Anda di halaman 1dari 26

Pemeriksaan GCS pada orang Dewasa dan Anak/Bayi

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata
(Eye), bicara (Verbal) dan gerakan (Motorik). Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat
(score) dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.
Namun, hasil pemeriksaan GCS pada orang dewasa dan bayi jelas berbeda, karena perbedaan
respon antara orang dewasa dan bayi saat diberi rangsangan..
1. Pada orang Dewasa

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik


(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang), disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata tidak jelas
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motorik (Gerakan) :

(6) : mengikuti perintah


(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
2. Pada Anak/Bayi

Eye (Respon membuka Mata)

(4) : spontan
(3) : Patuh pada perintah/suara
(2) : dengan rangsangan nyeri
(1) : tidak ada respon

Verbal (bicara)

(5) : mengoceh
(4) : menangis lemah
(3) : menangis (karena diberi rangsangan nyeri)
(2) : merintih (karena diberi rangsangan nyeri)
(1) : tidak ada respon

Motorik (gerakan)

(6) : spontan
(5) : menarik (karena sentuhan)
(4) : menarik (karena rangsangan nyeri)
(3) : fleksi abnormal
(2) : ekstensi abnormal
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
EVM Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Kesimpulan :
1. Composmentis

: 15-14

2. Apatis

: 13-12

3. Delirium

: 11-10

4. Somnolen

: 9-7

5. Stupor

: 6-4

6. Coma

:3

Transcript of GCS ( Gasglow coma scale)


Defenisi
skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari sadar
sepenuhnya sampai keadaan koma.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghindari ambigu dalam menentukan tingkat kesadaran, dimana
pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS) yang lebih obyektif dengan menggunakan pengukuran skala
angka.
Cara Permeriksaan Skala dari Glasgow = Glasgow Coma Scale (G.C.S)
Teknik penilaian dengan ini terdiri dari tiga penilaian terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien
setelah diberi stimulus tertentu, yakni respon buka mata, respon motorik terbaik, dan respon verbal.
Didasarkan pada respon dari mata, pembicaraan dan motorik, dimana masing masing mempunyai
scoring tertentu, mulai dari yang terbaik (normal) sampai dengan yang paling jelek. Jumlah total
scoring paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan yang paling baik adalah 15 (lima belas).
Untuk anak-anak, dipakai Skala Koma Glasgow untuk anak-anak atau Pediatric Glasgow Coma
Perbandingan GCS dewasa dan GCS anak (PGCs).
Penilaian Tingkat Kesadaran
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam symbol EVMSelanutnya
nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu
E1V1M1.
Jumlahkan setiap skor yang diberikan pada masing-masing pemeriksaan
contoh:
a. Pada pemeriksaan di atas jumlah skor adalah 3+5+6 = 14
b. Hasil pemeriksaan GCS adalah 14
Penurunan skor reaksi pada satu atau beberapa kategori dapat menjadi sinyal dari krisis neurologi yang
mengancam klien. Skor totoal kurang dari 9 menunjukkan adanya kerusakan otak yang parah.
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS:
13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)).
a. (Compos Mentis(GCS: 15-14)

Keadaan mental yang dapat di pertanggung jawabkan, oleh karena bereaksi secara adekuat.
b. Apatis (GCS: 13-12)
keadaan cuek atau acuh tak acuh, di mana seseorang tidal tanggap atau "cuek" terhadap aspek
emosional, sosial, atau kehidupan fisik
c. Somnolen(11-10)
Kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
GCS
( Gasglow coma scale)
Fahruni Dian Iramani
d. Delirium (GCS: 9-7)
Keadaan dimana seseorang kacau mental dan motorik oleh karena itu mengalami ilusi dan alusinasi
sehingga bereaksi dengan kacauan pikirannya
e. Sporo coma (GCS: 6-4)
keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
f. Coma (GCS: 3)
Tidak ada respon terhadap rangsangan luar atau kebutuhan diri sendiri.
Kalau untuk penilaian children Coma Scale (PGCs)
Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik
Interpretasi :
1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk
2. Skor maksimum adalah 15, prognosis baik
4. Skor 3-5 berpotensi fatal
3. Skor 7 kesempatan untuk sembuh besar
5. Anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena pengurangan terjadi pada respon
motorik dan verbal.

1. Usia 0-6 bulan :


Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2
2. Usia 6-12 bulan :
Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3. Bayi akan melokalisir

nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.


3. Usia 12-24 bulan :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4. Bayi akan melokalisir
nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah 4.
4. Usia 2-5 tahun :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4. Bayi sudah menuruti
perintah,skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun :
Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal yang diharapkan
adalah 5.
Skor normal berdasarkan umur :
0-6 bulan 9
6-12 bulan 11
12-24 bulan 12
2-5 tahun 13
> 5 tahun 14
Kesimpulan
Pada tiap pemeriksan neurologis mempunyai cara tersendiri. Untuk pemeriksaan kesadaran kesadran
yang berhubungan dengan menilai tingkat otak yang terkena dan menetapkan letak prosesnya terdiri
dari GCS atau Glasgow Coma Scale dan ada pola yang sering di pakai yaitu: observasi umum,
pengamatan pola pernafasan, kelainan pupil, reflek sefalik,reflek terhadap ransangan nyeri, dan
fungsintractus piramidalis. Namun GCS atau Glasgow Coma Scale sering gunakan dalam pemeriksaan
awal kesadaran karena Glasgow Coma Scale atau GCS dapat diandalkan, sangat teliti dan dapat
membedakan kelainan dalam bidang kesadaran, mudah dipergunakan dan mudah penilaiannya
sehingga tidak banyak terdapat antara kedua penilai.

Glasgow Coma Scale.Penilaian :


Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik

2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang


1 : tidak ada respon
Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan.
Advertisement

Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam,
GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V
dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya
4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai
untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor
GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
- Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
- Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
- Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau
dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
- Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar
(contoh menghindari tusukan).
- Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
- Compos mentis : bereaksi secara adekuat
- Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian
terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
- Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
- Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya.
- Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi.

Pengkajian position mental / kesadaran meliputi :


GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi.

Pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital Pada Anak


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR
BELAKANG
Sasaran pengawasan kesehatan anak adalah mempertahankan sehat yang optimal dan mencegah
sakit. Konsep pencegahan mengharuskan suatu rencana aktifitas yang telah ditetapkan dan rutin
dimana pemeriksaan fisik memerlukan peranan penting yang menjadi sasaran pada pertemuan
penting
dan
tujuan.
Pemeriksaan fisik dilakukan senyaman dan semenarik mungkin, sepertinya halnya pendidikan.
sebagai contoh dengan anak yang lebih tua gunakan gambaran yang detail atau boneka anatomis
untuk mengenai tubuhnya. Teknik paper-doll sangat berguna untuk mengajarkan pada anak
bagian tubuh yang akan diperiksa. Saat akhir pertemuan, anak dapat membawa paper-doll pulang
untuk
mengingat
pemeriksaan.
Demikian juga pemeriksaan didukung oleh teknik inspeksi, Palpasi, perkusi dan auskultasi
sehingga hasil dari pemeriksaan fisik menjadi akurat, tegaklah diagnosa yang tepat.
1.2.
1.2.1.
Tujuan
Memaparkan pelaksanaan pemeriksaan fisik dan tanda vital pada anak.

TUJUAN
Umum

1.2.2.
Tujuan
Khusus
Memaparkan pelaksanaan pemeriksaan fisik : keadaan umum, tingkat kesadaran
Memaparkan pelaksanaan mengukur tanda-tanda vital : nadi, suhu, tekanan darah, pernapasan.
Memaparkan pelaksanaan pemeriksaan fisik pada anak.
BAB II
PENGKAJIAN FISIK KEPERAWATAN PADA ANAK
Merupakan pengkajian yang dilakukan pada anak yang bertujuan untuk memperoleh data status
kesehatan anak serta dapat dijadikan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis keperawatan,
adapun
pengkajian
fisik
keperawatan
meliputi
:
2.1.
PENGKAJIAN
KEADAAN
UMUM
Pada pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan secara umum seperti pemeriksaan status kesadaran,
status
gizi,
tanda-tanda
vital,
dan
lain-lain.
1.
Pemeriksaan
Kesadaran
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai status kesadaran anak, status kesadaran ini dilakukan
dengan dua penilaian yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantitatif, secara
kualitatif dapat nilai antara lain : Compos mentis mempunyai arti anak mengalami kesadaran
penuh dengan memberikan respons yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis : anak

mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, somnolen, anak memiliki kesadaran yang
lebih rendah dengan ditandai dengan anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif
terhadap rangsangan ringan dan masih memberikan respons terhadap rangsangan yang kuat,
spoor mempunyai arti bahwa anak tidak memberikan respons ringan maupun sedang tetapi masih
memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil
terhadap cahaya yang masih positif, koma mempunyai arti bahwa anak tidak dapat bereaksi
terhadap stimulus atau rangsangan apapun refleks pupil terhadap cahaya tidak ada dan delirium
merupakan tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan disorientasi yang iritatif, kacau
dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik. Dalam penilaian kesadaran anak sering kali
ditemukan permasalahan seperti kesulitan dalam penilaian kesadaran melalui respons yang
diberikan pada anak karena respons dari anak tidak menjadi ukuran mutlak keadaan kesadaran
baik
atau
terjadi
gangguan.
Sedangkan penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skala koma
(Glasgow), yang dinyatakan dengan GCS (Glasgow Coma Scale), dengan nilai coma di bawah
10,
adapun
penilaian
sebagai
berikut
:
1.
Membuka
mata
Spontan
:
4
Dengan
diajak
bicara
:
3
Dengan
rangsangan
nyeri
:
2
Tidak
membuka
:
1
2.
Respons
Verbal
Sadar
dan
orientasi
ada
:
5
Berbicara
tanpa
kacau
:
4
Berkata
tanpa
arti
:
3
Hanya
mengerang
:
2
Tidak
ada
suara
:
1
3.
Respons
Motorik
Sesuai
perintah
:
6
Terhadap
rangsangan
nyeri
1)
Timbul
gerakan
normal
:
5
2)
Fleksi
cepat
dan
abduksi
bahu
:
4
3)
Fleksi
lengan
dengan
adduksi
bahu
:
3
4)
Ekstensi
lengan,
adduksi,
endorotasi
bahu,
Pronasi
lengan
bawah
:
2
5)
Tidak
ada
gerakan
:
1
Untuk menentukan nilainya dengan cara dijumlahkan masing-masing aspek penilaian, yaitu :
aspek membuka mata + respons verbal + respon motorik.
2.
Pemeriksaan
Status
Gizi
Penilaian tentang status gizi ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pemeriksaan seperti
pemeriksaan antropometrik, yang meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, pemeriksaan klinis dan laboratorium yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi
anak, kemudian dalam penilaian status gizi anak dapat disimpulkan apakah anak mengalami gizi
baik, cukup atau gizi yang kurang.

3.
Pemeriksaan
Nadi
Dalam melakukan pemeriksaan nadi, seharusnya dilakukan dalam keadaan tidur atau istirahat,
pemeriksaan nadi dapat disertai dengan pemeriksaan denyut jantung untuk mengetahui adanya
pulsus defisit yang merupakan denyut jantung yang tidak cukup kuat untuk menimbulkan denyut
nadi sehingga denyut jantung lebih tinggi dari pada denyut nadi. Kemudian dilakukan
pemeriksaan kecepatan atau frekuensi nadi apabila ditemukan takikardia yang merupakan denyut
jantung lebih cepat daripada kecepatan normal, dimana keadaan ini dapat terlihat pada keadaan,
hipertermia, aktivitas tinggi, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal jantung, dehidrasi atau
renjatan. Pada keadaan hipertermia meningkatnya suhu 1 derajat celcius akan meningkatkan
denyut nadi sebanyak 15-20 kali permenit.
Frekuensi Nadi
Umur
Lahir

