Laporan Ujian
Katarak Senilis Matur OS, Pterigium Grade II OS, Pseudofakia
OD, Diabetes Melitus tipe II
Oleh:
Gita Puspitasari
112014147
Pembimbing :
dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M
: Gita Puspitasari
NIM
: 11-2014-147
.............................
Dr. Pembimbing
.............................
STATUS PASIEN
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
: Ny. A
: 57 tahun
: Perempuan
: Islam
: Ibu rumah tangga
: Gang.kembang
: 27 Mei 2015
ANAMNESIS
Auto anamnesis
: 27 Mei 2015
Keluhan Utama
:
Penglihatan pada mata kiri buram sejak 1,5 tahun sebelum datang ke poli RS FMC
Keluhan tambahan :
Mata kiri berair dan terkadang merah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan penglihatan pada mata kirinya buram sejak 1,5 tahun
sebelum masuk poli RS FMC. Pasien mengatakan penglihatnnya buram secara
perlahan dan semakin lama semakin memburuk. Menurut pasien penglihatan buram
dirasakan saat melihat jauh dan dekat . Pasien mengatakan penglihatannya buram
seperti tertutup asap. Pasien mengatakan silau jika melihat cahaya. Pasien mengatakan
juga buram pada mata kanannya tetapi tidak seberat pada mata kirinya. Keluhan
seperti melihat pelangi tidak ada.
Pasien mengatakan matanya terkadang merah, dan berair terutama pada mata
kirinya. Keluhan seperti adanya kotoran pada mata disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengatakan pada mata kirinya terasa seperti ada yang menganjal, sehingga pasien
sering mengucek matanya. Pasien mengatakan ketika berjalan tidak pernah
tersandung. Keluhan seperti sakit di sekitar mata, sakit kepala, mual dan muntak tidak
ada. Keluhan gatal pada mata, penglihatan yang hilang secara mendadak, trauma pada
mata di sangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit diabetes melitus sejak usia 48
tahun, pengobatan untuk diabetes terkontrol hingga sekarang. Pasien mengatakan
masih menjalani pengobatan dan terakhir cek satu bulan yang lalu gula darah sewaktu
134 mg/dL. Riwayat seperti hipertensi, alergi, astma, dislipidemia dan asam urat di
sangkal oleh pasien. Pasien mengatakan pada mata kanannya 4 bulan yang lalu telah
melakukan operasi katarak. Operasi di lakukan di PMI. Pasien mengatakan riwayat
sakit pada mata sebelumnya tidak ada, penggunaan kaca mata dan trauma pada mata
tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengatakan kakak pasien memiliki riwayat katarak, dan pernah di lakukan
operasi pada kedua matanya. Riwayat penggunaan kaca mata di keluarga tidak ada.
Sakit mata lainnya di keluarga tidak ada. Riwayat penyakit di keluarga seperti
hipertensi, asam urat, diabetes melitus, alergi dan astma tidak ada.
Riwayat Kebiasaan:
keluar rumah menggunakan kendaran sepeda motor tidak menggunakan helm
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
:
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 70 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36.7oC
B. STATUS OPTHALMOLOGIS
OD
0,2 ph 0,25
PEMERIKSAAN
Visus
OS
1/300 ph tidak ada
15,6
Tonometri schiotz
perbaikan
15,6
Orthoforia
Orthoforia
Tenang
Injeksi konjungtiva
Palpebra
Konjungtiva
Arkus senilis +
Dalam
Injeksi konjungtiva
Arkus senilis +, jaringan
Cornea
COA
limbus
Dalam
Tenang
Sulit di nilai
Pupil
Iris
Berwarna coklat
Jernih
Lensa
Keruh
Jernih
Vitreus
Sulit di nilai
Sulit di nilai
Fundus
Konfrontasi Test
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakkukan pemeriksaan slit lamp hasilnya didapatkan
Gambar 3 . pterigium OS
V.
RESUME
Seorang wanita berusia 57 tahun datang dengan keluhan pengkihatan mata kirinya
buram sejak 1,5 tahun yang lalu. Penglihatan buram secara perlahan yang semakin
lama semakin memburuk, penglihatan pada kanan juga bura tetapi tidak seberat mata
kiri. Pasien mengatakn mata kananya sudah menjalani operasi katarak 4 tahun yang
lalu. Menurut pasien penglihatan buram dirasakan saat melihat jauh dan dekat .
