Rachel Vania
Pembimbing :
[Type text]
Daftar Isi
Ilustrasi Kasus/ Status Pasien........................................................3
Anamnesis..........................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................5
Pemeriksaan Penunjang)..........................................................6
Laporan Anastesi.....................................................................9
Pre Operatif........................................................................9
Persiapan Operasi................................................................12
Pelaksanaan Anestesi.............................................................13
Post Operasi......................................................................15
Tinjauan Pustaka...................................................................16
Kunjungan Preoperasi (Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik)...................16
Definisi Anestesi..................................................................18
Anestesi Umum Intravena.......................................................19
Bispectral Index (BIS)1...........................................................23
Obat-obatan yang Umum Digunakan...........................................23
Pemantauan Intraoperatif.......................................................29
Perawatan Post Operatif ........................................................31
Analisa Kasus/ Pembahasan........................................................33
Anamnesis......................................................................... 33
Pemeriksaan Fisik................................................................33
Penunjang.........................................................................33
Penilaian Penyulit Jalan Nafas...................................................33
Pembahasan......................................................................34
Kesimpulan..........................................................................36
Daftar Pustaka......................................................................37
: Ny. PS
Umur
: 56 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Sudah Menikah
Suku
: Jawa
No RM
: 711841
Alamat
Pekerjaan
: BRIGJEN
MRS
: 10 Juli 2014
Tanggal Operasi
: 11 Juli 2014
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto dan aloanamnesis pada tanggal 11 Juli 2014 di
RSPAD Gatot Soebroto.
Keluhan Utama
BAB berdarah sejak satu minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSPAD Gatot Subroto dengan keluhan BAB berdarah sejak
satu minggu yang lalu. Pasien juga mengaku lemas sejak 4 bulan yang lalu, disertai
dengan nafas tersengal-sengal dan berjalan sempoyongan. Aktifitas pasien juga
terganggu dan sudah cuti sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengaku mual tanpa
muntah. Pasien menyangkal adanya demam, diare, batuk, pilek saat ini.
TIVA- TOTAL INTRAVENOUS INTRAVENA
RACHEL VANIA 2010 071 0098
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
DEPARTEMEN ANESTESI-RSPAD GATOT SUBROTO
5
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya 4 bulan yang lalu.
Pasien mempunyai diabetes melitus terkontrol dengan insulin dan metoclopramid sejak 8
tahun yang lalu. Pasien menyangkal adanya riwayat sesak, nyeri dada, penyakit asma,
darah tinggi, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit kuning, penyakit ginjal, riwayat
penurunan kesadaran maupun kejang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
maupun kanker di keluarga.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi obat, makanan, maupun udara dingin.
Riwayat Operasi
Pasien sudah pernah dilakukan endoskopi dan ligasi 2 bulan yang lalu dengan
diagnosis pecan varisus esophagus, dengan anesthesia umum dan intubasi.
Riwayat Pengobatan
Saat ini pasien menjalani pengobatan dengan metoclopramid dan insulin untuk
Diabetes Melitus yang dideritanya. Pasien sudah menerima transfusi darah sebanyak satu
kantong sehari sebelum operasi.
Riwayat Pola Hidup
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, konsumsi minuman alkohol, obatobatan terlarang. Pasien mengaku mengikuti senam aerobic satu minggu sekali sebelum
sakit.
Lainnya
Pasien tidak menggunakan gigi palsu, gigi goyang, maupun gigi ompong.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesadaran
Kompos Mentis
Status Gizi
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
TD
96/60 mmHg
Nadi
77x/ menit
Pernapasan
21x/ menit
Suhu
36oC
Berat badan 50 kg
Tinggi badan 155 cm
Normosefali, tidak ada deformitas.
Rambut hitam dengan distribusi merata dan tidak mudah copot.
Konjungtiva pucat +/+, sklera tidak ikterik -/Serumen -/-, globus, tragus dan aurikle intak, bentuk normal
tanpa ada pendarahan atau sekret.
Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak ada luka maupun
sekret.
Ketika membuka mulut sebesar mungkin, lebarnya selebar tiga
jari.