Frekuensi Nadi Rata-Rata


140

1 bulan

130

1-6 bulan

130

6-12 bulan

115

1-2 tahun

110

2-4 tahun

105

6-10 tahun

95

10-14 tahun

85

14-18 tahun

82

Penilaian yang lain adalah ada atau tidaknya takikardia sinus ditandai dengan adanya variasi 1015 denyutan dari menit ke menit, takikardia supraventikuler paroksimal yang ditandai dengan
nadi sulit dihitung oleh karena kecepatannya (lebih dari 200 kali per menit) dan kecepatan nadi
konstan sepanjang serangan. Di samping takikardia terdapat bradikardia merupakan frekuensi
denyut jantung yang lebih lambat dari normal, kemudian dalam penilaian bradikardia terdapat
bradikardia sinus dan bradikardia relatif apabila denyutan nadi lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan kenaikan suhu.
Pola Nadi
Pola Nadi
Bradikardia

Deskripsi
Frekuensi nadi lambat

Takikardia

Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada ketakutan,


menangis, aktivitas meningkat, atau demam yang menunjukkan
penyakit jantung.

Sinus aritmia

Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun selama ekspirasi,


sinus aritmia merupakan variasi normal pada anak khususnya selama
tidur.

Pulsus alternans

Denyut nadi yang silih berganti kuat lemah dan kemungkinan


menunjukkan gagal jantung.

Pulsus paradoksus Kekuatan nadi menurun dengan inspirasi


Thready pulse

Denyutan nadi cepat dan lemah menunjukkan adanya tanda syok, nadi
sukar dipalpasi tampak muncul dan menghilang.

Pulsus corrigan

Denyut nadi kuat dan berdetak-detak disebabkan oleh variasi yang luas
pada tekanan nadi.

4.
Pemeriksaan
Tekanan
Darah
Dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah, hasilnya sebaiknya dicantumkan dalam posisi
atau keadaan apa seperti tidur, duduk, berbaring atau menangis sebab posisi akan mempengaruhi
hasil penilaian tekanan darah yang dilakukan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung pada pasien. Pemeriksaan yang sering kita lakukan adalah pemeriksaan
secara tidak langsung dengan menggunakan tensi meter yang dapat dilakukan secara Palpasi atau
secara auskultasi dengan bantuan stetoskop. Pemeriksaan ini menilai adanya kelainan pada
gangguan sistem kardiovaskuler, apabila didapatkan perbedaan tekanan darah sistolik pada saat
inspirasi dan saat ekspirasi lebih dari 100 mmhg maka dapat dikatakan anak mengalami pulsus
paradoksus yang kemungkinan terjadinya tamponade jantung, gagal jantung dan lain-lain.
Tekanan Darah Normal
Umur
1 bulan

Tekanan sistolik/diastolik (mmhg)


86/54

6 bulan

90/60

1 tahun

96/65

2 tahun

99/65

4 tahun

99/65

6 tahun

100/60

8 tahun

105/60

10 tahun

110/60

12 tahun

115/60

14 tahun

118/60

16 tahun

120/65

5.
Pemeriksaan
Pernapasan
Pada pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menilai frekuensi pernapasan, irama pernapasan,
kedalaman pernapasan dan tipe atau pola pernapasan. Dengan ketentuan sebagaimana pada tabel
berikut :
Pola Pernapasan

Deskripsi

Dispnea

Susah napas yang ditunjukkan adanya retraksi

Bradipnea

Frekuensi pernapasan lambat yang abnormal, irama teratur

Takipnea

Frekuensi pernapasan cepat yang abnormal

Hiperpnea

Pernapasan cepat dan dalam

Apnea

Tidak ada pernapasan

Cheyne stokes

Periode pernapasan cepat dalam yang bergantian dengan periode


apnea, umumnya pada bayi dan pada anak selama tidur nyenyak,
depresi dan kerusakan otak

Kusmaul

Napas dalam yang abnormal bisa cepat, normal atau lambat pada
umumnya pada asidosis metabolic

Biot

Tidak teratur terlihat pada kerusakan otak bagian bawah dan depresi
pernapasan

6.
Pemeriksaan
Suhu
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rektal, axial, dan oral yang digunakan untuk menilai
keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan untuk membantu menentukan diagnosis dini
suatu penyakit.

Suhu Tubuh Normal


Umur
3 bulan

Suhu (Derajat Celcius)


37,5

1 tahun

37,7

3 tahun

37,2

5 tahun

37,0

7 tahun

36,8

9 tahun

36,7

13 tahun

36,6

2.2. PEMERIKSAAN KULIT, KUKU, RAMBUT, KELENJAR GETAH BENING


1.
Pemeriksaan
Kulit
Pemeriksaan kulit ini dilakukan untuk menilai warna, adanya sianosis, ikterus, eczema, pucat,
purpura, eritema, macula, papula, vesikula, pustule, ulkus, turgor kulit, kelembaban kulit, tekstur
kulit, dan edema.
Cara dan Keadaan Patologis Pemeriksaan Turgor Kulit
Caranya
Dilakukan Palpasi pada daerah kulit dengan
mencubit lengan atas atau abdomen dan
melepaskannya secara cepat. Normal : kulit
kembali seperti semula dengan cepat tanpa
meninggalkan tanda

Patologis
Lipatan kulit kembalinya lambat dan adanya
tanda menunjukkan adanya dehidrasi atau
malnutrisi, penyakit kronik atau gangguan
otot.

Cara dan Keadaan Patologis Pemeriksaan Edema Kulit


Caranya
Dilakukan Palpasi pada daerah kulit dengan
menekan daerah kulit yang kelihatan
membengkak dengan jari telunjuk

Patologis
Lekukan telunjuk yang menetap setelah
telunjuk diangkat menunjukkan adanya
pitting edema. Edema daerah periorbital
menunjukkan adanya banyak menangis,
alergi, baru bangun tidur atau penyakit ginjal
edema pada ekstremitas bawah dan bokong
menunjukkan kelainan pada ginjal dan

jantung.

