Anda di halaman 1dari 12

PENILAIAN GLASGOW COMA SCALE, ORIENTASI, BERBICARA DAN

BERBAHASA SERTA APHASIA

I.

PENDAHULUAN
Kesadaran adalah kesiagaan awareness seseorang terhadap peristiwa-

peristiwa di lingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi


memori, pikiran, perasaan dan sensasi-sensasi fisik. Kesadaran memiliki beberapa
tingkatan yang dapat ditentukan dengan cara melakukan pemeriksaan Glasgow
coma scale. Adapun hal-hal yang dinilai berupa kemampuan motorik dan orientasi
seseorang.
Glasgow Coma Scale dikembangkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan
Jannet sebagai cara praktis untuk menilai dalam dan durasinya gangguan
kesadaran pada kondisi berbeda termasuk trauma kepala. Skor GCS dicatat pada
skor subskor bebas (motor, verbal, dan eye). Kesedarhanaan yang lebih jauh
adalah hanya dengan menjumlahkan tiga komponen sebagai skor tunggalnya yang
diambil oleh Teasdale dan Jannet pada tahun 1977.
Orientasi terhadap orang individu, waktu, dan tempat perlu dinilai.
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan masa
lampau. Orientasi dan tempat dapat dianggap sebagai ukuran memori jangka
pendek, yaitu kemampuan pasien memantau perubahan sekitar yang kontinu.
Penilaian orientasi dilakukan dengan melakukan tanya jawab yang secara tidak
langsung melakukan penilaian juga terhadap kemampuan berbahasa dan
menentukan ada tidaknya hendaya dalam berbahasa (afasia).
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu bicara spontan,
komprehensif,

menamai,

repetisi

(mengulang),

membaca

dan

menulis.

Pemeriksaan kelancaran berbicara, seseorang dikatakan lancar berbicara apabila


bicara spontannya lancar, tanpa tertegun tegun dan mencari kata yang diinginkan.

II.

Glasgow Coma Scale

A.

Pengertian
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah kriteria yang secara kuantitatif dan

terpisah menilai respon membuka mata (E), respon motorik terbaik (M), dan
respon verbal terbaik (V) yang dapat diperlihatkan penderita, yang disusun
berdarsarkan sebuah studi internasional yang dikoordinasikan dari kota Glasgow,
dan diterima secara luas untuk menilai derajat/tingkat kesadaran penderita. Setiap
penilaian mencakup poin poin, dimana total tertinggi bernilai 15.1,2,3
B.

Cara Penilaian
Dalam kasus gangguan kesadaran maka auto anamnesis masih dapat

dilakukan, hal ini terjadi pada kasus dimana ganggua kesadaran masih bersifat
ringan, pasien masih dapat menjawab pertanyaan hasil auto anamnesis ini dapat
dimanfaatkan

untuk

menetapkan

adanya

gangguan

kesadaran

yang

bersifatpsikiatrik, termasuk sendrom otak organik atau gangguan kesdaran yang


bersifat neorologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif kedalam
GCS). Respon perilaku dalam pemeriksaan GCS meliputi respon membuka mata,
respon verbal dan respon motorik. Glasgow Coma Scale meliputi pengkajian
reflek:2,3
a)

Respon membuka mata (E)


Penilaian membuka mata meliputi evaluasi terhadap keadaan terjaga,

aspek pertama dari kesadaran. Jika mata pasien tertutup, maka keadaan terjaga
pasien dinilai berdasarkan derajat stimulasi yang diperlukan agar pasien dapat
membuka matanya. Membuka mata (terjaga selalu menjadi pengukuran pertama
yang dilakukan sebagai bagian dari GCS karena tanpahal tersebut kognisi tidak
dapat terjadi. Membuak mata 19 pasien tidak dapat dilakukan jika mata penderita
membengkak. Skor penilaiannya adalah:4,5