Mulut
Leher
Thoraks
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Atas
Bawah
Nilai Rujukan
Hemoglobin
10.2 g/dl
12-16 g/dl
Hematokrit
31 %
37-47 %
Eritrosit
2.99
Leukosit
7.55 103/l
4,800-10,800/l
Basofil
0%
0 1%
Eosinofil
0%
1 3%
Neutrofil Batang
3%
2 6%
Neutrofil Segmen
63%
50 70%
Limfosit
30%
25 40%
Monosit
4%
2 8%
Trombosit
309.000/l
150.000 400.000/l
MCV
89 fL
80-96 fL
MCH
29 pg
27-32 pg
MCHC
34 g/dl
32-36 g/dL
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
106/ l
4.3-6.0 juta/l
Hitung Jenis
FAAL HEMOSTASIS
KOAGULASI
11.0 detik
Pasien
10.8 detik
9.3-11.8 detik
APTT
Kontrol
31.3 detik
Pasien
30.7 detik
27-39 detik
Waktu perdarahan
200
1-3 menit
Waktu pembekuan
500
1-6 menit
Bilirubin Total
8.5
4.5
Bilirubin direk
5.34
<0.3
Bilirubin indirek
3.16
<1.1
SGOT (AST)
222 mg/dl
0-32 mg/dl
SGPT (ALT)
176 mg/dl
0-33 mg/dl
Ureum
22 mg/dl
20-50 mg/dl
Kreatinin
1.1 mg/dl
0.5-1.5 mg/dl
HbA1c
5.6
<6.5
186 mg/dL
<140 mg/dL
KIMIA KLINIK
X-ray Thorax
Cor: CTR >50 %
Pulmo dalam batas normal.
Diagnosis Kerja
Anemia et causa unknown origin
Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA
9
ASA III karena anemia (Hb 10.2mg/dL), kardiomegali, diabetes melitus
terkontrol insulin dan OHO dengan GDS 186 mg/dL, disertai keterbatasan aktifitas.
Rencana Pembedahan:
kolonoskopi
Rencana Anestesi:
Anestesi umum intravena
Premedikasi : Midazolam, Fentanyl
Induksi : Propofol, ketamin
Maintenance: Propofol dengan syringe pump secara intermitten
Riwayat Konsul Antar Departemen
Konsul Kardiologi
: acc operasi
Konsul Pulmonologi
: acc operasi
: acc operasi
Kesimpulan
Pasien seorang wanita berumur 58 tahun status fisik ASA III karena anemia,
kardiomegali, diabetes melitus terkontrol insulin dan OHO dengan GDS 186 mg/dL,
disertai keterbatasan aktifitas, akan dilakukan kolonoskopi dengan rencana teknik
anestesi umum intravena.
10
Laporan Anastesi
Pre Operatif
Persiapan Pasien
10 Juli 2014
Di ruang perawatan
Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi, spesialis jantung, dan spesialis
paru untuk menilai kondisi fisik pasien, apakah pasien dalam kondisi fisik yang layak
untuk dilakukan tindakan operasi.
Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, spesialis jantung, dan
spesialis paru, pasien di periksa hari sebelum operasi, dan pada pasien ini, dari semua
pemeriksaan memberikan hasil bahwa pasien boleh dikolonoskopi keesokan harinya.
Pasien menerima transfusi darah sebanyak 1 kantung PRC 500 Hb sehingga
Hb >= 10 g/dL, (tanggal 10 Juli 2014 pk 10.00, Hb 9.2 g/dL).
Diberikan juga beberapa dokumen kepada pasien, antara lain:
dilakukan.
Surat persetujuan operasi: merupakan bukti tertulis dari pasien atau
keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang
akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga
pasien tidak akan mengajukan tuntutan.
