Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN


DIAGNOSA MEDIS TUMOR PARU DI RUANG GARDENIA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Mahasiswa PPK III / Kelompok 3
Arintina Herawati NIM : 2019.C.11a.1000
David Elison NIM : 2019.C.11a.1003
Fatricia Viona L NIM : 2019.C.11a.1009
Lisnawatie NIM : 2019.C.11a.1015
Malisa NIM : 2019.C.11a.1017
Rischo Rasmara NIM : 2019.C.11a.1025

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :


Kelompok III/Tingkat 3A
Nama : 1. Arintina herawati
2. David Elison
3. Fatricia Viona L
4. Lisnawatie
5. Malisa
6. Rischo Rasmara
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
R Dengan Diagnosa Medis Tumor Paru di Ruang Gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Akan melaksanakan Seminar dengan asuhan keperawatan sebagai persyaratan


untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 3 Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Rimba Aprianti, S. Kep., Ners Erika Sihombing, S. Kep., Ners

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Diagnosa Medis Tumor Paru di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Asuhan Keperawatan ini
disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,. M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep.,Ners, selaku penanggung jawab mata kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan III.
4. Ibu Rimba Aprianti, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Erika Sihombing, S. Kep., Ners Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan saran, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 25 April 2022

Kelompok III

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................3
1.3 Tujuan..........................................................................................3
1.4 Manfaat........................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Tumor Paru..................................................5
2.1.1 Definisi............................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi............................................................5
2.1.3 Etiologi............................................................................7
2.1.4 Klasifikasi........................................................................9
2.1.5 Patofisiologi.....................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis............................................................14
2.1.7 Komplikasi.......................................................................14
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................15
2.1.9 Peatalaksanaan Medis......................................................16
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan.................................................18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................22
2.2.3 Intervensi Keperawatan...................................................23
2.2.4 Implementasi Keperawatan.............................................31
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan.............................................................37
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................45
3.3 Intervensi Keperawatan...............................................................49

iii
3.4 Implementasi Keperawatan.........................................................53
3.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................53
BAB 4 PEMBAHASAN........................................................................58
BAB 5 PENUTUP..................................................................................60
5.1 Kesimpulan..................................................................................60
5.2 Saran............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA............................................................................60
LAMPIRAN...........................................................................................63

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor/kanker paru merupakan salah satu penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Tumor paru juga merupakan
penyebab kematian utama akibat tumor pada pria dan wanita. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa tumor cenderung untuk timbul di tempat pada jaringan parut
sebelumnya (tuberkolosis, fibrosi). Kebanyakan pada tumor paru dapat
mengakibatkan adanya obstruksi dan penumpukan cairan pada stadium lanjut.
Maka hal ini dapat mempengaruhi proses pernafasan terapi oksigen yang
diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan pada ventilasi di seluruh
lapang paru, pasien dengan gangguan pertukaran gas, serta mereka yang
mengalami gagal jantung dan membutuhkan oksigen untuk menghindari
terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernafasan salah satunya adalah gangguan
pola nafas yang mengacu pada frekuensi, volume, irama dan usaha pernafasan.
Perubahan pola nafas yang umum terjadi adalah takipnea, hiperventilasi, dispnea,
orthopnea, apnea. Makasudede , 2016).
Adapun penyebab dari keganasan tumor masih belum dapat diketahui
dengan jelas tetapi virus, genetic, usia dan faktor lingkungan semua berkaitan
dengan faktor risiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan
adanya Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak
pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat) (makalah_tumor_paru, n.d.)
Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal dalam
tubuh yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti keganasan dan infeksi.
Tumor paru merupakan tumor pada jaringan paru yang bersifat jinak ataupun
ganas. Tumor ganas paru merupakan tumor yang berasal dari tumor ganas epitel
primer saluran pernafasan yang menginvasi struktur jaringan disekitarnya dan
dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik
(Makasudede, 2013). Berbagai tumor jinak dan ganas dapat timbul di paru, tetapi

1
sebagian besar (90-95%)adalah karsinoma, kekitar 5% adalah karsinoid bronkus,
dan 2-5%.
Gejala yang muncul pada penderita tumor paru yaitu biasanya seperti
batuk terus menerus,batuk darah (hemoptisis), sesak napas, suara parau, nyeri
dada ketika batuk dan menarik napas dalam, penurunan nafsu makan dan berat
badan berkurang (Dokter & Indonesia, 2013).
Menurut data World Health Organization tahun 2015, kanker paru
termasuk salah satu penyebab kematian terbesar selain kanker hati, lambung,
kolorektal, payudara dan esofagus yang menyumbang sekitar 1,59 juta kematian
tiap tahunnya. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2005
terdapat sekitar 12% kasus baru kanker paru berasal dari negara berkembang
namun, di Indonesia sendiri data epidemiologi pasti masih belum ada (Diagnosis
et al., 2016). Sedangkan menurut American Cancer Society tahun 2019, Kasus
baru: Diperkirakan 228.150 kasus paru-paru baru kanker akan didiagnosis di AS
pada 2019 (American Cancer Society, 2019). Berdasarkan data Riskesdas,
prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1.4
per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun
2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1000
penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1000 penduduk dan Gorontalo 2,44
per 1000 penduduk(Bradley, 2018) Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam
medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar ditemukan
jumlah penderita Kanker Paru periode Januari 2015-Juni 2017 dengan jumlah
penderita kanker paru berdasarkan jenis kelamin yaitu Laki-laki berjumlah 239
jiwa (4.1%) dan Perempuan berjumlah 101 jiwa (1.7%) (Fadillah D., 2017).
Dampak yang lebih membahayakan dari Tumor/Kanker paru seringkali
menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru paru (efusi pleura), sehingga
penderita mengalami sesak. Efusi dan adanya obstruksi pada bronkus oleh
karsinoma paru jenis epidermoid akan menyebabkan sesak napas hebat, kadar
oksigen darah yang rendah dan gagal jantung. Meskipun pada penderita dilakukan
aspirasi cairan pleura (torako sintesis) yang berulang-ulang, tetapi jumlah cairan
efusi pleura tetap banyak dan selalu berakumulasi kembali dengan cepat. Efusi

2
pada penyakit keganasan biasanya mempunyai prognosis yang buruk, dengan
harapan hidup kurang dari satu tahun (Suprijono, Chodidjah, & Cahyono, 2015).
Sehingga dalam hal ini dibutuhkan peran perawat dalam menangani kasus
tumor paru yaitu dengan melakukan preventif dengan member discharge planning
kepada pasien agar penyakit tidak semakin parah. Adapun discharge planning
yaitu memotivasi keluarga pasien untuk tidak merokok dan pasien tidak berada di
dekat orang yang sedang merokok, hindari daerah yang banyak polusi udara atau
pakailah masker untuk mencegah debu masuk ke saluran pernafasan, mengajarkan
kepada pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh, cukup istirahat, dan makan-
makanan yang bergizi, dan mengajarkan kepada pasien untuk menghindari
menghirup zat karsinogenik (seperti asbestos, uranium, dll) (Asuhan Keperawatan
pada Pasien Ca Paru, n.d.).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat
Asuhan Keperawatan Pada Tn. R dengan Diagnosa Medis Tumor Paru di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka saya akan menerapkan asuhan
keperawatan pada klien Tn. R dengan diagnosa medis Tumor Paru.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Karya Tulisan Ilmiah ini agar mahasiswa memperoleh pengalaman nyata
dalam memberikan Asuhan Keperawatan Pada Tn. R dengan Diagnosa Medis
Tumor Paru di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien
dengan Diagnosa Medis Tumor Paru.
1.3.1.2 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien
dengan Diagnosa Medis Tumor Paru.
1.3.1.3 Mahasiswa mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien
dengan Diagnosa Medis Tumor Paru.
1.3.1.4 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada
klien dengan Diagnosa Medis Tumor Paru.

3
1.3.1.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan
Diagnosa Medis Tumor Paru
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
yang bermakna bagi mahasiswa dalam memberikan Asuhan Keperawatan Pada
Tn. R dengan Diagnosa Medis Tumor Paru di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Hasil asuhan keperawatan ini dapat digunakan untuk membantu klien dan
keluarga untuk memahami apa itu Tumor Paru dan bagaimana nanti perawatan
mandiri untuk klien dengan Tumor Paru.
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada klien dengan Tumor Paru dan juga mampu mengembangkan
ilmu untuk dibagi kepada institusi/ mahasiswa pada institusi tersebut sehingga
dapat membuat institus semakin berkembang menjadi lebih baik
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahuan
di bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada klien dengan
Tumor Paru.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tumor Paru


2.1.1 Definisi
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi berasal dari
bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan untuk
menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Tumor
adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal dalam tubuh yang
disebabkan oleh berbagai penyakit seperti keganasan dan infeksi. Menurut
Brooker, pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau
jinak (benign). (Muhammad sidik hasanuddin, 2015) Sel tumor pada tumor jinak
bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat
membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak
sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor
dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak
mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya
didalam rongga dada. Tumor paru merupakan tumor pada jaringan paru yang
bersifat jinak ataupun ganas. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan,
meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung
Cancer) atau Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar.
(Astried Indasari, 2013).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Paru merupakan organ yang elastis dan terletak di dalam rongga dada
bagian atas, bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru terdiri dari dua bagian yang
dipisahkan oleh mediastinum yang berisi jantung dan pembuluh darah. Paru kanan
mempunyai tiga lobus yang dipisahkan oleh fissura obliqus dan horizontal,
sedangkan paru kiri hanya mempunyai dua lobus yang dipisahkan oleh fissura
obliqus. Setiap lobus paru memiliki bronkus lobusnya masing-masing. Paru kanan

5
mempunyai sepuluh segmen paru, sedangkan paru kiri mempunyai sembilan
segmen (Syaifuddin, 2016).
Paru diselubungi oleh lapisan yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis, dikenal sebagai pleura visceralis. Sedangkan lapisan yang menyelubungi
rongga dada dikenal sebagai pleura parietalis. Di antara kedua pleura terdapat
cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura
bergerak selama bernafas dan untuk mencegah pemisahan thoraks dan paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga
mencegah terjadinya kolaps paru. Selain itu rongga pleura juga berfungsi
menyelubungi struktur yang melewati hilus keluar masuk dari paru. Paru
dipersarafi oleh pleksus pulmonalis yang terletak di pangkal tiap paru. Pleksus
pulmonalis terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut
parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut eferen dari pleksus ini mempersarafi otot-
otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan
alveoli (National Cancer Institute, 2015).
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer. Fungsi
utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran
gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus
berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang tapi
pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida
tersebut. Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan (Guyton, 2017).
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi 3 stadium.
2.1.2.1 Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke
dalam dan keluar paru-paru.

