Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

P DENGAN DIAGNOSA
MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG ICU
RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :

Muntara Sri Mampung


2019.C.11a.1019

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/20223
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh:


Nama : Muntiara Sri Mampung
NIM : 2019.C.11a.1019
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang ICU RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra-klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Efrie Dulie, S.Kep., Ners Atun Sa’diyati Widyaningsih, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.P Dengan Diagnosa Medis
Chronic Kidney Disease (Ckd) Di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan pendahuluan ini
tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria S.Kep.,Ners. Selaku Koordinator PPK IV.
4. Bapak Efrie Dulie, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Atun Sa’diyati Widyaningsih, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 03 Oktober 2022

Muntiara Sri Mampung


DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
..........................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dasar penyakit...............................................................................
2.1.1 Definisi .................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi...................................................................................
2.1.3 Etiologi...................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi ............................................................................................
2.1.5 Patofisiologi .........................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis ................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...........................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan medis .........................................................................
2.2 Manajemen Keperawatan ...........................................................................
2.2.1 Pengkajian.............................................................................................
2. 2.2 Diagnosa ..............................................................................................
2. 2. 3 Intervensi .............................................................................................
2. 2. 4 Implementasi ........................................................................................
2. 2. 5 Evaluasi ..............................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) menggambarkan gangguan heterogen yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal (Levey dan Coresh, 2016). Chronic
Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai kelainan struktur dan fungsi ginjal
selama tiga bulan atau lebih, yang berdampak bagi kesehatan. Kelainan struktural
ginjal meliputi albuminuria lebih dari 30 mg/hari, terjadinya hematuria atau
adanya sel darah merah dalam sedimen urin, gangguan elektrolit dan kelainan lain
akibat gangguan tubular (Wells et al., 2015).
Diperkirakan lebih dari 500 juta orang diseluruh dunia memiliki masalah
kesehatan pada organ ginjal. Amerika Serikat lebih dari setengah orang dengan
usia 70 tahun atau lebih menderita CKD. Prevalensi CKD sedang hingga berat
telah dilaporkan 38% untuk orang dewasa yang usianya lebih dari 70 tahun
dibandingkan dengan 1% orang dewasa usia 20-30 tahun (Askari et al., 2016).
Prevalensi penyakit ginjal kronis di negara-negara asia substansial telah
dilaporkan setinggi 17% (Lim et al., 2014). Di Singapura prevalensi End Stage
Renal Disease (ESRD) mencapai 1.436 orang per satu juta penduduk pada tahun
2013 dan jumlah pasien dialisis lazim meningkat rata-rata 8% per tahun dari tahun
1999 hingga tahun 2013 (Yang et al., 2015). Di Indonesia sebanyak 0,2% dari
total penduduk di Indonesia menderita Chronic Kidney Disease \(CKD)
(Riskesdas, 2013). WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan
penderita gagal ginjal pada tahun 1995-2025 sebesar 41,4%. Menurut data
Persatuan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2014, diperkirakan terdapat
70.000 penduduk Indonesia yang menderita gagal ginjal, dan angka ini akan terus
meningkat sebesar 10% setiap tahunnya. Dilaporkan pada tahun 2007 hingga
2014 jumlah pasien baru yang melakukan hemodialisis setiap tahunnya terus
meningkat.
Manifestasi klinis yang paling umum terjadi pada pasien CKD stadium 4 dan