11 Juli 2014
Di ruang perawatan
Persiapan operasi yang dianjurkan kepada pasien adalah:
Pasien dipuasakan (12 jam sebelum operasi) sejak pukul 04.00 WIB,
tujuannya untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum
pembedahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan
11
Di Ruang Persiapan
Di Ruang Endoskopi
Persiapan alat anestesi umum:
Monitor EKG
Sphygmomanometer
Pulse Oxymetri
Sarung tangan
Syringe pump
Spuit 20 cc
Spuit 3 cc
Spuit 5 cc
Spuit 10 cc
Spuit 20 cc
12
Persiapan obat-obatan anestesi (diberikan label tanggal, obat, nama dan RM pasien):
Premedikasi ringan
: Midazolam
o Dosis: 0.05 0.1 mg/kgbb 2.5-5.0 mg
o Rencana pemberian: 5 mg
Suplemen anestesi
: Fentanyl
o 1 2 g/kgbb 50-100 g
o Rencana pemberian: 125 g
Ketamine
o Dosis: 0.15 mg/kgBB 7.5 mg
o Rencana pemberian: 20 mg
Induksi
: Propofol
o 2 2,5 mg/kgbb 100 125 mg
o Rencana pemberian: 180 mg
Maintenance (rumatan)
: propofol
Obat maintenance anestesi :
o Propofol 100 mg x 1 (10cc/ jam) intermittent
Analgetik
:
o Tramadol dosis 100 mg IV
o Asam mefenamat dosis 500 mg IV
Antibiotik
: Ceftriaxone dosis 1-2 gr
Carbazochrome Na Sulfonate : dosis 50 mg IV
Anti fibrinolitik
: Asam Traneksamat dosis 500 mg IV
Anti emetik
: Ondansentron dosis 8 mg IV
4 ml x 10 40 ml
2 ml/ 10kgbb
2 ml x 10 20 ml
1 ml x 30 30 ml
90 ml
O (Operasi)
Karena operasi ini termasuk operasi kecil, maka kebutuhan cairannya adalah:
4 x kgbb pasien
4 ml x 50 200 ml
13
P (Puasa)
Karena pasien sudah dipuasakan selama 12 jam, maka kebutuhan cairannya
adalah:
Lama puasa x M
12 x 90 ml 1080 ml
M+O+ P 830 ml
Jam kedua
M+O+ P 560 ml
Jam ketiga
M+O+ P 560 ml
Jam keempat
M+O
290 ml
Persiapan Operasi
Di Ruang Endoskopi
Pukul 13.00 WIB
Pelaksanaan Anestesi
Di Ruang Endoskopi
Pukul 13.25 WIB
14
Operasi dimulai
TD=98/58 mmHg, nadi= 70x/menit, 98%
15
Post Operasi
Di Ruang Perawatan
Pukul 14.50 WIB
16
Tinjauan Pustaka
Kunjungan Preoperasi (Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik)1,2
Sebelum dilakukannya operasi, pasien harus kita informasikan mengenai
persiapan operasi khususnya untuk menghindari adanya kontraindikasi sekaligus
komplikasi pada anatesi melalui kunjungan preoperasi. American Society of
Anesthesiologist (ASA) mengusulkan beberapa hal yang harus ditanyakan, yaitu:
dan pengobatan.
Melakukan pemeriksaan fisik yang diperlukan
Memeriksa pemeriksaan laboratorium, ekg, radiologi, dan konsultasi.
Memastikan status skor ASA.
Memastikan pasien mengetahui prosedur anestesi dan menanda tangani
informed consent
Anamnesis berfokus pada kemampuan fungsi-fungsi organ tubuh untuk
ditimbulkan baik dari anastesi maupun bedah itu sendiri seperti mual muntah
Apakah ada gejala berhubungan kardio, respiratori, neurologi. Mereview
kegiatan sehari-hari.
Kebiasaan pasien seperti merokok, minum alcohol, dan pengguna obat-obatan
Riwayat alergi baik makanan, obat, dan lingkungan (suhu)
Riwayat pengobatan khususnya kardiovaskular, antikoagulasi, dan diabetes
Setelah anamesa selesai, pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan, seperti : tandatanda vital (nadi, tekanan darah, tinggi badan, berat badan, BMI, laju pernafasan);
pemeriksaan pada kardivaskuler dan respiratori dilakukan dengan inspeksi adanya
carotid bruits, pernafasan dengan bantuan otot luar, auskultasi suara jantung dan paru.