6
2.1.2.2 Stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
1. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar
3. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
2.1.2.3 Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada
saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh
paru-paru. Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap
kali bernapas disebut volume tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital
paru-paru, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah
inspirasi maksimal sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara
yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar
1500 ml.
2.1.3 Etiologi
Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan
mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
2.1.3.1 Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang
berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah
diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok
yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya
berhenti merokok.
2.1.3.2 Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan
antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh
orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker
paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang

7
yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali.
2.1.3.3 Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi
udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok
kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di
daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik
juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada
masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan
berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat
pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh
polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga
ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
2.1.3.4 Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos,
uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil
klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara
pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar
daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak
dengan asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga
merokok.
2.1.3.5 Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan
tingginya risiko terkena kanker paru.
2.1.3.6 Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru
berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan
genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen
dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan
onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan
gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan CDKN2).

8
2.1.3.7 Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru
obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi tumor paru terdiri dari tumor paru jinak dan tumor paru ganas.
Menurut Brooker, pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas
(malignant) atau jinak (benign). (Mansjoer,2014)
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak
pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas. Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran
udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik,
yang terdiri dari :
2.1.4.1 Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik
karsinoma bronkogenik yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus.
2.1.4.2 Adenokarsinoma. Memperlihatkan susunan karsinoma seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mucus.
2.1.4.3 Karsinoma sel besar : sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam.
2.1.4.4 Karsinoma sel kecil : seperti tipe sel skuamosa, biasanya terletak di
tengah disekitar percabangan utama bronki.
2.1.4.5 Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-
paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.
2.1.5 Patofisiologi

9
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, faktor lingkungan
seperti polusi udara, merokok, bekerja di industri, semunya berkaitan dengan
risiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat
yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel.
Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik
atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar
dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan
yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen / sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Perluasan dari lesi primer paru adalah carcinoma bronchogenic, tumor
pada epithelium jalan nafas. Tumor-tumor ini dibedakan berdasarkan tipe selnya,
yaitu : small cell, atau oat cell, carcinoma, dan non-small-cell carcinoma. Small
cell carcinoma kira-kira 25% dari kanker paru, tumbuh dengan cepat dan
menyebar secara dini. Tumor-tumor ini memiliki unsur-unsur paraneoplastik, ini
berarti tumor ini menghasilkan lokasi metastasis yang dipengaruhi oleh tumor
secara tidak langsung.
Small cell carcinoma bisa mensintesis bahan bioaktif dan hormon yang
berperan sebagai adrenocorticotropin (ACTH), hormon antidiuretik (ADH), dan
sebuah parathormon seperti hormon dan gastrin releasing peptide. Angka Non
small-cell carcinoma mencapai 75% dari angka kanker paru. Tiap tipe sel berbeda
dari segi insiden, penampakan dan cara penyebaran. Kanker bronkogenik, tanpa
memperhatikan tipe sel, cenderung menjadi agresif, lokal invasif, dam memiliki
penyebaran / metastasis lesi yang luas / jauh. Tumor dimulai sebagai lesi mukosa
yang tumbuh menjadi bentuk massa yang melewati bronki atau menyerang
jaringan sekitar paru. Semua tipe sering menyebar melalui sistem kelenjar getah
bening yang membengkak dan organ lain.
Kanker paru cenderung bermetastasis ke kelenjar limpa, otak, tulang, hati
dan organ lainnya. Kebingungan (konfusi), gangguan berjalan dan keseimbangan,
sakit kepala, perubahan perilaku bisa saja merupakan manifestasi dari metastasis

10
pada otak. Tumor yang menyebar ke tulang akan menyebabkan nyeri pada tulang
tersebut, fraktur, dan bisa saja menekan spinal cord, seperti halnya
trombositopenia dan anemia jika sumsum tulang di invasi oleh tumor. Ketika hati
di serang, gejala dari kelainan fungsi hati dan obstruksi biliari meliputi jaundice
(penyakit kuning), anoreksia, nyeri pada kuadran kanan atas.
Sindrom vena cava superior, obstruksi sebagian atau seluruh vena cava
superior berpotensi menyebabkan komplikasi pada kanker paru, terutama pada
saat tumor menginvasi ke mediastinum superior atau kelenjar limpa mediastinal.
Baik akut maupun subakut gejalanya dapat dicatat. Terlihat edema pada leher dan
wajah klien, sakit kepala, pening, gangguan penglihatan, dan sinkop. Vena bagian
atas dada dan vena di leher akan mengalami dilatasi ; terjadinya sianosis. Edema
pada cerebral akan mengubah tingkat kesadaran; edema pada laring dapat
merusak sistem pernafasan.

11
WOC TUMOR PARU

Faktor Predisposisi :
Asap tembakau, Polusi udara, Pemajuan Okupasi, Radon, Faktor
Keturunan, Perubahan Peradangan Kronik, Vitamin A
Invasi ke saluran pernapasan melalui inhalasi

Sillia hilang dan perubahan epitel

Inflamasi pada saluran pernapasan


B6
Pengendapan Karsinogen
Kelemahan otot dan nyeri
Tumor Paru sendi

B2 B4 B5
B1 B3 Ketidakmampuan untuk
beraktivitas
Tumor menyebar
Oksigen menuju paru- Matestase ke tulang Gangguan pertukaran
ke nodus limfe
Obstruksi bronkus paru menurun dan jaringan gas
Ketergantungan terhadap orang
Menekan jalan lain
Sesak napas
Deformitas dinding Pertukaran O2 dan Merangsang system masuknya makanan
dada CO2 terganggu saraf MK : Intoleransi
Suplai cairan kedalam
Nutrisi menurun Aktivitas (D.0056)
tubuh kurang
Keletihan otot Hipoksemia Menstimulasi Nyeri
pernapasam Haus MK : Resiko
MK : Gangguan MK :Nyeri MK : Resiko Defisit
Ketidakseimbangan
MK : Pola Napas Pertukaran Gas Akut (D.0077) Nutrisi (D.0032)
Elektrolit(D.0037)
Tidak Efektif (D. (D.0003)
0005)
13
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita tumor paru yaitu : (Muhammad Sidik
Hasanuddin, 2014)
2.1.6.1 Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan.
2.1.6.2 Napas pendek-pendek dan suara parau.
2.1.6.3 Batuk berdarah dan berdahak.
2.1.6.4 Nyeri pada dada ketika batuk dan menarik napas yang dalam.
2.1.6.5 Hilang nafsu makan dan berat badan menurun.
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
2.1.6.6 Lokal (tumor tumbuh setempat) :
1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
2. Hemoptisis (Batuk darah)
3. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
4. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
5. Ateletaksis (kebocoran paru-paru).
2.1.6.7 Invasi lokal :
1. Nyeri dada
2. Dyspnea/sesak nafas karena efusi pleura
3. Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
4. Sindrom vena cava superior
5. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
6. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan sar
simpatis servikalis
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Efusi pleura
Hal ini dapat menyebabkan cairan menumpuk di ruangan yang
mengelilinggi paru-paru di rongga dada ruangan pleura.
2.1.7.2 Metastase pada tulang pinggang/tulang punggung
Ini sering menyebar (bermetasis) ke area lain tubuh, biasanya
berlawanan dengan paru-paru,seperti tulang otak, hati dan kelenjer

14
adrenal. Kanker yang meluas dapat menyebabkan rasa sakit, sakit
kepala, mual atau tanda tanda dan gejala lain bergantungan pada organ
yang terkena
2.1.7.3 Sesak nafas
Orang dengan kanker paru dapat mengalami sesak napas jika kanker
berkembang untuk menutup saluran udara yang utama.
2.1.7.4 Batuk darah
Penyakit ini dapat menyebabkan perdarahan di saluran napas, yang
dapat membuat anda batuk (Hemnoptisis).
2.1.7.5 Nyeri
Kanker paru-paru yang dapat meluas ke lapisan Kanker paru-paru atau
bagian lain dari tubuh dapat menyebabkan rasa sakit.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
Pemeriksaan CT-scan dada lebih sensitif dibandingkan dengan fotodada
PA karena dapat mendeteksi massa ukuran 3 mm.
2.1.8.2 MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum. MRI dilakukan untuk
mengetahui penyebaran tumor ke tulang belakang.
2.1.8.3 Radiologi
1. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat
mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran
dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus,
effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2.1.8.4 Laboratorium.
1. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk
mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA Dapat dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
3. Tes kulit, jumlah absolute limfosit Dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).

