien saat berbaring
dan duduk, sebelum dan setelah perubahan
posisi.
3. Monitor tanda dan gejala hiper/hipotermi
4. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
5. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
6. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda tanda vital
EBN Program Fisioterapi
1. Mengerutkan bibir saat bernapas:
Mengerutkan bibir saat bernapas bertujuan
untuk meningkatkan ekspirasi, dan nafas
panjang saat ekspirasi serta untuk mencegah
napas collapse. Telah ditemukan memiliki
peningkatan yang lebih ditandai dari volume
tidal dan penurunan frekuensi pernapasan.
2. Ekspirasi Aktif : saat melakukan Ekspirasi
panjang yang aktif memberikan kontribusi
diafragma untuk bekerja mendekati panjang
optimalnya. Sebagai tambahan, masa
ekpirasi aktif meningkatkan kekosongan
elastis tekanan pada diafragma dan tulang
rusuk
3. Insentif spirometri: spirometri Insentif
digunakan sebagai terapi ekspansi paru, dan
itu diberikan diawasi oleh fisioterapis
selama 10 sampai 15 menit per day.
perangkat yang digunakan adalah pelatih
spirometer (Kendall; Neustadt, Jerman)

2. Nyeri Akut b.d NOC : Manajemen nyeri


Adanya agen 1. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
pencedera 2. Tingkat nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
( neoplasma) 3. Tingkat Ketidaknyaman
karakteristik, onset, frekuensi, kualitas,
Setelah dilakukan tindakan intensitas dan faktor pencetus
keperawatan terhadap klien 2. Observasi adanya respon nonverbal
diharapkan klien menunjukan terhadap nyeri
kemampuan dalam mengontrol 3. Gunakan strategi komunikasi yang
nyeri dengan indikator : terapeutik
1. Mampu mengontro nyeri 4. Berikan informasi mengenai nyeri
2. Mengenali kapan nyeri terjadi (penyebab nyeri, lamanya nyeri dan
3. Menggambarkan faktor antisipasi terhadap nyeri)
penyebab 5. Ajarkan penggunaan teknik non
4. Menggunakan tindakan farmakologi
pencegahan 6. Dukung istirahat/tidur untuk menurunkan
5. Menggunakan analgesic yang nyeri
direkomendasikan 7. Monitor kepuasan pasien terhadap
6. Melaporkan nyeri berkurang manajemen nyeri dalam interval yang
dengan menggunakan spesifik
manajemen nyeri Pemberian Analgesik
7. Nyeri yang dilaporkan 1. Tentukan keparahan, lokasi, karakteristik
berkurang dan kualitas nyeri sebelum mengobati
• Nyeri tidak ada pasien
• Cemas tidak ada 2. Cek perintah pengoobatan meliputi jenis
• Ketegangan wajah obat, dosis dan frekuensi
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Berian anlagesik sesuai waktu paruhnya
6. Evaluasi kefektifan pemberian analgesik
7. Dokumentasikan respon terhadap anlgesik
dan adanya efek smaping
3. Resiko Status Nutrisi Nutrition Management
Ketidakseimbangan Indikator : Tehnikal (standar comfort)
nutrisi kurang dari 1) Intake nutrisi dalam rentang a. Nutrition Therapy
kebutuhan tubuh bd normal 1) Bina hubungan terapeutik berdasarkan
peningkatan 2) Intake makanan dalam rentang kepercayaan dan respek pada pasien
kebutuhan normal 2) Tentukan intake makanan dan kebiasaan
metabolisme Infeksi 3) Intake minuman dalam rentang makan pasien
b.d Proses penyakit normal 3) Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
Status Nutrisi: Hasil Labor anjuran
Biokimia 4) Tentukan dan kolaborasikan dengan ahli
Indikator : gizi terkait jumlah kalori dan jenis nutrisi
1) Adanya peningkatan berat yang dibutuhkan untuk memenuhi
badan kebutuhan nutrisi
2) BB ideal sesuai dengan TB b. Nutrition Monitoring
3) Mampu mengidentifikasi 1) Monitor turgor kulir pasien
kebutuhan nutrisi 2) Monitor intake diit dan kalori pasien
4) Tidak ada tanda malnutrisi 3) Identifikasi perubahan nafsu makan dn
5) Menujukan peningkatan fungsi aktifitas pasien
mengecap dan menelan 4) Monitor kepucatan, kemerahan,
kekeringan jaringan mukosa
5) Monitor hasil labor (meliputi : serum
albumin, hemoglobin, hematokrit,
elektrolit).
