Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh:
Ni Luh Putu Wulan Budyawati (1202006198)
Dhanesh Sukumar Nair (1202006226)
Ida Bagus Ari Sudewa (1302006059)
Niluh Ayu Sri Saraswati (1302006141)

Pembimbing
dr. Ketut Suardana, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD BULELENG SINGARAJA
2017
LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh:
Ni Luh Putu Wulan Budyawati (1202006198)
Dhanesh Sukumar Nair (1202006226)
Ida Bagus Ari Sudewa (1302006059)
Niluh Ayu Sri Saraswati (1302006141)

Pembimbing
dr. Ketut Suardana, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN/SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUD BULELENG SINGARAJA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat-Nya maka laporan kasus dengan topik “Preeklampsia Berat” ini dapat selesai
pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian
Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD
Buleleng Singaraja.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. dr. Ida Bagus Shindhu, Sp.OG(K) selaku Kepala SMF Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Buleleng Singaraja yang telah memberikan kami kesempatan
untuk belajar di rumah sakit ini;
2. dr. Ketut Suardana, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, kritik, dan saran di dalam pembuatan laporan kasus ini;
3. Dokter-dokter residen yang juga turut membimbing kami dalam pembelajaran
mengenai kasus ini; dan
4. Seluruh pihak yang membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, Maret 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................................i


KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
BAB I Pendahuluan ..........................................................................................
BAB II Tinjauan Pustaka ...................................................................................
2.1 Definisi ...........................................................................................
2.2 Epidemiologi...................................................................................
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko..............................................................
2.4 Patofisiologi.....................................................................................
2.5 Diagnosis.........................................................................................
2.6 Diagnosis Banding..........................................................................
2.7 Komplikasi .....................................................................................
2.8 Penatalaksanaan ..............................................................................
2.9 Prognosis.........................................................................................
BAB III Laporan Kasus .......................................................................................
3.1 Identitas Pasien ...............................................................................
3.2 Anamnesis ......................................................................................
3.3 Pemeriksaan Fisik ..........................................................................15
3.4 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................17
3.5 Diagnosis Kerja...............................................................................18
3.6 Penatalaksanaan..............................................................................19
3.7 Perjalanan Penyakit.........................................................................19
3.7 Perkembangan Kesehatan Pasien....................................................21
BAB IV Pembahasan ...........................................................................................
4.1 Diagnosis.........................................................................................
4.2 Faktor Risiko...................................................................................
4.3 Penatalaksanaan..............................................................................
4.4 Prognosis.........................................................................................
BAB V Simpulan ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan sebuah proses alami yang akan membuat perubahan


baik fisik maupun psikologis bagi setiap calon ibu. Proses ini merupakan sebuah
peristiwa indah yang sangat dinanti oleh hampir setiap calon ibu dan keluarga. Setiap
tahun, sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan
ini berlangsung dengan aman, meskipun demikian, di dalam masa kehamilan dapat
terjadi kondisi-kondisi patologis yang dapat membahayakan kondisi ibu maupun
janin yang dikandungnya, salah satunya adalah hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan suatu kondisi terjadinya peningkatan
tekanan darah pada masa kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg. Adapun pengukuran tekanan darah
dilakukan sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan berjarak waktu 4-6 jam.1,2
Terdapat empat klasifikasi HDK berdasarkan Report of The National High Blood
Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy,
yakni hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional. Dari klasifikasi tersebut,
diketahui bahwa sindroma preeklampsia, baik yang berdiri sendiri maupun
superimposed, merupakan kondisi yang paling berbahaya.3
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin selain perdarahan dan infeksi. Sedangkan dari kategori HDK yang ada,
preeklampsia sendiri diketahui terjadi pada 3,9% kehamilan. 1 Berdasarkan penelitian
terakhir pada tahun 2011 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, didapatkan
prevalensi HDK keseluruhan adalah sebesar 9,32%, dengan prevalensi preeklampsia
ringan sebesar 1,36% dan preeklampsia berat sebesar 4,7%. Dari jumlah tersebut,
ditemukan pula bahwa 20% dari kematian maternal disebabkan oleh HDK, di mana
dari keseluruhan kasus kematian maternal disebabkan oleh preeklampsia dan
komplikasinya.4
Preeklampsia merupakan suatu kondisi hipertensi pada ibu hamil yang
muncul pada usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan disertai atau tanpa adanya
peningkatan kadar protein dalam urine (proteinuria). Meskipun proteinuria tidak lagi
menjadi tanda wajib dalam preeklampsia, namun kondisi tersebut merupakan kriteria