Pada sistem pernafasan perlu dilakukan pemeriksaan khusus:2
Skor Mallampati
17
Kela
Status fisik
Contoh
18
s
I
II
Hipertensi terkontrol
ringan
III
jantung
ancaman
konstan
terhadap
kehidupan
V
tidak
massif
bertahan
selama
24
jam
Kasus-kasus
emergensi
diberi
Definisi Anestesi1
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal
terdiri:
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas
selalu bebas, berjalan lancar, dan teratur. Metode anestesia umum dibagi menjadi 3,
antara lain:
Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat. Obat yang
sering dipakai adalah tiopental.
19
Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan
singkat)
Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil.1
short acting
lainnya membuat mereka cocok untuk infus kontinual. Yang kedua, konsep teknologi
yang kian maju dapat memfasilitasi pengontrolan anestesi secara intravena lebih tepat
dan aman daripada penggunaan teknik inhalasi.
Perkembangan pembedahan dengan rawat jalan meningkatkan kebutuhan
pelayanan anestesi yang mulus. Dengan perkembangan teknologi medis saat ini,
pasien dengan klasifikasi status fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) III
yang stabil, dan bahkan ASA IV, masih dapat diterima untuk mendapatkan pelayanan
pembedahan rawat jalan. Juga pembedahan rawat jalan kini telah berkembang dari
yang seharusnya dilakukan di ruang operasi dengan peralatan yang lengkap menjadi
dapat pula dilakukan di ruang praktek klinik sehari-hari, dimana alat-alat emergensi
yang tersedia terbatas. Hal tersebut menuntut perkembangan anestesi terus-menerus
1 Volatile= agen yang mudah menguap.
TIVA- TOTAL INTRAVENOUS INTRAVENA
RACHEL VANIA 2010 071 0098
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
DEPARTEMEN ANESTESI-RSPAD GATOT SUBROTO
20
untuk dapat menyediakan pelayanan anestesi yang aman, berkualitas, dan biaya yang
terjangkau.
Indikasi TIVA:
nafas
Situasi dimana sulit diberikan anestesi inhalan karena ketidak tersediaan N2O
Serta dimana pemberian N2O tidak menguntungkan
21
Respon klinik lebih luas pada saat tingkat obat yang sama disbanding dengan
suntikan intraarteri
Memiliki efek yang minimal terhadap sistem kardiovaskuler dan respirasi
22
flowmeter.
Target Controlled Infusion (TCI)
Idealnya, TIVA seharusnya menggunakan TCI (target controlled infusion),
dimana sistem ini adalah sistem yang memasukkan obat-obatan induksi dan
anestesi umum dengan menggunakan infusion pump tetapi melalui kontrol
oleh komputer. Obat-obatan yang diberikan melalui TCI ini adalah untuk
mencapai nilai spesifik konsentrasi obat di dalam darah.
Dengan TCI, konsentrasi obat-obatan di dalam plasma dapat dikontrol dengan
baik, sesuai dengan kebutuhan pasien. Administrasi dari obat-obatan juga
diperhitungkan dari segi profil farmakokinetiknya, tanpa perlu dihitung secara
kompleks dan spesifik oleh anestesiologis.
Data yang harus ditanyakan termasuk umur, jenis kelamin, dan berat badan,
yang kemudian dimasukkan ke dalam program, yang lalu akan dihitung
distribusinya dan eliminasinya dalam tubuh. Kemudian infusion pump akan
memasukkan dosis tersebut secara terkontrol dan berulang.
23
teknik yang sangat menguntungkan khususnya dapat digunakan pada pasien ICU
untuk mengukur kedalaman sedasi.
Kardiovaskular
o Golongan benzodiazepine memunculkan efek minimal pada depresi
kardiovaskuler walaupun pada penggunaan dosis induksi. Tekanan
darah, volume curah jantung, dan tahanan pembuluh darah perifer
cenderung akan sedikit menurun, walupun beberapa menimbulkan
kenaikan pada nadi. Hal tersebut terjadi akibat oleh menurunnya tonus
24
perlu dipertimbangan bila ingin diimbangi dengan golongan opioid
Fentanyl
Fentanyl (N-(1-phenethyl-4-piperidyl) adalah salah satu golongan opioid yang
sering digunakan dalam TIVA. Opioid berikatan dengan reseptor khusus yang
bertempat di sistem saraf pusat dan jaringan lain, yaitu : mu (1 dan 2), kappa ,
delta , dan sigma . Fentanyl bekerja pada reseptor yang memiliki efek klinis
pada analgesi supraspinal dan spinal. Reseptor 1 memerantai analgesia, euphoria,
dan rasa tenang. Reseptor 2 menyebabkan hipoventilasi, bradikardia, pruritus,
penglepasan prolaktin, dan ketergantungan fisis. Reseptor opioid yang telah teraktifasi
menghambat
pengeluaran
presinaptik
dan
postsinaptik
terhadap
excitatory
Kardiovaskuler
o Opioid tidak terlalu memperngaruhi tekanan darah kecuali pada dosis
yang sangat tinggi. Dalam hal ini dapat terjadi hipotensi dan
bradikardia.