Pasien mengatakan penglihatannya kabur seperti tertutup asap. Pasien mengatakan
silau jika melihat cahaya.
Pasien mengatakan matanya terkadang merah, dan berair terutama pada mata
kirinya. Pasien juga mengatakan pada mata kirinya terasa seperti ada yang menganjal,
sehingga pasien sering mengucek matanya. Pasien mengatakan ketika berjalan tidak
pernah tersandung. Keluhan seperti sakit di sekitar mata, sakit kepala, mual dan
muntak tidak ada. Keluhan gatal, kotoran pada mata, penglihatan yang hilang secara
mendadak, trauma pada mata di sangkal oleh pasien.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak usia 48 tahun, pengobatan
untuk diabetes terkontrol hingga sekarang. Pasien mengatakan masih menjalani
pengobatan dan terakhir cek gula darah sewaktu 134 mg/dL. Riwayat seperti
hipertensi, alergi, astma, dislipidemia dan asam urat di sangkal oleh pasien. Riwayat
sakit pada mata sebelumnya tidak ada, penggunaan kaca mata dan trauma pada mata
tidak ada. Riwayat keluarga menderita katarak di ketahui adalah kakak pasien yang
telah menjalani operasi katarak pada kedua matanya, riwayat pemakainan kaca mata,
hipertensi, diabetes melitus, alergi dan asma tidak ada.
OD
PEMERIKSAAN
0,2 ph 0,25
Visus
OS
1/300 ph tidak ada
15,6
Tonometri schiotz
perbaikan
15,6
Injeksi konjungtiva
Konjungtiva
Injeksi konjungtiva
Arkus senilis +
Dalam
Cornea
COA
limbus
Dalam
Sulit di nilai
Pupil
Lensa
Keruh
Jernih
Vitreus
Sulit di nilai
Sulit di nilai
Fundus
VII.
Konfrontasi Test
DIAGNOSIS KERJA
1. Katarak senilis matur OS
2. Pterigium grade 1 OS
3. Pseudofakia OD
4. Diabetes melitus tipe II
DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak diabetika
2. Pseudopterigium OS
II.
III.
PEMERIKSAAN ANJURAN
1. Gula darah sewaktu
2. Gula darah puasa
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
SIP : 12342/Dinkes.Bogor/V/2015
: Ny. A
Umur : 57 tahun
Non medikamentosa :
1. Melakukan rujukan ke ilmu penyakit dalam untuk mengkontrol penyakit
diabetes melitus
2. Melakukan rujukan kepada spesialis mata dengan fasilitas ruang dan alat
operasi
katarak.
Bogor, 27-05-2015
SIP : 12342/Dinkes.Bogor/V/2015
SURAT RUJUKAN
Kepada yth : dr. Saptoyo A M, Sp.M
Di RS Family Medical Center
Dengan hormat.
Mohon konsul dan penangannan selanjutnya atas nama pasien Ny. A , 57 tahun
dengan DK/ katarak senilis matus OS, pterigium OS, pseudofakia OD , diabetes
melitus tipe II
Telah kami terapi dengan Artificial tears ED 4 x OD dan metformin tab 500mg 2 dd
tab 1 .
Atas bantuannya kami ucapkan BTK
Wass SS
Edukasi:
1. Memberitahu kepada pasien mengenai keadaan kataraknya, dan perlu di
lakukan operasi katarak
2. Menggnakan alat pelindung kepala saat helm ketika berkendaraan dengan motor
3. Meberitahu kepada pasien setelah operasi untuk kontrol teratur , dan kotrol gula
darah dengan teratur mengkonsumsi obat yang telah di anjurkan.
IV.
