Anda di halaman 1dari 58

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA NY. E DENGAN


MASALAH CHRONIC KIDNEY DISEASE STAGE V + ASIDOSIS
METABOLIK + ANEMIA SEDANG DI RUANGAN HCU INTERNE
PENYAKIT DALAM RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Oleh :

Kelompok 8

1. Afriyanti, S. Kep 2314901002


2. Cindy Claudya Putri S. Kep 2314901010
3. Lara Sgita, S. Kep 2314901036
4. Melisa Andora, S. Kep 2314901040
5. Mellani Fauzyah, S. Kep 2314901041
6. Pramita Dewi, S. Kep 2314901055
7. Putri Utami Wulandari, S. Kep 2314901058
8. Viona Halimahtusadiah, S. 2314901086
Kep
9. Zulfia, S. Kep 2314901094

Pembimbing Klinik Pembimbing Klinik

(Ns. Patmawati, S. Kep) (Ns. Rina Oktavia, S. Kep)

Pembimbimng Akademik
(Ns. Willady Rasyid, M. Kep, Sp. Kep. MB)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN 2024

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallah wa Ta’ala


atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga kelompok dapat menyelesaikan Seminar
Kasus Keperawatan Medikal Bedah dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang degan judul “Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Pada Ny. E Dengan Masalah Chrontic Kidney Disease Stage V +
Asidosis Metabolik + Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang ”.
Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil
sehingga Seminar Kasus ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan
kepada :
1. Bapak Ns. Willady Rasyid, M.Kep, Sp, KMB selaku Preceptor
Akademik dan dosen keperawatan medikal bedah STIKes Alifah
Padang.
2. Ibu Ns. Patmawati, S.Kep selaku Preceptor Klinik RSUP Dr M
Djamil Padang.
3. Ibu Ns. Rina Oktavia, S.Kep selaku Preceptor Klinik RSUP Dr
M Jamil Padang.
4. Kakak-kakak perawat Ruangan interne dan HCU Interne RSUP
Dr. M Djamil Padang.
5. Teman-teman satu bimbingan yang telah berjuang bersama-sama
dalam menyelesaikan laporan ini
Kelompok menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan ini.
Padang, 29 Januari 2024

Kelo
mpok

ii
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah......................................................................................
Tujuan Penelitian.................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi............................................................................................................
Etiologi..............................................................................................................
Manifestasi Klinik.............................................................................................
Pencegahan.......................................................................................................
Patofisiologi......................................................................................................
Penataaksanann.................................................................................................
Woc...................................................................................................................
Asuhan Keperawatan Teoritis...........................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian Keperawatan...................................................................................
Diagnosa Keperawatan.....................................................................................
Intervensi Keperawatan....................................................................................
Implementasi Keperawatan...............................................................................
Evaluasi Keperawatan.......................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
Pengkajian.........................................................................................................
Diagnosa...........................................................................................................
Intervensi...........................................................................................................
Evaluasi.............................................................................................................
BAB V PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................
Saran......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik atau penyakit gagal ginjal stadium akhir


merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami gangguan yang
bersifat progresif dan irreversible, dimana keadaan tubuh tidak mampu untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang
mengakibatkan uremia (Siregar, 2020).

Akibat yang ditimbulkan dari gagal ginjal kronik yaitu terjadinya


penurunan fungsi tubuh melakukan aktivitas sehari-hari, aktivitas seksual,
kualitas tidur, bahkan kualitas dari sisi psikologis karena harus dirawat selama
melalukan hemodialisis. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit menahun
dengan pengobatan rutin dan jangka panjang. Efek lain yang ditimbulkan dari
gagal ginjal kronik ada gejala seperti kelelahan, mual, hilang nafsu makan,
penurunan berat badan dan pasien yang mulai mengalami tanda gejala uremia
yang signifikan ketika laju filtrasi glomerulus kurang dari 30% (Liawati &
Nurhimawan, 2021).
Menurut Smeltzer (2014) akibat gagal ginjal kronik antara lain
kelemahan, kelelahan, tremor, kejang otot, gatal, sulit konsentrasi,
kebingungan, perubahan perilaku, kecemasan, kehilancgan hasrat seksual dan
masalah social (Kusyati & Nofiyanto, 2018).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh kehilangan fungsi normal ginjal
untuk menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Gagal ginjal kronik
merupakan salah satu golongan penyakit tidak menular, dimana perjalanan
penyakit berlangsung dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan ginjal
tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal seperti keadaan semula.
Kerusakan ginjal terjadi pada nefron termasuk pada glomerulus dan tublus
ginjal, nefron yang telah rusak tidak akan dapat berfungsi kembali. Fungsi
ginjal adalah menyaring dan mengeliminasi hasil metabolisme tubuh (Siregar,
2020).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 melaporkan
terdapat 697,5 juta kasus gagal ginjal kronik di seluruh dunia. Hampir
sepertiga pasien CKD di kedua negara tersebut berasal dari China (132,3 juta
kasus) dan India (115,1 juta kasus). Unites States Renal Data System

1
(USRDS) (2018) Persentase pasien CKD yang diakui di Medicare, jumlah
pasien CKD pada tahun 2016 adalah 13,8% (Bikbov et al., 2020).
Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2018 melaporkan
berdasarkan kelompok usia angka kejadian gagal ginjal kronik tertinggi pada
kelompok usia ≥ 45 tahun yaitu 73,96% dan pada kelompok usia ≤ 44 tahun
sebanyak 26,04%. Berdasarkan jenis kelamin pasien gagal ginjal kronik pada
laki-laki lebih banyak 57% (n=36.976) dari pada perempuan 43% (n= 27.608).
(Nasution et al., 2020).
Riset Kesehatan Dasar (2018) melaporkan data prevalensi gagal ginjal
kronik di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada usia >15 tahun sebesar
0,38%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan data Rikesdas tahun
2013 yaitu sebesar 0,18%. Sedangkan menurut kelompok usia angka kejadian
gagal ginjal kronik tertinggi mencapai (0,82%) pada rentang usia 65-74 tahun
dan yang terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu (0,13%).
Menurutperbedaan jenis kelamin, rasio laki-laki lebih besar (0,42%) dari pada
perempuan (0,35%) (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh pasien gagal ginjal untuk
mempertahankan kondisinya dengan melakukan hemodialisis. Hemodialisis
merupakan salah satu penatalaksaan gagal ginjal kronik yang bermanfaaat
terhadap perbaikan fungsi ginjal sehingga bisa memperbaiki kualitas hidup
pada pasien yang menderita gagal ginjal kronik. Hemodialisis adalah suatu
bentuk terapi pengganti untuk mengeliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh atau
racun yang berasal dari peredaran darah manusia. Penderita gagal ginjal
kronik mengikuti proses hemodialisis secara terus menerus semasa hidupnya.
Terapi ini berlangsung selama 2-5 jam yang dilakukan 1-3 kali seminggu
(Putri et al., 2020).
Terapi hemodialisis pada dasarnya dapat meningkatkan kualitas hidup
namun terapi ini tidak dapat mengubah proses alami penyakit ginjal dan tidak
akan pernah bisa mengembalikan fungsi normal ginjal. Terapi hemodialisis
dapat menimbulkan berbagai masalah seperti rasa tidak nyaman, penurunan
kualitas hidup meliputi penurunan kesehatan fisik, fisiologis, psikologis, status
psikososial (Dame et al., 2022).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2018) proporsi hemodialisis di
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada usia > 15 tahun sebesar
(19,33%). Sedangkan menurut kelompok usia proporsi hemodialisis tertinggi