Tekanan
serebrospinal
dapat
meningkat
karena
25
Respiratori
o Golongan opioid dapat membuat depresi nafas oleh efek penurunan
laju nafas dengan cara menurunkan sensitivitas neuron pusat
pernapasan terhadap CO2. Depresi nafas terjadi setelah mencapai kadar
tertentu dan akan meningkat dengan peningkatan dosis. Efek depresi
nafas lebih sering tampak pada wanita. Tidak seperti morphine dan
meperidine yang dapat memicu pengeluaran histamine, fentanyl
berbeda sehingga tidak berefek spasme bronkus. Fentanyl dapat
memicu kekuatan dinding dada sehingga mengurangi ventilasi nafas
yang adekuat.
Serebral
o Pada golongan opioid secara keseluruhan menimbulkan penurunan
konsumsi oksigen di otak, penurunan aliran darah otak, dan tekanan
intracranial, walaupun efeknya lebih minimal dibandingkan golongan
barbiturates ataupun benzodiazepine. Opioid juga memiliki efek EEG
yang minimal bila diberikan pada dosis tinggi sehingga timbul efek
kejang dan kekakuan otot. Euforia yang ditimbulkan opioid adalah
Ketamine
Ketamin adalah derivate penylcyclidine. Ketamin terkenal sebagai obat yang
dapat menimbulkan kataleptik atau anesthesia disosiatif, dimana setelah induksi mata
pasien tetap terbuka dengan tatapan nistagmus yang lambat. Ketamine mempunyai
efek depresi pernapasan yang minimal. Ketamin dimetabolisme di hati oleh enzim
P450, lalu mengalami hidroksilasi dan konjugasi kemudian diekskresikan melalui
urin. Ketamine tidak terlalu menekan refleks, sehingga lakrimasi dan sekresi jalan
TIVA- TOTAL INTRAVENOUS INTRAVENA
RACHEL VANIA 2010 071 0098
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
DEPARTEMEN ANESTESI-RSPAD GATOT SUBROTO
26
nafas meningkat. Premedikasi dengan antikolinergik dapat diberikan untuk
menghambat efek tersebut.
Induksi dengan ketamin dilakukan dengan dosis 1- 2 mg/kgBB i.v atau 4-6
mg/kgBB i.m. Ketamin tidak umum digunakan sebagai dosis maintenance, biasanya
dikombinasikan dengan N2O. Namun apabila digunakan sebagai maintenance
tunggal, digunakan dosis 30-90 mcg/kg/min.
Efek ketamine pada organ tubuh:
Propofol
Propofol (2,6-diisopropylphenol) menjadi sangat terkenal digunakan dalam
anestesi intravena. Propodol merupakan obat yang sering digunakan diluar kamar
operasi, seperti di ruang emergency atau radiologi intervesi. Propofol digunakan untuk
induksi serta rumatan pada TIVA dan kombinasi dengan anestesi inhalasi, serta
menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk operasi rawat jalan. Propofol memiliki
mekanisme kerja yang memfasilitasi inhibitory neurotransmitter yang dimediasi oleh
reseptor GABAA. Propofol tidak larut dalam air, dan dilarutkan dalam emulsi 10%
minyak kedelai, 2.25% glycerol, dan 1.2% lesitin telur. Larutan ini membuat sediaan
propofol harus menggunakan teknik sterilisasi yang baik karena merupakan media
27
pertumbuhan yang baik untuk bakteri. Namun untuk sediaan yang baru, propofol
mengandung 0.005% disodium edetade atau 0.025% sodium metabisulfite untuk
mengatasi tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan juga harus diperhatikan
pada orang dengan alergi telur.