1
diagnosis yang penting oleh karena merupakan bukti objektif terjadinya kebocoran
endotel sistemik dan dapat mengarah pada kegagalan fungsi organ tubuh lainnya.1,5
Penyebab terjadinya kejadian preeklampsia belum diketahui secara pasti
hingga saat ini. Namun beberapa teori telah dikemukakan oleh berbagai ahli, salah
satu teori yang mengemukakan patogenesis terjadinya gejala preeklampsia yang
diterima secara luas oleh para ahli ialah teori iskemik plasenta. Teori ini
mengemukakan bahwa terjadinya iskemia plasenta dapat disebabkan oleh kegagalan
invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis, sehingga menyebabkan suplai darah ke
plasenta menjadi terganggu. Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terlepasnya beberapa mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi
endotel.1,5
Manifestasi klinis preeklamsia yang terjadi pada wanita hamil seringkali
lambat terdeteksi sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul keadaan
yang dapat membahayakan ibu dan janin. Munculnya preeklampsia pada kehamilan
dapat menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti terjadinya eklampsia, sindroma
hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelets count (HELLP), perdarahan
intraserebral, edema pulmoner, dan gagal ginjal akut. Selain itu, preeklampsia juga
dapat menyebabkan gangguan kesejahteraan terhadap janin, seperti terjadinya
kelahiran prematur, intrauterine growth restriction (IUGR), sampai dengan
intrauterine fetal death (IUFD).1
Dokter layanan primer hendaknya memiliki pemahaman yang mendasar
mengenai sindroma preeklamsia sebab hal ini menjadi sangat penting bagi dokter
layanan primer yang nantinya akan berperan sebagai ujung tombak dalam melakukan
penanganan yang sesuai dan rujukan yang tepat dalam penanganan preeklamsia.
Melalui perawatan antenatal yang teratur dan penggunaan pendekatan kedokteran
pencegahan, yaitu dengan mengenal faktor risiko, mengenal tanda-tanda dini
preeklampsia, serta mengenal tanda-tanda munculnya komplikasi preeklampsia, juga
diharapkan dapat menurunkan kejadian dan kematian akibat preeklampsia. Di dalam
karya tulis ini akan diuraikan sebuah kasus perawatan konservatif pasien preeklamsia
berat (PEB) dari aspek teori, penatalaksanaan, kesesuaian teori dengan
penatalaksanaannya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Secara klasik, preeklampsia dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
terjadinya hipertensi dan adanya proteinuria pada usia kehamilan ≥ 20 minggu.
Hipertensi merupakan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥
90 mmHg. Sedangkan proteinuria merupakan adanya ekskresi protein
abnormal pada urin sebanyak ≥ 300 mg/24 jam, atau perbandingan protein :
kreatinin ≥ 0,3, atau hasil uji dipstick protein 30 mg/dL atau +4.5
Beberapa kali wanita hamil dengan hipertensi menunjukkan gejala gangguan
organ multisistemik tanpa adanya proteinuria. Oleh sebab itu pada tahun 2013
American College of Obstetricians and Gynecologists menyatakan bahwa pada
kasus hipertensi dalam kehamilan tanpa proteinuria, diagnosis preklampsia
pada wanita hamil dapat ditegakkan apabila terdapat kondisi trombositopenia
(platelet ≤ 100.000/mikroliter), gangguan fungsi hati (peningkatan kadar enzim
liver transminase di dalam darah sebesar dua kali dari konsentrasi normal),
insufisiensi ginjal (peningkatan serum kreatinin ≥ 1,1 mg/dL atau peningkatan
dua kali lipat serum kreatinin tanpa adanya penyakit ginjal lain), edema
pulmoner, dan gangguan pada serebral dan fungsi penglihatan.6
Berdasarkan tingkat keparahannya, preeklampsia dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
1. Preeklamsia Ringan (PER), yaitu tekanan darah sistolik ≥ 140 sampai <
160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 90 sampai < 110 mmHg pada usia
kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria +2
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam.2
2. Preeklampsia Berat (PEB), yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg,
tekanan diastolik ≥ 110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu dan tes
celup urin menunjukkan proteinuria +4 atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam.

2.2. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyumbang angka mortalitas dan morbiditas
maternal dan perinatal yang sangat besar. Preeklampsia terjadi pada 2-

3
10% dari kehamilan di berbagai negara, dengan presentase yang lebih
tinggi seringkali ditemukan pada negara berkembang.7 Di negara maju
seperti Amerika Serikat, preeklampsia juga merupakan salah satu dari
komplikasi yang paling sering terjadi, dengan prevalensi mencapai 5-7%
kehamilan.6
Di Indonesia sendiri, insiden terjadinya HDK, termasuk preeklampsia di
dalamnya, mencapai angka 3,4-8,5%. Selain itu, HDK juga menjadi
penyebab kematian ibu terbesar setelah komplikasi puerperium dan
perdarahan pascapersalinan, dengan presentase sebesar 32%. di RSUP
Sanglah, PEB memiliki prevalensi terbesar dari seluruh spektrum HDK,
yaitu sebesar 4,7%.4

2.3. Etiologi dan Faktor Risiko


Sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti penyebab terjadinya
kejadian preeklampsia.7 Meski begitu, ada beberapa faktor risiko yang berhasil
diidentifikasi seperti:
1. Faktor risiko maternal, seperti kehamilan primigravida, usia ibu < 18
tahun atau > 35 tahun, memiliki riwayat pernah mengalami preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya, riwayat hipertensi dalam keluarga, obesitas
(BMI ≥ 30 kg/m2), dan jarak antar kehamilan < 2 tahun atau > 10 tahun.
Selain itu, adanya riwayat penyakit medis penyerta pada ibu, seperti
hipertensi kronis, diabetes mellitus, penyakit ginjal, trombofilia, migrain,
systemic lupus erythematosus, serta penggunaan selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI) juga diketahui dapat meningkatkan risiko
kejadian preeklampsia.6,8
2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis, penyakit
trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid.8

2.4. Patofisiologi
Banyak teori yang menjelaskan patofisiologi terjadinya preeklampsia
pada ibu hamil. Namun, teori yang berkembang saat ini adalah mengenai
preeklampsia sebagai 2-stages disease, yang berarti bahwa mekanisme
patofisiologi terjadinya preeklampsia dapat dibagi menjadi dua tahapan.
Pertama disebabkan oleh terjadinya proses abnormalitas pada implantasi