a. Nilai 4
2

Membuka mata secara spontan, mata membuka tanpa harus diperintah atau
disentuh (respon optimal)
b. Nilai 3
mata membuka sebagai respon terhadap stimulus verbal (biasanya nama
paien) tanpa menyentuh pasien. Observasi mulai dari volume suara yang
normal dan naikkan volume suara jika diperlukan dengan mengatakan
perintah yang jelas.
c. Nilai 2
mata membuka sebagai responterhadap nyeri sentral, misalnya penekanan
trapezium, tekanan suborbital (direkomendasikan), sterna rub (menekan
dan memutar diatas sternum. Stimulus nyeri hanya dilakukan jika pasien
gagal merespon terhadap perintah yang jelas dan keras
d. Nilai 1
mata tidak membuka walaupun dengan stimulus verbal dan nyeri sentral.
Cara melakukan stimulus nyeri sentral meliputi :
1. Cubitan trapezium .
Dengan cara menggunakan cubitan ibu jari dan jari telunjuk pada sekitar
5cm otot trapezius (diantara kepala dan bahu dan diputar).
2. Tekanan suborbital.
Teknik pelaksanaannya letakkan satu jari disepanjang margin supraorbital
(pada tepi tulang disepanjang puncak mata) sampai mmenemukan takik
atau lekukan. Tekanan pada daerah ini akan menyebabkan nyeri yang
menyerupai jenis nyeri kepala. Kadang-kadang hal ini dapat membuat
pasien meringis yang menyebabkan penutupan dan bukan pembukaan
mata. Catatan : tidak boleh dilakukan jika pasien mengalami fraktur wajah.

3. Sternal rub teknik.


Pelaksanaannya tekan dengan kuat sternum menggunakan kuku-kuku jari.
Catatan : dapat dilakukan dengan metode lain karena pada metode ini
dapat meninggalkan bekas pada kulit.
3

b)

Respon Motorik (M)


Respon motorik dirancang untuk memastikan kemampuan pasien untuk

mematuhi perintah dan untuk melokalisasi, menarik, atau merasakan posisi tubuh
yang abnormal sebagai respon terhadap stimulus nyeri.jika pasien tidak merespon
dengan mematuhi perintah, maka respon terhadap stimulus nyeri harus dinilai.
Respon melokalisasi yang benar adalah pasien mengangkat lenganya setinggi
dagu, misalnya menarik masker oksigen. Untuk membangkitkan respon ini
direkomendasikan untuk melakukan cubitan trapezium, tekanan rijisupraorbital,
atau tekanan pada tepi rahang. Untuk menghindari cidera jaringan lunak,maka
setimulus diberikan tidak lebih dari sepuluh detik kemudian dilepaskan. Selain itu
ketika memberikan setimulus,paling baik dimulai dengan tekanan yang ringan
kemudian ditingkatkan sampai respon terlihat, yang penilaianya sebagai berikut:
4,5

a. Nilai 6
Pasien mematuhi perintah, minta pasien untuk menjulurkan lidah,jangan
minta pasien untuk hanya meremas tangan anda karena hal ini dapat
menampilkan respon genggam primitif,pastikan perawat meminta mereka
untuk melepasnya.Hal ini penting untuk memastikan bahwa respon yang
didapat bukan hanya suatu gerakan reflek,sangat penting untuk meminta
pasien melakukan dua perintah yang berbeda.
b. Nilai 5
Melokalisasi pusat nyeri,jika pasien tidak merespon terhadap stimulus
verbal,pasien dengan sengaja menggerakan lengan untuk menghilangkan
penyebab nyeri.Tekana rigisupra orbital dianggap merupakan tehnik yang
paling dapat dipercaya karena paling kecil kemungkinannya untuk terjadi
kesalah interpretasi.
c. Nilai 4
Menarik diri dari nyeri : pasien melakukan fleksi atau melipat lengan
menuju sumber nyeri namun gagal melokalisasi sumber nyeri. Tidak ada
rotasi pergelangan tangan.
d. Nilai 3

Fleksi terhadap nyeri : pasien memfleksikan atau melipat lengan. Ini


ditandai oleh rotasi internal dan aduksi bahu dan fleksi pada siku dan jauh
lebih lambat dari pada fleksi normal.
e. Nilai 2
Ekstensi terhadap nyeri pasien mengekstensiakn

lengan

dengan

meluruskan siku,kadang kadang disertai dengan rotasi internal bahu dan


pergelangan tangan,kadang kadang disebut sebagai postur deserebrasi
f. Nilai 1
Tidak ada respons,tidak ada respons terhadap stimulus nyeri yang internal.
c)

Respon Verbal (V)