Propofol
memiliki
waktu
paruh
distribusi
sekitar
2-8
menit
dan
terdistribusikan kembali 30-60 menit. Obat ini dengan cepat dimetabolis di hati
sepuluh kali lebih cepat daripada thiopental. Propofol dieksresi di urin. Ekskresi
propofol yang cepat dari plasma membuat efek pemulihan yang cepat dibandingkan
dengan barbiturat.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis
sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis
untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan
untuk pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bias secara suntikan
bolus intravena atau secara kontinu melalui infuse, namun kecepatan pemberian harus
lebih lambat daripada pemberian pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada
pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih
lambat.
Efek propofol pada organ :
Respiratori
o Propofol mendepresi kerja pernapasan dan dapat menyebabkan apnea.
Propofol menghilangkan respons ventilasi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia. Propofol membuat depresi reflex jalan nafas atas daripada
thiopental sehingga memudahkan untuk memfasilitasi nafas dengan
intubasi ataupun LMA. Propofol tidak menyebabkan perubahan pada
28
sehingga profilaksis antikolinergik diperlukan. Pada pemberian bolus,
sering menimbulkan rasa perih pada vena yang diinjeksi, namun hal
tersebut dapat diatasi dengan pemberian Lidocaine terlebih dahulu
intraocular.
Sistemik
o Propofol mempunyai efek anti emetik dan tidak mengganggu kerja
obat relaksan.
Terapi Cairan
M (Maintenance)
4 ml/ 10kgbb
4 ml x 10
2 ml/ 10kgbb
2 ml x 10
1 ml x sisa kg bb pasien
113 ml
O (Operasi)
4 x kgbb pasien
operasi kecil
6 x kgbb pasien
operasi sedang
8 x kgbb pasien
operasi besar
P (Puasa)
Lama puasa x M
Total cairan yang dibutuhkan:
Jam pertama
M+O+ P
Jam kedua
M+O+ P
Jam ketiga
M+O+ P
Jam keempat
M+O
29
Pemantauan Intraoperatif1
Pemantauan adalah menginterpretasikan data yang ada untuk membantu
mengenali kelainan atau kondisi sistem yang tidak diharapkan, yang sedang atau akan
terjadi. Hakiki anestesia adalah menjaga keamanan dan kenyamanan pasien selama
menjalani prosedur medis.
Semua sistem tubuh seharusnya dipantau selama anesthesia, terdiri dari
1. Susunan saraf: stroke, kejang
2. Kardiovaskular: hipotensi atau hipertensi, aritmia hingga henti jantung,
hipovolemia, perdarahan, dan lain-lain.
3. Pernafasan: intubasi esofagus, intubasi endotrakeal, aspirasi, hipoksia dan
hipeventilasi, pneumothoraks, atelektasis paru dan lain.
4. Gastrointestinal: distensi abdomen, perdarahan
5. Hepatorenal: gangguan koagulasi, gangguan metabolisme, gagal ginjal
akut.
6. Lain-lain: gangguan asam basa dan elektrolit, hipotermia, atau hipertermia.
Pemantauan dasar paling sedikit harus dapat mendeteksi hal-hal yang
mengancam nyawa, oleh karena itu setidaknya harus dipantau tanda-tanda vital. Yang
berhubungan dengan kegawatan mengancam nyawa adalah sistem kardiovaskular dan
pernafasan. Tanda vital terdiri dari tekanan darah, denyut jantung, laju nafas, dan suhu
tubuh. Saturasi oksigen tidak dapat dipisahkan dari tanda vital dalam anestesi. Alat
pantau yang perlu ada adalah:
1. Oksimeter denyut
2. Pengukur tekanan darah
3. EKG kontinu
4. Stetoskop
5. Pulse oksimeteri
Tekanan darah dipantau untuk mengetahui kecukupan perfusi organ secara
kasar. Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah pucat, berkeringat,
mual. Turunnya tekanan darah ringan berkisar antara systolic 80-90 mm Hg pada
pasien usia muda, pasien sehat atau 100 mmHg pada pasien tua. Selisih tekanan
sistolik dan diastolik disebut juga pulse pressure dapat menggambarkan kondisi
pembuluh darah. PP yang sempit dihubungkan dengan tingginya resistensi vascular
yang tinggi, sedangkan PP yang besar menggambarkan regurgitasi katup jantung atau
adanya vasodilatasi. Hipertensi anestesi disebabkan oleh anestesi yang mendangkal,
nyeri yang menyebabkan kenaikan tonus simpatis, hipoksia atau hiperkarbia, asidosis,
30
vasokonstriksi. Sedangkan penurunan tekanan darah disebabkan karena anesthesia
terlalu dalam, vasodilatasi, hipovolemia, dan refleks vagal.