5 meliputi hipertensi, anemia, malnutrisi, minerale bone disease, neuropati, dan
memburuknya kualitas hidup pasien (Meola et al.,2016). Manifestasi dari CKD
terkait dengan uremia umumnya tidak memiliki gejala, dapat diidentifikasi saat
Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60 ml/min per 1,73m 2 . Ketika
GFR menunjukkan 15-30 ml/min per 1,73m2 frekuensi hipertensi menunjukkan
sebesar 75%, anemia 50%, hiperparatiroid, hiperfosfatemia, dan asidosis sebesar
20%, hipokalsemia dan serum albumin rendah sebesar 5-10% (Levey dan Coresh,
2012). Penurunan fungsi ginjal yang progresif menyebabkan penurunan GFR dan
massa tubular. Penurunan GFR mengakibatkan penurunan filtrasi Na+ dan
ekspansi volume. Ekspansi volume akan memicu penurunan absorbsi Na pada
tubular ginjal, namun kegagalan dalam menekan reabsosbsi Na akan
meningkatkan volume cairan ekstrasellular. Massa tubular yang berkurang juga
akan menekan reabsorbsi Na pada setiap nefron. Namun penekanan yang tidak
tepat pada reabsorbsi tubular akan lebih meningkatkan volume dan memicu
hipertensi (Agarwal dan Sinha, 2012). Penatalaksanaan CKD bertujuan untuk
menangani penyebab primer gagal ginjal, menghilangkan atau meminimalkan
kondisi komorbid, mencegah atau memperlambat penurunan fungsi ginjal,
menangani gangguan metabolik, mencegah dan menangani penyakit
kardiovaskular. Pasien CKD harus melakukan evaluasi untuk menentukan
diagnosis jenis penyakit ginjal, kondisi komorbid, stadium kerusakan ginjal
menurut GFR, manifestasi klinis, faktor resiko penurunan fungsi ginjal, dan faktor
resiko penyakit kardiovaskular (Ervina et al., 2015).
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien CKD terkait dengan
manifestasi klinik yang ditimbulkan diantaranya, pada kondisi hipertensi
diberikan antihipertensi golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI) dan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB), Calcium Channel Blocker
(CCB), dan diuretik. Kondisi anemia diberikan eritropoeitic-stimulating Agent
(ESA), minerale bone disease diberikan agen pengikat fosfat, vitamin D, dan
calcimimetics, hiperlipidemia diberikan terapi golongan statin, dan edema
diberikan diuretik. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain
membatasi protein hingga 0,8 g/kg/hari, tidak merokok untuk memperlambat
progresifitas CKD dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskular, serta olahraga
(Wells et al., 2015).
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. P dengan CKD di ruang ICU
RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya”?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan tentang bagaimana menerapkan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis CKD.
2. Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu memahami konsep Asuhan keperawatan pada klien
dengan Diagnosa Medis CKD.
2) Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian keperawatan pada klien dengan
Diagnosa Medis CKD diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
3) Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis CKD diruang ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4) Mahasiswa mampu menyusun Intervensi keperawatan pada klien dengan
Diagnosa Medis CKD diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
5) Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksaan tindakan
keperawatan pada klien dengan Diagnosa Medis CKD diruang ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
6) Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil pada klien dengan Diagnosa Medis
CKD diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan memperbanyak pengalaman bagi penulis
dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan CKD.
2. Bagi Institusi
1) Bagi institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan referensi bagi perpustakaan, dan dapat menjadi
penerapan ilmu tentang CKD.
2) Bagi institusi Rumah Sakit
Memberikan masukan bagi tim kesehatan dalam memberikan Asuhan
Keparawatan pada pasien dengan Diagnosa Medis CKD diruang ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3) Bagi Perawat di Rumah Sakit
Menambah pengetahuan untuk profesi keperawatan secara mandiri
mengenai manfaat pemberian pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan Diagnosa Medis CKD diruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
4) Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang
dapat membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesehatan pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)