2.
Pemeriksaan
Kuku
Pada pemeriksaan kuku ini dilakukan dengan mengadakan inspeksi terhadap warna, bentuk dan
keadaan kuku. Adanya jari tabuh dapat menunjukkan penyakit pernapasan kronik atau penyakit
jantung serta bentuk kuku yang cekung atau cembung menunjukkan adanya cedera, defisiensi
besi,
dan
infeksi.
3.
Pemeriksaan
Rambut
Pada pemeriksaan rambut ini dilakukan untuk menilai adanya warna, kelebatan, distribusi, dan
karakteristik lainnya dari rambut. Keadaan normal adalah rambut menutupi semua kecuali
telapak tangan dan kaki, permukaan labia sebelah dalam dan rambut kepala seperti berkeliauan
seperti sutera dan kuat. Adanya rambut kering rapuh kurang pigmen dapat menunjukkan adanya
kekurangan gizi, adanya kurang tumbuh rambut dapat menunjukkan adanya malnutrisi, dan lainlain.
4.
Pemeriksaan
Kelenjar
Getah
Bening
Pemeriksaan kelenjar getah bening dengan cara melakukan Palpasi pada daerah leher atau
inguinal yang lain, apabila terjadi pembesaran dengan diameter lebih dari 10 mm menunjukkan
adanya kemungkinan tidak normal atau indikasi penyakit tertentu.
2.3.
PEMERIKSAAN
KEPALA
DAN
LEHER
Pada pemeriksaan bagian kepala ini meliputi pemeriksaan kepala secara umum, pemeriksaan
wajah,
mata,
telinga,
hidung,
mulut,
faring,
laring
dan
leher.
1.
Kepala
Pada pemeriksaan ini menilai tentang lingkaran kepala, apabila didapatkan lingkar kepala yang
lebih besar dari normal dinamakan makrosefali. Biasanya dapat ditemukan pada penyakit
hydrocephalus dan mikrosefali dimana lingkar kepala kurang dari normal. Pemeriksaan yang lain
adalah ubun-ubun atau fontanel. Apabila didapatkan dalam keadaan normal ubun-ubun besar rata
atau sedikit cekung dan apabila ubun-ubun besar menonjol pada keadaan tekanan intracranial
meninggal dan apabila ubun-ubun cekung maka kemungkinan dapat ditemukan pada kasus
dehidrasi dan malnutrisi.
2.
Wajah
Pemeriksaan wajah yang dilakukan pada anak dapat dilihat tentang adanya asimetri atau tidak,
asimetri pada wajah dapat disebabkan karena adanya paralysis fasialis, kemudian menilai adanya
pembekalan
daerah
wajah.
3.
Mata
Pada pemeriksaan mata ini menilai adanya visus atau ketajaman penglihatan, pada pemeriksaan
visus ini dapat dilakukan dengan pemberian rangsangan cahaya pada umur neonatus, pada umur
1 bulan sudah mampu melihat adanya benda-benda dan pada usia 2 bulan mampu melihat jari
dan
untuk
memperjelas
pemeriksaan
dengan
menggunakan
oftamologis.
Pemeriksaan mata selanjutnya adalah palpebra dapat dilihat simetris atau tidak, kelainan yang
muncul antara lain adanya patosis dimana palpebra yang tidak dapat terbuka, lagoftalmos
merupakan kelopak mata yang tidak dapat menutup dengan sempurna sehingga sebagian kornea
tidak dilindungi oleh kelopak mata dan pseudo lagoftamos ditandai dengan kedua belah mata

tidak tertutup sempurna, adanya hordeolum yang merupakan infeksi lokal pada palpebra.
Pemeriksaan kelenjar lakrimalis dan duktus nasolakrimalis juga dapat diketahui dengan ada
tidaknya produksi air mata dan apabila produksi air mata yang berlebihan disebut epifora, selain
itu pemeriksaan konjungtiva dapat dilihat dengan ada tidaknya perdarahan subkonjungtiva yang
dapat ditandai dengan adanya hyperemia dan edema konjungtiva palpebra.
Pemeriksaan sclera ini dinilai warnanya, secara normal berwarna putih apabila ditemukan adanya
berwarna lain kemungkinan ada indikasi penyakit lain, demikian kornea dapat ditentukan jenih
atau tidak, apabila terjadi keradangan maka tampak sekali adanya kekeruhan. Pemeriksaan pupil
secara normal adalah berbentuk bulat, simetris dan pupil dikatakan normal apabila diberikan
sinar akan mengecil dengan refleks cahaya langsung dan apabila pupil yang sisi kontralateral
yang tidak terkena sinar, kemudian adanya midriasis atau dilatasi pupil yang menunjukkan
adanya rangsangan simpatis dan miosis yang menunjukkan keadaan pupil mengecil dan apabila
ditemukan pupil yang berwarna putih kemungkinan adanya penyakit katarak.
Pemeriksaan lensa juga sangat menentukan dalam pemeriksaan mata dengan menilai jernih atau
keruh sebab apabila ditemukan kekeruhan pada lensa akan mengalami katarak. Kemudian pada
pemeriksaan bola mata apabila ditemukan dalam keadaan menonjol dinamakan eksoftalmos dan
apabila bola mata mengecil dinamakan enoftalmos. Pemeriksaan strabismus atau juling yang
merupakan sumbu visual yang tidak sejajar pada lapang gerakan bola mata, selain strabismus
terdapat nistagmus yang merupakan gerakan bola mata ritmik yang cepat dan dapat horizontal.
4.
Telinga
Dalam pemeriksaan telinga dapat dilakukan mulai telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan
telinga bagian dalam. Pada pemeriksaan telinga bagian luar dapat dimulai dengan pemeriksaan
daun telinga dan liang telinga dengan menentukan bentuk, besar dan posisinya. Pemeriksaan
liang telinga ini dapat dilakukan dengan bantuan otoskop, kemudian pemeriksaan selanjutnya
adalah membran tympani dimana dikatakan normal membran tympaninya adalah sedikit cekung
dan mengkilat kemudian dilihat juga adanya perforasi atau tidak, kemudian pemeriksaan mastoid
dengan melihat adanya pembengkakan pada daerah mastoid, setelah itu baru dilaksanakan
pemeriksaan pendengaran apakah mengalami gangguan atau tidak dengan bantuan alat garputala.
5.
Hidung
Pada pemeriksaan hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk dari hidung atau juga untuk
menentukan ada tidaknya epistaksis, pemeriksaan yang dapat digunakan adalah pemeriksaan
rhinoskopi anterior maupun posterior.
6.
Mulut
Pada pemeriksaan mulut dapat ditemukan ada tidaknya trismus yang merupakan kesukaran
membuka mulut, halitosis yang merupakan bau mulut tidak sedap karena personal hygiene yang
kurang, labioskisis dimana keadaan bibir yang tidak simetris. Pemeriksaan selanjutnya adalah
gusi dapat ditentukan adanya edema atau tanda-tanda radang. Pemeriksaan lidah juga dapat
ditentukan apakah terjadi kelainan kogenital atau tidak, yang dapat dilihat adanya makroglosia
yang merupakan lidah yang terlalu besar dan ada mikroglosia dimana lidahnya terlalu kecil dan
ada glosoptosis dimana lidah tertarik ke belakang, kemudian juga dapat diperiksa ada tidaknya
tremor
lidah
dengan
menjulurkan
lidah.
Pada pemeriksaan gigi khususnya pada anak kadang-kadang gigi tumbuh, dan mudah lepas dan
perkembangan gigi susu dimulai tumbuh pada umur 5 bulan tetapi kadang-kadang satu tahun,