4
plasenta yang terjadi < 20 minggu usia kehamilan, kemudian diikuti dengan
tahapan kedua, yaitu dampak implantasi yang buruk tersebut sehingga terjadi
aktivasi sel endotel dan inflamasi.5,6 Akibat abnormalitas implantasi plasenta,
dapat terjadi hipoksia plasenta dan reperfusi hipoksia yang menghasilkan
kerusakan pada sinsitium dan gangguan pertumbuhan pada janin.
1. Teori Kelainan Invasi Trofoblas pada Implantasi Plasenta
Arteri spiralis merupakan percabangan sistem vaskularisasi yang berfungsi
memberikan aliran darah bagi uterus dan plasenta pada masa kehamilan.
Pada implantasi yang normal, terjadi proses remodeling arteri spiralis yang
berperan untuk memberikan vaskularisasi dari ibu kepada janin.1
Pada trimester pertama, cytotropoblast stem cells akan membentuk lapisan
sinsitiotropoblas dan beragregasi membentuk sederetan trofoblas yang
invasif, yang menyusun vili koriales yang disebut “anchoring villous
tropoblast”. Cytotropoblast di dalam vili tersebut akan menembus
sinsitium pada beberapa tempat sehingga membentuk suatu kelompok sel
berlapis yang disebut “extravillous tropoblast cells”. Kelompok sel inilah
yang secara fisik menghubungkan plasenta dengan dinding uterus ibu.
Perkembangan selanjutnya dari sel trofoblas ekstravilus itu akan
mengikuti 2 jalur, jalur pertama yaitu sel-sel tersebut menginvasi dinding
uterus (interstitial invasion) dan jalur kedua adalah sel sel itu menembus
pembuluh darah (endovascular invasion). Invasi endovaskuler ke arteri
spiralis ini merupakan bagian yang sangat penting pada proses ini, di mana
peristiwa ini terjadi paling awal pada umur kehamilan 4-6 minggu. Proses
tersebut terjadi dalam dua gelombang, gelombang pertama menembus
pembuluh darah di desidua dan yang kedua menembus pembuluh darah
pada tingkat miometrium. Setelah mengalami invasi, trofoblas nantinya
akan menggantikan posisi endotel dan lapisan muskularis pembuluh darah.
Perubahan fisik arteria spirales seperti itu menyebabkan suatu kondisi
sirkulasi darah yang “high flow” dan “low resistance” sehingga aliran
darah ke plasenta menjadi sangat besar.5
Pada HDK, terjadi invasi trofoblas yang tidak sempurna, yaitu proses
invasi trofoblas pada lapisan otot serta jaringan matriks sekitar arteri
spiralis hanya terjadi secara superfisial. Dengan demikian, hanya
pembuluh darah pada lapisan desidua saja yang mengalami proses

5
remodeling, sementara pembuluh darah yang lebih dalam tidak mengalami
perubahan pada lapisan endotel dan jaringan muskuloelastiknya.
Akibatnya arteri spiralis yang seharusnya berdilatasi, justru tetap
mengalami konstriksi dan memiliki resistensi pembuluh darah yang
tinggi.5 Adapun penyebab pasti terjadinya invasi trofoblas yang abnormal
masih belum jelas. Terdapat teori yang menyebutkan terjadinya
abnormalitas disebabkan oleh tidak adanya reseptor JAG1 yang pada
kehamilan normal berperan dalam signaling substansi Notch2 di dalam
proses pengaturan diameter pembuluh darah dan perfusi plasenta. Ada
pula teori mengenai pengaruh kompleks imunitas dan sel natural killer
yang dapat memengaruhi abnormalitas implantasi plasenta.6
Abnormalitas yang terjadi pada plasenta menyebabkan terjadinya gejala
gangguan maternal pada ibu. Awal terjadinya gangguan tersebut terjadi
oleh karena hipoksia dan iskemia plasenta yang terjadi akibat penurunan
aliran darah menuju plasenta. Sebagai respon dari hipoksia, plasenta akan
memproduksi faktor patogenik ke dalam sistem sirkulasi maternal yang
nantinya akan menyebabkan aktivasi dan disfungsi endotel. Endotel
memiliki peran penting dalam pengaturan pembuluh darah, seperti
pengaturan tonus otot polos pembuluh darah melalui pengeluaran faktor
vasokonstriksi dan vasodilatasi, serta regulasi antikoagulasi, antiplatelet,
dan fungsi fibrinolitik.
Faktor angiogenik berupa vascular endothelial growth factor (VEGF),
placenta growth factor (PlGF), dan transforming growth factor-beta
(TGFβ) diduga memiliki keterkaitan penting di dalam timbulnya
manifestasi klinis preeklampsia. Selain berperan dalam angogenesis,
faktor-faktor ini juga berperan penting dalam menjaga fungsi endotel
pembuluh darah sistemik. Pada preeklampsia, iskemia plasenta akan
menyebabkan dikeluarkannya soluble FMS-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1)
yang merupakan bentuk terlarut dari reseptor VEGF dan PIGF yang
bersifat antiangiogenik. Peningkatan sFlt-1 di dalam sirkulasi akan
menyebabkan penurunan VEGF dan PIGF bebas di dalam darah, yang
kemudian akan menurunkan fungsi keduanya di dalam stimulasi
angiogenesis dan menjaga fungsi integritas endotel. Pada ginjal, inaktivasi
VEGF bebas dapat menyebabkan endoteliosis glomerular, yang

6
merupakan awal mula terjadinya proteinuria. 3 Selain itu, terjadi pula
pengeluaran soluble Endoglin (sEng) yang merupakan suatu molekul yang
memblok endoglin yang berperan sebagai ko-reseptor TGFβ. Akibatnya,
akan terjadi penurunan fungsi dilatasi endotel pembuluh darah.5
2. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu, Plasenta, dan Janin
Faktor imunologik dianggap merupakan salah satu penyebab terjadinya
preeklampsia. Adanya teori ini didukung dengan adanya fakta bahwa
primigravida mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan
multigravida. Begitu pula apabila seorang ibu multipara menikah lagi,
maka ia akan mempunyai risiko menderita preeklampsia yang lebih besar
dibandingkan apabila pasangan/suaminya tetap. Hal tersebut dikarenakan
oleh pada ibu yang sudah pernah hamil dari suami pertamanya, maka ibu
tersebut telah memiliki toleransi terhadap materi genetik yang dibawa oleh
suami pertamanya. Sementara, apabila ibu kembali hamil dengan suami
kedua, maka akan terdapat materi genetik baru sehingga menyebabkan
reaksi imunologis terhadap plasenta.
Hasil konsepsi merupakan hasil penggabungan materi genetik dari ibu dan
suami. Oleh karena hasil konsepsi tersebut tidak seutuhnya merupakan
bagian dari ibu, maka hasil konsepsi dapat dianggap sebagai benda asing
yang berada pada tubuh ibu. Namun, pada wanita dengan kehamilan
normal, terdapat human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang
berperan penting untuk memodulasi respons imunitas ibu, sehingga ibu
tidak memberikan reaksi penolakan imunitas terhadap hasil konsepsi yang
dikandungnya. Selain itu, adanya HLA-G juga berperan untuk membantu
proses terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.1
Pada HDK, terdapat penurunan ekspresi HLA-G oleh trofoblas
ekstravillus pada ibu. Adapun mekanisme terjadinya peningkatan
pembuluh darah adalah akibat terganggunya proses invasi trofoblas ke
dalam lapisan desidua ibu. Hal tersebutlah yang pada akhirnya
menyebabkan kegagalan terjadinya dilatasi pada arteri spiralis dan
menyebabkan tekanan darah meningkat.1,5
3. Teori Genetik
Adanya faktor genetik atau keturunan pada preeklampsia dikaitkan oleh
karena terdapatnya interaksi yang berasal dari berbagai gen paternal