PROGNOSIS
1. Pseudofakia OD , Katarak Senilis Matur OS
OCCULI DEXTRA (OD)
OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam
:
Bonam
Bonam
Ad Fungsionam
:
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Ad Sanationam
:
Dubia ad Bonam
Dubia ad Bonam
2. Pterigium Grade II
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Mata merupakan organ perifer yang sangat penting bagi manusia, karena kita ketahui
mata berperan untuk sistem penglihatan. Mata menerima rangsangan dari
luar yang
kemudian di tangkap oleh media refraksi sehingga akan di teruskan ke otak melalui lintasan
visual. Media refraksi yang seperti sudah di ketahui terdiri dari kornea, COA, lensa, COP,
vitreus, dan retina (makula luteal). Salah satu bagian yang penting adalah lensa, dimana jika
terjadi suata keadaan patologi pada bagian lensa yang sering terjadi dan penyebab kebutaan
pertama adalah katarak.
Lensa adalah sutau struktur bikonveks, avaskular, jernih dan hampir transparan
sempurna. Lensa terdiri dari tiga bagian, yaitu nukleus, korteks dan kapsul. Kapsul lensa
adalah membran semipermeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus
lensa lebih tebal daripada korteksnya. Semkain bertambahnya usia, laminar epitel
subkapsular terus di produksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan
akomodasinyua. Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh mauopun yang
dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gagguan
seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.1
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat keduanya. Kataraak
memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berabagia hal,
tetapi biasanya berkaitan dengan proses degeneratif. 1
sstemik seperti diabetes melitus, hipertensi dan hipoparatiroidisme. Penyakit lokal pada mata
juga dapat menjadi katarak seperti uveitis, galaukoma, trauma. Bahan toksis dan keracunan
obat-obataan seperti kortikosteroid, ergot. Sebagian besar katarak terjadi karena proses
degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut,
data statistik menunjukan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita
katarak. Sekitar 55% orang berusia 75-85 tahun daya penglihatan berkurang akibat katarak.2,3
Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di
atas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan didunia saat ini yaitu setengah dari 45
juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti
Indonesia, India dan lainnya.Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia,
yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Penyebab katarak
senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti,diduga multifaktorial, diantaranya antara
lain.3
a)
b)
c)
d)
e)
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,
gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum (DM, Galaktosemia).
Katarak umumnya terjadi karena faktor usia, meskipun etiopatogenesis belum jelas,
namun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak senilis adalah:3,4
1) Herediter. Cukup berperan dalam insidensi, onset dan kematangan katarak senilis
pada keluarga yang berbeda.
2) Nutrisi. Defisiensi nutrisi seperti protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin
E, vitamin C) dan elemen penting lainnya mengakibatkan katarak senilis lebih
cepat timbul dan lebih cepat matur.
3) Dehidrasi. Terjadinya malnutrisi, dehidrasi dan perubahan ion tubuh juga akan
mempengaruhi katarak.
Patofisiologi katarak belum sepenuhnya dimengerti, walaupun demikian, pada
lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang meyimpang. Katarak senilis
adalah katarak yang berkaitan dengan usia, penuruna penglihatan, dengan
karakteristik penebalan lensa yang terjadi secara terus-menerus dan progresif.
Katarak di bagi berdasarkan maturitasnyaa : 2
-
Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut, kekeruhan mulai
dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi
dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
-
Katarak matur. Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang
bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.
kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Katarak morgagni . Bila proses katarak berlanjut disertai dengan kapsul yang tebal
maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
Katarak senile umumnya dibagi menjadi 4 stadium yaitu (a) stadium insipien, (b)
stadium imatur, (c) stadium matur, dan (d) stadium hipermatur.2,3
Tabel 1. Stadium katarak senilis berdasarkan maturitasnya
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
(air masuk)
(air+masa
Iris
Normal
Terdorong
Normal
lensa keluar)
Tremulans
Bilik Mata
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Depan
Sudut Bilik
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Mata
Shadow Test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Penyulit
Glaukoma
Uveitis+glauko
ma
Pemeriksaan
Pada kasus ini perlu juga di lakukan pemeriksaan fisik pada mata. Pemeriksaan
ketajaman penglihatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah pada pasien ini terdapat
penurunan visus , katarak sering berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan baik untuk jauh maupun dekat. Ketajaman pennglihatan dekat l;ebih sering
menurun dibanding dengan ketajaman penglihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya
daya konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak.