2
mencapai (24,06%) pada rentang usia 15-24 tahun dan yang terendah
mencapai (12,68%) pada usia 75 tahun keatas. Di Sumatera Barat sendiri
proporsi hemodialisis berdasarkan diagnosis dokter pada usia > 15 tahun
sebesar (15,00%). Sedangkan menurut kelompok usia proporsi hemodialisis
tertinggi di Sumatera Barat mencapai (61,42%) pada usia 75 tahun keatas dan
yang terendah mencapai (3,27%) pada rentang usia 15-24 tahun (Kementrian
Kesehatan RI, 2019).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat dan
membahas laporan kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Pada Ny. E Dengan Masalah Chronic Kidney Disease Stage V + Asidosis
Metabolik + Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2024”.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Ny.
E dengan Chronic Kidney Disease (CKD) + Asidosis Metabolik + Anemia
Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2024.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. E dengan masalah Chronic
Kidney Disease (CKD) + Asidosis Metabolik + Anemia Sedang Di
Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2024.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. E dengan
masalah Chronic Kidney Disease (CKD) + Asidosis Metabolik +
Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2024.
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang tepat pada Ny.
E dengan masalah Chronic Kidney Disease (CKD) + Asidosis
Metabolik + Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2024.
d. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan pada Ny. E
dengan masalah Chronic Kidney Disease (CKD) + Asidosis Metabolik

3
+ Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2024.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada Ny. E dengan
masalah Chronic Kidney Disease (CKD) + Asidosis Metabolik +
Anemia Sedang Di Ruangan HCU Interne Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang Tahun 2024.
C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan dengan
seoptimal mungkin, mampu menyediakan fasilitas sarana dan
prasarana yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan pada
pasien, khususnya pada pasien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD).
2. Bagi Perawat
Perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
khususnya pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD). Serta
mampu melakukan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP).
3. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alifah Padang,Seminar
Kasus ini dapat memperkaya bahan pustaka kampus dan dapat
dijadikan acuan atau bahan penyusunan bagi mahasiswa yang
melakukan atau menyusun laporan kasus tentang asuhan keperawatan
pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD).
4. Bagi Pasien dan Keluarga
a. Bagi pasien diharapkan dapat melakukan pengobatan secara rutin,
dan diharapkan dapat mengontrol asupan makanan yang
dikonsumsi.
b. Bagi keluarga pasien diharapkan dapat memberi motivasi, mampu
mengontrol asupan makanan yang dikonsumsi pasien ketika pulang
kerumah.
5. Bagi Mahasiswa khususnya Program Studi Profesi Ners:

4
a. Dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu, pengetahuan dan wawasan
yang luas dalam kepedulian penanggulangan Chronic Kidney
Disease (CKD).
b. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan penelitian
lebih lanjut tentang studi kasus yang berhubungan dengan penyakit
Chronic Kidney Disease (CKD) maupun penyakit-penyakit yang
lain yang lebih mendalam.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. KONSEP TEORITIS
A. Defenisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2001,
Dalam kardiyudiarni, 2019). Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun) (kardiyudiarni, 2019).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir
(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia / retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Nuari dan
Widayati, 2019). Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus
secara medadak dan cepat (hitungan jam – minggu). Penyakit gagal
ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon sesuai
dengan perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi
natrium dan air dapat meningkatkan beban sirkulasi berlebihan,
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi (Nuari dan
Widayati, 2019).
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD)
merupakan penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan menurunnya
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2 yang terjadi
selama 3 bulan atau lebih dengan adanya penanda kerusakan pada
ginjal yang dapat dilihat melalui konsentrasi albuminuria (Webster et
al., 2017). Penurunan fungsi ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73
m2 termasuk ke dalam kategori penyakit ginjal stadium akhir (CKD
stase 5) yang menandakan bahwa ginjal tidak dapat berfungsi dengan
baik dalam waktu jangka panjang, Hilangnya sebagian besar nefron
fungsional secara progresif dan irreversible berpengaruh pada hasil

6
metabolisme yang tidak dapat dieksresi yang mengakibatkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit dan asam
basa (Hall, 2018).
B. Anatomi dan Fisiologi

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di


kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub
atasnya terletak setinggi iga ke 12, sedangkan kutub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas (Alam, 2017). Ginjal terletak di bagian
belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua iga
terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus
lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi
tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik
dari trauma langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi oleh iga
dan otot- otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah)
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kanan dikelilingi oleh
hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh
lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon (Alam, 2017).

7
a. Struktur Ginjal terdiri atas:

1) Struktur Makroskopik Ginjal


Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai
13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5
cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik
ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal.

Ginjal terdiri dari :


a) Bagian dalam (internal) medula.
Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 18-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya mengahadap ke
sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus,
ansa henle, vasa rekta dan diktus koligens terminal.
b) Bagian luar (eksternal) korteks.
Substansia kortekalis berwarna coklat merah. konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika
fibrosa, melengkung sapanjang basis piramid yang
berdekatan dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam
diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal
yang berkelok-kelok dan duktus koligens.

8
2) Struktur Mikroskopik Ginjal

1. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu
kesatuan (nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh
jumlah nefron yang membentuknya. Tiap ginjal manusia
memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap nefron bisa
membentuk urin sendiri karena itu fungsi satu nefron dapat
menerangkan fungsi ginjal.
2. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang
disebut glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian
terluar dari ginjal. Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml
plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit.
Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah
dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat
melewati dinding dan tertinggal.
3. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan
yang telah disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman.
Sebagian besar dari filtrat glomerulus diserap kembali ke
dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus
kotortus proksimal. Panjang 15 mm dan diameter 55μm.
4. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian
dari nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula,

9
bagian dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian
korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14
mm.
5. Tubulus kontortus distalis.
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada
koil longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap
komposisi urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar
15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai
tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus
proksimal.
6. Duktus koligen medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif.
Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi
disini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalsium.
b. Fungsi Ginjal
Beberapa fungis ginjal adalah :
1) Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal
sebagai urine yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urin yang dieksresikan
jumlahnya berkurang dan konsentrasinya lebih pekat
sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat
dipertahankan relatif normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion.
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan
garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan
muntah- muntah, ginjal akan meningkatkan sekresi ion-ion
yang penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan,
(mixed diet) akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH
kurang dari 6. Hal ini disebabkan oleh hasil metabolisme
protein. Apabila banyak memakan sayuran, urin akan bersifat

10
basa, pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi
urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4) Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat,
dan kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat
toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan
bahan kimia lain (pestisida)
5) Fungsi hormonal dan metabolism
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan
penting dalam mengatur takanan darah (sistem rennin-
angiotensin- aldosteron) yaitu untuk memproses
pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga
membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
6) Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin,
angiotensin dan aldosteron yang bersungsi meningkatkan
tekanan darah
7) Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-
obatan atau zat kimia asing lain dari tubuh (Muttaqin, 2011).
C. Etiologi

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang


merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim
ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi pielonefritis kronik, glomerulonephritis


2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
3. Nefrosklerosis maligna, stenos arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eriematosus
sistemik, poliarteritis nodosa, sclerosis sistematik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metebolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis

11
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgestik, nefropati
timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
9. Baatu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
D. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan nilai GFR
(Glomeruli Fitrate Rate). Berikut tabel klasifikasi gagal ginjal kronik.
Derajat Deskripsi GFR (Ml/min/1,73m2). Kerusakan ginjal dengan
GFR normal
1. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR ringan
2. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR sedang
3. Kerusakan ginjal ringan dengan GFR berat≥ 90 60-89 30-59 15 29
4. Gagal ginjal < 15 (atau menjalani dialisis)
(Sumber : Dimas, 2018)
E. Patofisiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (2016), patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya
tergantung ada penyakit yang mendasarinya. Tapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertropi strruktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephron) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokinin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi yang diikuti oeh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oeh penurunan nefron yang progesif walaupun penyakit
dasarnya tidak aktif lagi (Bambang, 2018).
Adanya peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin- angiotensin-aldosteron sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor ß (TGF-ß). Beberapa

12
hal juga dianggap berperan terhadap terjadiya progesifitas penyakit
ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointersitial (Bambang,
2018).
Pada stadium yang paling dini gagal ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana
basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progesif
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60% pasien masih belum merasakan
keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kretainin serum. Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan
seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang dari 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. (Bambang,
2018).
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala penyakit ginjal mungkin termasuk
(Kardiyudiani & Brigitta 2019) adalah :
1. Mual
2. Muntah
3. Kehilangan nafsu makan
4. Kelelahan dan kelemahan
5. Masalah tidur
6. Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
7. Otot berkedut dan kram
8. Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
9. Gatal terus menerus
10. Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
11. Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
12. Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan

13
G. Pathway/ WOC

Nyeri Akut

(Sumber; Eko Prabowo. 2018)

14
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Prabowo, 2018):
1. Penyakit Tulang. Penurunan kadar kalsium secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasimatriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
fraktur pathologis.
2. Penyakit Kardiovaskuler. Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik
akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lifid,
intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia. Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi
dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoeitin yang
mengalami defiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
4. Disfungsi seksual. Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka
libido sering mengalami penurunan dan terjadi impoten pada pria.
Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Alam (2017), ada beberapa pemeriksaan diagnostik untuk
gagal ginjal kronik antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium
Penilaian GGK dengan gangguan yang serius dapat dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium, seperti kadar serum
sodium/natrium dan potassium atau kalium, pH, kadar serum
fosfor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam arah
(BUN) serum dan konsentrasi kreatinin urin urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufiensi ginjal, anlisa urine dapat
menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi
ginjal, batas kreatinin, urin rata-rata dari urine tampung selama 24
jam. Analisa urine dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang
mana dijumpai\
produksi urine yang tidak normal. Dengan urine analisa juga juga
dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBC/eritrosit dan

15
WBC/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal
yang progesif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi
urine menurun, monitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat
penting bagi pasien gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir
dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh
ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin 20:1. Bila ada peningkatan
BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake
protein.
b. Pemeriksaan radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunakan untuk
mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-flat radiografi keadaan ginjal, ureter dan vesika urinaria
untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi dan klasifikasi
dari gijal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal
mengecil yang mungkin disebabkan adanya proses infeksi.
2) Computer Tomography Scan yang digunakan untuk melihat
secara jelas anatomi ginjal yang penggunaannya dengan
memakai kontras atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) dugunakan untuk
mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras.
IVP biasa dugunakan pada kasus gangguan ginjal yang
disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongenital,
kelainan prostat, caculi ginjal, abses ginjal, serta obstruksi
saluran kencing.
4) Arteriorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem
arteri, vena dan kapiler ginjal dengan menggunakan kontras.
5) Magnetig Rosonance Imaging (MRI) digunakan untuk
mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathy,
ARF, proses infeksi ginjal serta post transplantasi ginjal.
6) Biopsi ginjal

J. Penatalaksanaan Medis
Menurut Bambang (2018), penatalaksanaan gagal ginjal kronik
meliputi:
a. Penatalaksanaan

16
Konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan
faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progesif
gagal ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan
uremia dan komplikasinya, kalsium dan fosfor serum harus
dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia.
b. Dialisis
Dialisis Peritonial (DP) meliputi:

1. DP intermiten (DPI)
2. DP Mandiri Berkesinambungan (DPMB)
3. DP Dialirkan Berkesinambungan (DPDB)
4. DP Nokturnal (DPN)
c. Hemodialisa
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini
biasanya LFG sekitar 5-10 mL/menit. Dialisis diperlukan bila
ditemukan keadaan seperti keadaan umum buruk dan gejala klinis
nyata, K serum >200mg/dL, pH darah <7,1. Anuri
berkepanjangan >5 hari, sindrom uremia; mual, muntah,
anoreksia, neuropati memburuk.
d. Tranplantasi ginjal (TG)
1. Transplantasi Ginjal Donor Hidup (TGHD)
2. Transplantasi Ginjal Donor Jenazah (TGDJ)

2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan dan analisis informasi secara
sistematis dan berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan
mengumpulkan data dan menempatkan data ke dalam format yang
terorganisir (Heater, 2018).

a. Identitas
Diisi identitas klien dan identitas penanggung jawab. Berupa
nama klien, nama penanggung jawab, alamat, nomer register,
agama, pendidikan, tanggal masuk, dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama

17
Keluhan utama : sangat bervariasi, keluhan berupa urine output
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran
karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa
metabolisme/toksik dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi
penurunanurine output, penurunan kesadaran, penurunan pola
nafas karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue,
perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu,
karena berdampak pada metabolisme, maka akan terjadi
anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadi
gangguan nutrisi.
d. Riwayat penyakit dahulu:
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan
masalah. Kaji penyakit pada saringan (glomerulus):
glomerulonefritis, infeksi kuman; pyelonefritis, ureteritis,
nefrolitiasis, kista di ginjal: polcystis kidney, trauma langsung
pada ginjal, keganasan pada ginjal, batu, tumor,
penyempitan/striktur, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol
tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
preeklamsi.
e. Riwayat Kesehatan keluarga.
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit
ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi
memiliki pengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena
penyakit tersebut bersifat herediter.
f. Pola kesehatan sehari-hari
1) Nutrisi
Makan: Anoreksia, naussea, vomiting (El Noor, 2018). Diit
rendah garam.
Minum: Kurang dari 2 liter per hari.

18
2) Eliminasi BAK dan BAB
Elimanisi BAK: Oliguria; Pengeluaran atau output urin
kurang dari 400 ml/kg/hari (Aisara dkk, 2018).
Eliminasi BAB: Konstipasi atau diare (El Noor, 2018).
3) Istirahat
Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering
berkemih.
4) Aktivitas
Lemah, kelelahan (El Noor, 2018).
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Hipertensi;Tekanan darah berada pada nilai 130/80 mmHg
atau lebih (Setyaningsih, 2018), lemah, kelelahan (El Noor,
2018).
2) Pemeriksaan wajah dan mata
Edema, edema periorbital (Setyaningsih, 2018) red eye
syndrome akibat penimbunan atau deposit garam kalsium
pada konjungtiva Konjungtiva anemis (Aisara dkk, 2018).
3) Pemeriksaan mulut dan faring
Ulserasi di mulut dan perdarahan, metallic taste, nafas bau
amonia, cegukan (El Noor, 2018).
4) Pemeriksaan leher
Engorged neck veins (El Noor, 2018).
5) Pemeriksaan paru
Crackles, depressed cough reflex, thick tenacious sputum,
pleuritic pain, nafas pendek, takipnea, kussmaul, uremic
pneumonitis (El Noor, 2018).
6) Pemeriksaan abdomen
Edema, perdarahan dari jalur GI (El Noor, 2018)
7) Sistem perkemihan
Oliguri, anuria, nokturia dan proteinuria. Proteinuria
menyebabkan kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah
satunya adalah albumin (Setyaningsih, 2018).
8) Pemeriksaan integumen
Warna kulit abu sampai bronze, kulit kering, pruritus,

19
ekimosis, purpura, kuku rapuh dan tipis, rambut kasar
(Nasser Abu, 2017), odema anasarka. Pitting odema berada
pada derajat derajat II : kedalaman 3-5mm dengan waktu
kembali 5 detik (Amin dan Hardhi, 2017).
9) Pemeriksaan anggota gerak
Kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang, patah tulang, foot
drop (Nasser Abu, 2013) edema pada ekstremitas
(Setyaningsih, 2018)
10) Pemeriksaan status neuro
Lemah, kelelahan, bingung, tidak dapat konsentrasi,
disorientasi, tremor, seizures, asterixis, restlessness of legs,
burning of soles of feet, behavior changes (El Noor, 2018).
11) Pemeriksaan sistem reproduksi
Infertil, amenore, testicular atrophy, libido berkurang, kram
otot (El Noor, 2018).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Pada Klien CKD, Meliputi :

1. Hipovolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dan


natrium
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan adalah pedoman formal untuk
mengarahkan staf keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya
berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek
atau panjang) dan progam keperawatan.