7
maupun maternal. Adapun di antaranya adalah methylene tetrahydrofolate
reductase (MTHFR), F5 (Leiden), AGT (M235T), HLA (Various), NOS3
(Glu 298 Asp), F2 (G20210A), ACE (I/D atIntron 16), CTLA4, LPL, dan
SERPINE1. Gen tersebut memiliki kontrol di dalam mengatur sistem
regulasi enzimatik dan metabolisme setiap organ di tubuh. Adanya
paparan faktor risiko dari ibu maupun lingkungan, dapat memicu reaksi
genetik sehingga menyebabkan preeklamsia.
Ditemukan bahwa insiden preeklampsia terjadi pada 20-40% pada wanita
dengan riwayat ibu mengalami preeklampsia, serta 11-37% pada wanita
dengan saudara kandung perempuan juga mengalami preeklamsia.
Meskipun demikian, wanita yang memiliki genotif preeklamsia belum
tentu memiliki ekspresi fenotip yang serupa dengan wanita lain dengan
genotif yang sama.5

2.5. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan apabila ditemui tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg, tekanan diastolik ≥ 110 mmHg pada usia kehamilan >
20 minggu dan tes celup urin menunjukkan proteinuria +4 atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam. Jika tanpa proteinuria,
disertai gangguan lain, seperti:6,9,10,11
1. Oligouria. Jumlah produksi urin kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai kadar kreatinin darah > 1,2 mg/dL
2. Tanda impending eclampsia:
a. Mata berkunang-kunang
b. Kepala pusing
c. Nyeri kepala frontal
d. Nyeri epigastrium kanan
e. Hiperefleksia
3. Adanya sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelet Count) yang ditandai oleh LDH >600, SGOT/SGPT >70, dan
trombosit <100.000 sel/μL
4. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
5. Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
6. Oligohidramnion

8
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari preeklampsia berat antara lain sebagai berikut.9
1. Preeklampsia ringan
2. HELLP syndrome
3. Hipertensi kronik dalam kehamilan
4. Kehamilan dengan penyakit jantung
5. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
6. Tirotoksikosis

2.7. Komplikasi
Preeklampsia berat dapat menyebabkan komplikasi baik pada ibu maupun bayi.
Komplikasi preeklampsia berat pada ibu termasuk edema paru, infark miokard,
stroke, acute respiratory distress syndrome, koagulopati, gagal ginjal berat, dan
cedera retinal. Komplikasi pada janin merupakan akibat dari paparan terhadap
insufisiensi plasenta atau dari kelahiran preterm atau keduanya. Pada kasus
yang sangat berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun
sesudah kelahiran.6

2.8. Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya
dibagi menjadi:
1. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
2. Aktif: berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.4

2.8.1. Perawatan Konservatif


1. Bila umur kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa adanya keluhan
subjektif dengan keadaan janin baik
2. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
a. Tirah baring miring ke sisi kiri secara intermiten
b. Infus Ringer Laktat yang mengandung 5% Dekstrose

9
c. Diberikan MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang
i. Loading dose (initial dose): 4g MgSO4 40% dilarutkan dalam
normal Saline IV/ 10-15 menit
ii. Maintenance dose: MgSO4 1g/jam/IV dalam 24 jam
iii. Cara pemberian:
Ambil 4g MgSO4 40%(10 cc) dilarutkan dalam Normal
Saline 10 cc IV /10-15menit. Sisanya, 6g MgSO4 40% (15
cc) dimasukkan ke dalam satu botol (500 cc) larutan Ringer
Dektrose 5% diberikan perinfus dengan tetesan 28 tetes per
menit atau habis dalam 6 jam.
iv. Syarat-syarat pemberian MgSO4 lanjutan:
a) Refleks patella normal
b) Respirasi > 16 kali/menit
c) Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5
cc/kg BB/jam
d) Tersedia Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc.
v. Antidotum: bila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4,
maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10cc
dalam 3 menit.
d. Pemberian antihipertensi jika tekanan darah ≥ 180/110 atau MAP >
125 mmHg. Diberikan Nifedipin 3 x 10 mg atau Nicardipin drip.
Jika tidak tersedia nifedipin, maka dapat diberikan methyldopa 500-
3000 mg per oral dibagi 2-4 dosis.
e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal)
dan jumlah produksi urine 24 jam
f. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian
jantung, dan yang lain sesuai dengan indikasi
3. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama
24 jam di ruang bersalin)
a. Tirah baring
b. Medikamentosa
c. Pemerikaan laboratorium: darah lengkap dan hapusan darah tepi,
homosistein, fungsi ginjal dan hati, urine lengkap, produksi urine 24
jam, penimbangan berat badan setiap hari, dan indeks gestosis

10
d. Diet biasa
e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)
4. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia (keluhan subjektif)
b. Kenaikan progresif dari tekanan darah
c. Adanya sindroma HELLP
d. Adanya kelainan fungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek
5. Penderita boleh pulang bila penderita sudah mencapai perbaikan
dengan tanda-tanda preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan
sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi
6. Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan
dengan terminasi.

