Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PERITONITIS
et causa PERFORASI GASTER

Pembimbing :
Dr. Amir S Lubis, Sp.B

Disusun Oleh :
Devi Kharisma Widianingtyas

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


RS ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas
terselesaikannya laporan kasus Peritonitis et causa Perforasi Gaster.
Laporan ini disusun dalam rangka untuk dapat lebih mendalami dan memahami
tentang Peritonitis et causa Perforasi Gaster. Tujuan khususnya adalah sebagai
pemenuhan tugas kepaniteraan SMF Bedah. Pada kesempatan ini, penyusun ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Adriansyah. Sp.B selaku
pembimbing dalam laporan kasus ini.
Semoga dengan adanya laporan kasus ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan
journal yang lebih baik di masa yang akan datang.
Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 21 Mei 2015

Penyusun

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: NY. S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 65 tahun

Pekerjaan

:-

Agama

: Islam

Alamat

: Narmada, Lombok Barat

Tanggal MRS

: 21 Mei 2015

Tanggal Pengkajian

: 22 Mei 2015

2. ANAMNESA (alloanamnesa tanggal 22 Mei 2015)


Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang


Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah.
Nyeri seperti tertusuk yang muncul tiba-tiba dan dirasakan menjalar sampai ke pinggang
belakang. Keluhan disertai dengan pusing dan lemas. Satu minggu kemudian pasien
dibawa ke RS Islam Jakarta Cempaka Putih saat itu pasien diagnosis apendisitis akut.
Namun setelah tiga hari dirawat pasien keluar dari rumah sakit atas permintaan sendiri.

Dua hari kemudian, pasien datang diantar oleh keluarganya dengan keluhan yang
sama namun nyeri disarakan semakin memberat. Nyeri dirasakan diseluruh lapang
perut seperti ditikam pisau dan perut terasa seperti tegang. Nyeri dirasakan terus
menerus, memberat bila pasien bergerak, bernapas, batuk atau mengedan. Selain nyeri,
pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan nafsu makan menurun, mual, muntah dan
pusing, demam. BAB dan BAK dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat HT (-),
DM (+), Penyakit Kuning (-), Gangguan Jantung (-), Gangguan Ginjal (-), Riwayat
Operasi sebelumnya (-), Riwayat trauma atau operasi dibagian abdomen sebelumnya (-).
Riwayat nyeri pada sendi lutut (+), sering kambuh, bisa setiap bulan. Bila sedang
kambuh pasien biasanya berobat ke puskesmas atau dokter praktek dan diberi obat
penghilang nyeri. Riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa. Riwayat tumor/keganasan (-).
Riwayat HT (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-).

Riwayat Pengobatan
- Pengobatan DM
- Pasien sering mengkonsumsis obat penghilang nyeri

Riwayat Alergi : disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


a. Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit berat

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4V5M6

Vital sign

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 85 x/menit

Frekuensi napas

: 20 x/menit

Suhu

: 37,5 C

b. Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala dan Leher


Bentuk
Pergerakan

: Normocephal
: dalam batas normal

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sclera -/-

Mulut dan Gigi

: mukosa oral basah, caries dentis +

Leher

: tidak teraba massa, pembesaran KGB -

Thorax
Pulmo :
Inspeksi

: Bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris

Palpasi

: vocal fremitus dextra+sinitra normal, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi

: Vesikuler +/+, ronki -/-, whezing -/-

Cor :
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba ICS V linea midclavikularis sinistra

Perkusi

: batas kanan jantung pada ICS III linea parasternal

dextra, batas kiri pada ICS V linea midklavikularis sinistra


Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Mammae

: hiperpigmentasi areola +/+, retraksi putting -/-

Abdomen
Inspeksi

: Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-),

Kaput medusa (-), massa (-), darm contour (-), darm steifung (-).
Auskultasi

: BU (+) menurun

Perkusi

: Timpani (+), pekak hepar menghilang, pemeriksaan

undulasi (-), Shifting Dullness (-).


Palpasi

: Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien

tak teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran, nyeri tekan +, nyeri
lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+)

Inguinal
Inspeksi

: Hernia (-), Massa (-).

Palpasi

: Teraba denyut arteri femoralis (+), Hernia (-), massa (-),

nyeri tekan (-).