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan


Keperawatan Hasil
1. Hipovolemia Setelah dilakukan 1. Monitor adanya tanda
berhubungan asuhan keperawatan dan gejala
dengan selama 3x 24 jam hypervolemia(mis.dipnea,
kelebihan diharapkan status edema JVP CVP, suara

20
asupan cairan keseimbangan cairan napas tambahan)
dan natrium dapat ditingkatkan 2. Monitor intake dan
dengan Kriteria Hasil: output cairan
1. Terbebas dari 3. Monitor tanda
edema, efusi peningkatan onkotik
dan anaskara plasma (mis. kadar
2. TTV dalam protein, dan albumin
batas normal meningkat)
3. Keseimbangan 4. Batasi asupan cairan dan
intake dan garam
output dalam 5. Kolaborasikan pemberian
24 jam diuretik dan penggantin
4. Turgor kulit kehilangan kalium akibat
tidak diuretic
mengkilap dan
tegang
5. Membrane
mukosa
lembab
6. Menjelaskan
indikator
kelebihan
cairan
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi perifer
tidak efektif asuhan keperawatan (mis. Nadi perifer,
berhubungan selama 3x 24 jam edema, pengisian kapiler,
dengan diharapkan status warna, suhu)
peningkatan keseimbangan cairan 2. Monitor tekanan darah
tekanan darah dapat ditingkatkan 3. Jelaskan tujuan
dengan Kriteria Hasil: kepatuhan diet terhadap
1. Denyut nadi kesehatan
perifer 4. Kolaborasi pemberian
meningkat obat antihipertensi
2. Warna kulit
pucat

21
menurun
3. Pengisian
kapiler
membaik
4. Akral
membaik
5. Turgor kulit
membaik
3. Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji hal – hal yang
aktivitas asuhan keperawatan mampu dilakukan klien
berhubungan selama 3x 24 jam 2. Bantu klien memenuhi
dengan diharapkan pasien kebutuhan aktivitasnya
kelemahan dapat bertoleransi sesuai dengan tingkat
terhadap aktivitas keterbatasan klien
kembali, dengan 3. Beri penjelasan tentang
Kriteria Hasil : hal – hal yang dapat
1. Berpartisipasi membantu dan
dalam meningkatkan kekuatan
aktivitas fisik fisik klien
tanpa disertai 4. Libatkan keluarga dalam
peningkatan pemenuhan
tekanan darah, 5. Jelaskan pada keluarga
nadi, dan RR dan klien pentingnya
2. Mampu bedrest di tempat tidur
melakukan ADL klien
aktivitas
sehari – hari
(ADLs) secara
mandiri
3. Mampu
berpindah
dengan atau
tanpa bantual
alat

22
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Identitas Diri Klien


Nama : Ny. E Pendidikan : SMA
Tempat/Tgl Lahir: Pasaman /08-07-1971 Pekerjaan : Petani
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Masuk RS :16-01-
2024
Status Kawin : Kawin Sumber Informasi :
Pasien dan
Agama : Islam
Keluarga
Alamat : Batang Umpai, Pasaman Diagnosa Medis : CKD
Stage V

B. Identitas Keluarga Klien


Keluarga terdekat yang dapat segera dihubungi (orang tua, suami, istri)
Nama : Tn. S
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
C. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu
D. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Januari 2024. Pasien
mengatakan sesak sejak 2 hari yang lalu. Klien mengatakan sesak yang
dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Keluarga mengatakan BAK
pasien berurang sejak 1 minggu yang lalu, namun tidak ada masalah
terkait BABnya. Pasien mengatakan badan terasa lemah dan lesu. Pasien
tampak pucat dan lesu. Keluarga mengatakan kaki pasien mengalami
bengkak dan terasa tegang serta keras. Pasien merupakan rujukan dari
IGD Rumah Sakit Pasaman
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki penyakit DM sejak 6 tahun
yang lalu dan mendapatkan terapi obat rutin metformin, namun setelah 1

23
tahun belakang mengetahui mengalami gagal ginjal pasien sudah tidak
rutin mengomsumsi obatnya. Pasien mengatakan memiliki riwayat
amputasi jempol kaki kiri sejak 4 tahun yang lalu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan penyakit DM yang diderita merupakan penyakit
keturunan

E. Genogram
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
2. GCS : E4 M6 V5
3. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 127/60 mmHg Suhu : 36,5
’C
Nadi : 62x/menit Pernafasan :
21x/menit
4. Pemeriksaan Head To Toe (IPPA)
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normocephal
Karakteristik rambut : Ramut lurus dan beruban
Kebersihan : Kurang bersih
Palpasi : Tidak ada massa/benjolan
b. Mata
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Konjungtiva anemis
Sklera non iterik
Kornea dan iris tidak ada peradangan
Reflek pupil terhadap cahaya baik
Tidak ada tanda – tanda radang
Tidak ada edema palpebra
c. Hidung
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Membran Mukosa : Lembab
Tes Penciuman : Normal
d. Telinga

24
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Adanya serumen pada telinga
Tidak ada pendarahan
Tes pendegaran baik
e. Mulut
Inspeksi : Adanya caries gigi, warna mukosa bibir
anemis
Tes rasa : Normal
Kesulitan menelan : Ada
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Tidak ada kaku kuduk

g. Paru-paru
Inspeksi : Bentuk Thorak simetris kiri-kanan (dada)
Warna kulit sawo matang
Palpasi : tidak ada dilakukan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (Inspirasi lebih panjang dengan
ekspirasi)
h. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari LMC RIC V
Perkusi : Batas Jantung Kiri 2 jari LMCS RIC V
Batas jantung kanan 2 jari LSD RIC II
Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 reguler
i. Payudara
Inspeksi : Simetris kiri-kanan
Warna kulit sawo matang
Bentuk payudara normal
Aerola kecoklatan
Palpasi : Tidak ada massa
Tidak ada benjolan
j. Abdomen
Inspeksi : Tidak membuncit

25
Palpasi : Tidak ada massa
Perkusi : Tympani
Auskultasi : bising usus (+)
k. Genetalia
Tidak ada kelainan
l. Ekstermitas
Bentuk : Simetris kiri-kanan, kaki tampak edema
Amputasi jempol kaki kir 4 tahun yang lalu
m. Kulit
Inspeksi : Warna kulit sawo matang
: Turgor kulit jelek