2.8.2. Perawatan Aktif


1. Bila umur kehamilan ≥ 35 minggu
2. Kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk
stabilisasi ibu
3. Kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan
bila dijumpai: kejang-kejang, gagal ginjal akut, stroke, edema paru,
solutio plasenta dan fetal distress
4. Pada HELLP syndrome, persalinan bisa ditunda dalam 48 jam bila
umur kehamilan < 35 minggu, untuk memberikan kesempatan
pematangan paru
Catatan:
1. Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam
2. Penderita belum inpartu
Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop >5. Bila perlu dilakukan
pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus
sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam
Indikasi seksio sesarea adalah:
a. Tidak memenuhi syarat persalinan pervaginam.
b. Induksi persalinan gagal
c. Terjadi gawat janin.

11
3. Penderita sudah inpartu
a. Kemajuan persalinan dikelola dengan partograf WHO atau kurva
Friedman
b. Monitor tekanan darah tiap 30 menit
c. Tindakan operatif pervaginam (vakum atau forceps sesuai indikasi);
tidak rutin dikerjakan kecuali:
 Tekanan darah tidak terkontrol (MAP > 125 mmHg)
 Tanda-tanda impending eklampsia
 Kemajuan kala II tidak adekuat
d. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan/atau
janin, atau indikasi obstetrik
e. Bila harus dilakukan SC, pilihan anestesianya adalah regional atau
epidural dan tidak diajurkan anestesia umum.9

2.1. Prognosis
Prognosis preeklampsia dapat dibedakan menjadi prognosis pada ibu dan bayi.
Prognosis pada ibu sangat tergantung pada waktu ditemukannya kondisi
preeklampsia pada ibu hamil, kondisi klinis ibu, hasil laboratorium, komplikasi
yang terjadi dan ketepatan pelaksanaan yang diberikan. Apabila preeklampsia
ditemukan lebih dini dan mendapatkan penatalaksanaan yang optimal, maka
prognosis cenderung baik. Bila ditemukan lebih lambat dengan kondisi ibu
yang buruk, hasil laboratorium buruk, dan terdapat komplikasi, maka
prognosisnya cenderung buruk. Risiko preeklampsia bisa menetap pada
kehamilan berikutnya. Preeklampsia juga bisa menjadi hipertensi kronis oleh
sebab itu kontrol rutin diperlukan.
Prognosis preeklampsia pada bayi cenderung buruk. Adapun risiko komplikasi
pada bayi, yaitu pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur, sampai
kematian janin dalam rahim. 11

12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : MS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Status : Menikah
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Tejakula
Nama Suami : WS
Pekerjaan Suami : Petani
MRS : 19 Maret 2017 pukul 05.30 wita

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri perut hilang timbul.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Tejakula I dengan diagnosis


G3P2002 usia kehamilan 40 minggu tunggal hidup dengan Pre-Eklampsia
Berat + PK I. Pasien datang diantar oleh keluarga dengan keluhan nyeri perut
hilang timbul sejak pukul 01.00 WITA (19 Maret 2017). Nyeri perut dikatakan
disertai dengan keluar cairan dari vagina. Gerak anak dirasakan masih baik.
Selain itu, pasien juga mengalami tekanan darah tinggi. Pasien diketahui
menderita tekanan darah tinggi sejak usia kehamilan 7 bulan saat kontrol ke
puskesmas. Namun tekanan darah pasien saat hamil muda serta saat sebelum
hamil masih dalam batas normal. Riwayat sakit kepala, pandangan kabur serta
nyeri pada perut kanan atas disangkal oleh pasien.

13
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali pada usia 15 tahun. Pasien
mengatakan bahwa siklus menstruasi teratur setiap bulan, sekali siklus 30 hari,
lama menstruasi 5-7 hari dengan volume + 50 cc. Saat mengalami menstruasi
pasien mengatakan tidak memiliki keluhan seperti nyeri perut, perdarahan
yang banyak, dan sebagainya. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien
adalah tanggal 17 Juni 2016. Tanggal perkiraan persalinan 14 Maret 2017.

Riwayat Obstetri

Tahun Umur Jenis Cara Penolong Abortus Komplikasi/


kehamilan Kelamin persalinan persalinan Keterangan

2009 Aterm L Spontan Bidan - -

2012 Aterm P Spontan Bidan - -

Hamil
ini

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali dengan lama pernikahan kurang lebih 8 tahun. Usia
saat menikah adalah 25 tahun.

Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien mengatakan pada kehamilan saat ini ia rutin kontrol kehamilan ke bidan
dan puskesmas sejak kehamilan 2 bulan. Total kontrol kehamilan adalah 12
kali. Selama kontrol kehamilan pasien hanya mendapakan pengobatan untuk
menambah darah dan vitamin. Pasien mengatakan belum pernah mendapatkan
imunisasi TT.

14
Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Pasien menggunakan kontrasepsi berupa KB suntik 3 bulan setelah kehamilan
kedua. Pasien mengatakan berhenti menggunakan KB sekitar 6 bulan sebelum
hamil ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami hipertensi saat kehamilan pertama yang diketahui
setelah usia kehamilan 30 minggu. Namun di luar itu pasien mengatakan
bahwa tekanan darahnya normal. Riwayat penyakit lain seperti kencing manis,
asma, penyakit jantung dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan apapun.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki
penyakit tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung dan
penyakit ginjal. Riwayat alergi dalam keluarga juga disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Ginekologi


Tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu Tubuh Aksila : 36,8 oC
Tinggi Badan : 161 cm
Berat Badan : 77 kg
BMI : 29,7 kg/m2

15
Status General
Kepala : Mata: anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks
Jantung : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), BU (+) Normal
~ status obstetri
Ekstremitas :
Akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Oedema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri
Mammae:
Inspeksi
Simetris, hiperpigmentasi aerola mammae (+), penonjolan glandula
Montgomery (+)

Abdomen:
Inspeksi
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum dan linea nigra

Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xiphoideus. Teraba bagian
bulat dan lunak (kesan bokong).
II. Teraba bagian keras, datar dan memanjang di perut bagian kiri (kesan
punggung) dan teraba bagian kecil di perut bagian kanan (kesan
ekstremitas).
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
IV. Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul (divergen).