2.1.1 Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (Ervina et al., 2015).
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare,
2014).
Chronic Kidney Disease adalah suatu proses fisiologis dengan etiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari
50ml/menit (Wells et al., 2015).

2.2.1 Anatomi Fisiologi


1.1.2.1 Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah
beberapa centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior,
ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di
sebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah (Nuari dan
Widayati, 2017)
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm
dan tebalnya 2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih
panjang dan tinggi dari ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal
kanan.Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan
mempertahankan posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang
disebut kapsula renalis, kapsula renalis ini dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal
dan pacia gerota yang akan melindungi semua bagian ginjal kecuali hilum, area
dimana pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.(kanishka, 2013)
Ginjal dibagi menjadi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar)
dan medula (bagian dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut
piramid. Terdapat 12 sampai 18 piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid
tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolom bertini. Piramid tampak
bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulusa dan duktus pengumpul
nefron. Papila atau aspek dari tiap piramid membentuk duktus papilari belini.
Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal
membentuk cawan yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem pengumpul urine.

Gambar 1. Anatomi Potongan Ginjal(Liana, 2014)


1.1.2.2 Struktur Mikroskopis Ginjal
Struktur mikroskopis ginjal terdiri dari satuan fungsional ginjal dinamakan
nefron, mempunyai ± 1,3 juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter
darah, arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang
yang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul satu badan
malfigi yang disebut glomerulus (Nuari dan Widayati, 2017). Bagian – bagian
ginjal yaitu:
1.1.2.2.1 Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
dalam kapsula browman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan
darah ke sistem vena melalui arteriol aferen natrium secara bebas difiltrasi dalam
glomerulus sesuai dengan konsentrasi.
1.1.2.2.2 Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal dengan 15 mm diameter 55m, bentuknya berkelok-kelok
menjalar dari korteks ke bagian medula dan kembali ke korteks sekitar 2/3 dari
natrium yang berfiltrasi diabsorbsi secara isotonis bersama klorida.
1.1.2.2.3 Gelung henle (ansa henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke
segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. klorida
secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung henle dan natrium yang
bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
1.1.2.2.4 Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah tubulus ginjal berkelok-kelok dan letaknya jauh dari
kapsula bowman dengan panjang 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing
nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. Panjang nefron
keseluruhan ditambah duktus koligens adalah 45-65 mm.
1.1.2.2.5 Duktus koligen medula
Saluran yang secara metabolik tidak aktif.Pengaturan secara halus dari
ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron yang paling berperan
terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalium.

Gambar 2. Nefron Dikutip dari (Nuari dan Widayati, 2017)


2.3.1 Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronis, antara lain :
1.1.3.1 Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada glomerulus : glomerulonefritis.
b. Infeksi kuman :pyelonefritis, ureteritis.
c. Nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal :polcystic kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Obstruksi : batu, tumor, penyempitan atau striktur.
1.1.3.2 Penyakit di luar ginjal
a. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
b. Dyslipidemia.
c. Infeksi di badan : TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis.
d. Obat – obatan.
e. Kehilangan cairan yang mendadak (luka bakar).
2.4.1 Klasifikasi
Klasifikasi stadium pada pasien Chronic Kidney Disease ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai
laju filtrasi yang lebih rendah. Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(KDOQI) (2012) mengklasifikasikan CKD dalam lima stadium, antara lain:
Tabel 1.2
Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease
Stadium Fungsi ginjal Laju filtrasi glomerulus (LFG)
(ml/menit/1.73 m2)
Risiko Normal >90 (ada faktor resiko)
Meningka
t
Stadium Normal / Meningkat >90 (ada kerusakan ginjal,
1 proteinuria)
Stadium 2 Penurunan ringan 60 – 89
Stadium 3 Penurunan ringan 30 – 59
Stadium 4 Penurunan berat 15 – 29
Stadium 5 Gagal ginjal <15
Cara perhitungan GFR :
GFR pada laki laki = (140 – umur) x kg BB / (72 x serum kreatinin).
GFR pada perempuan = (140 – umur) x kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin).
(Sumber : Pemeriksaan GFR: Tujuan, Prosedur, Hasil, dll. - Hello Sehat)
2.5.1 Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi
dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh
untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi
pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk
meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan
tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan
reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin. Perjalanan
gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan
yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya
hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar
protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan
nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron
telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR
(Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin
serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak
lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin
menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan
haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
WOC CKD

Obstruksi saluran
Infeksi Arteriosklerosis Zat toksik kemih

Reaksi antigen- Suplai darah ke Penumpukan Retensi urine


antibodi ginjal menurun di ginjal

.................................................................................................................................... Infertilitas, Libido


Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) menurun menurun, Disfungsi Disfungsi seksual
ereksi, Amenorea,
Lambat puberitas
CKD

BREATHING BRAIN BLOOD BLADDER BOWEL BONE

Risiko Perfusi Renal Sindrom Uremia


Bendungan atrium kiri Cardiak output Eritrosit dan Hb Cardiak output tidak efektif Sekresi protein Cardiak Ouput
meningkat menurun menurun menurun terganggu menurun
Pucat, Pigmentasi, pruritus,
Perfusi darah ke Perfusi darah ke Sindrom uremia ekimosis, lecet, uremic frosts
Tekanan vena otak menurun Anemia ginjal menurun Perfusi Darah
pulmonalis meningkat ke jaringan
Penekanan sistem imun Gangguan
menurun
Perubahan tingkat RAA menurun keseimbangan
Aliran darah ke organ vital kerusakan integritas kulit
kesadaran asam-basa
Tekanan kapiler paru dan jaringan menurun
(Letargi, bingung, Meningkatkan Metabolisme
naik Risiko Infeksi
stupor, koma), retensi Na & Air Produksi asam anaerob
kejang, tidur lambung meningkat
Edema paru terganggu, Haluaran urine
Perfusi jaringan terganggu Penimbunan
asteriksis. berkurang
asam laktat
Iritasi lambung
Takipnea, pernapasan
kusmaul, halitosis Oliguri, berat jenis Gangguan Citra
uremik/fetor, sputum Perfusi perifer tidak Tubuh Anoreksia, mual, Fatigue, Nyeri
Risiko Perfusi urine menurun,
yang lengket, batuk efektif muntah, perdarahan sendi
Serebral Tidak proteinuria, Edema
yang disertai nyeri, suhu GI, Distensi
Efektif Periorbital, Pitting
tubuh meningkat,Hilar Abdomen, Diare &
edema
pneumonitis , pleural Konstipasi
Intoleransi
frictin rub, edema paru
aktivitas
Hipervolemia
Defisit nutrisi
Gangguan pertukaran
gas