Pemberian obat-obatan intraoperatif tergantung dari keadaan pasien, yang
dapat dipantau dari tanda-tanda vitalnya. Sebagai contoh, jika pasien merasa baik dan
tekanan darah dapat dipertahankan, maka tidak dibutuhkan pemberian atropine.
Namun jika denyut nadi turun dibawah 50 x per menit atau ada hipotensi maka
atropine 300-600 mcg diberikan secara intravena. Jika denyut nadi tidak juga
meningkat maka dicoba berikan efedrin. Secara umum baik dilakukan pemberian
oxygen 2-4 liter/menit, terutama jika pemberian sedasi dilakukan.
Saturasi oksigen orang normal adalah 95-100%. SaO2 yang menyebabkan
hipoksemia yang ditandai dengan sianosis. Perlu diperhatikan vasokontriksi,
pemakaian cat kuku dan cahaya yang langsung mengenai sensor dapat membuat
pembacaan pulse oksimetri terganggu.
SKOR
2
1
0
SKOR
2
1
0
SKOR
2
1
0
SKOR
2
31
Tidak sadar, ada reaksi terhadap rangsangan
Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan
WARNA KULIT
Merah
Pucat
Sianosis
1
0
SKOR
2
1
0
Jika skor pasien >8, maka pasien sudah boleh dipindahkan dari ruang pemulihan
menuju ruang perawatan.
32
33
Pembahasan
Pada pasien dipilih metode anestesi umum intravena karena:
Durasi operasi / tindakan relatif singkat (tidak lebih dari 1 jam) diharapkan
ruang endoskopi. Sebaiknya dipakai agar obat yang dimasukkan ke dalam pasien
bersifat lebih terkontrol. Propofol dimasukan secara intermiten untuk dosis
maintenance, berperan lebih besar dalam sedasi pasien. Seharusnya dapat
menggunakan TCI dan BSI agar konsentrasi obat dalam tubuh dapat lebih terkontrol.
Pada pasien ini, tidak digunakan bantuan jalan nafas karena pasien tidak dalam
keadaan sesak. Namun pertimbangan pasien yang anemia dan kardiomegali, adalah
dalam risiko yang besar dalam depresi pernafasan, sehingga sebaiknya diberikan
bantuan berupa oksigen nasal kanul 4 L/menit untuk mencegah hipoksia. Namun
secara klinis selama pemantauan yang ketat dan triple maneuver sudah adekuat dalam
menjaga patensi jalan nafas dimana saturasi oksigen pasien 98-99% yang
menunjukkan ventilasi yang adekuat.
Pilihan obat-obatan:
34
M (Maintenance)
o 4 ml/ 10kgbb
4 ml x 10 40 ml
o 2 ml/ 10kgbb
2 ml x 10 20 ml
o 1 ml/ sisa kgbb
1 ml x 30 30 ml
Total maintenance cairan
90 ml
(Operasi)
o Karena operasi ini termasuk operasi kecil, maka kebutuhan cairannya
adalah:
o 4 x kgbb pasien
4 ml x 50 200 ml
P (Puasa)
o Karena pasien sudah dipuasakan selama 12 jam, maka kebutuhan
cairannya adalah:
o Lama puasa x M
12 x 90 ml
Total cairan yang dibutuhkan:
o Jam pertama
M+O+ P
o Jam kedua
M+O+ P
o Jam ketiga
M+O+ P
o Jam keempat
M+O
1080 ml
830 ml
560 ml
560 ml
290 ml
Keuntungan teknik TIVA adalah masa pemulihan yang cepat dengan toksisitas
yang rendah. Saat sudah bisa membuka matanya, skor Aldrette dinilai. Pasien dapat
membuka mata dengan spontan dan sadar (2), batuk dan berbicara, bernafas dalam
dengan adekuat (2), kulit merah muda, tidak sianosis (2), tekanan darah 100/70 (2),
dan dapat menggerakkan keempat ekstrimitasnya tanpa perintah. Sehingga skor
aldrette >8 dan pasien sudah boleh pindah ke ruang perawatan.