15
2.1.8.5 Histopatologi.
1. Bronkoskopi Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
diketahui).
2. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran.
3. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang
lebih baik dengan cara torakoskopi.
4. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
5. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostik kanker paru dikerjakan
bila bermacam-macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya
gagal mendapatkan sel tumor.
2.1.9 Penatalaksanaan
2.1.9.1 Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan ialah untuk memberikan penyembuhan jika
memungkinkan. Secara umum, pengobatan dapat mencakup
pembedahan, terapi radiasi, dan kemoterapi.
1. Pembedahan reseksi
Pembedahan Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih
untuk pasien dengan tumor setempat tanpa adanya penyebaran
metastasis dan mereka yang fungsi jantung parunya baik.
Reseksi bedah jarang menghasilkan penyembuhan sempurna.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembukan pasien dalam persentasi
kecil, namun bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang
tidak dapat di reseksi tetapi yang responsif terhadap radiasi.
Radiasi dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor dan
dapat digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk
menghilangkan tekanan tumor, radiasi dapat membantu

16
menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, hemoplisis, dan
nyeri tulang serta hepar.

3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau
dengan metastasis luas, untuk melengkapi bedah atau terapi
radiasi.
2.1.9.2 Penatalaksanaan non medis
1. Manganjurkan pasien untuk tidak merokok.
2. Hidup dalam lingkungan yang tidak cemar polusi.
3. Beri dukungan terhadap pasien.
2.1.9.3 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Penatalaksanaan keperawatan adalah Terapi Oksigen. Jika
terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigenvia
masker atau nasal kanula sesuai dengan permintaan. Bahkan jika
klien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter dapat
memberikan oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk
memperbaiki dispnea dan kecemasan.
2. Monitor asupan dan keluaran serta pertahankan hidrasi
3. Anjurkan mobilisasi secara dini
4. Periksa tanda tanda vital dan awasi serta laporkan bila terjadi
respirasi abnormal dan perubahan lainnya.
5. Lakukan penghisapan secret sesuai kebutuhan dan anjurkan
untuk melakukan pernapasan dalam dan batuk sesegera
mungkin. Periksa sekresi lebih sering.
6. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya
7. Dalam tindakan psikologis kurangi ansietas dengan memberikan
informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons
terhadap pengobatan.

17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Biodata Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, , pekerjaan,
TB/BB, alamat
2.2.1.2 Identitas penanggung jawab
Nama, umur, hubungan keluarga, pekerjaan
2.2.1.3 Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien
juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
1. Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
2. Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3. Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan
fungsinya.
5. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
2.2.1.4 Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif,
dahak bersifat bersifat mukoid atau purulen, batuk berdahak,

18
malaise, demam, anoreksia, berat badan menurun, suara serak,
sesak napas pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru
yang makin luas, serta mengalami nyeri dada yang dapat bersifat
lokal atau apat bersifat lokal atau pleuritik.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya memiliki riwayat terpapar asap rokok, industri asbes,
uranium, kromat, arsen (insektisida), besi dan oksida besi, serta
mengkonsumsi bahan pengawet.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit Kanker.
2.2.1.5 Kebutuhan dasar
1. Makanan dan cairan
Biasanya mengalami kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
kesulitan menelan mengakibatkan kurangnya nafsu makanan,
kurus karena terjadi penurunan berat badan dan mengalami rasa
haus.
2. Eliminasi
Biasanya ditemukan adanya diare, serta mengalami peningkatan
frekuensi dan jumlah urine.
3. Hygiene/ pemeliharaan kesehatan
Biasanya memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar oleh
asap rokok, mengkonsumsi bahan pengawet, terjadi penurunan
toleransi dalam melakukan aktivitas personal hygiene.
4. Aktivitas/ istirahat
Biasanya ditemukan adanya kesulitan beraktivitas, mudah lelah,
susah untuk beristirahat, mengalami nyeri, sesak, kelesuan serta
insomnia.
2.2.1.6 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien yang mengalami immobilisasi perlu dilihat dalam hal
penampilan, penampilan, postur tubuh, kesadaran kesadaran

19
apatis, apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien., gaya berjalan, kelemahan, kebersihan
dirinya dan berat badannya.
2. B1 (Breathing)
Bentuk hidung, ada atau tidaknya sekret, PCH (Pernafasan
Cuping Hidung), kesimetrisan dada dan pernafasan, suara nafas
dan frekwensi nafas. Pengaturan pergerakan pernafasan akan
mengakibatkan adanya retraksi dada akibat kehilangan
koordinasi otot. Ekspansi dada menjadi terbatas karena posisi
berbaring akibatnya ventilas paru menurun sehingga dapat
menimbulkan atelektasis. Akumulasi sekret pada saluran
pernafasan mengakibatkan terjadinya penurunan efisiensi siliaris
yang dapat menyebabkan pembersihan jalan nafas yang tidak
efektif. Kelemahan pada otot pernafasan akan menimbulkan
mekanisme batuk tidak efektif.
3. B2 (Blood)
Warna konjungtiva pada fraktur, terutama fraktur terbuka akan
terlihat pucat dikarenakan banyaknya pucat dikarenakan
banyaknya perdarahan yang keluar perdarahan yang keluar dari
luka, terjadi peningkatan denyut nadi karena pengaruh
pengaruh metabolik, endokrin dan mekanisme keadaaan yang
menghasilkan adrenergik serta selain itu peningkatan denyut
jantung dapat diakibatkan pada klien immobilisasi. Orthostatik
hipotensi biasa terjadi pada klien immobilisasi karena
kemampuan sistem syaraf otonom untuk mengatur jumlah darah
kurang. Rasa pusing saat bangun bahkan dapat terjadi pingsan,
terdapat kelemahan otot. Ada tidaknya peningkatan JVP
(Jugular Vena Pressure), bunyi jantung serta pengukuran
tekanan darah. Pada daerah perifer ada tidaknya oedema dan
warna pucat atau sianosis.
4. B3 (Brain)

20
Mengkaji fungsi serebral, fungsi syaraf cranial, fungsi sensorik
dan motorik serta fungsi refleks.
5. B4 (Bladder)
Ada tidaknya pembengkakan dan nyeri daerah pinggang, palpasi
vesika urinaria untuk mengetahui penuh atau tidaknya, kaji alat
genitourinaria bagian luar ada tidaknya benjolan, lancar
tidaknya pada saat klien miksi serta warna urine. Pada klien
fraktur dan dislokasi biasanya biasanya untuk sementara waktu
jangan dulu turun dari tempat tidur, dimana hal ini dapat
mengakibatkan klien harus BAK ditempat tidur memaskai
pispot sehingga hal ini menambah terjadinya susah BAK karena
klien tidak terbiasa dengan hal tersebut.
6. B5 (Bowel)
a. Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia.
b. Palpasi : turgor baik, tidak ada defans muscular dan
hepar tidak teraba.
c. Perkusi : suara timpani, ada panyulan gelombang cairan.
d. Auskultasi : peristaltik usus normal ±20 kali/menit.
Inguinal-genitalis-anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7. B6 (Bone)
Derajat Range Of Motion pergerakan sendi dari kepala sampai
anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri ketika
bergerak, toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya
luka pada otot akibat fraktur terbuka, tonus otot dan kekuatan
otot. Pada klien fraktur dan dislokasi dikaji ada tidaknya
penurunan kekuatan, masa otot dan atropi pada otot. Selain itu
dapat juga ditemukan kontraktur dan kekakuan pada persendian.
Keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi
tekstur kulit meliputi tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
warna dan fungsi perabaan. Pada klien fraktur dan dislokasi

21
yang immobilisasi dapat terjadi iskemik dan nekrosis pada
jaringan yang tertekan, hal ini dikarenakan aliran darah
terhambat sehingga penyediaan nutrisi dan oksigen menurun.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus,
deformitas dinding dada, keletihan otot pernapasan SDKI (D.0005 Hal
26)
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon diagnose
SDKI (D.0003 Hal 22)
2.2.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (karsinoma),
penekanan saraf oleh tumor paru SDKI (D.0077 Hal 172)
2.2.2.4 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan SDKI (D.0037 Hal 88)
2.2.2.5 Resiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient SDKI (D.0032 Hal 81)
2.2.2.6 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, imobilitas SDKI
(D.0056 Hal 128)

22
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Pola nafas tidak efektif Pola Nafas (SLKI L.01004 Hal 95) Manajemen Jalan Nafas ( SIKI I.01011 Hal 186)
berhubungan dengan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
obstruksi bronkus, deformitas keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
dinding dada, keletihan otot diharapkan pola nafas membaik nafas)
pernapasan. dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi,
(SDKI D.0005 Hal 26) 1. Dispnea menurun Wheezing, ronkhi)
2. pengguanaan otot bantu 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
pernafasan menurun Terapeutik :
3. Frekuensi nafas membaik 4. Posisikan semi fowler atau fowler
Edukasi :
5. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian bronkodilato, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
Gangguan pertukaran gas Pola Nafas (SLKI L.01004 Hal 95) Pemantauan Respirasi SIKI (I.010114 hal.247)
berhubungan dengan retensi karbon Setelah dilakukan tindakan Observasi :
diagnose SDKI (D.0003 Hal 22) keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

