Pembimbing:
dr. Dwi Faradina, M.Ked(OG) Sp.OG(K)
Penyusun:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Perdarahan Uterus Abnormal”.
Selama penyusunan laporan kasus ini, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Dwi Faradina, M.Ked(OG)
Sp.OG(K) selaku supervisor pembimbing laporan kasus di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan waktunya dalam membimbing dan membantu hingga
laporan kasus ini dapat selesai dengan baik.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik senior. Penulisan laporan kasus ini
merupakan salah satu untuk melengkapi persyaratan Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis sangat menyadari laporan kasus ini pasti tidak luput dari
kekurangan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
1.3. Manfaat ........................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1. Definisi ........................................................................................ 3
2.2. Faktor Resiko .............................................................................. 6
2.3. Klasifikasi.................................................................................... 7
2.4. Patofisiologi ................................................................................ 9
2.5. Gambaran Klinis ......................................................................... 10
2.6. Diagnosis ..................................................................................... 12
2.7. Tatalaksana .................................................................................. 15
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................. 25
BAB 4 DISKUSI KASUS ............................................................................... 29
BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32
BAB 1
PENDAHULUAN
1
dikembangkan oleh Menstrual Disorder Comitte (MDC) yaitu PALM-COEIN. Pada
tahun 2011, nomenklatur baru dari PUA diperkenalkan, dan istilah perdarahan
uterus dan menstruasi eksesif disingkirkan. Pada 2013, American College of
Obstetricians dan Gynaecologists (ACOG) mendukung sistem PALM-COEIN
sebagai klasifikasi untuk penyebab pendarahan uterus abnormal, dan para peneliti
dan dokter sangat disarankan untuk mengadopsi sistem PALM-COEIN di seluruh
dunia. Saat ini akronim PALM- COEIN sudah digunakan secara luas dengan
menggunakan pengelompokan PUA yaitu : Polip (PUA-P), Adenomiosis (PUA-A),
Leiomyoma (PUA-L), Malignancy dan Hiperplasia (PUA-M), Koagulopati (PUA-
C), Disfungsi Ovulasi (PUA-O), Endometrial (PUA E), Iatrogenik (PUA I), dan
tidak terklasifikasi (Not otherwise classified). PALM merupakan klasifikasi
struktural dan COEIN merupakan klasifikais nonstrukturral.3
Evaluasi terhadap perdarahan uterus abnormal bergantung pada usia pasien dan
adanya faktor risiko yang mencakup siklus anovulasi, obesitas, nullipara, usia diatas
35 tahun. Penelitian yang dilakukan di India pada tahun 2015 menyimpulkan
bahwa, mmutiparitas dan usia diatas 40 tahun dapat dikaitkan dengan gejala klinis
dari kejadian PUA.6,7,8 Berdasarkan penelitian Dahiya, didapati hasil kelompok
usia yang paling umum mengalami PUA adalah 41-45 tahun (36%), dan patologi
yang paling umum pada kelompok usia ini adalah hiperplasia endometrium. Pola
perdarahan yang paling umum adalah perdarahan menstruasi yang berat dan insiden
tertinggi terlihat pada wanita multipara (74%).6
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-
teori tentang Perdarahan Uterus Abnormal mulai dari definisi sampai prognosisnya.
Penyusunan penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan
pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
dan mengenal Perdarahan Uterus Abnormal.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan saat ini
untuk mengambarkan kondisi perubahan pola menstruasi akibat peningkatan
volume, durasi, atau frekuensi perdarahan yang terjadi pada wanita yang sedang
tidak hamil. Istilah seperti perdarahan uterus disfungsional atau menorrhagia sudah
tidak dipakai lagi sekarang. Pendarahan uterus yang abnormal memiliki efek negatif
pada aspek fisik, emosional dan seksual dari kehidupan perempuan, serta dapat
memperburuk kualitas hidup seoarang wanita. 1
3
dari siklus ke siklus yaitu 2 – 20 hari, durasi 4-8 hari, dan volume ≤ 80 mL. Siklus
anovulatori bisa sangat bervariasi dalam pola perdarahannya. Sepertiga dari
kunjungan pasien ke dokter kandungan adalah karena PUA dan lebih dari 70% dari
semua konsultasi ke bagian ginekologi yaitu pada saat perimenopause dan
pascamenopause. Evaluasi pasien secara menyeluruh penting dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab perdarahan sehingga terapi yang tepat dapat diberikan.2
Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid
yang masif dimana diperlukan penanganan segera untuk mencegah kehilangan
banyak darah. PUA akut dapat terjadi secara spontan ataupun pada PUA kronis
(pendarahan uterus abnormal yang terjadi dalam kurun waktu 6 bulan terakhir).