G. Pola Nutrisi
Pola Makan
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 23,44 kg/m’2
Frekuensi : 3 x sehari
Jenis/diet : MS DDIV/RP + MC Diabetasol 2 x 200 kkal
Porsi : 48 gram
Keluhan : Tidak ada

H. Pola Eliminasi Fekal


BAB
 Frekuensi : 1 x sehari
 Konsistensi : Cair
 Warna : Coklat Kemerahan
 Bau : Berbau
Keluhan : Tidak ada
BAK
 Warna : Kuning keruh
 Bau :-
Status Cairan dan Elektolit
Intake Output
Infus : 200 cc Urine : 1100 cc

26
Oral/NGT : 1250 cc IWL : 600 cc
Med/drip : 450 cc Drain :-
Balance Cairan : + 200 cc

Elektrolit
Na : 135 mmol/L
K : 8,6 mmol/L
Cl : 114 mmol/L

I. Pola Tidur dan Istirahat


 Tidur siang
Lama : 3 Jam
Jam : 13.00 - 16.00 WIB
 Tidur malam
Lama : 8 jam
Jam : 21.00 - 05.00 WIB

J. Pola Aktivitas dan Latihan


Aktivitas Score Keterangan
Mengontrol BAK 1 Kadang-kadang
Mengontrol BAB 1 Kadang-kadang
Personal hygiene 0 Tidak mampu
Toileting 0 Tidak mampu
Makan dan minum 0 Tidak mampu
Berpindah 0 Tidak mampu
Berjalan 0 Tidak mampu
Berpakaian/berdandan 0 Tidak mampu
Naik turun tangga 0 Tidak mampu
Mandi 0 Tidak mampu
Jumlah skor : 2 ketergantungan berat

K. Pola Kognitif dan Perseptual

27
Berbicara : Pasien tidak banyak berbicara, kurang jelas
Bahasa sehari-hari : Bahasa indonesia dan bahasa minang
Kemampuan membaca : Baik
Tingkat Ansietas : Sedang
Kemampuan interaksi : Pasien mampu berinteraksi dengan baik ketika
bersama orang lain

L. Aspek Psikososial
Harga diri : pasien mengatakan merasa sedih dengan penyakit yang
dialaminya
Ideal diri : pasien berharap cepat sembuh dan pulang kembali
kerumah
Identitas diri : pasien mengatakan dia puas sebagai seorang wanita, istri
dan ibu
Gambaran diri : pasien mengatakan seorang ibu dan petani yang mampu
menyelesaikan pekerjaannya

M. Pola Koping
 Pengambilan keputusan : Suami dan keluarga
 Yang biasa dilakukan apabila stress / mengalami masalah: Bercerita
kepada keluarga
 Harapan setelah menjalani perawatan : cepat sembuh dan pulang kembali
kerumah
 Perubahan yang dirasakan selama sakit : pasien mengatakan badan terasa
lebih lelah dan letih

N. Kebiasaan Seksual
 Gangguan hubungan seksual : Tidak ada
O. Spiritual
 Keyakinan agama : Islam
 Keyakinan agama/kepercayaan yang dilakukan : Sholat dan mengaji
 Kegiatan agama/kepercayaan yang dilakukan selama di rumah sakit :
Berdoa

28
P. Informasi Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Nama Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Hemoglobin 7.6 g/dL 12.0 - 14.0
Leukosit 7.29 10*3/mm^3 5.0 - 10.0
Hematokrit 25 % 37.0 - 43.0
Trombosit 354 10*3/mm^3 150 - 450
MCV 93 fL 82.0 - 92.0
MCH 28 Pg 27.0 - 31.0
MCHC 30 % 32.0 - 36.0
RDW-CV 17.8 % 11.5 - 14.5
Ureum Darah 149 mg/dL 10 - 50
Kreatinin Darah 8.6 mg/dL 0.6 - 1.2
GDS 229 Mg/dL 50 - 200
Natrium 135 mmol/L 136 - 145
Kalium 8.6 mmol/L 3.5 - 5.1
Klorida 114 mmol/L 97 – 111
PH 7.307 7.35 - 7.45
PCO2 15.6 35 - 45
PO2 64.2 83 -108
SO2 90.7 95 - 98
HCT 24 % 35 - 45
H6 7.8 g/dL 11.7 - 15.5
HCO3- 7.9 mmol/L 21 - 28
TCO2 8.3 mmol/L 22 - 29

 Pemeriksaan diagnostik
 Terapi pengobatan
1. Terapi o2 nasal kanul 4 liter
2. IVFD Renxamin 200cc/24 jam
3. Asam folat 0.5 mg
4. Bicnat 3 x 500 mg
5. Inj. Nevorapid 3 x 8 unit (dosis koreksi)
6. Crossmacth PRC 2 unit, 1 unit/hari

29
7. Drip meylon 150 meq dalam 350 cc nacl 0,9 % habis dalam 12
jam (2 kali pemberian)
8. Kalitake 3 x 1 sachet
9. Inj. furosemid
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Data Subjektif Perubahan Gangguan
1) Pasien mengatakan sesak membran pertukaran gas
nafas sejak 2 hari yang lalu alveolus-kapiler
2) Pasien mengatakan sesak
nafas tidak dipengaruhi oleh
aktivitas
Data Objektif
1) Pasien tampak sesak
2) Pasien tampak pucat
3) TD : 127/60 mmHg RR :
21x/i
N : 62 x/i S :
36,5 C
4) SPO2 99 % terpasang nasal
kanul 4 L
5) PH : 7,307 PO 2
: 64,2
PCO2 : 15,6 HCO 3-
: 7,9
2 Data Subjektif Gangguan Hipervolemia
1. Pasien mengatakan sesak mekanisme
nafas sejak 2 hari yang lalu regulasi
2. Pasien mengatakan sesak
nafas tidak diikuti oleh
aktivitas
3. Keluarga mengatakan kaki
pasien mengalami bengkak
terasa keras dan tegang

30
Data Objektif
1. TD : 127/60 mmHg S :
36,5 ’C
Nadi : 62x/i RR :
21x/i
2. Kaki pasien tampak oedema
3. Berat Badan 60 kg
4. IMT 23,44 kg/m2
5. Hb 7,,6 g/dL
6. Balance cairan + 200 cc
3 Data Subjektif Penurunan Perfusi perifer
1. Keluarga mengatakan kaki konsentrasi tidak efektif
pasien mengalami bengkak hemoglobin
dan terasa tegang dan keras
2. Pasien mengatakan badan
terasa lemah dan letih
Data Objektif
1. TD : 127/60 mmHg S:
36,5 ’C
Nadi : 62x/i RR :
22x/i
2. CRT > 3 detik
3. Hb 7.6 g/dL
4. Konjungtiva anemis
5. Kaki pasien tampak oedema
6. Pasien tampak lemah
7. Mukosa bibir anemis
7. Kaki pasien tampak edema

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

31
32
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Standar Standar Luaran Standar Intervensi


Diagnosis Keperawatan Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia (SIKI)
Indonesia (SLKI)
(SDKI)
1 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas asuhan keperawatan (I.01014)
b.d perubahan 3 x 24 jam a. Observasi
membrane diharapkan 1. Monitor frekuensi,
alveolus-kapiler pertukaran gas irama, kedalaman dan
(D.0003) meningkat (L. upaya nafas
01003) dengan 2. Monitor pola nafas
kriteria hasil : ( bradypnea, takipnea,
a. Tingkat hiperventilasi,
kesadaran kussmaul, Cheyne-
meningkat stokes, biot, ataksi
b. Dispnea 3. Monitor kemampuan
menurun batuk efektif
c. Bunyi nafas 4. Monitor adanya
tambahan produksi sputum
menurun palpasi kesimetrisan
d. PCO2 membaik ekspansi paru
e. PO2 membaik 5. Auskultasi bunyi nafas
f. Takikardi 6. Monitor saturasi
membaik oksigen
g. PH arteri 7. Monitor nilai AGD
membaik 8. Monitor hasil x-ray
h. Pola nafas thorak
membaik b. Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil

33
pemantauan
c. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen (I. 01026)


a. Observasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Monitor posisi alat
terapi oksigen
3. Monitor aliran
oksigen secara
periodic dan pastikan
fraksi yang diberikan
cukup
4. Monitor efektivitas
terapi oksigen (mis.
Oksimetri, AGD) jika
perlu
5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen
saat makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
oksigen dan
atelectasis
8. Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
9. Monitor integritas

34
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
b. Terapeutik
1. Bersihkan secret
pada mulut, hidung,
trakea, jika perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan
oksigen saat pasien
di transportasi
6. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan Tingkat
mobilitas pasien
c. Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunkakan
oksigen dirumah
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur

35
2 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia (I.
b.d gangguan asuhan keperawatan 03114)
mekanisme 3 x 24 jam a. Observasi
regulasi diharapkan 1. Periksa tanda dan
(D.0022) keseimbangan cairan gejala hipervolemia
meningkat (L. (mis. Edema,
03020) dengan ortopnea, suara nafas
kriteria hasil : tambahan)
a. Edema menurun 2. Monitor status
b. Tekanan darah hemodinamik (mis.
membaik Frekuensi jantung,
c. Turgor kulit tekanan darah)
membaik 3. Monitor intake dan
d. Berat badan output cairan
membaik 4. Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis.
Kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis
urin)
5. Monitor kecepatan
infus secara ketat
b. Terapeutik
1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan
dan garam
3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40’
c. Edukasi
1. Anjurkan melapor
jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika

36
BB bertambah >1 kg
dalam sehari
3. Ajarkan megukur dan
mencatat asupan dan
haluaran urin
4. Ajarkan cara
membatasi cairan
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
3 Perfusi Perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi (I.
Tidak Efektif b.d asuhan keperawatan 02079)
penurunan 3 x 24 jam a. Observasi
persentase diharapkan perfusi 1. Periksa sirkulasi
hemoglobin perifer meningkat (L. perifer (mis. Nadi
(D.0009) 02011) dengan perifer, edema,
kriteria hasil : pengisian kapiler,
a. Denyut nadi warna, suhu, ABI)
perifer 2. Identifikasi faktor
meningkat resiko gangguan
b. Warna kulit sirkulasi (mis.
pucat menurun Diabetes, perokok,
c. Edema perifer kadar kolesterol
menurun tinggi, hipertensi)
d. Kelemahan otot 3. Monitor panas,
menurun kemerahan, nteri atau
e. Tugor kulit bengkak pada
membaik ekstermitas
f. Tekanan darah b. Terapeutik
membaik 1. Hindari pemasangan
infus atau

37
pengambilan darah
diarea keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstermitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan
infeksi
4. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
5. Lakukan hidrasi
c. Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan
darah secara teratur
4. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemah jenuh)
5. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis. Ras
sakit yang tidak
kunjung hilang saat
istiratah, hilang rasa)

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

38
No Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Rabu / Gangguan Pemantauan S:
17 pertukaran Respirasi (I.01014)  Pasien
Januari gas b.d Observasi mengatakan
2024 perubahan 1. Memonitor nafas masih
membran frekuensi nafas terasa sesak
alveolus- 2. Memonitor pola O :
kapiler nafas  TD : 184/78
3. Memonitor mmHg
saturasi oksigen RR : 21X/i
4. Memonitor nilai N : 89x/i
AGD S : 36, 7 C
Terapi Oksigen (I.  SPO2 99%
01026) terpasang
Observasi nasal kanul
1. Memonitor 4L
kecepatan aliran  PH : 7,307
oksigen PO2 : 64,2
2. Memonitor PCO2 : 15,6
kemampuan HCO3- : 7,9
melepaskan  Mukosa
oksigen saat hidung
makan pasien
3. Memonitor lembab
integritas mukosa
hidung akibat A : gangguan
pemasangan pertukaran gas
oksigen belum teratasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi P : Intervensi
penentuan dosis dilanjutkan
oksigen
2 Rabu / Hipervolemia Manajemen S:
17 b.d gangguan Hipervolemia (I.  Pasien

39
Januari mekanisme 03114) mengatakan
2024 regulasi Observasi nafas masih
1. Memeriksa tanda terasa sesak
dan gejala  Keluarga
hipervolemia mengatakan
(Edema) kaki masih
2. Memonitor status bengkak
hemodinamik O:
(Frekuensi  TD :
jantung, tekanan 184/78
darah) mmHg S
3. Memonitor intake : 36,7 ’C
dan output cairan Nadi : 89x/i
4. Memonitor kadar
natrium, RR : 21x/i
hematokrit  Na : 135
5. Memonitor mmol/L
kecepatan infus Hematokrit :
secara ketat 25%
Terapeutik  Pasien
1. Meninggikan tampak sesak
kepala tempat  Kaki pasien
tidur 30’ tampak
Kolaborasi oedema
1. Berkolaborasi  Posisi pasien
pemberian semi fowler
diuretik
 Balance
cairan +
200cc
 Infus
Renxamin
20cc/24 jam

A : Hipervolemia
belum teratasi

40
P : Intervensi
dilanjutkan
3 Rabu / Perfusi Perawatan Sirkulasi S :
17 Perifer Tidak (I. 02079)  Keluarga
Januari Efektif b.d Observasi mengatakan
2024 penurunan 1. Memeeriksa kaki pasien
konsentrasi sirkulasi perifer masih
hemoglobin (Nadi perifer, bengkak dan
edema, warna, terasa tegang
suhu)  Pasien
2. Mengidentifikasi mengatakan
faktor resiko badan masih
gangguan terasa lemas
sirkulasi  Pasien
(Diabetes) mengatakan
3. Memonitor memiliki
bengkak pada riwayat DM
ekstermitas sejak 6 tahun
Terapeutik yang lalu
1. Menghindari O:
pemasangan infus  TD :
atau pengambilan 184/78
darah diarea mmHg S:
keterbatasan 36,7 ’C
perfusi Nadi : 89x/i
Edukasi
1. Meninformasikan RR : 21x/i
tanda dan gejala  Hb 7.6 g/dL
darurat yang harus  Kongjungtiva
dilaporkan (Rasa anemis
sakit yang tidak
 Mukosa bibir
kunjung hilang
anemis
saat istiratah,
 Kaki pasien
hilang rasa)
tampak

41
oedema
 Pasien
tampak pucat

A : Perifer Tidak
Efektif belum
teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan
4 Kamis / Gangguan Pemantauan S:
18 pertukaran Respirasi (I.01014)  Pasien
Januari gas b.d Observasi mengatakan
2024 perubahan 1. Memonitor nafas masih
membran frekuensi nafas terasa sesak,
alveolus- 2. Memonitor pola namun sudah
kapiler nafas sedikit
3. Memonitor berkurang
saturasi oksigen O:
4. Memonitor nilai  TD : 190/89
AGD mmHg
Terapi Oksigen (I. RR : 24X/i
01026) N : 94x/i
Observasi S : 36, 8 C
4. Memonitor  SPO2 98%
kecepatan aliran terpasang
oksigen nasal kanul
5. Memonitor 4L
kemampuan  PH : 7,36
melepaskan PO2 : 66,9
oksigen saat PCO2 : 24,1
makan HCO3- : 13,3
6. Memonitor  Mukosa
integritas mukosa hidung
hidung akibat pasien