pada umur 3 tahun kedua puluh gigi susu akan tumbuh, kelainan yang dapat ditemukan pada gigi
antara lain adalah karies dentis yang terjadi akibat infeksi bakteria. Dalam pemeriksaan
selanjutnya dapat diketahui adanya pengeluaran saliva dengan melihat banyaknya saliva yang
dikeluarkan, adanya hipersaliva pada anak kemungkinan pertumbuhan gigi pada anak akan
tumbuh atau proses keradangan yang lain.
7.
Laring
Pada pemeriksaan laring ini sangat berhubungan dengan pemeriksaan pernapasan apabila adanya
obstruksi pada laring maka suara mengalami stridor yang disertai dengan batuk dan suara serak
pada pemeriksaan laring dapat digunakan alat laringoskop baik direk (langsung) maupun indirek
yang menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam secara perlahan-lahan dengan lidah ditarik
ke luar.
8.
Leher
Pada pemeriksaan leher untuk menilai adanya tekanan vena jugularis, dengan cara meletakkan
pada pasien dalam posisi terlentang dengan dada dan kepala diangkat setinggi 15-30 derajat,
dapat ditemukan ada tidaknya distensi pada vena jugularis. Kemudian pemeriksaan yang lain
adalah ada tidaknya massa dalam leher. Pada bayi dengan cara dalam keadaan telentang dan
kelenjar tiroid diraba dari kedua sisi dengan jari-jari telunjuk dan tengah, dan perhatikan adanya
pergerakan pada tiroid ke atas apabila pasien menelan.
2.4.
PEMERIKSAAN
DADA
Pada pemeriksaan dada yang perlu diketahui adalah garis atau batas di dada seperti gambar di
bawah ini, dan cara dalam melakukan pemeriksaan adalah dengan cara inspeksi, Palpasi, perkusi
dan
auskultasi.
Dalam melakukan penilaian terhadap hasil pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan adalah
bentuk dan besar dada, kesimetrisan, gerakan dada, adanya deformitas atau tidak, adanya
penonjolan, pembengkakan atau kelainan yang lain. Pada penilaian bentuk dada di antaranya :
Pertama, funnel chest yang merupakan bentuk dada di mana sternum bagian bawah serta iga
masuk ke dalam terutama saat inspirasi, yang dapat disebabkan hipertropi adenoid yang berat.
Kedua pigeon chest (dada burung), merupakan bentuk dada di mana bagian sternum menonjol ke
arah luar, dimana biasanya disertai dengan depresi ventrikel pada daerah kostokodral, kelainan
ini
dapat
dilihat
pada
kasus
osteoporosis.
Ketiga barrel chest, merupakan bentuk dada dimana dada berbentuk bulat seperti tong yang mana
sternum terdorong ke atas depan dengan iga-iganya horizontal yang dapat ditemukan pada
penyakit obstruksi paru seperti asma, emfisema, dan lain-lain. Pemeriksaan pada daerah dada
yang
lain
adalah
pemeriksaan
payudara,
paru
dan
jantung.
1.
Payudara
Pemeriksaan payudara pada anak dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan atau
kelainan payudara anak, diantaranya mengetahui ada tidaknya ginekomastia patologis atau
terjadi galaktore, sebelum anak mengalami masa pubertas.
2.
Paru
Pada pemeriksaan paru langkah pertama adalah inspeksi untuk melihat apakah terdapat kelainan
patologis ataukah hanya fisiologis dengan melihat pengembangan paru saat bernapas.
Sedangkan
untuk
pemeriksaan
secara
Palpasi
dapat
dinilai
:

a. Simetri atau asimetri dada yang dapat diperoleh karena adanya benjolan yang abnormal,
pembesaran
kelenjar
limfe
pada
aksila
dan
lain-lain.
b. Adanya fremitus suara, yang merupakan getaran pada daerah thorak saat anak bicara atau
menangis yang sama dalam kedua sisi thorak, penilaiannya apabila meninggi suaranya maka
terjadi konsolidasi seperti pada pneumonia dan apabila menurun terjadi obstruksi, atelektasis,
pleuritis, efusi pleura, tumor pada paru. Caranya dengan meletakkan telapak tangan kanan dan
kiri
pada
daerah
dada
atau
punggung.
c. Adanya krepitasi subkutis, yang merupakan adanya udara pada daerah jaringan kulit, adanya
krepitasi ini dapat terjadi spontan, setelah trauma atau tindakan trackeostomi dan lain-lain.
Kemudian pemeriksaan secara perkusi dapat dilakukan dengan cara langsung atau tidak
langsung, cara langsung dengan mengetukkan ujung jari atau jari telunjuk langsung ke dinding
dada, sedangkan cara tidak langsung dengan cara meletakkan satu jari pada dinding dada dan
mengentuknya dengan jari tangan yang lainnya yang dimulai dari atas ke bawah dan kanan atau
ke kiri dengan membandingkannya. Hasil penilaian dari pemeriksaan fisik ini adalah :
Pertama sonor, merupakan suara paru yang normal, kedua adalah redup atau pekak suara perkusi
yang berkurang normalnya pada daerah scapula, diafragma, hati, jantung. Suara pekak atau redup
ini biasanya terdapat konsolidasi jaringan paru seperti pada atelektaksis, pneumonia lobaris, dan
lain-lain. Khusus untuk pekak pada daerah hati ini terdapat setinggi iga ke enam pada garis
aksilaris media kanan yang menunjukkan adanya gerakan pernapasan yakni menurun pad saat
inspirasi dan naik pada ekspirasi dan pada anak ini akan mengalami kesulitan khususnya di
bawah 2 tahun. Ketiga adalah hipersonor atau timpani yang terjadi apabila udara dalam paru
bertambah atau pleura bertambah seperti pada emfisema paru atau pneumothorak.
Pemeriksaan paru selanjutnya adalah pemeriksaan dengan cara auskultasi untuk menilai suara
napas dasar dan suara napas tambahan, yang dapat dilakukan di seluruh dada dan punggung.
Caranya adalah dari kanan atau ke kiri dengan membandingkannya kemudian dari bagian atas ke
bawah dan menekan daerah stetoskop yang kuat. Khusus pada bayi suara nafas akan lebih keras
karena dinding dada masih tipis.
Bunyi Nafas
Bunyi
Vesikuler

Karakteristik
Inspirasi > ekspirasi

Lokasi
Normal : seluruh lapangan paru

Abnormal : tidak ada


Bronkvesikuler

Inspirasi = ekspirasi

Bronkotubular

Inspirasi < ekspirasi

Normal : ruang interkostal satu atau dua

Abnormal : perifer paru


Normal : di atas trakea

Abnormal : diare paru


3.
Jantung
Pada pemeriksaan jantung yang pertama kali dilakukan dengan melakukan pemeriksaan secara :
a. Inspeksi dan Palpasi, dari pemeriksaan ini dapat ditentukan antara lain : Pertama, denyut apek
atau aktivitas ventrikel lebih dikenal dengan nama iktus kordis merupakan denyutan jantung

yang dapat dilihat pada daerah apek yaitu sela iga keempat pada garis mid klavikularis kiri atau
sedikit lateral. Denyutan ini dapat terlihat apabila terjadi pembesaran ventrikel seperti apabila
daerah ventrikel kiri yang besar maka apek jantung bergeser ke bawah dan ke lateral.
Kedua, detak pulmunal, yang merupakan detak jantung apabila tidak teraba pada bunyi jantung
II dalam keadaan normal, apabila bunyi jantung II mengeras dan dapat diraba pada sela iga
kedua tepi kiri stenum maka keadaan tersebut dikatakan sebagai detak pulmonal atau pulmonary
tapping.
Ketiga, getaran bising (thrill), merupakan getaran dinding dada akibat bising jantung yang keras,
yang terjadi pada kelainan organik.
Bunyi Tambahan
Bunyi

Karakteristik

Penyebab

Rales

Halus

Intermiten, nada tinggi, bunyi gemesir halus


terdengar di akhir inspirasi menunjukkan
adanya cairan di alveoli

- Sedang

Intermiten, basah, keras, nada sedang, terdengar Edema paru


di awal atau tengah inspirasi, hilang dengan batuk
menunjukkan cairan dalam bronkiolus dan bronkus

- Kasar

Keras, bergelembung, nada rendah, terdengar


Pneumonia
pada ekspirasi hilang dengan batuk, menunjukkan dengan gejala
paru yang
adanya cairan dalam bronkiolus dan bronkus
mereda,
bronchitis

Pneumonia,
gagal jantung
kongestif

Ronki (mengi)

Sonor

Kontinu, mendengkur, nada rendah, terdengar Bronkitis


di seluruh siklus pernapasan, hilang dengan
batuk menunjukkan keterlibatan bronkus besar
dan trakea

- Sibilant (bunyi

Kontinu, musical, nada tinggi, terdengar di tengah Asma


hingga akhir ekspirasi, menunjukkan edema dan
obstruksi jalan napas yang lebih kecil, mungkin
terdengar dengan stetoskop

Berdesis)

Mengi yang
terdengar :

Inspirasi
Sonor, musical terdengar pada inspirasi

Obstruksi
tinggi

- Ekspirasi

Bunyi bersiul, bunyi seperti menggosok, keras,


nada tinggi, terdengar selama ekspirasi

Obstruksi
rendah

Permukaan
Pleural friction rub Seperti memarut, menggosok keras, nada tinggi
mungkin terdengar selama inspirasi atau ekspirasi pleura yang
meradang