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
1. Konsep model adaptasi Roy adalah adanya target yang jelas pada setiap
intervensi keperawatan yang akan diberikan pada pasien. Target ini yang akan
menjadi acuan dalam evaluasi keperawatan. Penerapan teori adaptasi menurut
Roy sangat tepat pada pasien dengan gangguan respirasi karena merupakan salah
satu teori yang dinamis dan berfokus pada kemampuan adaptasi pasien dan
termasuk teori yang mudah diaplikasikan, dalam penerapan asuhan Keperawatan.
Roy menegaskan bahwa individu adalah makhluk biopsikososial sebagai satu
kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping terhadap perubahan lingkungan
untuk mencapai kondisi adaptif. Implementasi dilakukan dengan memilih
intervensi dan aktifitas keperawatan yang sesuai dengan adaptasi pasien.
2. Setelah menganalisa kasus terhadap Tn "Z" dengan Kanker Paru di temuka data
– data yaitu ; adnya tarikan dinding dada pada saat bernafas, terdengar ronkhi
sesak nafas RR 29x/menit, nyeri saat narik nafas skala 6, kurang nafsu makan
hanya makanan 3 sendok diet yang di berikan, batuk berdahak, berat badan
menurun
3. Setelah melakukan pengkajian pada Tn "Z" selanjutnya penulis merumuskan
diagnosa keperawatan sebagai berikut ; Ketidak efektifan pola nafas b.d
Keterbatasan Ekspansi Paru Dan Nyeri Saat Bernafas, Nyeri Akut b.d Adanya
agen pencedera ( neoplasma), Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh bd: Proses penyakit.
4. Setelah penulis menegakkan diagnosa, maka selanjutnya penulis menyusun
rencana keperawatan berdasarkan teori yang ada, penulis dalam menyusun
rencana keperawatan berdasarkan teori yang ada dan penulis susun berdasarkan
kondisi dan keadaan pasien sehingga kesenjangan antara teori yang ada dengan
penulis tegakkan
B. Saran
Pembelajaran tentang konsep model adaptasi Roy dalam dunia profesi
terutama bidang keperawatan harus ditanamkan kepada mahasiswa sedini mungkin
supaya nantinya bisa lebih memahami bahwa individu adalah makhluk
biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping
terhadap perubahan lingkungan untuk mencapai kondisi adaptif.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J M., & Hawk, J. H. (2014). Medical surgical nursing: Clinical management for
positive outcomes. (7th Ed). St. Louis: Elseiver.Inc
Jemal A, Siegel R, Murray T. Cancer statistic. Cancer J Clin 2014; 56:106–130. Jusuf
A, Haryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutantio N kanker Paru
Jenis karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil di Indonesia., ed. Anwar J, Syahruddin E.
PDPI&POI, Jakarta. 2013.
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Alih bahasa
dr. Andry Hartono. Jakarta: EGC. Mulhall, A. (1998). Nursing, research, and the
evidence. Evidence Based Nursing, 1(1), 4-6.
Price, S. & Wilson, L.M. (2015). Pathofysiology clinical concepts of disease processes.
St. Louis: Mosby Year Book.Inc
PDPI (2003). Kanker Paru, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Rab, H.T. (2010). “Ilmu penyakit paru”, Jakarta: Trans Info Media. Riset Kesehatan
Dasar (RIKESDAS), 2014
Roy, C., & Andrews, H. A. (1999). The Roy Adaptation Model (Third ed.). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Syahruddin, E., Avissena, D. P., & Nirwan, A. (2012). A retrospective study: Clinical
and diagnostic characteristics in advanced stage of lung cancer patients with
pleural effusion in Persahabatan Hospital 2004–2007. J Respir Indo, 30, 146-51.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G (2005). Brunner & Suddarth’s: Textbook of medical
surgical nursing. Philadelpia: Lippincott.
T. Heather, H. (2018). Diagnosis Kperawatan Nanda 2015 (11th ed.). Jakarta:
mediaction.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010). Nursing theorists and their work. Missouri:
Elsevier Mosby.

Anda mungkin juga menyukai