16
- Tinggi fundus uteri 33 cm.
- His (+)
- Gerak janin (+)

Auskultasi
Bising usus (+), denyut jantung janin (DJJ) terdengar paling keras di sebelah
kiri bawah umbilikus dengan frekuensi 141 kali/menit.

Vagina:
VT
V/v normal
PØ 10 cm (lengkap)
Ketuban (-)
Teraba kepala, denominator: UUK depan, ↓H3+
Tidak teraba bagian kecil atau tali pusat
Blood slym (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (19 Maret 2017)

Parameter Hasil Rujukan

WBC 14,4 4-10

HGB 13,4 12,0-15,0

HCT 42,6 37-43

MCV 88,1 80-100

MCH 30,3 26-34

MCHC 34,4 32-36

RDW 11,7 11,5-14,5

17
PLT 256 150-450

Kimia Klinik (19 Maret 2017)

Parameter Hasil Rujukan

SGOT 21,5 0-37

SGPT 17,4 0-42

Urea 11,8 10-50

Kreatinin 0,67 0,3-1,2

Gula Darah 128 75-125


Sewaktu

Pemeriksaan Urinalisis (19 Maret 2017)

Parameter Hasil Rujukan

pH 7,0 4,8-7,5

Leukosit 0-2 0-6

Nitrit Negatif Negatif

Protein Positif 3 Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Urobilinogen Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Warna Kuning Kuning

3.5 Diagnosis

18
G3P2002 usia kehamilan 39 minggu 2 hari, T/H Preeklampsia Berat + PK II

3.6 Penatalaksanaan
Terapi :

- Pimpin Persalinan  Akselerasi dengan Vakum Ekstraksi


- MgSO4 40% 4 gram drip (10-15 menit) kemudian maintenance 1 gram/jam
sampai dengan 24 jam post VaE
- IVFD RL + drip oksitosin 20 IU sampai 24 jam post VaE

Monitoring:

- DL 6 jam post partum


- UL setelah 24 jam
- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, DJJ, tanda impending eclampsia tanda
intoksikasi MgSO4

3.7 Perjalanan Persalinan Pasien


19 Maret 2017

Pk. 05.50 WITA

S : Pasien ingin mengedan. Nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu
hati (-), pandangan kabur (-), nyeri perut hilang timbul (+), keluar air
pervaginam (+), gerak anak (+) baik

O : Keadaan Umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah : 180/110 mmHg Nadi : 90 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu tubuh : 36,8 °C

Status Obstetri

His (+), 4-5 kali/10’

DJJ (+) 139 kali/menit

19
VT: PØ 10 cm (lengkap), ketuban (-), teraba kepala, denominator : UUK
depan, ↓H3+, tidak teraba bagian kecil atau tali pusat, blood slym (+)

A : G3P2002 usia kehamilan 39 minggu 2, T/H Preeklampsia Berat + PK II

P : - IVFD RL 500 cc + 10 IU Oksitosin

- MgSO4 40% 15 cc ~ 28 tpm

- Pimpin persalinan dengan percepatan kala II dengan vacuum ekstraksi

- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, DJJ, tanda impending


eclampsia tanda intoksikasi MgSO4

- KIE

Laporan Partus:

Pk. 06.10 WITA

Bayi lahir dengan vacuum ekstraksi, berjenis kelamin perempuan, segera


menangis, bergerak aktif dan kulit kemerahan, Apgar Score 7-9. BBL 3300
gram, PB 50 cm, LK/LD 31/32 cm. Anus (+), kelainan kongenital (-).

Manajemen Aktif Kala III:

1. Suntik Oksitosin 10 IU IM
2. Melakukan peregangan tali pusat terkendali
3. Masase fundus uterus setelah plasenta lahir

Pk. 06.15 WITA

Plasenta lahir spontan, kesan lengkap. TFU 2 jari di bawah umbilikus,


kontraksi uterus baik, terdapat ruptur perineum grade II  hecting.
Pendarahan per vaginam (+) tidak aktif. Dilakukan observasi 2 jam post
partum.

20
Pk. 08.15 WITA

Keadaan umum ibu baik. TD: 140/90 mmHg, Nadi 98 kali/menit, RR 20


kali/menit. TFU 2 jari di bawah umbilikus. Kontraksi uterus baik dan tidak
terdapat pendarahan aktif per vaginam. Masih terpasang IVFD RL + MgSO 4 6
gram. Terpasang juga kateter dan tertampung urin + 200 cc berwarna kuning
jernih.