23
diharapkan pola nafas membaik 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
dengan kriteria hasil : hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes
1. Dispnea menurun 3. Moniitor kemampuan batuk efektif
2. pengguanaan otot bantu 4. Monitor adanya sputum
pernafasan menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
3. Frekuensi nafas membaik 6. Palpasi kesimestrisan paru
7. Akultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi :
14. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

24
Nyeri akut berhubungan dengan agen Tingkat Nyeri (SLKI L.08066 Hal Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal 201)
pencedera fisiologis (karsinoma), 145) Observasi :
penekanan saraf oleh tumor paru Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi,
(SDKI D.0077 Hal 172) keperawatan selama 3 x 7 jam frekuensi, intensitas nyeri
diharapkan tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Keluhan nyeri menurun 3. Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi
2. Meringis menurun rasa nyeri
3. Gelisah menurun 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
4. Kesulitan tidur menurun (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
5. Frekuensi nadi menurun Edukasi :
5. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
6. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Resiko ketidakseimbangan elektrolit Keseimbangan Elektrolit SLKI Pemantauan Elektrolit SIKI ( 1.03122 Hal.240 )
berhubungan dengan (L.03021 hal:42) Observasi

25
ketidakseimbangan cairan. (D.0037 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidak
hal 88). keperawatan selama 3 x 7 jam seimbangan elektrolit
diharapkan derajat infeksi menurun 2. Monitor kadar elektrolit serum
dengan Kriteria Hasil : 3. Monitor mual, muntah dan diare
1. Serum natrium membaik (5) 4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
2. Serum kalium membaik (5) 5. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis.
3. Serum klorida membaik (5) kelemahan otot, interval QT memanjang. gelombang T
4. Serum kalsium membaik (5) datar atau terbalik, depresi segmen ST, gelombang U,
5. Serum magnesium membaik (5) kelelahan, parestesla, penurunan refleks, anoreksia,
6. Serum fosfor membaik (5) konstipasi, motilitas usus menurun, pusing. depresi
pernapasan)
6. Monitor tanda dan gejala hiperknlemia (mis. peka
rangsang, gelisah, mual, muntah, takikardia mengarah
ke bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang
T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul,
blok jantung mengarah asistol)
7. Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis.
disorientasi, otot berkedut, sakit kepala, nermbrane
mukosa kering, hipotensi postural, kejang, letargi,

26
penurunan kesadaran)
8. Monitor tanda dan gejala hipematremia (mis.. haus,
demam, mual, muntah, gelisah, oeka rangsang,
membran mukosa kering, takikardia, hipotensi, letargi,
konfusi, kejang)
9. Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis. peka
rangsang, tanda Chvostek [spasme otot wajah], tanda
Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval QT
memanjang)
10. Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis. nyeri
tulang, haus, anoreksia, letargi. kelemahan otot. segmen
QT memendek, gelombang T lebar, komplek QRS
lebar, interval PR memanjang)
11. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis.
depresi pernapasan, apatis, tanda Chvostek, tanda
Trousseau, konfusi, disritmia)
12. Monitor tanda dan gejala hipermagnesarnia (mis.
kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia, depresI SSP,
letargi, koma, depresi).

27
Terapeutik :
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic jika perlu
Resiko Defisit nutrisi berhubungan Status Nutrisi (SLKI L.03030 Hal Manajemen Gangguan Makan (SIKI I.03111 Hal 177)
dengan ketidakmampuan 121) Observasi :
mengabsorbsi nutrient (SDKI Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan
D.0032 Hal 81) keperawatan selama 1 x 4 jam serta kebutuhan kalori
diharapkan status nutrisi membaik Terapeutik :
dengan kriteria hasil : 2. Timbang berat badan secara rutin
1. Porsi makan yang dihabiskan Edukasi :
meningkat 2. Perasaan cepat 3. Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan
kenyang menurun dan situasi pemicu pengeluaran makanan
3. Frekuensi makan membaik (mis:pengeluaran yang disengaja, muntah, aktivitas

28
4. Nafsu makan membaik berlebihan)
Kolaborasi :
4. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan
Intoleransi Aktivitas berhubungan Toleransi Aktivitas (SLKI L.05047) Manajemen Energi ( SIKI I.050178 Hal 176)
dengan kelemahan, imobilitas (SDKI Setelah dilakukan tindakan Observasi :
D.0056 Hal 128) keperawatan selama 1 x 4 jam 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
diharapkan toleransi aktifitas 2. Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
2. Kemampuan dalam melakukan stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
aktifitas sehari-hari meningkat 4. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
3. Keluhan Lelah menurun Edukasi :
4. Dispnea saat aktivitas menurun 5. Anjurkan tirah baring
5. Tekanan darah membaik 6. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

29
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.

30
ASUHAN KEPERAWATAN

Ruang Praktek : Ruang Gardenia


Tanggal Praktek : Senin, 18 April 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : Senin, 18 April 2022 Pukul 07.00

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Klien bernama Tn. R, klien berumur 68 Tahun, jenis kelamin laki-laki,
suku Banjar/Indonesia, beragama Islam, pekerjaannya adalah seorang pedagang,
pendidikan terakhir tidak ada, status perkawinan sudah kawin, alamat berada di
jalan dr. Murjani Gang Setia Rahman , tanggal masuk Rumah Sakit 16 April
2022, dan di diagnosa mengalami penyakit Tumor Paru.
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan merasa sesak nafas terus menerus, terutama saat
banyak beraktivitas atau banyak bergerak.
3.1.2.2 Riwayat Penyaki Sekarang
Klien mengatakan pada tanggal 15 April 2022 merasakan sesak nafas,
dan ada berobat kebidan tetapi tidak ada perubahan, namun sesak masih
terasa sampai pada tanggal 16 April 2022 dan akhirnya pada tanggal 16
April 2022 klien dibawa ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya dan akhirnya masuk ke ruang rawat inap Ruang Dahlia di kamar
9. Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan merasa sesak nafas
terus-menerus, sesak meningkat jika banyak beraktivitas atau banyak
bergerak Hasil pemeriksaan awal didapatkan klien tampak tidur
terlentang, tampak terpasang infus NaCL 0,9 % 500 ML 20 TPM
ditangan sebelah kiri, tampak terpasang oksigen nasal kanul 4 L / menit
kesadaran compos menthis, TTV : TD : 154/112, S : 36,8 oC, N :
97x/m, RR : 23 x/m, dan SpO2 98%.

31
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya ( riwayat penyakit dan riwayat operasi )
Klien mengatakan pernah mengalami penyakit sesak nafas pada tahun
2020
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada penyakit
keturunan maupun penyakit yang lainnya.
Genogram 3 generasi :

3.1.3.1 Keadaan Umum


Klien tampak tidur terlentang, tampak terpasang infus NaCL 0,9 % 500
ML 20 TPM ditangan sebelah kiri, tampak terpasang oksigen nasal
kanul 4 L / menit kesadaran compos menthis, TTV : TD : 154/112, S :
36,8 oC, N : 97x/m, RR : 23 x/m, dan SpO2 98%.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah tampak meringis,
bentuk badan tampak simetris, cara berbaring supine, berbicara jelas,
susana hati tampak gelisah, penampilan klien tampak rapi, fungsi
kogniitf orientasi waktu klien mengetahui waktu siang saat dikaji,
orientasi orang klien dapat membedakan anaknya dan perawat, orientasi
tempat klien mengetahui kalau sedang berada di RS, insight baik, dan
mekanisme pertahanan diri adaftif.
3.1.3.3 Tanda-Tanda Vital
TTV : TD : 154/112, S : 36,8 oC, N : 97x/m, RR : 23 x/m dan SpO2
98%

32
3.1.3.4 Pernafasan ( Breathing )
3.1.3.5 Cardiovascular ( Bleeding )
Masalah keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.6 Persyarafan ( Brain )
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.7 Eliminasi Uri ( Bladder )
Produksi Urine ± 2000cc / 24 jam, dengan warna kekuningan, bau khas
amoniak. Tidak ada oliguri, poliuri, dysuria, tidak menetes, tidak ada
nyeri, tidak panas, tidak ada keluhan lainya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.8 Eliminasi Alvi ( Bowel )
Dari pemeriksaan mulut dan faring, bibir tampak bersih, tidak terdapat
karang gigi, gusi tidak ada peradangan, lidah berwarna merah muda,
mukosa lembab, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada benjolan
pada rectum dan tidak ada haemoroid, BAB 1 x / hari, warna
kecoklatan, konsistensi lembek, bising usus (+), tidak ada keluhan
lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.9 Tulang – Otot – dan Integumen ( Bone )
Kemampuan pergerakkan sendi klien bebas, ukuran otot simetris,
tulang belakang normal.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi pada obat, makanan, dan kosmetik,
suhu kulit terasa hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, tekstur
kulit halus, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut halus,
dan bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