Kemudian di lakukan pemeriksaan segmen anterior pada saat inspeksi perhatikan
secara keseluruhan dari palpebra, konjungtiva, kornea, pupil, iris, COA. Kemudian di
lakukan juga pemeriksaan gerakan bola mata dan tekanan bola mata. Pemeriksaan
ophtalmoskop juga di lakukan untuk melihat apakah ada kelainan pada bagian segmen
posterior.
Manisfestasi klinis
seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat penurunan visus
secara progresif dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, penglihatan silau,
miopisasi, diplopian monokuler, dana dan adanya bintik hitam. 5
Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila
tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa dan mengganggu kehidupan sosial
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit.
Terdapat dua jenis pembedahan pada katarak yaitu Intracapsular Cataract Extraction
(ICCE) atau ekstraksi intrakapsular dan Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau
ekstraksi ekstrakapsular yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision
Cataract Surgery), phacoemulsifikasi (Phaco Emulsification).5,6
1. Intra-Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Mengeluarkan lensa secara bersama-sama dengan kapsul lensa. Ekstraksi jenis ini
merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. Lensa beserta
kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami
degenerasi. Pengambilan lensa dilakukan secara in toto sebagai satu potongan utuh,
dimana nukleus dan korteks diangkat didalam kapsul lensa dengan menyisakan
vitreus dan membrana Hyaloidea. Kapsula posterior juga diangkat sehingga IOL tidak
dapat diletakkan di bilik mata posterior. IOL dapat diletakkan di bilik mata anterior
dengan risiko infeksi kornea. Selain itu tidak ada lagi batasan antara segmen anterior
dan posterior yang dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi lainnya seperti
vitreus loss, cystoid macular edema, dan endophtalmitis. Teknik ini digunakan dalam
kasus tertentu antara lain bila terjadi subluksasio lensa atau dislokasi lensa. 5,6
2. Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Nukleus dan korteks diangkat dari kapsul dan menyisakan kapsula posterior yang
utuh, bagian perifer dari kapsula anterior, dan zonula zein. Teknik ini selain
menyediakan lokasi untuk menempatkan intra ocular lens (IOL), juga dapat
dilakukan pencegahan prolaps vitreus dan sebagai pembatas antara segmen anteror
melewati kornea
Derajat III
: jika pterigium sudah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
Derajat IV
: jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
Etiologi
Hingga saat ini etiologi pasti terjadinya pterigium masik tidak diketahui secara pasti.
Beberapa faktor resiko pterigium adalalah oaoaran ultraviolet, iritasi kronis akibat debu,
udara yang panas, trauma kecil berulang pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu,
beberapa kondisi kekeurangan fungsi lakrimal baik secara kuantitas maupun kualitas
berpotensi menimbulkan pterigium. Di duga paparan ultraviolet dapat menyebabkan
pterigium karena sinar ultraviolet yaang diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan
kerusakan sel dan proliferasi sel. Selain itu faktor herediter menjadi salah satu faktor resiko
yang menyebabkan pterigium. 7
Manisfestasi klinis
Pterigium biasanya terjadi pada kedua mata, namun jarang terlihat simetris karena
kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet,
debu dan kekeringan. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal karena daerah nasal konjungtiva
secara relatif mendapat sinar ultraviolet lebih banyak dibandingkan dengan bagian
konjungtiva yang lainnya. Selain secra langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat
sinar ultraviolet secara tidak langsung akibat pantulan dari hidung. Perluasan pterigium dapat
samapi ke medial dan lateral limbus sehingga menutupu sumbu penglihatan dan
menyebabkan penglihatan kabur. Secara klinis muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga
pada konjungtiva yang meluas ke kornea. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapata juga
terjadi pada bagian temporal. 7
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pada pasien seperti mata
sering berair dan tampak merah, merasa ada benda asing (mengganjal), timbul astigmatisme