Proses umum untuk mengevaluasi pasien yang datang dengan PUA akut dapat
dilakukan dalam tiga tahap yaitu 1) menilai dengan cepat gambaran klinis yang
muncul, 2) menentukan kemungkinan etiologi dari pendarahan, dan 3) memilih
pengobatan yang paling tepat.2-3
4
‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,
komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,
dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.
2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan
terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau
serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat
menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.
Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada
waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen
eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya
berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.
5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.
Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan
perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-
tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau
komplikasi dari kehamilan.
6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea
didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan
biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari
faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik
(penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan
estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang
lain.
7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari
kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari
perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi
serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif
5
tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi
sangat dianjurkan untuk dilakukan.3
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2
haid. Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan
organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.1
6
berlangsung beberapa tahun atau lebih, dan paparan terhadap estradiol bebas akan
berkurang sehingga dapat menurunkan risiko kanker reproduksi yang dapat
menyebabkan terjadinya PUA. Kadar steroid ovarium meningkat seiring
bertambahnya waktu kelahiran terakhir. Sehingga suatu keadaan multipara dapat
menurunkan resiko insidensi PUA.3
Risiko terkena kanker endometrium juga meningkat seiring bertambahnya
usia. Insiden kanker ini secara keseluruhan adalah 10,2 kasus per 100.000 pada
wanita berusia 19 hingga 39 tahun. Insiden lebih dari dua kali lipat dari 2,8 kasus
per 100.000 pada mereka yang berusia 30 hingga 34 tahun menjadi 6,1 kasus per
100.000 pada mereka yang berusia 35 hingga 39 tahun. Pada wanita berusia 40
hingga 49 tahun, kejadian karsinoma endometrium adalah 36,5 kasus per 100.000.
Dengan demikian, American College of Obstetricians dan Gynecologists
merekomendasikan evaluasi endometrium pada wanita berusia 35 tahun ke atas
yang mengalami perdarahan uterus abnormal.1
7
Gambar 2.3 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal menurut FIGO
8
penyangga yang baik karena kadar progesteron rendah, sehingga mengakibatkan
terjadinya perdarahan. 2,4
Sebagian besar gangguan ovulasi tidak memiliki etiologi yang jelas,
banpolikistik, hipotiroidisme, hiperprolaktinemia, stres mental, obesitas, anoreksia,
penurunan berat badan, atau olahraga ekstrem seperti pelatihan atletik elit). Dalam
beberapa kasus dapat disebabkan oleh steroid gonad atau obat-obatan yang
berdampak pada metabolisme dopamin, seperti fenotiazin dan antidepresan
trisiklik. Gangguan ovulasi yang tidak dapat dijelaskan sering terjadi pada usia
reproduksi ekstrim, yaitu masa remaja dan transisi menopause.2,4
2.4 Patofisiologi
Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya,
terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus–menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-
kasus perdarahan disfungsional.1,4
Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional
dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni
endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan sekretoris, dengan endometrium
jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium dalam
endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya,
karena dengan dengan demikian dapat
9
dibedakan perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini
mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai
dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada
perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-
faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum
seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap
bersumber pada gangguan endokrin.1
10
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopeni, dan gangguan dalam
mekanisme pembekuan darah.
11
anovulatoar. Biasanya kelinan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu
saja.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pendekatan klinis pada penegakan diagnosis PUA penting dilakukan secara
cermat untuk dapat menetukan jenis PUA berdasarkan PALM-COEIN. Tiga
pertanyaan awal yaitu adalah status kehamilan, status reproduksi, dan asal
perdarahan.5
Pemeriksaan kehamilan merupakan dasar dalam mendiagnosis PUA. Pasien
dengan usia premenstrusasi atau posmenopause memiliki diagnosis banding yang
berbeda dengan PUA. Perlu diingat bahwa PUA adalah perdarahan yang berasal
dari uterus. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah dapat menyingkirkan
penyebab perdarahan yang berasal dari extra-uterine. Evaluasi lebih lanjut pada
perempuan tidak hamil dalam usia reproduktif dapat didasarkan dengan pertanyaan
lanjutan berikut yaitu:5
a. Bagaimana pola perdarahan?
b. Apakah perlu dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap?
c. Apakah perlu dilakukan pengambilan sampel endometrium?
d. Apakah perlu pemeriksaan faktor koagulasi?
e. Apakah perdarahan berhubungan dengan metode kontrasepsi?