33
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
Fungsi penglihatan klien baik, gerakan bola mata normal, sklera
normal/putih, kornea bening, Fungsi pendengaran baik, bentuk hidung
simetris
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat massa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, kelenjar
limfe teraba, teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher klien bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Tidak dilakukan pengkajian karena klien menolak.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien berharap dapat cepat sembuh
3.1.4.2 Nutrisida dan Metabolisme
TB klien 160 cm, BB sekarang 70 Kg, BB sebelum sakit 70 Kg, diet
biasa, tidak ada kesukaran menelan, dan tidak ada keluhan lainnya. Pola
makan pasien sehari-hari, frekuensi makan perhari sebelum sakit 3 x
sehari, dan setelah sakit 3 x sehari, porsi sebelum sakit 1 piring sesudah
sakit 1 piring, nafsu makan sebelum sakit baik dan sesudah sakit juga
masih baik, jenis makanan sebelum sakit nasi, sayur, buah dan sesudah
sakit jenis makanan nasi, jenis minuman sebelum sakit minuman air
putih dan setelah sakit minum air putih, jumlah minuman per 24 jam
sebelum sakit 2000 cc / 24 jam, sesudah sakit 2000 cc / 24 jam,
kebiasaan makan sebelum sakit teratur, dan sesudah sakit masih teratur.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola Istirahat dan Tidur
Klien tidur 8 jam per hari
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

34
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengetahui tentang tumor paru, Klien bertanya bagaimana
caranya untuk mengurangi rasa nyeri secara mandiri, klien tampak tidak
mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa nyeri secara mandiri,
klien tampak menunjukkan persepsi yang keliru terhadap rasa nyeri.
Masalah Keperawatan : Defisit pengetahuan
3.1.4.5 Konsep Diri ( Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran ).
Klien bertubuh sedang, klien ingin cepat sembuh, klien seorang laki-
laki, harga diri klien menerima dirinya dengan apa adanya, dan peran
klien sebagai orang tua.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, setelah
sakit aktivitas klien sedikit dibantu oleh keluarga dan perawat
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.4.7 Koping – Toleransi Terhadap Stress
Klien mengatakan jika mengalami stress, klien biasanya jalan-jalan
bersama anak-anaknya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

35
3.1.4.8 Nilai Pola Keyakinan
Klien mengatakan tidak ada pengobatan dan perawatan yang
bertentangan dengan agama klien.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.5 Sosial – Spritual
3.1.4.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga dan petugas kesehatan
3.1.4.2 Bahasa Sehari-hari
Banjar, Indonesia
3.1.4.3 Hubungan dengan keluarga
Klien berhubungan baik dengan keluarganya.
3.1.4.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Klien dapat berkomunikasi dengan baik dengan petugas kesehatan
3.1.4.5 Orang berarti /terdekat
Klien mengatakan bahwa anak-anaknya adalah orang paling berarti.
3.1.4.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Waktu luang digunakan untuk berkumpul dengan keluarganya
3.1.4.7 Kegiatan beribadah
Selama sakit klien tidak bias beribadah seperti biasanya

36
37
38
39
40
3.1.7 Penatalaksanaan Medis Tanggal 18 April 2022
No Penatalaksanaan Meddis Dosis dan Rute Indikasi
1 Infus NaCL 0,9 % Drip 1000 cc / 12 NaCl 0,9 % ntuk
Aminofilin 180 mg jam / IV mengembalikan
keseimbangan eletrolit dan
aminophyllin adalah salah
satu jenis obat batuk untuk
mengatasi kesulitan
bernapas karena disebabkan
oleh penyakit paru-paru
2 Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr / IV Cefriaxone merupakan obat
antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja
dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau
membunuh bakteri
3 Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg / IV Ranitidine termasuk dalam
kelas obat yang disebut H2
blocker. Obat ini bekerja
dengan mengurangi jumlah
asam yang dibuat dalam
perut.
4 Injeksi Moxifloxacin 1 x 400 mg / Moxifloxacin adalah obat
IV antibiotik untuk mengatasi
penyakit akibat infeksi
bakteri, seperti pneumonia,
infeksi kulit, sinusitis,
infeksi perut, atau radang
panggul
5 Injeksi MP 2 x 62,5 gr / IV Methylprednisolone adalah
obat untuk meredakan
peradangan pada berbagai
kondisi, termasuk radang
sendi, radang usus, asma,
psoriasis, lupus, hingga
multiple sclerosis.

41
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Bronkosplasma Pola Napas Tidak Efektif
 Klien mengatakan merasa
sesak nafas terus menerus, Saluran napas
terutama saat banyak menyempit
beraktivitas atau banyak
bergerak Ventilasi terganggu

DO :
Dispnea dan Takipnea
 Irama pernafasan tidak
teratur
Pola Napas Tidak
 Tampak penggunaan otot
Efektif
bantu pernafasan
 Tampak terpasang oksigen
nasal kanul 4 L / menit
 TTV :
TD : 154/112
S : 36,8 oC
N : 97x/m
RR : 23 x/m
SpO2 : 98%

DS : Matestas ke tulang dan Nyeri Akut

42
 Klien mengatakan ada terasa jaringan
nyeri pada dada dengan skala
sedang ( skala 5 ) Merangsang system

 Klien mengatakan nyeri saraf

terasa berkurang jika berada


dalam posisi setengah duduk Menstimulasi Nyeri

 Klien mengatakan nyeri


Nyeri Akut
terasa seperti ditekan
 Klien mengatakan nyeri
hanya terasa di bagian dada,
klien mengatakan skala nyeri
sedang ( skala 5 )
 Klien mengatakan nyeri bisa
muncul tiba-tiba.
DO :
 Ekspresi klien tampak
meringis
 Klien tampak gelisah
 TTV :
TD : 154/112
S : 36,8 oC
N : 97x/m
RR : 23 x/m
SpO2 : 98%

43
DS : Penyakit akut Defisit Pengetahuan
 Klien bertanya
bagaimana caranya untuk Kurang terpapar
mengurangi rasa nyeri informasi
DO :
 Klien tampak tidak Kekeliruan mengikuti

mengetahui bagaimana anjuran

cara mengurangi rasa


Defisit pengetahuan
nyeri secara mandiri
 Klien tampak
menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap rasa
nyeri.
 TTV :
TD : 154/112
S : 36,8 oC
N : 97x/m
RR : 23 x/m
SpO2 : 98%

44
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan obstruksi bronkus
ditandai dengan klien mengatakan merasa sesak nafas terus menerus, terutama
saat banyak beraktivitas atau banyak bergerak, irama pernafasan tidak teratur,
tampak penggunaan otot bantu pernafasan, TTV : TD : 154/112, S : 36,8 oC, N :
97x/m, RR : 23 x/m, dan SpO2 : 98%.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan klien
mengatakan ada terasa nyeri pada dada dengan skala sedang ( skala 5 ), klien
mengatakan nyeri terasa berkurang jika berada dalam posisi setengah duduk,
klien mengatakan nyeri terasa seperti ditekan, klien mengatakan nyeri hanya
terasa di bagian dada, klien mengatakan skala nyeri sedang ( skala 5 ), klien
mengatakan nyeri bisa muncul tiba-tiba, ekspresi klien tampak meringis, klien
tampak gelisah, TTV : TD : 154/112, S : 36,8 oC, N : 97x/m dan RR : 23 x/m.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai
dengan, klien bertanya bagaimana caranya untuk mengurangi rasa nyeri, klien
tampak tidak mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa nyeri secara
mandiri, klien tampak menunjukkan persepsi yang keliru terhadap rasa nyeri,
TTV : TD : 154/112, S : 36,8 oC, N : 97x/m dan RR : 23 x/m.

45
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. R


Ruang Rawat : Ruang Gardenia
Diagnosa Keperawatan Tujuan ( Kriteria Hasil ) Intervensi Rasional
Pola nafas tidak efektif Pola Nafas (SLKI L.01004 Hal Manajemen Jalan Nafas ( SIKI 1. Untuk mengetahui kondisi
berhubungan obstruksi bronkus 95) I.01011 Hal 186) nafas klien
(SDKI D.0005 Hal 26) Setelah dilakukan tindakan Observasi : 2. untuk mengetahui suara
keperawatan selama 4 x 4 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi, bunyi tambahan
diharapkan pola nafas membaik kedalaman, usaha nafas) 3. Sputum untuk diperiksa
dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan 4. Posisi nyaman untuk klien
1. Dispnea menurun (mis: gagling, mengi, Wheezing, 5. Batuk efektif untuk
2. Penggunaan otot bantu ronkhi) membuat nyaman tenggorokan
pernafasan menurun 3. Monitor sputum (jumlah, 6. Kolaborasi untuk
2. Frekuensi nafas membaik warna, aroma) kesembuhan klien.
Terapeutik :
4. Posisikan semi fowler atau
fowler
Edukasi :
5. Ajarkan teknik batuk efektif
6. Ajarkan Teknik relaksasi nafas

46
dalam
Kolaborasi :
7. Lanjutkan pemberian obat
sesuai advice dokter

Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat Nyeri (SLKI L.08066 Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 1. Untuk mengetahui kondisi
agen pencedera fisik (SDKI Hal 145) Hal 201) nyeri
D.0077 Hal 172) Setelah dilakukan tindakan Observasi : 2. untuk mengetahui skala
keperawatan selama 4 x 4 1. Identifikasi lokasi, nyeri
jam diharapkan tingkat karakteristik nyeri, durasi, 3. Teknik non farmakologis
nyeri menurun dengan frekuensi, intensitas nyeri untuk mengurangi rasa nyeri
kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri 4. Untuk lingkungan yang lebih
1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik : nyaman
2. Meringis menurun 3. Berikan terapi non 5. Supaya jika nyeri datang
3. Gelisah Menurun farmakologis untuk mengurangi dapat memberitahukan ke
4. Frekuensi nadi menurun rasa nyeri petugas
4. Kontrol lingkungan yang 6. Teknik non farmakologis