b. Perkusi dapat dilakukan untuk menilai adanya pembesaran pada jantung (kardiomegali) serta
batasan dari organ jantung tersebut yang dilakukan daerah sekitar jantung dari perifer hingga ke
tengah.
c. Auskultasi pada jantung dengan cara mendengarkan mulai dari apeks kemudian ke tepi kiri
sternum bagian bawah, bergeser ke atas sepanjang tepi kiri sternum, tepi kanan sternum daerah
infra dan supra klavikula kanan/kiri, lekuk supra sternal daerah karotis di leher kanan atau kiri
dan seluruh sisa dada atau dapat dilakukan pada berbagai cara pemeriksaan seperti dengan
daerah tradisional seperti untuk menilai daerah mitral pemeriksaan di apeks, untuk trikuspidalis
di parasternal kiri bawah, daerah pulmonal pada sela iga ke 2 tepi kiri sternum dan daerah aorta
di sela iga ke 2 tepi kanan sternum.
4.
Pemeriksaan
Abdomen
Pemeriksaan abdomen pada anak dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, Palpasi dan
perkusi, pemeriksaan auskultasi didahulukan mengingat bising usus atau peristaltik usus yang
akan didengarkan agar tidak dipengaruhi oleh stimulasi dari luar melalui Palpasi atau perkusi.
Berbagai organ yang diperiksa dalam pemeriksaan abdomen di antaranya hati, ginjal dan
lambung itu sendiri. Dalam melakukan pemeriksaan pada abdomen dapat dilakukan secara :
Inspeksi untuk menilai ukuran dan bentuk perut : apabila membuncit dengan menilai simetris
atau tidak, apabila simetris dapat terjadi hipokalemi, hipotiroid, penimbunan lemak, perforasi,
asites, illeus obstrukif sedangkan membuncit asimetris kemungkinan dijumpai pada
poliomyelitis, pembesaran organ intra abdominal, illeus, dan lain-lain. Kemudian juga dapat
diamati tentang adanya gerakan dinding perut, dapat ditemukan pada usia 6-7 tahun gerakan
berkurang
bila
pada
apendiksitis,
peritonitis,
dan
illeus.
Dalam pemeriksaan abdomen yang dilakukan secara auskultasi dengan mendengarkan melalui
stekoskop dengan mendengarkan adanya suara peristaltic usus normal terdengar setiap 10-30
detik, peristaltic usus meningkat (nyaring) pada obstruksi traktus gastrointestinal dan menurun
pada peritonitis atau illeus. Selain itu, suara bising (burit) juga kemungkinan dapat terdengar
pada seluruh permukaan perut pada koarktasio aorta abdominalis, dan apabila suara ini dapat
terdengar pada daerah ginjal bagian posterior kemungkinan terjadi konstriksi salah satu arteri
renalis.
Untuk pemeriksaan secara Palpasi dapat dilakukan dengan cara monomanual (satu tangan) atau
bimanual (dua tangan) seperti pada Palpasi pada lapangan atau dinding abdomen seperti adanya
nyeri tekan, ketegangan dinding perut, Palpasi pada hati (normal umur 5-6 tahun teraba 1/3
dengan tepi tajam, konsistensi kenyal, permukaan rata dan tidak ada nyeri tekan), Palpasi limfa
(normal masih teraba 1-2 cm di bawah arcus kosta) dan Palpasi ginjal (normal tidak teraba,
kecuali pada neonatus) dengan cara meletakkan tangan kiri pemeriksa di bagian posterior tubuh
dan jari telunjuk menekan atau masa ke atas dan tangan kanan melakukan Palpasi.
Selain pemeriksaan pada bagian dalam organ di atas dapat dilakukan pemeriksaan pada organ

lain seperti pada anus dan rectum dengan melihat ada tidaknya keadaan congenital seperti
adanya fisura, polip atau tanda-tanda keradangan atau juga dilakukan dengan colok dubur,
dengan posisi tengkurap, fleksi kedua sendi lutut dan gunakan sarung tangan periksa dengan jari.
5.
Pemeriksaan
Tulang
Belakang
dan
Ekstremitas
Pada pemeriksaan tulang belakang dan ekstremitas pada anak dapat dilakukan dengan cara
inspeksi terhadap adanya kelainan tulang belakang seperti lordosis (deviasi tulang belakang ke
arah anterior), kifosis (deviasi tulang belakang ke arah posterior), scoliosis (deviasi tulang
belakang ke arah samping), kelemahan, serta perasaan nyeri yang ada pada tulang dengan cara
mengobservasi
pada
posisi
terlentang,
tengkurap
atau
duduk.
Kemudian pemeriksaan tulang, otot, sendi dengan dimulai inspeksi pada jari-jari seperti pada jari
tabuh (clubbed fingers) dapat dijumpai pada penyakit jantung bawaan atau penyakit paru kronik,
adanya nyeri tekan, gaya berjalan, ataksia (inkoordinasi hebat) spasme otot, paralysis,
atropi/hipertropi otot, kontraktor, dan lain-lain.
6.
Pemeriksaan
Neurologis
Pemeriksaan neurologist pada anak pertama kali dapat dilakukan secara inspeksi dengan
mengamati berbagai adanya kelainan pada neurologis seperti kejang, tremor/gemetaran (gerakan
halus yang konstan), twitching (gerakan spasmodic yang berlangsung singkat seperti otot lelah,
nyeri setempat), korea (gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan tersentak-sentak, tak
terkoordinasi), parese (kelumpuhan otot tidak sempurna), paralysis (kelumpuhan otot yang
sempurna), diplegia (kelumpuhan pada dua anggota gerak), paraplegia (kelumpuhan pada
anggota gerak bawah), tetraplegia / parese (kelumpuhan pada keempat anggota gerak),
hemiparese /plegi (kelumpuhan pad sisi tubuh atau anggota gerak yang dibatasi garis tengah di
daerah
tulang
belakang).
Pemeriksaan kedua adalah pemeriksaan refleks, pada pemeriksaan ini yang dapat diperiksa
antara
lain
:
a. Refleks superficial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan yang
membentuk
segi
empat
di
bawah
xifoid
(di
atas
simpisis).
b. Refleks tendon dalam dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon biseps, trisep,
patella dan achilles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi
sendi siku), patella (terjadi ekstensi sendi lutut) dan pada achiles (terjadi fleksi plantar kaki)
apabila hiperefleks berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila hiperefleks apabila
terjadi
kelainan
pada
lower
motor
neuron.
c. Refleks patologis dapat menilai adanya refleks babinski dengan cara menggores permukaan
plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila terjadi reaksi ekstensi ibu
jari.
Pemeriksaan ketiga adalah pemeriksaan tanda menigeal antara lain kaku kuduk dengan cara
pasien diatur posisi terlentang kemudian leher di tekuk apabila terdapat tahanan dagu dan tidak
menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk (positif), Brudzinski I dengan
cara pasien diatur posisi terlentang, letakkan satu tangan di bawah kepala pasien terlentang,
kemudian tangan lain diletakkan di dada mencegah badan terangkat, kemudian kepala
difleksikan ke dada, adanya rangsangan meningeal apabila kedua tungkai bawah akan (terangkat)
fleksi pada sendi panggul dan lutut, brudzinski II dengan cara pasien diatur terlentang, fleksikan
secara pasif tungkai atas pada sendi panggul, ikuti fleksi tungkai lainnya apabila sendi lutut
lainnya dalam keadaan ekstensi maka adanya tanda meningeal dan tanda kering, dengan cara atur

posisi dalam keadaan terlentang, fleksikan tungkai atas tegak lurus kemudian luruskan tungkai
bawah pada sendi lutut, penilaiannya dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk
sudut
135
derajat
terhadap
tungkai
atas.
Pemeriksaan keempat adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan cara menilai adanya
kekuatan atau tonus otot dengan menilai pada bagian ekstremitas dengan cara memberi tahanan
atau mengangkat atau menggerakan bagian otot yang akan dinilai dengan ketentuan seperti tabel
berikut :
Nilai Kekuatan (Tonus) Otot
Nilai Kekuatan Otot
(Tonus Otot)