42
pemasangan lembab
oksigen
A : gangguan
pertukaran gas
teratasi sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan
5 Kamis/ Hipervolemia Manajemen S:
18 b.d gangguan Hipervolemia (I.  Pasien
Januari mekanisme 03114) mengatakan
2024 regulasi Observasi nafas masih
1. Memeriksa tanda terasa sesak,
dan gejala namun sudah
hipervolemia sedikit
(Edema) berkurang
2. Memonitor status  Keluarga
hemodinamik mengatakan
(Frekuensi setelah cuci
jantung, tekanan darah yang
darah) pertama kali
3. Memonitor intake kaki pasien
dan output cairan terasa keras
4. Memonitor kadar dan tegang
natrium, sudah sedikit
hematokrit berkurang
5. Memonitor O:
kecepatan infus  TD :
secara ketat 190/89
Terapeutik mmHg S
1. Meninggikan : 36,8 ’C
kepala tempat Nadi : 94x/i
tidur 30’
RR : 24x/i
 Na : 138

43
mmol/L
Hematokrit :
23%
 Pasien
tampak sesak
 Kaki pasien
tampak
oedema
 Posisi pasien
semi fowler
 Balance
cairan +
450cc
 Infus
Renxamin
200cc/24 jam

A : Hipervolemia
belum teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan
6 Kamis / Perfusi Perawatan Sirkulasi S :
18 Perifer Tidak (I. 02079)  Keluarga
Januari Efektif b.d Observasi mengatakan
2024 penurunan 1. Memeriksa kaki pasien
konsentrasi sirkulasi perifer masih
hemoglobin (Nadi perifer, bengkak
edema, warna, namun tidak
suhu) sekeras dan
2. Memonitor setegang
bengkak pada sebelumnya
ekstermitas dikarenakan
Edukasi sudah
1. Meninformasikan menjalani

44
tanda dan gejala cuci darah
darurat yang harus  Pasien
dilaporkan (Rasa mengatakan
sakit yang tidak badan masih
kunjung hilang terasa lemas
saat istiratah, O :
hilang rasa)  TD :
190/89
mmHg S:
36,8 ’C
Nadi : 94x/i

RR : 24x/i
 Hb 8,5 g/dL
 Kongjungtiva
anemis
 Mukosa bibir
anemis
 Kaki pasien
tampak
oedema
 Pasien
tampak pucat
 Transfusi
PRC 1
unit/hari (2
unit)
A : Perifer Tidak
Efektif teratasi
sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan
7 Jumat / Gangguan Pemantauan S:
19 pertukaran Respirasi (I.01014)  Pasien

45
Januari gas b.d Observasi mengatakan
2024 perubahan 1. Memonitor rasa sessak
membran frekuensi nafas sudah
alveolus- 2. Memonitor pola berkurang
kapiler nafas O:
3. Memonitor  TD : 121/72
saturasi oksigen mmHg
Terapi Oksigen (I. RR : 23X/i
01026) N : 58x/i
Observasi S : 36, 8 C
1. Memonitor  SPO2 99%
kecepatan aliran terpasang
oksigen nasal kanul
2. Memonitor 4L
integritas mukosa  Mukosa
hidung akibat hidung
pemasangan pasien
oksigen lembab

A : gangguan
pertukaran gas
teratasi sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan
8 Jumat / Hipervolemia Manajemen S:
19 b.d gangguan Hipervolemia (I.  Pasien
Januari mekanisme 03114) mengatakan
2024 regulasi Observasi sesak nafas
1. Memeriksa tanda sudah
dan gejala berkurang
hipervolemia  Keluarga
(Edema) mengatakan
2. Memonitor status bengkak
hemodinamik pada kaki

46
(Frekuensi pasien
jantung, tekanan berkurang
darah) O:
3. Memonitor intake  TD :
dan output cairan 121/72
4. Memonitor mmHg S
kecepatan infus : 36,8 ’C
secara ketat Nadi : 58x/i
Terapeutik
1. Meninggikan RR : 23x/i
kepala tempat  Kaki pasien
tidur 30’ masih
tampak
oedema
 Posisi pasien
semi fowler
 Balance
cairan +
100cc
 Infus
Renxamin
200cc/24 jam

A : Hipervolemia
tertasi sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan
9 Rabu / Perfusi Perawatan Sirkulasi S :
19 Perifer Tidak (I. 02079)  Keluarga
Januari Efektif b.d Observasi mengatakan
2024 penurunan 1. Memeeriksa rasa tegang
konsentrasi sirkulasi perifer dan bengkak
hemoglobin (Nadi perifer, pada
edema, warna, keluarga

47
suhu) pasien
2. Memonitor berkurang
bengkak pada  Pasien
ekstermitas mengatakan
Edukasi badan masih
1. Meninformasikan terasa lemas
tanda dan gejala O :
darurat yang  TD :
harus dilaporkan 121/72
(Rasa sakit yang mmHg S:
tidak kunjung 36,8 ’C
hilang saat Nadi : 58x/i
istiratah, hilang
rasa) RR : 23x/i
 Kongjungtiva
anemis
 Mukosa bibir
anemis
 Kaki pasien
tampak
oedema
 Pasien
tampak pucat
 Transfusi
PRC 1 unit

A : Perifer Tidak
Efektif teratasi
sebagian

P : Intervensi
dilanjutkan

48
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Januari 2024. Pasien mengatakan
sesak sejak 2 hari yang lalu. Klien mengatakan sesak yang dirasakan tidak dipengaruhi
oleh aktivitas. Keluarga mengatakan BAK pasien berurang sejak 1 minggu yang lalu,
namun tidak ada masalah terkait BABnya. Pasien mengatakan badan terasa lemah dan
lesu. Pasien tampak pucat dan lesu. Keluarga mengatakan kaki pasien mengalami
bengkak dan terasa tegang serta keras. Pasien merupakan rujukan dari IGD Rumah Sakit
Pasaman.
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki penyakit DM sejak 6 tahun yang
lalu dan mendapatkan terapi obat rutin metformin, namun setelah 1 tahun belakang
mengetahui mengalami gagal \ginjal pasien sudah tidak rutin mengomsumsi obatnya.
Pasien mengatakan memiliki riwayat amputasi jempol kaki kiri sejak 4 tahun yang lalu.
B. Diagnosa Keperawatan
. 1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
Gangguan pertukaran gas b.d perbubahan membrane alveoulus- kapiler
Pengkajian pada pasien gagal jantung kongestif dengan gangguan pertukaran gas
berdasarkan PPNI (2017) termasuk kategori fisiologis dan subkategori respirasi.
Gejala dan tanda mayor yang dapat dikaji pada gangguan pertukaran gas yaitu
dengan data subjektif adalah dispnea dan dengan data objektif adalah PCO2
meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, dan
adanya bunyi napas tambahan. Gejala dan tanda minor yang perlu dikaji yaitu
dengan data subjektif adalah pusing, penglihatan kabur, dan dengan data objektif
adalah sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal,
warna kulit abnormal, dan kesadaran menurun (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler Pasien
mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, Pasien mengatakan sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, Pasien tampak sesak dan tampak pucat TD : 127/60
mmHg RR : 21x/i N : 62 x/i S : 36,5 C SPO 2 99 % terpasang nasal kanul 4 LPH :
7,307 PO2 : 64,2 PCO2 : 15,6 HCO3- : 7,9. Sehingga pada pasien diangkat diagnosa

49
keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi yang memiliki tanda dan gejala sebagai berikut PCO2 menurun,
PO2 meningkat, pH arteri meningkat, bunyi napas tammbahan adanya nafas cuping
hidung dan warna kulit pucat (PPNI, 2017).