47
memperberat rasa nyeri (mis: untuk mengurangi rasa nyeri
suhu ruangan, pencahayaan, 7. Kolaborasi untuk
kebisingan) kesembuhan klien
Edukasi :
5. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
6. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Defisit pengetahuan Tingkat Pengetahuan ( SLKI Edukasi manajemen nyeri (SIKI 1. Jika pasien siap maka
berhubungan dengan kurang L.12111 Hal 146) I.12391) edukasi akan berjalan lancer
terpapar informasi (SDKI Setelah dilakukan tindakan Observasi : 2. Materi dan media
D.0111 Hal 246) keperawatan selama 4 x 4 1. Identifikasi kesiapan dan Pendidikan kesehatan sebagai

48
jam diharapkan tingkat kemampuan menerima informasi sarana pendidikan
pengetahuan meningkat Terapeuti : 3. Jadwal untuk pasien bisa tau
dengan kriteria hasil : 2. Sediakan materi dan media dan bersiap-siap
1. Perilaku sesuai anjuran Pendidikan kesehatan 4. Teknik nonfarmakologis
meningkat (5) 3. Jadwalkan Pendidikan untuk mengurangi rasa nyeri
2. Pertanyaan tentang kesehatan sesuai kesepakatan
masalah yang dihadapi Edukasi :
menurun (5) 4. Ajarkan teknik
3. Persepsi yang keliru terhadap nonfarmakologis untuk
masalah menurun (5) mengurangi rasa nyeri

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda Tangan Dan

49
Jam Nama Perawat
Senin, 18 April 1. Memonitor pola nafas dengan melihat S :
2022 frekuensi dan kedalaman nafas klien  Klien mengatakan sesak nafasnya sudah
Pukul 07.00 WIB 2. Memposisikan semi fowler atau fowler berkurang setelah melakukan teknik Rischo Rasmara

dengan memberikan posisi semi fowler relaksasi nafas dalam, setelah mendapatkan
3. Mengajarkan Teknik relaksasi nafas posisi semi fowler dan setelah meminum
dalam dengan mengajarkan Tarik nafas obat
dalam tahan selama 3 detik lalu O :
hembuskan.  Dispnea tampak menurun dari RR : 23 ke
4. Berkolaborasi pemberian obat seperti RR 18
Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr/IV, Injeksi  Penggunaan otot bantu pernafasan pada
Ranitidine 2 x 50 mg/IV, Injeksi klien tampak menurun
Moxifloxacin 1 x 400 mg/IV, dan Injeksi  Klien berada dalam posisi semi fowler
MP 2 x 62,5 gr/IV.  Klien dapat memahami edukasi perawat
 Klien mampu melakukan teknik relaksasi
nafas dalam
 Obat sudah diberikan sesuai anjuran dokter
seperti Injeksi Ceftriaxone 1 x 1 gr/IV,
Injeksi Ranitidine 1 x 50 mg/IV, Injeksi
Moxifloxacin 1 x 400 mg/IV, dan Injeksi

50
MP 1 x 62,5 gr/IV.
 TTV :
Td : 146/108 mmHg
S : 37,0 oC
N : 90 x / m
RR : 18 x / m
SpO2 : 98 %
 Obat sudah diberikan sesuai anjuran dokter

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan nomor :
1. Memonitor pola nafas dengan melihat
frekuensi dan kedalaman nafas klien
4. Berkolaborasi pemberian obat

Senin, 18 April 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik S :


2022 nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri  Klien mengatakan ada terasa nyeri pada
dengan menanyakan dan melihat ekspresi

51
Pukul 07.00 WIB klien dada dengan skala sedang ( skala 5 ) Kelompok III
2. Mengidentifikasi skala nyeri dengan  Klien mengatakan nyeri terasa
menanyakan dan melihat ekspresi klien berkurang jika berada dalam posisi
3. Memberikan terapi non farmakologis setengah duduk
untuk mengurangi rasa nyeri seperti  Klien mengatakan nyeri terasa seperti
teknik relaksasi nafas dalam dan Teknik ditekan
distraksi  Klien mengatakan nyeri hanya terasa di
4. Mengajarkan teknik non farmakologis bagian dada, klien mengatakan skala
untuk mengurangi nyeri dengan nyeri sedang ( skala 5 )
memberikan teknik relaksasi nafas dalam  Klien mengatakan nyeri bisa muncul
dan teknik distraksi tiba-tiba.
 Klien mengatakan nyerinya berkurang
dari skala sedang ( skala 5) menjadi
skala ringan (skala 3) setelah diberikan
terapi tarik nafas dalam
O:
 Keluhan nyeri klien menurun dari skala
5 (sedang) menjadi skala 3 (ringan)
 Meringis klien tampak menurun
 Gelisah tampak menurun

52
 Klien tampak lebih rileks setelah
melakukan Teknik relaksasi nafas
dalam dan distraksi
 Klien tampak nyaman dengan posisi
tidurnya
 Klien tampak mengerti dengan edukasi
dan penjelasan perawat
 TTV :
Td : 146/108 mmHg
S : 37,0 oC
N : 90 x / m
RR : 18 x / m
SpO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan nomor :
2. Mengidentifikasi skala nyeri dengan
menanyakan dan melihat ekspresi klien
Senin, 18 April 1. Mengidentifikasi kesiapan dan S :
2022 kemampuan menerima informasi  Klien mengatakan siap untuk
Pukul 07.00 WIB mendapatkan informasi dan edukasi Kelompok III
2. Menyediakan materi dan media
 Klien mengatakan bisa mengikuti

53
Pendidikan kesehatan edukasi sesuai jadwal yang disepakati
3. Menjadwalkan Pendidikan kesehatan O :

Materi dan media sudah dipersiapkan
sesuai kesepakatan

Jadwal Pendidikan sudah ditentukan
4. Mengjarkan teknik nonfarmakologis 
Edukasi sudah diberikan sesuai dengan
untuk mengurangi rasa nyeri judul yaitu teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi rasa nyeri
 Klien tampak mampu bekerja sama
dengan perawat
 Klien tampak mengerti dengan edukasi
perawat
 TTV :
Td : 146/108 mmHg
S : 37,0 oC
N : 90 x / m
RR : 18 x / m
SpO2 : 98%
A : Masalah teratasi, klien sudah mengerti
dengan Pendidikan kesehatan dari perawat
P : Intervensi dihentikan

Selasa, 19 April 1. Memonitor pola nafas dengan melihat S:


2022 frekuensi dan kedalaman nafas klien  Klien mengakan tidak merasakan sesak
Pukul 11.00 WIB 4. Berkolaborasi pemberian obat seperti nafas untuk hari ini Kelompok III
Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr/IV, Injeksi O:
Ranitidine 2 x 50 mg/IV, Injeksi  RR : 17 x / menit

54
Moxifloxacin 1 x 400 mg/IV, dan Injeksi 
Obat sudah diberikan sesuai anjuran
MP 2 x 62,5 gr/IV. dokter
 Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr/IV, Injeksi
Ranitidine 1 x 50 mg/IV, Injeksi
Moxifloxacin 1 x 400 mg/IV, dan
Injeksi MP 1 x 62,5 gr/IV.
 TTV :
Td : 136/101 mmHg
S : 36,7 oC
N : 96 x / m
RR : 18 x / m
SpO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan nomor :
1. Memonitor pola nafas dengan melihat
frekuensi dan kedalaman nafas klien
4. Berkolaborasi pemberian obat

Selasa, 19 April 2. Mengidentifikasi skala nyeri dengan S:


2022 menanyakan dan melihat ekspresi klien  Klien mengatakan tidak merasakan nyeri
Pukul 11.00 WIB untuk hari ini Kelompok III

O:

55
 Ekspresi klien tampak tenang
 Suasana hati tampak tenang
 TTV :
Td : 136/101 mmHg
S : 36,7 oC
N : 96 x / m
RR : 18 x / m
SpO2 : 98%
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan nomor :
2. Mengidentifikasi skala nyeri dengan
menanyakan dan melihat ekspresi klien

56
BAB 4
PEMBAHASAN
Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Hal ini disebutkan sebagai suatu pendekatan problem yang
memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien baik sebagai individu, keluarga maupun masyarakat
mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam
2001). Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori
mengenai asuhan keperawatan pada Tn. R dengan diagnosa medis Tumor Paru di
Ruang Gardenia RSUD.dr Doris Sylvanus palangka Raya.
4.1 Pengkajian
Pengkajian menurut penulis sesuai fakta, dari hasil pengkajian B1-B6 yang
dilakukan pada tanggal 18 April 2022 pukul 08.00 WIB pada Tn.R. Dalam hasil
pengkajian asuhan keperawatan pasien dengan Tumor Paru pada Tn.R yang
dilakukan dari tanggal 18-19 April 2022, data didapat secara langsung melalui
wawancara pasien dan keluarga, pengkajian, pemeriksaan fisik serata
didokumentasikan pada pasien dan keluarga, ditemukan data-data pasien
mengeluh Klien mengatakan merasa sesak nafas terus menerus, terutama saat
banyak beraktivitas atau banyak bergerak. Klien mengatakan pada tanggal 15
April 2022 merasakan sesak nafas, dan ada berobat kebidan tetapi tidak ada
perubahan, namun sesak masih terasa sampai pada tanggal 16 April 2022 dan
akhirnya pada tanggal 16 April 2022 klien dibawa ke IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan akhirnya masuk ke ruang rawat inap Ruang Dahlia
di kamar 9. Pada saat dilakukan pengkajian klien mengatakan merasa sesak nafas
terus-menerus, sesak meningkat jika banyak beraktivitas atau banyak bergerak
Hasil pemeriksaan awal didapatkan klien tampak tidur terlentang, tampak
terpasang infus NaCL 0,9 % 500 ML 20 TPM ditangan sebelah kiri, tampak
terpasang oksigen nasal kanul 4 L / menit kesadaran compos menthis, TTV : TD :
154/112, S : 36,8 oC, N : 97x/m, RR : 23 x/m, dan SpO2 98%.
Pengkajian pada tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematik dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data