Sumber : (Romagnani et al., 2017), (Webster et al.,


2017), Adamczak et al., 2018), (Lin et al., 2018).
2.6.1 Manifestasi Klinis
Gejala muncul secara bertahap dan mungkin tidak menjadi jelas sampai CKD
berlanjut. Pada tahap awal (1 hingga 3), pasien mungkin asimtomatik atau memiliki gejala
nonspesifik yang halus yang dikaitkan dengan kondisi lain. Pada saat pasien mengalami
gejala yang jelas (stadium 3 hingga 5), biasanya 80% hingga 90% fungsi ginjal telah rusak.
(Stadium 3 CKD dapat dipertimbangkan secara dini atau terlambat tergantung pada banyak
faktor, termasuk hasil tes diagnostik dan bagaimana keluhan pasien) (Chicca, 2020).
Manifestasi klinis menurut Webster et al (2017), adalah sebagai berikut :
1.1.6.1 Perubahan kognitif
CKD meningkatkan risiko gangguan kognitif hingga 65%, kognisi dipengaruhi
pada awal CKD tetapi keterampilan yang berbeda menurun pada tingkat yang
berbeda, bahasa dan perhatian mungkin sangat terpengaruh.
1.1.6.2 Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardiak, gagal
jantung akibat penurunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
1.1.6.3 Gangguan Integumen
Kulit pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksik.
1.1.6.4 Gangguan Pulmoner
Suara krekels, batuk dengan sputum kental dan liat, napas dangkal, napas
kussmaul.
1.1.6.5 Gangguan Gastrointestinal
Napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, anoreksia, mual,muntah,
perdarahan saluran gastrointestinal.
1.1.6.6 Gangguan Muskuloskeletal
Kram otot, rasa kesemutan dan terbakar, tremor, kelemahan dan hipertropi pada
otot-otot ekstrimitas.
1.1.6.7 Gangguan Cairan Elektrolit
Biasanya retensi garam dan air yang dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
1.1.6.8 Gangguan Endrokrin dan Gangguan Seksual
Libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore, gangguan
metabolik glukosa lemak dan vitamin
1.1.6.9 Sistem Hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang.
2.7.1 Komplikasi
Menurut Prabowo (2014) Komplikasi yang terjadi ada pasien dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) antara lain :
1.1.7.1 Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet
berlebihan.
1.1.7.2 Hipertensi
Retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem rennin-angiotensin-aldosteron.
1.1.7.3 Anemia
Penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisa.
1.1.7.4 Penyakit tulang
Retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal,
dan peningkatan kadar aluminium.
2.8.1 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin & Sari (2011) dan Rendy & Margareth (2012) Pemeriksaan
Penunjang yang dilakukan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) antara lain
1.1.8.1 Elekrokardiogram (EKG)
Abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dam asam /basa. tekanan
darah berubah > 20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, sianosis
1.1.8.2 Urin
a. Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
b. Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin.
c. Berat jenis : kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d. Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular
dan rasio urin/serum sering 1:1
e. Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
f. Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
g. Protein : Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
1.1.8.3 Darah
a. BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b. Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
c. SDM : menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e. Natrium serum : rendah
f. Kalium : meningkat
g. Magnesium : meningkat
h. Kalsium : menurun
i. Protein (albumin) : menurun
1.1.8.4 Osmolalitas serum : lebih dari 285 mOsm/kg
1.1.8.5 Pelogram retrograde : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
1.1.8.6 Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas
1.1.8.7 Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
1.1.8.8 Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
2.9.1 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan CKD Stage V dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu : tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, S.C. & Bare, 2015) :
1.1.9.1 Tindakan konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal.
1.1.9.1.1 Pengaturan Diet Protein, Kalium Dan Narium
a. Pembatasan Protein
Pembatasan asupan protein telah terbukti memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Apabila pasien mendapatkan terapi dialisis teratur, jumlah kebutuhan protein biasanya
dilonggarkan 60 – 80 gr/hari (Smeltzer, S.C. & Bare, 2015).
b. Diet Rendah Kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.Diet yang
dianjurkan adalah 40 – 80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat – obatan yang
tinggi kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia.
c. Diet Rendah Natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40 – 90 mEq/hari (1-2 gr Na).Asupan natrium yang
terlalu banyak dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d. Pengaturan Cairan
Cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut harus diawasi dengan seksama.
Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang
dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian.Intake cairan yang bebas
dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan dan edema. Sedangkan asupan
yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.
1.1.9.1.2 Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a. Hipertensi
Manajemen hipertensi pada pasien gagal ginjal kronik dapat dikontrol dengan
pembatasan natrium dan cairan, dapat juga diberikan obat antihipertensi seperti
metildopa (aldomet, propanolol, catapres). Apabila penderita sedang menjalani terapi
hemodialisa, pemberian antihipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi
dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler melalui ultrafiltrasi.
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena apabila K+ serum
mencapai sekitar 7 mEq/L dapat mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena, yang akan
memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%.
c. Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronik diakibatkan penurunan sekresi eritropoeitin oleh
ginjal.Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoeitin, yaitu rekombinan
eritropoeitin (r-EPO) selain dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi
darah.
d. Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah angka 15
mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian Na HCO 3 (Natrium
Bikarbonat) parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat mempercepat
timbulnya tetani, maka harus dimonitor dengan seksama.
e. Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di dalam usus. Gel
yang dapat mengikat fosfat harus dimakan bersama dengan makanan.
1.1.9.2 Dialisis dan transplantasi
Pengobatan penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir adalah dengan dialisis dan
transplantasi ginjal.Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan pasien dalam keadaan
klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin
serum biasanya diatas 6ml/100ml pada laki – laki, sedangkan pada wanita 4 ml/100ml dan
LFG kurang dari 4 ml/menit (Black & Hawks, 2015).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.1.1 Pengkajian Keperawatan
1.2.1.1 Anamnesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi klien dengan cara wawancara atau interview.
Mengetahui kondisi klien untuk saat ini dan masa lalu.Anamnesa mencakup identitas klien,
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dantempat tinggal.
a. Identitas
Meliputi identitas klien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan darah,
alamat, tangggal MRS, tanggal pengkajian, no.RM dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai
tidak ada BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada
kulit.
c. Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan
pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hiperplasia, dan prostektomi.
Penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat
infeksi sistem perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyait hereditas dan
penyakit menular pada keluarga.
f. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami
kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
g. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tmpat tinggal klien, mengenai kebersihan lingkungan tempat
tinggal, area lingkungan rumah.
1.2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Airway (jalan nafas) : Dengarkan suara tersumbat, cari serpihan benda-benda, darah,
muntah dan benda asing.
Breathing (pernapasan) : Amati respirasi spontan, chest excursion : gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru
atau pleura, laju dan kedalaman respirasi, dan usaha untuk bernapas. Auskultasi suara
pernapasan
Circulation (sirkulasi) : Cari pendarahan yang tampak jelas. Periksa kulit untuk warna,
suhu, kelembapan dan capillary refill time (CRT).Raba denyut nadi sentral dan distal,
apakah ada edema ekstremitas atau tidak.
Disability (ketidakmampuan) : Periksa kondisi neurologis Periksa pupil, simetris atau
tidak, dan reaksi terhadap cahaya, cek tingkat kesadaran dengan GCS.
Exposure and environment (pemaparan dan lingkungan) : Periksa seluruh tubuh agar
dapat dicari semua cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dikerjakan
Keadaan umum : klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran : menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat, nadi meningkat, serta suhu tubuh
meningkat.
b. Sistem Pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul.Pola napas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem Hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub
(suara gesekan) yang merupakan tanda khas efusi pericardial (radang kandung
jantung). Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif.TD meningkat, akral
dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edem penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel dan anemia.
d. Sistem Neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses
berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem
rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi
perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan
metabolik tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai
amenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada
gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi penuruna klirens
metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang.
Gangguan metabolik lemak, dan gangguan metabolisme vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat
h. Sistem Pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
2.2.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Diagnosis kepewatan yang
mungkin muncul pada pasien dengan penyakit CKD berdasarkan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI) yaitu :
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (D.003) Hal. 22
2) Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif di tandai dengan hipertensi (D.0017) Hal. 51
3) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin. (D.0009) Hal.37
4) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (D.0022) Hal.
62
5) Risiko infeksi di tandai dengan penyakit kronis (D.0142) Hal. 304
6) Risiko perfusi renal tidak efektif di tandai dengan kekurangan volume cairan
(D.0016) Hal. 49
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083) Hal.
186
8) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan (D.0019)
Hal. 56
9) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056) Hal. 128
10) Resiko kerusakan integritas kulit ditandai dengan kekurangan /kelebihan volume
cairan (D.0139) Hal. 300
2.3.1 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (kriteria hasil) Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas (SLKI L.01003 Hal. 94) Pemantauan Respirasi (I.01014)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
ketidakseimbangan 3x24 jam diharapkan tingkat kesadaran 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
ventilasi-perfusi (D.003) dapat membaik dengan kriteria hasil : dan upaya napas
Hal. 22 1. Dispenea menurun 2. Monitor pola napas (seperti
2. PCO2 membaik bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
3. PO2 membaik Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
4. Ph Membaik ataksik0
5. Pola napas membaik 3. Monitor kemampuan batuk efektif
6. Warna kulit membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
2. Risiko Perfusi Serebral Perfusi serebral meningkat (SLKI Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Tidak Efektif di tandai L.02014) (I.06194)
dengan hipertensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
(D.0017) Hal. 51 selama 3x24 jam diharapkan perfusi
selebral meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
1. Tekanan intra kranial menurun
(mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
2. Sakit kepala menurun
serebral)
3. Gelisah menurun
2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
4. Kecemasan menurun
Tekanan darah meningkat, tekanan nadi
5. Agitasimenurun
melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
6. Tekanan darah sistolik membaik
kesadaran menurun)
7. Tekanan darah diastolik membaik
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (Central Venous Pressure),
jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Warna, konsistensi)