Keterangan

0 (0%)

Paralisis, tidak ada kontraksi otot sama sekali

1 (10%)

Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada


gerakan anggota gerak sama sekali

2 (25%)

Dapat menggerakan anggota gerak tetapi tidak kuat menahan


berat dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksa

3 (50%)

Dapat menggerakan anggota gerak untuk menahan berat,


tetapi dapat menggerakan anggota badan untuk melawan
tekanan pemeriksa.

4 (75%)

Dapat menggerakan sendi dengan aktif untuk menahan berat


dan melawan tekanan secara stimultan

5 (100%)

Normal

BAB III
PENUTUP
Dari hasil pemaparan diharapkan para peserta pelatihan dapat mengenal proses pemeriksaan fisik
dan tanda-tanda vital yaitu menggunakan teknik inspeksi, Palpasi, perkusi dan auskultasi.
Sehingganya para peserta pelatihan dapat mengenal kelainan-kelainan fisik yang terjadi pada
anak.
REFERENSI
A. Aziz Alimul Hidayat (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika, Jakarta.
Darwis Danim (1997). Kumpulan Bahan Kuliah Keperawatan Anak dalam Konteks Keluarga.
FKUI, Jakarta.
Soejiningsih (1995). Tumbuh Kembang Anak. EGC, Jakarta.

Ketika sedang merawat pasien dengan penurunan kesadaran, pemeriksaan GCS merupakan satu
hal yang wajib dikuasai oleh perawat dan dokter. Disebut GCS (Glasgow Coma Scale) karena
pemeriksaan ini ditemukan berdasarkan penelitian oleh 2 orang profesor ahli syaraf, Brian Jennet
dan Graham Teasdale dari Universitas Glasgow. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada
pasien yang cedera kepala/head injury.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata, bicara dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6
tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)


Yang paling penting, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pada waktu kita
melakukannya ke pasien, yaitu :
a. Pemeriksaannya dilakukan secara bersamaan
Pada prakteknya, tindakan mengobservasi EMV dapat dilakukan dalam satu waktu. Jadi tidak
selalu harus satu persatu. cth : Eye dulu baru Motorik. Dan akan lebih efektif apabila kita
melakukannya secara langsung. Seperti contoh pada kasus Severe HI. pada waktu kita
memberikan rangsangan nyeri, kita dapat langsung memeriksa ketiga-tiganya (EMV).
b. Teknik bertanya yang tepat
Pertanyaan harus jelas dan keras.(Khusus pasien Composmentis dan Somnolent). Jangan ragu
untuk mengeluarkan suara keras dalam bertanya kepada pasien. Apalagi kalau pasien sudah
terlihat tanda-tanda penurunan kesadaran.
c. Teknik memberikan rangsangan rangsangan nyeri yang tepat
Sesuai dengan judulnya, tujuan tindakan ini adalah memberikan rangsangan nyeri atau sakit. Ada
beberapa teknik dalam memberikan rangsang nyeri yaitu :
Menekan dengan keras Prosesus Xipoideus/ulu hati dengan ibu jari. Harus keras
Menekan ujung kuku tangan dengan pulpen/atau dengan jepitan jari.
Menekan bagian tulang kelopak mata (apa ya nama anatominya he3x)
Mencubit/memilin puting susu dengan keras.
Mengapa teknik cubitan (misalnya di lengan) tidak dipakai dalam memberi rangsang nyeri?
Tidak ada literatur yang jelas membahas alasan perawat tidak menggunakan teknik cubitan. Tapi
secara rasional mungkinya mungkin alasannya adalah pertama agar nyerinya tidak menetap
seperti dicubit dan yang kedua tidak meninggalkan bekas atau jejas.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh mahasiswa dan perawat pemula adalah mereka
tidak memberikan rangsang nyeri tidak benar. sehingga respon yang keluar tidak sesuai. Dan
ingat.jangan memberikan rangsangan nyeri dengan cara cubit-cubitan dengan pasien.
Contoh pemeriksaan :

Pemeriksaan Neurologis Fungsi Cerebral


Glasgow Coma Scale.Penilaian :
* Refleks Membuka Mata (E)
4 : membuka secara spontan
3 : membuka dengan rangsangan suara
2 : membuka dengan rangsangan nyeri
1 : tidak ada respon
* Refleks Verbal (V)
5 : orientasi baik
4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan
3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik

2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang


1 : tidak ada respon
* Refleks Motorik (M)
6 : melakukan perintah dengan benar
5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar
4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi.
3 : hanya dapat melakukan fleksi
2 : hanya dapat melakukan ekstensi
1 : tidak ada respon
cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos
mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah
satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya
X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese
sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat
kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat
diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma
Derajat Kesadaran
Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal
kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran
dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau
dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar
(contoh menghindari tusukan).
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus.
Kualitas Kesadaran
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian
terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu.
Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan
pikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa.
Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan
perilaku dan gangguan emosi.

Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu),
memori, interpretasi dan komunikasi.

PEMERIKSAAN KESADARAN / MENGUKUR GCS


Posted by ramzkesrawan on 2010/07/13

Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah
ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem
aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini
bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti
pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada
keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol,
keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke,
tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran


Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik
(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau
pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih
sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness),
bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).
Pemeriksaan GCS
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6
tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya aduh, bapak)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)


(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal &
kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 8 = CKB (cidera kepala berat)

Anda mungkin juga menyukai