Penilaian respons verbal mencakup evaluasi kewaspadaan, aspek kedua

dari kesadaran. Pada respons ini dilakukan penilaian secara komprehensif dari apa
yang dilakukan oleh praktisi dan dilakukan evaluasi terhadap area yang berfungsi
pada pusat yang lebih tinggi serta kemampuan untuk mengatakan dan
mengekspresikan jawaban Disfasia atau ketidak mampuan berbicara dapat
disebabkan oleh kerusakan pada pusat bicara di otak,misalnya setelah
pembadahan intrakranial atau cedera kepala. Memastikan ketajaman pendengaran
pasien dan pemahaman bahasa sebelum menilai respons ini merupakan hal yang
penting. Ketidakmampuan berbicara mungkin tidak selalu menunjukan pnurunan
tingkat kesadaran. Selain itu,beberapa pasien mungkin membutuhkan stimulasi
yang banyak untuk mempertahankan konsentrasi mereka ketika menjawab
pertanyaan. Banyaknya stimulasi yang diperlukan harus dicatat sebagai bagian
dari penilaian dasar. Skor penilaiannya adalah sebagai berikut:4,5
a.

Nilai 5
Orientasi baik, pasien dapat mengatakan kapeda praktisi siapa mereka,
dimana mereka, hari, tahun, serta bulan saat ini (hindari menggunakan hari

b.

keberapa dari hari minggu ini atau tanggal)


Nilai 4
Konfusi (bingung), pasien dapat melakukan percakapan dengan praktisi,
namun tidak dapat menjawab secara akurat terhadap pertanyaan yang

c.

diberikan.
Nilai 3

Kata-kata yang tidak tepat, pasien cenderung menggunakan kata-kata


d.

tunggal dari pada suatu kalimat dan tidak terdapat percakapan dua arah.
Nilai 2
Suara yang tidak dimengerti,respons pasien diperoleh dalam bentuk suarasuara yang tidak jelas seperti ruangan atau gumaman tanpa kata-kata yang
dapat dimengerti. Stimulus verbal dan juga stimulus nyeri mungkin
diperlukan untuk mendapatkan respons dari pasien.Jenis pasien ini tidak

e.

waspada terhadap lingkungan sekitarnya.


Nilai 1
Tidak ada respons, tidak didapatkan respons dari pasien walaupun dengan
stimulus verbal maupun fisik. Catatan : catat sebagai D jika pasien
mengalami disfasia dan T jika pasien menggunakan selang trakeal atau
trakeostomi.

C.

Interpretasi
Dari hasil penilaian yang meliputi respon membuka mata (E), respon

motorik (M), respon verbal (V), skor diakumulasi dan didapatkan:4,5,6,7


a.
b.
c.
d.
e.
f.

III.
A.

Compos Mentis (14 15)


Apatis (12 13)
Somnolen (11 12)
Stupor (8 10)
Koma (< 7)
Koma dalam (3)

Orientasi
Pengertian
Orientasi adalah kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan

masa lampau. Orientasi dan tempat dapat dianggap sebagai ukuran memori jangka
pendek, yaitu kemampuan pasien memantau perubahan sekitar yang kontinu.2,3,8
B.

Cara Penilaian
Pada pemeriksaan orientasi ditanyakan hal-hal sebagai berkut:2,3
a. Orientasi terhadap orang, seperti menanyakan nama, usia tanggal lahir,
dan apakah ia mengeal orang disekitarnya.
b. Orientasi tempat seperti dimana dia berada sekarang, apa nama tempat,
dan di kota mana dia sekarang.
c. Orientasi waktu, menanyakan hari apa sekarang, tanggal berapa, bulan
apa. Namun kadang kadang ada yang membuat kesalahan mengenai
tanggal dan hari.

IV.

Kemampuan Berbicara dan Berbahasa Serta Penilaian Afasia

A.

Pengertian
Bahasa adalah fungsi luhur yang paling utama bagi manusia selain fungsi

daya ingat, persepsi, kognisi, dan emosi. Dalam berbahasa tercakup berbagai
kemampuan yaitu bicara spontan, komprehensif, menamai, repetisi (mengulang),
7

membaca dan menulis. Kerusakan atau kelainan di otak dapat menimbulkan


gangguan kemampuan berbahasa yang disebut afasia. Afasia adalah gangguan
kemampuan berbahasa seseorang baik lisan maupun tulisan yang disebabkan
gangguan atau kerusakan di otak. Pemeriksaan kelancaran berbicara, seseorang
dikatakan lancar berbicara apabila bicara spontannya lancar, tanpa tertegun tegun
dan

mencari

kata

yang

diinginkan.cara

pemeriksaan

misalnya

dengan

menyebutkan sebanyak banyaknya nama hewan dalam satu menit, atau


menyebutkan kata yang dimulai dengan huruf tertentu misalnya huruf S atau B
dalam satu menit.9,10
Komprehensi