Terapeutik

1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan


lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian sedasi dan


antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu

3. Perfusi perifer tidak Perfusi perifer meningkat (SLKI Perawatan Sirkulasi (I.02079)
efektif berhubungan L.02011)
Observasi
dengan penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
konsentrasi 3x24 jam diharapkan perfusi perifer
1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
hemoglobin. (D.0009) Meningkat , dengan kriteria hasil:
edema, pengisian kalpiler, warna, suhu,
Hal.37 1. CRT <2 detik
angkle brachial index)
2. Penyembuhan luka meningkat
2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3. Tugor kulit membaik
(mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
4. Tekanan darah sistolik membaik
dan kadar kolesterol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
5. Tekanan darah diastolik membaik
bengkak pada ekstremitas

Terapeutik

1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan


darah di area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas pada keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi

1. Anjurkan berhenti merokok


2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada
kaki)\
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi( mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

4. Hipervolemia Keseimbangan cairan meningkat ( Manajemen Hipervolemia (I.03114)


berhubungan dengan L.03020) Observasi
gangguan mekanisme Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
regulasi (D.0022) Hal. 3x24 jam diharapkan keseimbangan cairan (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
62 Meningkat , dengan kriteria hasil: teraba lemah, tekanan darah menurun,
1. Kelembaban membran mulkosa tekanan nadi menyempit,turgor kulit
meningkat menurun, membrane mukosa kering,
2. Asupan makanan meningkat volume urine menurun, hematokrit
3. Dehifrasi menurun meningkat, haus dan lemah)
4. Asites menurun 2. Monitor intake dan output cairan
5. Tekanan darah membaik Terapeutik
6. Tekanan arteri rata-rata mebiak 1. Hitung kebutuhan cairan
7. Tugor kulit membaik 2. Berikan posisi modified
trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
5. Risiko infeksi di tandai Tingkat infeksi menurun (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
dengan penyakit kronis Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
(D.0142) Hal. 304 3x24 jam diharapkan tingkat infeksi
menurun, dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi riwayat kesehatan dan
1. Kebersihan badan meningkat
riwayat alergi
2. Kemeraahan menurun
2. Monitor tanda-tanda infeksi
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun Terapeutik
5. Cairan berbau busuk menurun
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup
6. Sputum berwarna hijau menurun
2. Berikan perawatan infus dll