akibat kornea tertarik oleh permukaan pterigium. Pada pterigium derata III, IV dapat terjadi
penurunan kejataman penglihatan, dan dapat terjadi diplopia sehingga menyebabkan
terbatasnya pergerakan mata. 7
Penatalaksanaan
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat I dan II yang
megalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid
yang diberikan 3 kali sehari selama 5-7 hari. diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dbenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea. Pada pterigium derajat III dan IV dilakukan bedah berupa
avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah abulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas
pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva
bagian superior untuk menurnkan angka kekambuhan. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah
berupa avulsi pterigium. Sedapat mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva
bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva
bagian superior untuk menurunkan angka kekambuhan. 7
Pseudofakia
Pseudofakia adalaha suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah
operasi katarak . Lensa ini akan memberikan penglihatan yang lebih baik. Lensa intraokular
ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tisak
akan menggangu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak akan di tolak oleh tubuh. 8
Letak di lensa di dalam bola mata dapat bermacam-macam8
Pada bilik mata depan, yang ditempatkan di depan iris dengan kaki penyokokngnya
merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan diabetes
melitus tipe I. Penyebab DM tipe II adalah karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak
mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini di sebut sebagai resistensi insulin. Selain
resistensi insulin, pada penderita DM tipe II dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan
produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel
langerhans secara autoimun sebagaimana terjadinya pada penderita DM tipe I. Dengan
demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe II hanya bersifat relatif, dan tidak
absolut. Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuri, polidipsi, polifagia dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Diagnosis DM dapat
dipastikan apabila hasilpemeriksaan kadara glukosa darah sewaktu 200 mg/dL dan hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL. 9
Tabel 2. Kriteria diagnostik Gula darah (mg/dL) menurut WHO
Bukan
Pra Diabetes
Diabetes
Puasa
Diabetes
<110
110-125
126
Sewaktu
<110
110-199
200
Penatalaksanaaan
Pengaturan diet, diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, prrotein dan lemak. Berolahraga teratur dapat juga menurnkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya tidak perlu olahraga berat, asalkan olahraga ringan
yang teratur akan sangat bagus bagi kesehatan. Beberapa contoh olahraga yang dapat
dilakukan adalah seperti jalan pagi, bersepeda, berenang.9 Penanganan diabetes melitus
dengan mengguanakan obat antidiabetik oral yang ditujukan untuk membantu penanganan
pasien diabetes melitus tipe II. Pemberian obat antidiabetik dapat diberikan satu jenis obata
atau kombinasi. Contoh obat yang diberikan adalah golongan sulfonilurea, biguanida,
tiazolidindion, dan golongan inhibitor alfa glukosidase. 9
Diagnosis banding
1. Katarak diabetika
Diabetes melitus, akan menyebabkan katarak pada kedua mata dengan bentuk
yang khusus seperti terdapatnya tebaran kapas atau saiju di dalam bahan lensa.
Kekeruhan lensa dapat berjalan progresif sehingga terjadi gangguan penglihatan
yang berat. Katarak diabetes merupakan katarak yang dapat terjadi pada orang muda
akibat terjadinya gangguan keseimbangan cairan di dalam kaca atau tubuh secara
akut.6
Diabetes Mellitus adalah kelainan yang bersifat khronik, yang oleh gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein diikuti oleh komplikasi makro dan
mikrovaskuler. Kelainan metabolik ini erat berkaitan dengan faktor genetik dengan
jalan utama adalah intoleransi glukosa. Patogenesa terjadi katarak pada Diabetes
Mellitus sesuai dengan uji coba pada binatang dapat diterangkan dengan Masuknya
glukosa ke dalam lensa mata tidak memerlukan adanya insulin. Dalam keadaan
normal glukosa ini direduksi menjadi sorbitol dalam jumlah terbatas dan oleh enzim