Rectal Toucher tidak dilakukan

Ekstremitas

Superior

Inferior

Edema -/-

Edema -/-

Sianosis -/-

Sianosis -/-

Capillary Refill Time <2 dtk

Capillary Refill Time <2 dtk

c. Status Lokalis
Regio
Abdomen
Inspeksi
Kulit keriput, distensi (-), pelebaran vena colateral (-), Kaput medusa (-), massa (-),
darm contour (-), darm steifung (-).
Auskultasi
BU (+) menurun
Perkusi
Timpani (+), pekak hepar menghilang, pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness (-).
Palpasi
Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak teraba, defans muscular (+)
seluruh kuadran, nyeri tekan +, nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+),
Rovsing sign (+)

4. RESUME
Pasien perempuan, 65 tahun diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri perut
diseluruh lapang perut seperti ditikam pisau dan perut terasa seperti tegang. Nyeri dirasakan
terus menerus, memberat bila pasien bergerak, bernapas, batuk atau mengedan. Selain nyeri,
pasien juga mengeluh badan terasa lemas dan nafsu makan menurun, mual, muntah dan
pusing, demam. 1 minggu SMRS pasien pernah dirawat dengan diagnosis apendisitis akut.

Dari pemeriksaan lolal di perut ditemukan auskultasi BU (+) menurun, perkusi


timpani (+), pekak hepar menghilang, palpasi defans muscular (+) seluruh kuadran, nyeri
tekan +, nyeri lepas (+) Psoas sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+).

5. DIAGNOSIS :
Diagnosis Sementara : Peritonitis et causa susp. Appendisitis Perforasi + DM tipe II

6. DIAGNOSIS BANDING
1. Peritonitis et causa Peritonitis Generalisata et causa Perforasi Gaster
2. Pankreatitis Akut

7. RENCANA PEMERIKSAAN ;
a. Labolatorium: Cek Darah Lengkap, Liver Function Test, Amilase darah, GDS, BT, CT.
b. Foto abdomen tiga posisi
c. Foto Rotgen Thorax
8. HASIL PEMERIKSAAN
a. Hemotologi
Pemeriksaan
Hb
RBC
HCT
MCV
MCH
MCHC
WBC
PLT

21/05/2015
8.1
2.92
26
88
28
31
7.83
709

22/05/2015
10.7
3.69
32
87
29
33
18,91
442

Satuan
g/dL
106/ul
%
fL
Pg
g/dL
Ribu/ul
Ribu/ul

Rujukan
11.7-15.5
3.8-5.2
35-47
80-100
26-36
32-36
1.6-11
150-440

b. Kimia Klinik
Pemeriksaan
GDS
Keton darah
BT

21/05/2015
309
negatif

23/05/2015
224
3 menit ( 1-3 menit)

CT

5 menit ( 4-6 menit)

c. Elektrolit
Pemeriksaan
Natrium Darah
Kalium Darah
Klorida (Cl)

21/05/2015
138 (135-147)
3.5 ( 3.5-5)
98 (94-111)

Satuan
mEq/L
mEq/L
mEq/L

d. Foto Abdomen 3 posisi


- Prepretioneal fat normal
- Psoas line kanan dan kiri mulai kabur
- Kontur ginjl kanan dan kiri tak tampak
- Tampak sisa barium dikolon
- Udara di kolon dan rectum normal
- Tampak free air diagfragma kanan
- Kesan : free air subdigfragma kanan ec susp. Perforasi usus/apendiks
e. Foto Thorax
- Cor CTR normal. Aorta normal.
- Sinus dan digrfagma kanan terselubung, kiri normal
- Pulmo : hili nomal, coracan vaskuler normal, tampak perselubungan di lapang
-

bawah kanan.
Tulang dada normal.
Kesan : penebalan pelura kanan

9. RENCANA TERAPI
a. Terapi Simptomatik
Observasi keadaan umum dan vital sign
Pasang NGT, DC, Puasa
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Inj Ketorolac 1 ampul / 12 jam
Inj Ranitidin 1 ampul / 12 jam
Meropenem 3x1 gr
Metformin 500 mg 2x1

Diagnosis Post Operasi : Peritonitis et causa Peritonitis Generalisata et causa Perforasi


Gaster

10. PROGNOSIS
Ad vitam: Dubia ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam

ANALISA KASUS

Diagnosis Banding nyeri perut

Pada pasien ini didiagnosis peritonitis, karena :


-

Pada anamnesis ditemukan pasien mengeluh nyeri perut seperti ditikam pisau yang
dirasakan diseluruh lapang perut, mual, muntah, serta demam.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan auskultasi BU (+) menurun, perkusi timpani (+),
pekak hepar menghilang, Abdomen distensi (-), massa (-), hepar tak teraba, lien tak
teraba, defans muscular (+) seluruh kuadran, nyeri tekan +, nyeri lepas (+) Psoas
sign (+). Obturator sign (+), Rovsing sign (+).