3.8 Perkembangan Kesehatan Pasien


19 Maret 2017 (09.00 WITA)

S : Nyeri luka jahitan (+), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan
kabur (-)

O : Keadaan Umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah : 160/90 mmHg Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu tubuh : 36,9 °C

Status General
Kepala : Mata: anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks
Jantung : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-) BU (+) normal
~ status obstetri
Ekstremitas :
Akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Oedema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Abdomen : TFU 2 jari di bawah umbilikus

21
Vagina : lochea (+)

A : P3003 Post VaE hari ke-0 + post repair ruptur perineum grade II hari ke-
0 + follow up PEB

P : - Pasien pindah ke ruang melati

- Lanjutkan pemberian MgSO4 40% dalam IVFD RL 15 cc ~28 tpm


sampai dengan pukul 05.05 WITA (20/3/17)

- Cefadroxil 2 x 500 mg PO

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO

- SF 2 x 300 mg PO

- Nifedipin 2 x 10 mg PO

- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, tanda impending eclampsia


tanda intoksikasi MgSO4 dan trias nifas

20 Maret 2017 (06.00)

S : Nyeri luka jahitan (+), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan
kabur (-)

O : Keadaan Umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah : 140/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu tubuh : 36,4°C

Status General
Kepala : Mata: anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks
Jantung : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-) BU (+) normal

22
~ status obstetri
Ekstremitas :
Akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Oedema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Abdomen : TFU 2 jari di bawah umbilikus

Vagina : lochea (+)

A : P3003 Post VaE hari ke-1 + post repair ruptur perineum grade II hari ke-
0 + follow up PEB (PER hari ke-1)

P : - Cefadroxil 2 x 500 mg PO

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO

- SF 2 x 300 mg PO

- Nifedipin 2 x 10 mg PO

- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, tanda impending eclampsia


tanda intoksikasi MgSO4 dan trias nifas

21 Maret 2017 (06.00)

S : Nyeri luka jahitan (-), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan
kabur (-)

O : Keadaan Umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu tubuh : 36,2 °C

Status General
Kepala : Mata: anemis -/-, ikterik -/-

23
Thoraks
Jantung : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-) BU (+) normal
~ status obstetri
Ekstremitas :
Akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Oedema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Abdomen : TFU 2 jari di bawah umbilikus

Vagina : lochea (+)

A : P3003 Post VaE hari ke-2 + post repair ruptur perineum grade II hari ke-
2 + follow up PEB (PER hari ke-2)

P : - Cefadroxil 2 x 500 mg PO

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO

- SF 2 x 300 mg PO

- Nifedipin 2 x 10 mg PO

- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, tanda impending eclampsia


tanda intoksikasi MgSO4 dan trias nifas

22 Maret 2017 (06.00)

S : Nyeri luka jahitan (-), nyeri kepala (-), nyeri ulu hati (-), pandangan
kabur (-)

O : Keadaan Umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 (CM)

Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80 kali/menit

24
Respirasi : 20 kali/menit Suhu tubuh : 36,0 °C

Status General
Kepala : Mata: anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks
Jantung : S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-) BU (+) normal
~ status obstetri
Ekstremitas :
Akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Oedema : Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Abdomen : TFU 2 jari di bawah umbilikus

Vagina : lochea (+)

A : P3003 Post VaE hari ke-3 + post repair ruptur perineum grade II hari ke-
3 + follow up PEB (PER hari ke-3)

P : - Cefadroxil 2 x 500 mg PO

- Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO

- SF 2 x 300 mg PO

- Nifedipin 2 x 10 mg PO

- Monitoring keluhan, tanda-tanda vital, tanda impending eclampsia


tanda intoksikasi MgSO4 dan trias nifas

- Pasien diperbolehkan pulang, kontrol poliklinik satu minggu lagi

25
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pasien ini dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis pasien
mengeluh nyeri perut hilang timbul disertai tekanan darah tinggi. Pada kasus
ini umur kehamilan pasien adalah 39-40 minggu berdasarkan perhitungan
HPHT. Tekanan darah pasien diketahui tinggi saat kehamilan yang pertama,
tetapi hilang setelah melahirkan. Pada saat pasien datang ke VK, didapatkan
tekanan darah pasien 180/110 mmHg. Pada hasil anamnesis juga diketahui
bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi saat kehamilannya yang pertama
yang menghilang setelah pasien melahirkan. Dengan demikian diagnosis
hipertensi kronik dan superimposed preeklampsia dapat disingkirkan karena
hipertensi timbul setelah umur kehamilan 20 minggu. Pasien juga mengaku
tidak memiliki riwayat penyakit ginjal dan penyakit jantung, sehingga
diagnosis kehamilan dengan penyakit jantung dan sindroma nefrotik dapat
disingkirkan.
Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi
gestasional atau preeklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine
midstream untuk mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah
pemeriksaan urine acak dilakukan, diketahui terdapat proteinuria (+3),
sehingga kemungkinan hipertensi gestasional dapat disingkirkan. Dengan
demikian diagnosis hipertensi dalam kehamilan pada pasien ini dapat
dikategorikan ke dalam preeklampsia berat karena umur kehamilan > 20
minggu, dengan peningkatan tekanan darah disertai proteinuria +3. Pada pasien
ini tidak terdapat riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah
(menyingkirkan kemungkinan diagnosis eklampsia). Tidak ditemukan tanda-
tanda subyektif seperti gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, sakit kepala,
mual sehingga pada pasien ini tidak ditemukan tanda impending eklampsia.
Jadi pasien ini didiagnosis dengan G3P2002 usia kehamilan 39 minggu 2 hari,
T/H Preeklampsia Berat + PK II.

26
4.2. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya preeklampsia berat pada pasien ini adalah dilihat dari
faktor riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Sebagaimana yang
disebutkan, wanita muda dengan riwayat preeclampsia pada kehamilan
sebelumnya memiliki risiko untuk mengalami preeklamsia yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita tidak mempunyai riwayat preeklampsia. Faktor
risiko tersebut juga dikaitkan dengan adanya pengaruh ras, etnis, dan faktor
genetik.5
Faktor risiko lain adalah obesitas yang dialami oleh pasien. Hubungan yang
terjadi antara preeklampsia dan berat badan ibu bersifat progresif. Wanita
dengan BMI < 20 kg/m2 dinyatakan memiliki risiko untuk menderita
preeklampsia sebesar 4,3%. Sedangkan pada wanita dengan BMI > 35 kg/m 2
dinyatakan memiliki risiko sebesar 13,3%.5