Bentuk afasia

Ekspresi

Broca

Tidak

Relatif

(ekspresif)

Lancar

terpelihara

Wernicke
(reseptif)

Global

Konduksi

verbal

Repetisi

Menamai

Komprehensi
membaca

Meulis

Lesi

Frontal
Terganggu

Terganggu

Bervariasi

Terganggu

inferior

superio

Tempo
Lancar

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

superio

posterio
Tidak
Lancar

Lancar

Terganggu

Relatif
terpelihara

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Frontal

tempor

Fasikul
Terganggu

Terganggu

Bervariasi

Terganggu

arkualu

supra m
Gyrus

Anomic

Lancar

Relatif
tepelihara

Terpelihara

Terganggu

Bervariasi

Bervariasi

tempor

superio

inferior
Transkortikal

Tidak

Relatif

motor

Lancar

Terganggu

Terpelihara

Terganggu

Bervariasi

Terganggu

Peri-sy

anterio

Transkortikal
sensorik

Lancar

Mixed

Tidak

transcortical

lancar

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

Terganggu

posterio
Peri-

Terganggu

Terpelihara

Terganggu

Terganggu

Terganggu

sylvian

dan pos

Tabel. Jenis-jenis aphasia

B.

Peri

Cara Penilaian
Pemeriksaan komprehensi (pemahaman) bahasa lisan, kita dapat

melakukan evaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis yaitu:9,10


1) Melakukan koversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak) dan
menunjuk untuk menilai kemampuan memahami.
2) Pemeriksaan repetisi (mengulang), mulai dari satu kata hingga
suatu kalimat.
3) Evaluasi bagaimana pasien bicara spontan, komprehensi, repetisi,
dan naming
Penilaian afasia juga dapat menggunakan Boston Diagnostic Aphasia
Examination, Western Aphasia Battery, Boston Naming Test, Token Test, dan
Action Naming Test. Dengan melakukan penilaian yang sistematis kita dapat
mengidentifikasi adanya afasia serta jenisnya.9,10

V.

Kesimpulan
Kesadaran adalah kesiagaan awareness seseorang terhadap peristiwa-

peristiwa di lingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi


memori, pikiran, perasaan dan sensasi-sensasi fisik. Kesadaran memiliki beberapa
tingkatan yang dapat ditentukan dengan cara melakukan pemeriksaan Glasgow
coma scale. Orientasi adalah kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar
dengan masa lampau. Dan seseorang dikatakan lancar berbicara apabila bicara
spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun dan mencari kata yang diinginkan.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Gangguan fungsi luhur. In: buku ajar neurologi klinis 5th
Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada Unversity Press. 2011. P.3-8.
2. Fadhia N. Ulfiana E. Ismono SR. 2012. Hubugngan Fungsi Kognitif
Dengan Kemandirian Dalam Melakukan Activities of Dayly Living (ADL)
pada Lansia di UPT PSLU Pasuruan. Uiversitas Airlangga.
3. Lindsay. Ian Bone. Examination of The Unconscious Patient. In:
Neurology & Neurosurgery Illustrated. International Ed. P.30
4. Maurice Victor. Allan H. Craniocerebral Trauma. In: Principle of
Neurology 7th Ed.2001. P.713-14
5. Mahardjono M. Sidharta P. Kesadaran dan Fungsi Luhur. In: Neurologis
Klinis Dasar 15th Ed. Jakarta: PT-Dian Rakyat.
6. Rowland lewis. Pedley Timothy. Head injury. In: Merrits Neurology 12 th
Ed. 2013. P.485-86
11

7. Japardi I. Gangguan Fungsi Luhur. Bagian Bedah: Fakultas Kedokteran


Uniersitas Sumatera Utara.
8. Lumbantobing SM. NEUROLOGI KLINIK: Pemeriksaan Fisik dan
Mental 15th Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012. P.155-97.
9. Rowland lewis. Pedley Timothy. Aphasia apraxia and agnosia. In: Merrits
Neurology 12th Ed. 2013. P.10-2
10. John C.M. Brust MD. Aphasia apraxia and agnosia. In: Current Diagnosis
& Treatment. International Ed. 2013. P.35-7

12

Anda mungkin juga menyukai