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antibotik

6. Risiko perfusi renal Perfusi renal meningkat (L.02012) Pencegahan Syok (I.02068)
tidak efektif di tandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
dengan kekurangan 3x24 jam diharapkan perfusi renal 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
volume cairan (D.0016) meningkat, dengan kriteria hasil: dan kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD,
Hal. 49 1. Nyeri abdomen menurun MAP)
2. Mual menurun 2. Monitor status oksigen (oksimetri nadi,
3. Muntal menurun AGD)
4. Distensi abdomen menurun 3. Monitor status cairan (masukan dan
5. Kadar urea nitrogen darah haluaran, turgor kulit, CRT)
membaik 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
6. Kadarelektrolit Perikas riwayat alergi
membaikkeseimbangan asam basa Terapiutik
membaik 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan
7. Bising usus membaik saturasi oksigen >94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
3. Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
2. Jelaskan tanda gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan/
merasakan tanda dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari allergen
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika
perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
peril
7 Gangguan citra tubuh Citra tubuh meningkat (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
perubahan fungsi tubuh 3x24 jam diharapkan citra tubuh
(D.0083) Hal. 186 meningkat, dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi harapan citra tubuh
1. Verbalisasi kecacatan bagian
berdasarkan tahap perkembangan
tubuh membaik
2. Identifikasi budaya, agama, jenis
2. Verbalisasi perasaan negatif tetang
kelami, dan umur terkait citra tubuh
tubuh menurun
3. Identifikasi perubahan citra tubuh
3. Respon nonverbal pada perubahan
yang mengakibatkan isolasi sosial
tubuh membaik
4. Monitor frekuensi pernyataan kritik
tehadap diri sendiri
5. Monitor apakah pasien bisa melihat
bagian tubuh yang berubah

Terapiutik

1. Diskusikan perubahn tubuh dan


fungsinya
2. Diskusikan perbedaan penampilan
fisik terhadap harga diri
3. Diskusikan akibat perubahan
pubertas, kehamilan dan penuwaan
4. Diskusikan kondisi stres yang
mempengaruhi citra tubuh (mis.luka,
penyakit, pembedahan)
5. Diskusikan cara mengembangkan
harapan citra tubuh secara realistis
6. Diskusikan persepsi pasien dan
keluarga tentang perubahan citra
tubuh

Edukasi
1. Jelaskan kepad keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
2. Anjurka mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
3. Anjurkan menggunakan alat
bantu( mis. Pakaian , wig, kosmetik)
4. Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung( mis. Kelompok sebaya).
5. Latih fungsi tubuh yang dimiliki
6. Latih peningkatan penampilan diri
(mis. berdandan)
7. Latih pengungkapan kemampuan diri
kepad orang lain maupun kelompok

8 Defisit nutrisi Status nutrisi membaik (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
ketidakmampuan 3x24 jam diharapkan status nutris 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan membaik , dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(D.0019) Hal. 56 1. Porsi makana yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
2. Kekuatan mengunyah meningkat nutrient
3. Kekuatan otot menelan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
4. Penyiapan dari penyimpanan nasogastrik
makanan yang aman 6. Monitor asupan makanan
5. Nyeri abdomen menurun 7. Monitor berat badan
6. Indeks massa tubuh (IMT) 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
membaik Terapeutik
7. Membran mukosa membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk  mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan  (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu Kolaborasi
2. dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah 
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

9 Intoleransi aktifitas Toleransi aktivitas meningkat (L.05047) Manajemen Energi (I.05178)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi
ketidakseimbangan 3x24 jam diharapkan intoleransi aktivitas
antara suplai dan meningkat , dengan kriteria hasil:
1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen 1. saturasi oksigen meningkat
mengakibatkan kelelahan
(D.0056) Hal. 128 2. kekuatan tubuh bagian atas
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
meningkat
3. Monitor pola dan jam tidur
3. kekuatan tubuh bagian bawah
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
meningkat
melakukan aktivitas
4. dispnea saat aktivitas menurun
5. perasaan lemah menurun
Terapeutik
6. warna kulit membaik
7. frekuensi napas membaik
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang
menyenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan
2.4.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,  dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Dan merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
2.5.1 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri (Meirisa, 2013).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani 2013),
yaitu Subjek, adalah ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh      keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan. Objek adalah keadaan
objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan   pengamatan yang objektif.
Assesment adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
Planning adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Anda mungkin juga menyukai