4.3. Penatalaksanaan
Adanya proteinuria dan hipertensi selama kehamilan secara nyata
meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas perinatal. Tujuan dasar
penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit preeklampsia adalah
(1) mencegah kejang (2) mencegah gangguan fungsi organ vital (3) terminasi
kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya, (4) lahirnya
bayi sehat yang kemudian dapat berkembang, serta (5) pemulihan sempurna
kesehatan ibu.12
Pada pasien ini segera dilakukan rawat inap. Hospitalisasi sedini mungkin
sangat diperlukan agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-
menerus, sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar
diramalkan. Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang
tanda-tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan
peningkatan berat badan yang cepat.5
Pemberian terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO4 sesuai protap.
MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan saraf-saraf yaitu menghambat transmisi neuromuskular, sehingga
mencegah terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, MgSO4 juga merupakan
vasodilator serebral. Pemberian MgSO4 harus memenuhi beberapa syarat

27
sebagai berikut: harus terdapat refleks patella kuat, antidotum berupa kalsium
glukonas 10%, dan frekuensi pernapasan >16 kali per menit dan tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan.. Sebelum diberikan MgSO4 pasien terlebih
dahulu dipasang kateter untuk memantau produksi urin 1 x 24 jam guna
mengamati adanya gejala intoksikasi MgSO4.
Pasien juga diberikan obat nifedipine sebanyak 3x10 mg untuk menurunkan
tekanan darahnya sampai MAP < 125 mmHg. Nifedipine bekerja dengan cara
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos endotel, sehingga
kontraktilitas menurun dan menyebabkan vasodilatasi.
Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan kejadian respiratory distress
syndrome (RDS), kematian neonatal, dan perdarahan intraventrikuler.
Pemberiannya dianjurkan pada kehamilan 24-34 minggu. Pada kasus ini umur
kehamilan pasien adalah 33-34 minggu, sehingga memenuhi indikasi
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid yang diberikan pada pasien ini adalah
deksametason 1x12 mg IM (2 hari).
Pada follow up tanggal 22 Maret 2017, tidak ditemukan tanda-tanda impending
eklampsia. Dari anamnesis terhadap keluhan pasien, tidak ditemukan tanda-
tanda intoksikasi MgSO4. Pemeriksaan tekanan darah menemukan tekanan
darah saat itu 150/90 mmHg.
Pasien dapat dipulangkan bila sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda
preeklampsia ringan selama tiga hari berturut turut. Bila keadaan penderita
menetap atau memburuk, maka dilakukan terminasi kehamilan.

4.4. Prognosis
Prognosis pasien ini dubia ad bonam karena pasien sudah mendapatkan
penatalaksanaan sesuai dengan prosedur penanganan preeklamsia berat.
Dengan demikian, tekanan darah dan protein urin pasien menjadi terkontrol,
dan kehamilan pasien dapat dipertahankan. Prognosis pasien akan menjadi
buruk jika tekanan darah tidak diperiksa secara rutin pada antenatal care, dan
pasien terlanjur mengalami eklampsia atau sindroma HELLP. Bila
preeklampsia berat memburuk menjadi eklampsia atau sindroma HELLP,
maka prognosis janin akan buruk. Sering kali janin mati intrauterin atau pada
fase neonatal karena keadaan janin sudah buruk

28
BAB V
SIMPULAN

Pada kasus ini preeklampsia berat terjadi pada wanita 32 tahun pada
kehamilan pertama dengan umur kehamilan aterm (40 minggu). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada pasien ini, terjadinya preeklampsia dapat dipengaruhi oleh karena
faktor riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
Pada pasien ini segera dilakukan rawat inap. Hospitalisasi sedini mungkin
sangat diperlukan agar observasi dapat dilakukan secara cermat dan terus-menerus,
sehingga evaluasi lebih mudah oleh karena perjalanan penyakit sukar diramalkan.
Pemeriksaan yang teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan peningkatan berat badan
yang cepat. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah MgSO 4 sesuai protap untuk
mencegah terjadinya kejang. Nifedipine 3x10mg PO jika MAP ≥ 125 mmHg
diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Deksametason 1x12 mg IM (2 hari)
diberikan untuk pematangan paru-paru janin. Pemasangan DC 1x 24 jam untuk
mengamati adanya gejala intoksikasi MgSO4.
Dengan penanganan yang baik, prognosis kondisi preeklampsia berat akan
menjadi baik. Namun demikian apabila tidak dilakukan penanganan dan pengamatan
yang baik pada pasien, penyakit ini dapat membahayakan jiwa ibu dan janin.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo Ed. 3 Cet. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010; hal. 530-560.
2. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013;
hal. 109-117.
3. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64:
263-70.
4. Sutopo H dan Surya IGP. Characteristics of patients with hypertension in
pregnancy at Sanglah Hospital. Indones J Obstet Gynecol. July 2011; 35(3):
97-99.
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno, KJ, et al. William’s Obstetric 24th
Edition. New York: McGraw Hill Education. 2014; hal. 728-770.
6. Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in Pregnancy.
Washington: American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013.
7. Carson MP. Hypertension and Pregnancy. Medscape. Diakses melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/261435. Diakses pada: 19 Maret 2017.
8. Shamsi U, Saleem S, Nishter N. Epidemiology and risk factors of
preeclampsia; an overview of observational studies. Al Ameen J Med Sci.
2013; 6(4):292-300.
9. Anonim. Prosedur tetap obstetri dan ginekologi. Denpasar: Bagian/SMF
Obsterti dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. 2015.
10. Duhig KE dan Shennan AH. Recent advances in the diagnosis and
management of pre-eclampsia. F1000 Prime Reports. 2015;7:24.
11. SMF Obstetri dan Ginekologi, 2015. Prosedur Praktik Klinis SMF Obstetri
dan Ginekology. Denpasar: Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
12. WHO. WHO Recommendations for Prevention and Treatment of Pre-
eclampsia and Eclampsia. Geneva: WHO Library and Cataloguing in
Publication Data. 2011.

30

Anda mungkin juga menyukai