Pola perdarahan ditanyakan dengan menanyakan hari pertama haid terakhir
dan haid-haid sebelumnya, durasi perdarahan, perdarahan antara menstruasi, dan
berapa volume darah yang keluar. Beberapa pola perdarahan yang tipikal pada PUA
seperti :
a. Heavy Menstrual Bleeding dengan etiologi tersering adalah leiomyoma
(submukosa), adenomyosis (disertai dysmenorrhea atau nyeri panggul kronis),
defek bekas sectio cesarea, dan penyakit koagulasi. Etiologi lainnya yaitu
hiperplasia endometrium atau carcinoma, AKDR, polip endometrium, endometritis,
atau PID, malformasi arterivena, dan kelainan hemostasis.
b. Intermenstrual Bleeding dengan etiologi polip endometrium, perdarahan tidak
terjadwal akibat kontrasepsi, keganasan, luka endometrium, atau endometritis.
c. Irregular Bleeding (ovulatory dysfunction) dengan penyebab akibat kelainan
hypothalamic-ptiutary axis primer, atau penyakit hormonal lainnya.2
12
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup tanda-tanda vital dengan pemeriksaan
ginekologi mencakup lokasi perdarahan (vulva, vagina, serviks, uretra, anus, atau
perineum), luka pada traktus genitalia atau duh, ukuran dan kontur uterus,
perdarahan uterus saat ini, massa adnexa atau nyeri parametrium. Pemeriksaan
umum antara lain demam, ekimosis, pembesaran tiroid, tanda hiperandrogenisme,
acanthosis nigricans, dan galaktorrhea.5
13
persen. Ultrasonografi transvaginal dapat digunakan untuk mengevaluasi
endometrium menggunakan gray scale, color atau power dopler, media kontras
(SIS), atau teknologi ultrasound 3 dimensi. Selain itu, TVS memungkinkan
visualisasi adnexa dan organ-organ pelvik, termasuk kandung kemih dan cul de sac.
Abnormalitas yang dapat terdeteksi meliputi fibroid (termasuk leimyoma
submucosa) dan polip endometrium. Evaluasi dengan TVS antara lain meliputi
penilaian endometrium dalam sagittal plane, dengan ketebalan bilayer yang diukur
dari perbatasan myometrium endometrium proximal sampai bagian distal. Pada
pengamatan koronal, pengukuran sebaiknya dari serviks hingga fundus. Bila
terdapat cairam intraluminal maka ketebalan endometrium sebaiknya diukur secara
terpisah (dalam lapisan tunggal), dan jumlah ketebalan endometrium sebaiknya
diekspresikan sebagai penjumlahan 2 lapisan. Meskipun ada bukti bahwa ketebalan
endometrium dapat menjadi indikasi patologi pada wanita pascamenopause, bukti
seperti itu kurang bagi wanita dalam masa reproduksinya. Meta analisis dari 35
penelitian menunjukkan bahwa pada wanita menopause, ketebalan endometrium 5
mm pada USG memiliki sensitivitas 92 persen untuk mendeteksi penyakit
endometrium dan 96 persen untuk mendeteksi kanker.3,4
2.6.3.2 Histeroskopi
Histeroskopi sekarang ini mempunyai nilai lebih dalam penanganan
perdarahan uterus abnormal. Temuan yang didapat pada histeroskopi memberikan
berbagai informasi mengenai bermacam-macam keadaan klinis pasien. Temuan
pada histeroskopi memiliki korelasi yang akurat dengan hasil histopatologi kelainan
yang diperoleh. Pada penelitian pemakaian histeroskopi dengan dilatasi dan
kuretase pada sampling endometrium menunjukkan bahwa keduanya memiliki
sensitivitas yang sama yaitu 100%, namun spesivisitas histeroskopi lebih tinggi
(98%) dibandingkan dengan kuretase (65%).3
14
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Pada Evaluasi Pasien PUA
2.7 Tatalaksana
15
tranexamat 26-54%, dan OAINS 10-52%. PUA-O dapat ditangani dengan pilihan
serupa, namun data uji klinis masih sedikit.