sorbitol dehidrogenase dirubah menjadi fruktosa. Pada Diabetes Mellitus dimana
terjadi hiperglikemia yang diikuti kadar glukosa dalam lensa tinggi sehingga
pembentukan sorbitol meningkat yang akan berubah menjadi fruktosa yang relatif
lambat. Sorbitol akan menaikan tekanan osmose intraseluler dengan akibat penarikan
air ke dalam lensa. Disamping itu terjadi pula metabolisme mioinositol dimana kedua
peristiwa ini menyebabkan katar
2. Pseudoterigium
Pertumbuhan pterigium mirip dengan pterigium karena membentuk sudut
miring atau terriens marginal degeneration. Selain itu, jaringan parut fibrovasular
yang timbul pada kopnjungtiva bulbipun menuju kornea. Namun berbeda dengan
pterigium,
pseudopterigium
merupakan
akibat
inflamasi
permukaan
okular
sebelumnya seperti pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikartikal, trauma bedah
atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang
korena , maka probing dengan muscule hook dapat dengan mudah melewati bagian
bawah pseudopterigium, sedangkan pada pterigium tak dapat dilakukan. Pada
pseudopterigium pertumbuhan jaringan fibrovaskular dapat terjadi sepanjang tepi
kornea sedangkan pada pterigium pertumbuhan jaringan fibrovaskular hanya pafa
bagian nasal atau temporal. 7
Pada diagnosis kasus katarak senilis matur OS, pterigium OS grade II, pseudofakis OD,
diabetes melitus tipe II dapat ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan hasil dari anamnesis di dapatkan seorang perempuan
berusia 57 tahun dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kirinya sejak 1,5 tahun yang
lalu, mata kanan juga kabur tetapi tidak seberat mata kiri. Penglihatan buram saat melihat
jauh dan dekat, penglihatan butram terjadi secara perlahan yang semakin lama semakin
buram tidak terjadi secara mendadak. Mata kanan pernah di operasi katarak 4 bulan yang
lalu. Keluhan rasa mengganjal, berair, dan mata merah di keluhkan oleh pasien pada mata
kirinya. Keluhan seperti belekan, rasa gatal, riwayat penggunaan kaca mata di sangkal.
Keluhan sakit pada sekita mata, sakit kepala, mual, muntah dan jalan yang tersandung tdiak
ada. Tetapi pasien memiliki riwayat diabetes melitus yang terkontrol.
Pada pemeriksaan ophtalmologi pada kasus ini didapatkan hasil visus oculi dextra (OD)
0,2 ph 0,25 dan untuk oculi sinistra (OS) 1/300 ph tidak ada perbaikan. Pada inspeksi ODS
tampak adanya injeksi konjungtiva, pada lensa OS tampak keruh, pupil OS sulit di nilai,
pemeriksaan Funduskopi OS sulit di nilai. Dan tes konfrontasi pada OS buruk pada 4
kuadran.
Penatalaksanaan pada kasus ini untuk kataraknya adalah dilakukan operasi katarak
sehingga akan di lakukan rujukan ke dokter spesialis mata dengan perlengkapan alat operasi
yang memadai. Penangaan untuk pterigium diberikan artificial tears dengan aturan pakai 4
kali sehari satu tetes. Dan penanganan pada diabetes melitus tipe II diberikaan obat
antidiabetika oral yaitu metformin 500 mg yang diminum 2 kali sehari. Dan pasien juga di
rujuk ke spesialis ilmu penyakit dalam untuk kontrol diabtes melitus.
Prognosis pada pasien ini bila penatalaksanaanya segera dan tepat maka secara ad
vitam : bonam; ad functionam: dubia ad bonam; ad sanationam: dubia ad bonam pada ODS.
Pasien harus kontrol secara rutin seteah operasi.
Daftar Pustaka
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Penerbit FKUI; 2010.h. 8.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Penerbit FKUI; 2010.h. 200-10.
3. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17 th ed. USA :
Mc Graw-Hill; 2007. (e-book)
4. Olver J, Cassidy L. Basic optics and refraction. In : Olver J, Cassidy L. Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science; 2005.p. 73-7.
5. Khurana AK. Ophthalmology. 3th edition. New delhi: New age international publisher;
2003.p. 189-94.
6. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China:
Elsevier : 2011. 340-58.
7. Agarwal S, Agarwal A, Apple DJ, Buratto L, Alio JL, Pandey SK, et al. Textbook of
opthalmology. 1st edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;
2002.h.862-65.
8. Olver J, Cassidy L. Basic optics and refraction. In : Olver J, Cassidy L. Ophtalmology
at a Glance. New York: Blackwell Science; 2005.p. 22-3.
9. American diabetes association. Diagnosis and Classification of diabetes mellitus.
Diabetes care 2011; 34.p 62-9.