Pada pemeriksaan radiologi yaitu pada foto abdomen 3 posisi, ditemukan kesan free
air subdigfragma kanan ec susp. Perforasi usus/apendiks
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis,

pemeriksaan laboratorium dan radiologi.


Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritonitis merupakan suatu respon inflamasi atau supuratif
dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Adanya darah
atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda rangsangan
peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular,
pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus
menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis
bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri
waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif

berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik.
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan
foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum,
pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :3

Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen.

Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).

Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding
abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.

Penyebab Peritonitis pada Kasus Ini


Pada kasus ini peritonitis dapat disebabkan oleh karena perforasi, karena :
-

Pada pemeriksaan radiologi yaitu pada foto abdomen 3 posisi, ditemukan kesan free
air subdigfragma kanan ec susp. Perforasi usus/apendiks.

Namun pada saat dilakukan laparotomy eksplorasi ditemukan adanya perforasi


gaster pada bagian fundusnya. Penyebab dari perforasi gaster sendiri adalah :

Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh: trauma

tertusuk pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan pada

anak-anak dibandingkan orang dewasa.


Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium diclofenac)
serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya deksametason dan

prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.


Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum,

divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.


Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum

appendicitis

akut,

perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil akhir

yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh ERCP
dan colonoscopy.

Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin


mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus akut

dan kronik dan obstruksi usus.


Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi menjadi
perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada pasien ini

sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai membaik.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan colitis
ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada pasien dengan

Crohns disease.
Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya dapat
berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan perforasi

usus.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.

Tatalaksana pada Kasus


Pada pasien ini direnacanakan terapi Observasi keadaan umum dan vital sign,
Pasang NGT, DC, Puasa, IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm, Sefalosporin , Inj Ranitidin 1
ampul / 12 jam, Transfusi PRC 300 cc, Metformin 500 mg 2x1, dan Laparatomi
Eksplorasi,
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang
dilakukan secara intravena karena peradangan yang menyeluruh pada membran
peritoneum menyebabkan perpindahan cairan ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum
dan ruang intersisial, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna

dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks,


dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan
tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat.
Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya
setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab.
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya
dilakukan untuk mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa
penutupan perforasi usus, reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan
exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik tergantung dari apa yang didapatkan selama
operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan dari cavum peritoneum seperti
fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat irigasi untuk
mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum
tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase
berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula)
dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
Pengananan postoperatif dapat dilakukan dengan monitor intensif, bantuan
ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama adalah untuk
mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin

dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 1014 hari, bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan
produksi urin yang normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan
keadaan umum membaik. Tingkat kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan
keparahan peritonitis. Pelepasan kateter (arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal
dapat menurunkan resiko infeksi sekunder (Doherty, 2006).
Risiko Komplikasi
Pada Kasus ini, risiko komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya
dibagi menjadi komplikasi lokal dan sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual
dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula biasanya muncul pada akhir minggu
pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema generalisata, peningkatan
distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator adanya infeksi
abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya CT-Scan
abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang
multipel yaitu organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun. (Doherty,
2006)
Prognosis Kasus
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.
Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas antara lain tipe penyakit primer dan
durasinya, keterlibatan kegagalan organ multipel sebelum pengobatan, serta usia dan
kondisi kesehatan awal pasien. Tingkat mortalitas sekitar 10% pada pasien dengan ulkus

perforata atau apendisitis, pada usia muda, pada pasien dengan sedikit kontaminasi
bakteri, dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal (Doherty, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta
Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Brian, J. 2011, Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diakses pada 12 Desember
2014 .http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa
Doherty, Gerard. 2006. Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment
12ed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Fauci et al, 2008, Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw Hill,
Peritonitis halaman 808-810, 1916-1917
Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan
Duodenum,

Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.

Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi


Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.
Schwartz et al. 2006. Priciple of Surgery 5th Edition. America : Mc.Graw-Hill

Anda mungkin juga menyukai