2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi


Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi Hypervolemia pada gagal
ginjal kronis merupakan suatu ketidakseimbangan yang memengaruhi cairan
ekstraseluler sehingga terjadi pertambahan natrium dan air dalam jumlah yang
relative sama yang kemudian terjadi kelebihan volume cairan ekstraseluler
(Muttaqin, 2017). Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) penyebab
hipervolemia pada gagal ginjal kronis adalah gangguan mekanisme regulasi
(ekskresi cairan).

Hypervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi Pasien mengatakan sesak


nafas sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan sesak nafas tidak diikuti oleh
aktivitas, Keluarga mengatakan kaki pasien mengalami bengkak terasa keras dan
tegang TD : 127/60 mmHg S : 36,5 ’C Nadi : 62x/i RR : 21x/I Kaki pasien
tampak oedem, Berat badan 60 kg, IMT 23,44 kg/m2, Hb 7,,6 g/dL, Balance
cairan + 200 cc,

3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin

Menurut buku SDKI, perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan


sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh
dengan batasan karakteristik yaitu : pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifer
menurun atau tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit
menurun, dan edema (PPNI, 2017).

Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin


Keluarga pasien mengatakan kaki pasien mengalami bengkak dan terasa tegang
dan keras. Pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih. TD : 127/60 mmHg
S : 36,5 ’CNadi : 62x/i RR : 22x/i CRT > 3 detik Hb 7.6 g/dL Konjungtiva
anemis Kaki pasien tampak oedema Pasien tampak lemah Mukosa bibir
anemis,Kaki pasien tampak edema

C. Intervensi Keperawatan

50
Intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Chronic Kidney Diasese (CKD) disesuaikan dengan diagnosis
keperawatan menurut SDKI, SLKI, dan SIKI. Perencanaan asuhan
keperawatan pada pasien penulis hanya melakukan perawatan selama 1
hari karena merupakan pasien di Ruang HCU Interne,

Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler


(D.0003) Tujuan Keperawatan :Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam
diharapkan pertukaran gas meningkat (L. 01003) dengan kriteria hasil :

1. Tingkat kesadaran meningkat


2. Dispnea menurun
3. Bunyi nafas tambahan menurun
4. PCO2 membaik
5. PO2 membaik
6. Takikardi membaik
7. PH arteri membaik
8. Pola nafas membai
Rencana keperawatan Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien, Dokumentasikan hasil pemantauan. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan, Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen (I. 01026)
b. Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
 Monitor efektivitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, AGD) jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi (D.0022)Setelah


dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan keseimbangan cairan

51
meningkat (L. 03020) dengan kriteria hasil :Edema menurun, Tekanan darah
membaik, Turgor kulit membaik, berat badan membaik. Manajemen
keperawatan periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Edema, ortopnea,
suara nafas tambahan) monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung,
tekanan darah), monitor intake dan output cairan, monitor tanda
hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urin),
monitor kecepatan infus secara ketat. Rencana keperawatan:Timbang berat
badan setiap hari pada waktu yang sama, batasi asupan cairan dan garam
tinggikan kepala tempat tidur 30-40’, Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretic.
Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan persentase hemoglobin
(D.0009) setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan perfusi
perifer meningkat (L. 02011) dengan kriteria hasil :
a. Denyut nadi perifer meningkat
b. Warna kulit pucat menurun
c. Edema perifer menurun
d. Kelemahan otot menurun
e. Tugor kulit membaik
f. Tekanan darah membaik
Rencana keperawatan intervensi yang diberikan adalah Manajemen
Hipervolemia (I. 03114) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Edema,
ortopnea, suara nafas tambahan), monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi
jantung, tekanan darah) monitor intake dan output cairan,monitor tanda
hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urin),monitor
kecepatan infus secara ketat.
Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan persentase hemoglobin (D.0009)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan perfusi perifer
meningkat (L. 02011) dengan kriteria hasil :
a. Denyut nadi perifer meningkat
b. Warna kulit pucat menurun
c. Edema perifer menurun
d. Kelemahan otot menurun
e. Tugor kulit membaik
f. Tekanan darah membaik
Rencana intervensi keperawatan yang diberikan Perawatan

52
Sirkulasi (I. 02079). Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu, ABI), Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, kadar kolesterol tinggi, hipertensi),
monitor panas, kemerahan, nteri atau bengkak pada ekstermitas.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung pada pasien.
Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah
disusun. Pelaksanaan rencana keperawatan dilaksanakan secara terkoordinasi dan
terintegrasi. Hal ini karena disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang
telah di susun, Pada pasien implementasi keperawatan dilakukan selama 1 hari
dengan dilakukan tindakan, anatara lain :
1. Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan Mekanisme Regulasi
Pada saat pengkajian dilakukan inspeksi di genitalia terlihat bersih, klien tidak
menggunakan pampers, eksresi sedikit, tidak ada distensi kandung kemih, tidak
ada nyeri tekan. Pasien mengalami ascites dan supel. BB awal pasien 61, setelah
dilakukan tindakan hemodialysis 63 kg. Dari hasil laboratorium terkhusus
pemeriksaan kimia klinik didapatkan data berupa peningkatan BUN 90 mg/dl,
Kreatinin 5,6 mg/dl, penurunan Natrium 132 mmol/L, dan ouput urine
<200ml/24jam.
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
Ventilasi-Perfusi Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut
adalah pasien tampak kesulitan bernapas, pola napas takipnue, penggunaan
otot bantu napas dan ada nada nafas cuping hidung, dan otot bantu
pernafasan pada pasien terpasang O2 simple mask 8 lpm, SPO 97% dengan
RR 28x/menit. Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan
beberapa tindakan keperawatan yaitu : pemantauan Respirasi : monitoring
TTV setiap 1 jam. TD : 180/90 mmHg, N : 99 x/mnt, RR : 28 x/mnt, S :
36,8oC, dan SpO2: 97%., monitor pola nafas (takipnea), bunyi nafas
tambahan (adanya pernafasan cuping hidung),saturasi oksigen (didapatkan
hasil 97%), Monitor nilai AGD (AGD pH : 7,504 (7,35-7,45) alkalosis,

53
PCO2 : 30,3 (35-45) alkalosis, HCO3 : 16,0 (22-26) asidosis, Posisikan
semi-fowler (untuk mengurangi sesak), kolaborasi penentuan dosis oksigen
(pasien mendapatkan O2 simple mask 8 lpm), monitor perubahn pH,
PaCO2, dan HCO3, monitor intake dan output cairan, pertahankan akses
intra vena (pasien terpasang infus dengan cairan NaCl 500cc/24jam).
3. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan Penurunan Konsentrasi
Hemoglobin Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut
adalah Ny.E didapatkan data, pasien terlihat lemah, didapatkan tanda tanda
vital klien ditemukan TD : 180/90 mmHg, HR: 99 x/menit, RR: 28x/mnt,
dengan O2 simplemask 8 lpm, suara jantung S1S2 tunggal, irama jantung
klien regular dengan akral teraba dingin, membrane mukosa tampak pucat,
dengan CRT > 3 detik, turgor kulit klien terlihat baik, terdapat edema pada
tungkai kanan dan kiri dengan derajat pitting edema II, tidak ada
perdarahan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan dengan cara
menilaisejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalammengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan
dalam menghubungkanTindakan keperawatan pada kriteria hasil.

54

Anda mungkin juga menyukai