Tatalaksana bedah dapat dipikirkan pada pasien yang tidak efektif dengan
medikamentosa atau pasien yang ingin mendapatkan penanganan definitive
(histerektomi). HMB akibat kelainan anatomi merupakan indikasi utama operasi.
Pemilihan tatalaksana dari PUA harus selalu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Tidak ada baku emas dalam penatalaksanaan PUA, jumlah anak, usia reproduksi,
penyakit sistemik lain dapat menjadi bahan pertimbangan dari pilihan modalitas
tatalaksana yang sesuai pada pasien.3 Himpunan Endokrin dan Fertilitas Indonesia
(HIFERI) mengeluarkan suatu panduan penatalaksaan PUA, dimana tatalaksana
untuk PUA-O sendiri yaitu;
1. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi klinik
perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
2. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan
oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid
maka kondisi ini harus diterapi.
1. Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan
sampel endometrium.
2. Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan penilaian
apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak.
16
3. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana
infertilitas.
4. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan
menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap PKK (Pil KB Kombinasi).
5. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan.
6. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat progestin
selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus.
7. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan.
8. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau distop sesuai
keinginan pasien.
9. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi
(naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis maksimal).
Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti sindrom pra haid.
Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri. Pertimbangkan tindakan
kuretase untuk menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan
medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan
histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan
uterus yang banyak dapat ditawarkan setelah memberikan informed consent yang
jelas pada pasien. Pada uterus dengan ukuran < 10 minggu.
17
Gambar 2.7.1 Penanganan Disfungsi Ovulatori
2.7.2 Tatalaksana PUA menurut Strata Pelayanan Kesehatan
1 2 3
Stabilisasi hemodinamik + + +
Stop perdarahan + + +
Medikamentosa
PKK 2-4x/hr ATAU + + +
EEK 2,5 mg tid + + +
Evaluasi 12-24 jam: Berhasil
Tidak berhasil
Jika berhasil, Mencegah
kambuh
Apabila dimulai dengan EEK + + +
18
4x1 - 4d
3x1 – 3d
2x1 – 2d
1x1 – 21d
Apabila dimulai dengan PKK + + +
PKK 1x1 – 14d
Tabel 2.7.2. Penanganan Perdarahan Uterus Abnormal Menurut Strata Pelayanan Kesehatan
19
gagal histerektomi ablasi
medikamentosa endometrium
1. Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.
Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin
menjadi fibrin degradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi
sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang
memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian
trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol
spiral endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai
mekanisme penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan,
diare dan sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g
(2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.6
20
2. Obat anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan
meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan
menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin mempengaruhi
reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon inflamasi, jalur nyeri,
perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat mengurangi jumlah darah haid
hingga 20-50 persen. Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama
atau sebelumnya hingga hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping :
gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus
peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.6
21
diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan progestin akan lebih baik.
Efek samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti
perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.6
3. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih
rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang
lama dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi
endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian
siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-
ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.6
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka
dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi
sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14.
Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan
pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark
miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning
akibat kolestasis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain
22
MPA 1 x 10 mg, noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5
mg atau nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien
mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan setiap
2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan
kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti.6
Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya
untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu pemberian progestin
oral : MPA 10-20 mg per hari, Pemberian DMPA setiap 12 minggu, penggunaan
LNG IUS. Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah,
payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi.6
4. Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil
testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan
produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor
estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg
atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual
hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah menstruasi kurang lebih 50%
bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif dibanding dengan
AINS atau progestogen oral. Dengan dosis lebih dari 400mg per hari dapat
menyebabkan amenorea. Efek sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni:
peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.6
23
keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah,
kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila
penggunaan GnRH agonist lebih dari 6 bulan).6
24
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
3.1 ANAMNESIS
Anamnesis Pribadi
Nama : Deici Siringo-ringo (03.88.70)
Umur : 30 tahun
Suku : Batak
Alamat : Jl. Bunga Sedap Malam 9, Kec. Medan Selayang
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : S2 — Strata-2
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk : 24 Oktober 2019
Jam Masuk : 10.317 WIB
Anamnesis Penyakit
Ny. D, 30 tahun, Virgo, Batak, Kristen Protestan, S2, Wiraswasta datang ke Poliklinik Obgyn
RS USU dengan:
Keluhan utama : Haid memanjang
Telaah : Hal ini telah dialami pasien sejak ± 3 minggu ini. Darah yang keluar selama
haid merupakan darah segar dengan jumlah yang banyak sehingga pasien
harus ganti pembalut hingga 5x/hari. Perdarahan yang dialami pasien
disertai nyeri perut. Riwayat keputihan disangkal. Pasien juga mengeluhkan
perutnya terasa semakin membesar sejak 1 tahun ini. BAK dan BAB dalam
batas normal.