35
Kesimpulan
Sebelum melakukan pembedahan elektif, pasien harus disiapkan dan diperiksa
kesehatannya, dikonsulkan kepada dokter spesialis paru, jantung, dan penyakit dalam.
Dalam kasus ini, pasien, seorang wanita berumur 56 tahun, dengan berat badan 50kg,
akan menjalani kolonoskopi. Pasien pernah menjalani operasi endoskopi dengan
anestesi umum dan tidak ada komplikasi paska operasi. Pasien memiliki kelainan,
diabetes melitus sejak 8 tahun dan terkontrol dengan insulin dan obat oral.Riwayat
alergi dan gigi palsu juga disangkal oleh pasien. Pasien juga sekarang tidak dalam
kondisi pilek, batuk, ataupun demam. Oleh karena itu, pasien tergolong ASA III
karena tidak memiliki kelainan sistemik.
Pada operasi ini, digunakan teknik anestesi umum intravena karena lama
pembedahan yang tidak tergolong lama, juga menghindari efek sedasi inhalasi. Pasien
tidak menggunakan bantuan nafas dan sudah dilakukan pemantauan intraoperatif yang
ketat untuk menjaga patensi jalan nafas.
Obat-obatan yang dipakai adalah midazolam dan fentanyl sebagai premedikasi, dan propofol-ketamin sebagai obat induksi, yang kemudian dirumat dengan
propofol secara intermiten. Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke
ruang pemulihan, dan diperiksa nilai kesadarannya dengan skor Aldrette, yang mana
pada pasien ini nilainya 10, dan oleh karena itu, pasien sudah boleh dipindahkan ke
ruang perawatan.
36
Daftar Pustaka
1. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi, 2nd ed. Jakarta: RSCM;
2012.
2. Miller RD. Anesthesia 5th ed Churchill Livingstone Philadelphia. 2000
3. Benito MC, Gonzalez-Zarco LM, Navia J. Total intravenous anesthesia in
general surgery. Rev Esp Anestesiol Reanim. 1994;41:2925
4. Bajwa SJ, Kaur J. . Comparison of two drug combinations in total intravenous
anesthesia: Propofolketamine and propofolfentanyl 2010; 4(2): 72-79.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2945518/?report=classic
(accessed 18 Juli 2014).
5. Yuil G, Simpson G. . An Introduction to Total Intravenous Anesthesia 2002;
2():
24-26.
http://ceaccp.oxfordjournals.org/content/2/1/24.full.pdf+html
335-337.
Available
from:
http://www.minervamedica.it/en/getfreepdf/Ik2ynKaiZKmN1PRJK
%252FXe2TMKi6fy7NwzHMgl2syFYIkMIDPV
%252FW8TEd9RK4Jq6pAQHz2oMDS%252FOkDGU%252FKgORIzYA
%253D%253D/R02Y2005N06A0335.pdf (accessed 18 Juli 2014).
7. John
Sandham.
Total
Intravenous
Anesthesia.
http://www.ebme.co.uk/articles/clinical-engineering/95-total-intravenousanaesthesia-tiva (accessed 19 Juli 2014)
8. Bispectral Index (BSI). http://www.frca.co.uk/article.aspx?articleid=100502
(accessed 18 Juli 2014)
9. Tholen RH. Total Intravenous Anesthesia. http://www.realself.com/article/tivatotal-iv-anesthesia-general-anesthesia-safer (accessed 18 Juli 2014)
10.
Eikaas H, Raeder J. . Total intravenous anaesthesia techniques for
ambulatory surgery 2009; 22(725-729):