57
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2013:17). Pada Keluhan utama mengalami Tumor Paru mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya keluhan utama yang bisa didapat adalah sesak
napas,nyeri
Berdasarkan analisa penulis terhadap teoritis dan membandingkannya
dengan temuan masalah yang di alami Tn. R maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa ada persamaan antara data temuan pada klien dengan teoritis
yang diuraikan para ahli. Pada kasus Tumor Paru secara teori yang muncul pada
keluhan utama yaitu akan muncul sesak nafas, nyeri Artinya ada kesenjangan
antara teori dan fakta dari hasil pengkajian keluhan utama.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia dan individu atau kelompok dimana perawatan secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2009). Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada bayi BBLR dan Asfiksia Berat menurut
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) adalah
4.2.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus,
deformitas dinding dada, keletihan otot pernapasan SDKI (D.0005 Hal 26)
4.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon diagnose
SDKI (D.0003 Hal 22)
4.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (karsinoma),
penekanan saraf oleh tumor paru SDKI (D.0077 Hal 172)
4.2.4 Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan SDKI (D.0037 Hal 88)
4.2.5 Resiko Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient SDKI (D.0032 Hal 81)
4.2.6 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, imobilitas SDKI
(D.0056 Hal 128)
Sedangkan pada kasus ditemukan 3 Diagnosa keperawatan, yaitu :
4.2.1.1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus, deformitas
dinding dada, keletihan otot pernapasan SDKI (D.0005 Hal 26)

58
4.2.1.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (karsinoma),
penekanan saraf oleh tumor paru SDKI (D.0077 Hal 172)
4.2.1.3 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
ditandai dengan, klien bertanya bagaimana caranya untuk mengurangi rasa
nyeri, klien tampak tidak mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa nyeri
secara mandiri, klien tampak menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
rasa nyeri.
4.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan/Intervensi munurut fakta dibuat berdasarkan prioritas masalah
yang ditemukan pada Tn. R dengan Tumor Paru yang menjadi prioritas
keperawatan adalah diagnosa yang pertama keperawatan Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan obstruksi bronkus yaitu intervensinya : Monitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha nafas) Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling,
mengi, Wheezing, ronkhi) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Posisikan
semi fowler atau fowler, Ajarkan teknik batuk efektif, Ajarkan Teknik relaksasi
nafas dalam, Kolaborasi pemberian bronkodilato, ekspetoran, mukolitik, jika
perlu.

Diagnosa yang kedua Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
yaitu intervensinya : Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi,
Identifikasi skala nyeri, Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri, Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan), Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, Ajarkan
teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri, Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Diganosa yang ketiga Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang


terpapar informasi yaitu intervensinya : Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi, Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan,
Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan, Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

4.4 Implementasi

59
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada hari Senin,18
April 2022 pukul 08,00 WIB diruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya terhadap Tn.R Untuk diagnosa pertama yaitu Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus, Implementasinya : Memonitor
pola nafas dengan melihat frekuensi dan kedalaman nafas klien, Memposisikan
semi fowler atau fowler dengan memberikan posisi semi fowler, Mengajarkan
Teknik relaksasi nafas dalam dengan mengajarkan Tarik nafas dalam tahan
selama 3 detik lalu hembuskan. Berkolaborasi pemberian obat seperti Injeksi
Ceftriaxone 1 x 2 gr/IV, Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg/IV, Injeksi Moxifloxacin 1
x 400 mg/IV, dan Injeksi MP 2 x 62,5 gr/IV. Diagnosa kedua yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik, Implementasinya : Mengidentifikasi
lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas nyeri dengan menanyakan
dan melihat ekspresi klien, Mengidentifikasi skala nyeri dengan menanyakan dan
melihat ekspresi klien, Memberikan terapi non farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri seperti teknik relaksasi nafas dalam dan Teknik distraksi, Mengajarkan
teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri dengan memberikan teknik
relaksasi nafas dalam dan teknik distraksi. Diagnosa ketiga yaitu : Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, Implemntasinya :
Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi, Menyediakan
materi dan media Pendidikan kesehatan, Menjadwalkan Pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan, Mengjarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.

Menurut penulis berdasarkan fakta dan teori uraian diatas bahwa tidak
ditemukan kesenjangan dalam pelaksanaan keperawatan, karena pelaksanaan pada
kasus Tn.R tidak jauh berbeda dengan yang diuraikan oleh teori diatas. Faktor
yang mendukung dalam pelaksanaan keperawatan ini adalah kerjasama keluarga
klien dan tim kesehatan lainnya. Tidak ada faktor penghambat dalam pelaksanaan
keperawatan klien. Keluarga dan perawat bekerjasama dengan baik dan tidak
menolak saat dilakukan tindakan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah menetukan kemajuan klien terhadap pencapaian hasil yang
diharapkan dan keefektifan intervensi keperawatan. Secara teori tahap evaluasi

60
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien
dengan tujuan yang telah ditentukan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, orang tua dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2
kegiatan yaitu evaluasi formatif (SOAP) dan evaluasi sumatif (SOAPIER)
(Setiadi, 2012:57).
Berdasarkan hasil evaluasi keperawatan yang dilakukan pada hari Senin, 18
April 2022 pukul 08:00-11.00 WIB di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya terhadap Tn.R didapatkan hasil evaluasi pada diagnosa pertama
yaitu Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus, masalah
keperawatan teratasi sebagian karena Klien mengatakan sesak nafasnya sudah
berkurang setelah melakukan teknik relaksasi nafas dalam, setelah mendapatkan
posisi semi fowler dan setelah meminum obat. Evaluasi untuk diagnosa kedua
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik masalah keperawatan
teratasi sebagaian karena klien mengatakan Keluhan nyeri klien menurun dari
skala 5 (sedang) menjadi skala 3 (ringan). Evaluasi untuk diagnosa ketiga Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Masalah teratasi
karena klien sudah mengerti dengan Pendidikan kesehatan dari perawat.

61
BAB 5
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru-paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita.
Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru, tetapi
bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru- paru
(Suryo, 2013).
Kanker paru yang diderita seseorang bisa bersifat benigna atau maligna.
Tumor paru terjadisering kali karena aliran darah yang membawa sel-sel kanker
yang bebas dari kanker primer dimanasaja didalam tubuh ke paru. Pada hampir
70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempatlimfatik regional dan
tempat lain pada saat di diagnosis. Beragam faktor telah dikaitkan
denganterjadinya kanker paru-paru :Asap tembakau, perokok pasif, polusi udara,
radon, masukan vitamin A, PPOM, dan tuberkolosis. Gejala kanker paru yang
paling sering adalah batuk, nyeri dada, sesak, kelemahan, anoreksia, penueunan
berat badan dan anemia. Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika
merokokdihilangkan (Andi, 2017)
Kanker paru atau karsinoma bronkogenik merupakan tumor ganas primer
system mukosa pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan berasal dari
mukosa percabangan bronkus (Nanda.2015 ).
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa yang hendak melakukan asuhan keperawatan hendaknya lebih
dahulu memahami tentang keperawatan medikal bedah yang terkait dengan
masalah Tumor Paru sehingga mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan
yang bersifat komprehensif.
4.2.2 Bagi Klien

62
Sebaiknya klien mampu menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan
perawat dan tim kesehatan lainnya serta untuk mempercepat proses penyembuhan
klien sekaligus meningkatkan kesiapan keluarga dalam merawat klien di rumah
sehingga kesehatan klien membaik.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Yulianawati, A., & Widodo, S. (2021). Penurunan Frekuensi Pernafasan Pada
Klien
Tumor Paru Dengan Pemberian Terapi Inhalasi Nebulizer. Ners Muda,
2(1), 30-35.
Iqbalawaty, I., Machillah, N., Farjriah, F., Abdullah, A., Yani, M., Ilzana, T. M.,
& Khaled, T. M. (2019). Profil hasil pemeriksaan CT-Scan pada pasien
tumor paru di Bagian Radiologi RSUD Dr. Zainoel Abidin periode Juli
2018-Oktober 2018. Intisari Sains Medis, 10, 625-630.
Yulianawati, A., & Widodo, S. (2021). Penurunan Frekuensi Pernafasan Pada
Klien
Tumor Paru Dengan Pemberian Terapi Inhalasi Nebulizer. Ners Muda,
2(1),
30-35.
Iqbalawaty, I., Machillah, N., Farjriah, F., Abdullah, A., Yani, M., Ilzana, T. M.
& Khaled, T. M. (2019). Profil hasil pemeriksaan CT-Scan pada pasien
tumor paru di Bagian Radiologi RSUD Dr. Zainoel Abidin periode Juli
2018-Oktober 2018. Intisari Sains Medis, 10, 625-630.
Lasar, A. M. (2019). Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Ny. C. L Yang

63
Menderita Tumor Paru Di Ruangan Teratai RSUD Prof. Dr. W. Z
Johannes
Kupang Mei 2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Tandi, M., Tubagus, V. N., & Simanjuntak, M. L. (2016). Gambaran Ct Scan
Tumor Paru Di Bagian/Smf Radiologi Fk Unsrat Rsup Prof. Dr. Rd
Kandou
Manado Periode Oktober 2014-September 2015. e-CliniC, 4(1).
Sali, G. I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. B. T Dengan Tumor Paru
Di Ruangan Kelimutu Rsud Prof. Dr. W. Z Johannes Kota Kupang
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).

LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Disusun Oleh :
Mahasiswa PPK III / Kelompok 3
Arintina Herawati NIM : 2019.C.11a.1000
David Elison NIM : 2019.C.11a.1003
Fatricia Viona L NIM : 2019.C.11a.1009
Lisnawatie NIM : 2019.C.11a.1015
Malisa NIM : 2019.C.11a.1017
Rischo Rasmara NIM : 2019.C.11a.1025

64
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1. Satuan Acara Penyuluhan


Pokok Bahasan : Teknik Relaksasi Napas Dalam Untuk Mengatasi Nyeri
Sasaran : Tn. R dan Keluarga
Tempat : Ruang Gardenia Kamar 9
Hari, tanggal : Senin, 25 April 2022
Waktu : 25 menit (11.00 – 11.25)
2. Tujuan
2.1 Tujuan Instruksional
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x30 menit, pasien dan keluarga mampu
memahami dan mampu menjelaskan tentang Cara Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menjelaskan pengertian Teknik Relaksasi Napas Dalam
2. Menjelaskan Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam
3. Menjelaskan jenis-jenis Relaksasi Napas Dalam
4. Menjelaskan Pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan
persepsi nyeri
5. Menjelaskan langkah-langkah Teknik Relaksasi
3. Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
4. Media
1. Leaflet

65
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam
bentuk selembar mengenai informasi Tentang Teknik Relaksasi Napas
Dalam
5. Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Senin, 18 April 2022
2. Pukul : 11.00-11.25
3. Alokasi : 25 Menit

No Kegiatan Waktu Metode


.

1. Pendahuluan : 5 Menit - Menjawab


- Memberi salam dan memperkenalkan salam
diri - Mendengarkan
- Menjelaskan maksud dan tujuan - Menjawab
penyuluhan pertanyaan
- Melakukan evaluasi vadilasi

2. Penyajian : 10 Menit -Mendengarkan


- Menjelaskan pengertian Teknik dengan
Relaksasi Napas Dalam seksama
- Menjelaskan Tujuan Teknik Relaksasi -Mengajukan
Napas Dalam pertanyaan
- Menjelaskan jenis-jenis Relaksasi
Napas Dalam
- Menjelaskan Pengaruh teknik relaksasi
napas dalam terhadap penurunan
persepsi nyeri
- Menjelaskan langkah-langkah Teknik
Relaksasi
-
3. Evaluasi : 5 Menit - Menjawab

66
- Memberikan pertanyaan akhir dan
evaluasi - Mendemontrasi

4. Terminasi : 5 Menit - Mendengarkan


- Menyimpulkan bersama-sama hasil - Menjawab salam
kegiatan penyuluhan
- Menutup penyuluhan dan mengucapkan
salam

6. Evaluasi
6.1 Evaluasi Struktur
1. Peserta dan keluarga hadir di tempat penyuluhan
2. Penyelenggaraan di ruang RS
3. Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
6.2 Evaluasi Proses
1. Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang “Teknik Relaksasi
Napas Dalam
2. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3. Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan
6.3 Evaluasi Hasil
1. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Pengertian Teknik
Relaksasi Napas Dalam”.
2. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Manfaat Teknik Napas
Dalam”
3. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Waktu Pelaksanaan, Hal-
Hal yang Perlu di Perhatikan, Teknik, dan Prosedur/Langkah-Langkah
Teknik Relaksasi Napas Dalam”.
4. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Pengaruh teknik relaksasi
napas dalam terhadap penurunan persepsi nyeri”

67
MATERI PENYULUHAN

1. Definisi Teknik Relaksasi Napas Dalam


Relaksasi adalah hilangnya ketegangan otot yang dicapai dengan teknik
yang disengaja (Smeltzer & Bare, 2018). Pernafasan dalam adalah pernafasan
melalui hidung, pernafasan dada rendah dan pernafasan perut dimana perut
mengembang secara perlahan saat menarik dan mengeluarkan nafas (Smith,
2016). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan,
disini perawat mengajarkan klien tentang bagaimana cara melakukan nafas dalam
(Smeltzer & Bare, 2018).
2. Tujuan Teknik Relaksasi Napas Dalam
Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau menurunkan kecemasan,
menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta mengurangi nyeri dan menurunkan
ketegangan otot yang berhubungan dengan fisiologis tubuh (Kozier, 2016).
Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien post
operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam neyri
pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas
dalam (Majid et al, 2019).
Setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat hormon yang
dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCO2 akan

68
meningkat dan menurunkan PH, sehingga akan meningkatkan kadar oksigen
dalam darah (Majid et al, 2019).
3. Jenis Relaksasi Napas Dalam
Ada beberapa jenis cara yang dapat dilakukan dalam melakukukan
relaksasi, menurut Trullyen (2013), dibagi menjadi lima yaitu :
3.1 Posisi relaksasi dengan terlentang
Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak meregang
lurus kearah luar, letakkan pada lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh,
pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis
dan kecil di bawah kepala.
3.2 Posisi relaksasi dengan berbaring
Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal dan
dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
3.3 Posisi relaksasi dengan keadaan berbaring terlentang
Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua
lengan disamping telinga.
3.4 Posisi relaksasi dengan duduk
Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki pada
lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan lengan pada sisi atau
letakkan pada lengan kursi dan pertahankan kepala sejajar dengan tulang
belakang.
4. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Persepsi
Nyeri
Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri
melalui tiga mekanisme yaitu:
4.1 Dengan merelaksasikan otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan
insisi (trauma) jaringan saat pembedahan
4.2 Relaksasi otot skelet akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami trauma sehingga mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan
(menghilangkan) sensasi nyeri
4.3 Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan opoid endogen yaitu endorfin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2008).

69
Pernyataan lain mengatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi
napas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi napas dalam untuk
mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan kompenen
saraf parasimpatik secara stimulan, maka ini menyebabkan terjadinya kadar
hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh yang mempengaruhi tingkat stres
seseorang sehingga dapat meningkatkan konsentrasi dan membuat pasien merasa
tenang untuk mengatur ritme pernapasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong
terjadinya peningkatan kadar PCO2 dan akan menurunkan kadar pH sehingga
terjadi peningkatan kadar oksigen dalam darah (Handerson, 2015).
5. Langkah Teknik Relaksasi Napas Dalam
Berikut langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam yaitu :
5.1 Ciptakan lingkungan tenang, usahakan tetap rileks dan tenang.
5.2 Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1, 2, 3 perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.
5.3 Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali, menarik nafas lagi melalui
hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan.
5.4 Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks, usahakan agar tetap konsentrasi /
mata sambil terpejam, pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah nyeri.
5.5 Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.
5.6 Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali. Bila nyeri
menjadi hebat, seseorang dapat bernafas dangkal dan cepat.

70
71
72
73
LAMPIRAN

74
HASIL OBSERVASI SELAMA SEMINAR KASUS KELOMPOK 3
DI STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUANG GARDENIA
DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Kegiatan telah dilaksanakan pada :


Hari/tanggal : Senin, 25 April 2022
Pukul : 09.30 WIB - Selesai
Via zoom : Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/5656142958?pwd=MmVGK0pSUzhFZzdVUnlod1c1TXlVdz09

Topik Seminar :
Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Diagnosa Medis Tumor Paru di Ruang Gardenia
RSUD dr. Doris sylvanus Palangka Raya
Yang bertugas :
1. Moderator : Fatricia Viona Lorensa
2. Penyaji : Lisnawatie dan Rischo Rasmara
3. Observer : Malisa dan David Elison
4. Dokumentasi : Arintina Herawati

Pertanyaan yang diberikan dari Audience untuk kelompok 3:


1. Bagaimana upaya kita supaya bisa berhenti dari kecanduan merokok ?
Hasil observasi :
1. Pada saat pembukaan acara dibuka oleh moderator yang dimulai dengan mengucapkan salam
dan perkenalan diri dengan baik dan lancar.
2. Untuk penyaji pada saat meyampaikan materi sudah cukup baik, hanya diharapkan penyaji
lebih memahami lagi terkait topic yang disampaikan.
3. Untuk audience sudah baik sekali dalam mengikuti acara dari awal sampai akhir.
4. Pada sesi tanya jawab sudah baik dari audiencenya, meskipun ada beberapa yang harus
menunggu ditanya dulu.
5. Secara keseluruhan selama berjalannya acara sudah baik dan berjalan dengan lancar.

75
Dokumentasi Seminar Kasus Kelompok 3A
Senin, 25 April 2022

76
77

Anda mungkin juga menyukai