RPT : tidak ada
RPO : tidak ada
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial, yaitu wiraswasta, ekonomi menengah, dan
tidak ada riwayat gangguan psikososial.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
25
Lama : 5–6 hari
Siklus : 30–45 hari (tidak teratur)
Volume : ± 2–3 doek/hari
Nyeri : (+)
HPHT : 01/10/2019
ANC :-
Riwayat Menikah
Pasien belum menikah.
Riwayat Persalinan
1. Virgo
Vital Sign
Status Presens:
Sensorium : Compos Mentis Anemis : (–)
Tekanan darah : 120/70 mmHg Ikterik : (–)
Nadi : 84 kali/menit Sianosis : (–)
Pernapasan : 22 kali/menit Dispneu : (–)
Temperatur : 36,5oC Edema : (–)
Status Generalisata:
Kepala : konjungtiva palpebra inferior pucat (–/–), sklera ikterik (–/–)
Leher : limfadenopati (–)
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, kesan normal
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(+) S2(+) reguler, murmur (–)
Paru : SP: vesikuler
ST: ronkhi (–/–), wheezing (–)
Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, edema pretibial (–/–)
26
Status Lokalisata:
Abdomen : distensi (+), nyeri tekan (+)
TFU : tidak teraba
Perdarahan pervaginam : (+)
Status Ginekologi:
Inspekulo : tidak dilakukan pemeriksaan
V/T : tidak dilakukan pemeriksaan
27
- Kandung kemih terisi
- Uterus antefleksi, ukuran 9,4 mm x 67,6 mm x 42,4 mm
- Ovarium kanan ukuran 25,2 x 20,7 mm
- Ovarium kiri ukuran 17,3 x 15,5 mm
Kesan : Ginekologi tidak ada kelainan
3.5 TATALAKSANA
MEDIKAMENTOSA
- Primolut 5mg 2x1 tab
RENCANA TINDAKAN
- Kontrol 7 hari lagi
28
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Definisi Ny. D, 30 tahun, Virgo, Batak, Kristen
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) Protestan, S2, Wiraswasta datang ke
adalah istilah yang digunakan saat ini untuk Poliklinik Obgyn RS USU dengan keluhan
mengambarkan kondisi perubahan pola utama haid memanjang.
menstruasi akibat peningkatan volume, durasi,
atau frekuensi perdarahan yang terjadi pada
wanita yang sedang tidak hamil. Istilah seperti
perdarahan uterus disfungsional atau
menorrhagia sudah tidak dipakai lagi
sekarang. Pendarahan uterus yang abnormal
memiliki efek negatif pada aspek fisik,
emosional dan seksual dari kehidupan
perempuan, serta dapat memperburuk kualitas
hidup seoarang wanita
Gejala dan Tanda Hal ini telah dialami pasien sejak ± 3
Perdarahan Ovulatoar minggu ini. Darah yang keluar selama haid
Perdarahan ini merupakan kurang lebih merupakan darah segar dengan jumlah yang
10% dari perdarahan disfungsional dengan banyak sehingga pasien harus ganti pembalut
siklus pendek (polimenorea) atau panjang hingga 5x/hari. Perdarahan yang dialami
haid. Etiologi: Korpus luteum persisten, membesar sejak 1 tahun ini. BAK dan BAB
29
dibawah tingkat tertentu, timbul
perdarahan yang kadang-kadang bersifat
siklis, kadang-kadang tidak teratur sama
sekali. Sering terjadi pada masa pubertas
dan menopause.
Pemeriksaan USG:
Kesan : Ginekologi tidak ada kelainan
Penatalaksanaan
- Pil KB Kombinasi
R/ Kontrol 7 hari lagi
- Progestin
- Androgen
- GnRH Agonis
30
BAB 5
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32