Jenis-jenis LMA
Sampai saat ini berbagai jenis telah diproduksi dengan keunggulan dan tujuan tertentu
dari masin-masing jenis LMA. Jenis-jenis LMA yang telah tersedia sebagai berikut:
1. LMA klasik
2. LMA flexible
3. LMA proseal
LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam berbagai ukuran, yang cocok untuk
semua penderita mulai dari bayi sampai dengan dewasa. Memilih ukuran untuk pasien
pediatrik tidak dapat selalu tepat sehingga harus disediakan cadangan dalam berbagai
ukuran. Kesalahan posisi LMA pada pasien pediatrik sering dikarenakan oleh
kesalahan dalam menetukan ukuran LMA yang dipakai. Keberhasilan LMA yang klasik
mendorong munculnya berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan tertentu
seperti untuk intubasi buta disertai dengan akses ke lambung (Proseal LMA). Jenis
LMA proseal memberikan dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung
memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan kemudian dekompresi
lambung; (2) desain ulang terhadap balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan
1,2,7,8
balon LMA lebih besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat terhadap jalan nafas.
LMA Proseal
Pertanyaan apakah penderita pediatrik lebih cenderung terjadi aspirasi isi lambung
daripada pasien dewasa telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa tahun
terakhir. Penelitian yang terbaru dan paling komprehensif telah membuktikan bahwa
pasien pediatrik hanya sedikit lebih banyak terjadi penumonitis aspratif perioperatif.
Ventilasi tekanan positif yang berlebihan pada ventilasi face mask dapat menyebabkan
dilatasi lambung, dan dengan meningkatnya tekanan dalam lambung, dapat
meningkatkan resiko regurgitasi isi lambung. Kebanyakan anak-anak memiliki
compliance paru yang lebih besar daripada orang dewasa dan apabila level ventilasi
tekanan positif yang nyaman bagi orang dewasa diberikan pada pasien anak-anak akan
menyebabkan penutupan spingter esofagus atas dan bawah dan akan menyebabkan
distensi lambung. Distensi lambung yang berlebihan dapat mengurangi pergerakan
diapraghma sehingga mengganggu ventilasi efektif. LMA proseal dengan akses
lambung dapat medekomprasi lambung seketika LMA dipasang. LMA proseal lebih
sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan
positif. 1,2,3
Gambar 4. LMA
Fastrack
b. radioterapi
c. CT-Scan / MRI
e. ESWL
f. Adenotonsilektomy
h. Resusitasi neonatal
a. Terencana
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
4. pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok saraf regional)
sebelum mencoba untuk insersi. Propofol dan opiat lebih memberikan kondisi
yang lebih baik daripada thiopental.
6. gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum durum terus
turun sampai ke hipofarynx sampai terasa tahanan yang meningkat. Garis hitam
longitudinal seharusnya selalu menghadap ke cephalad (menghadap ke bibir
atas pasien)
9. obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh piglotis yang
terlipat kebawah atau laryngospame sementara
10. hindari suction pharyngeal, mengempeskan balon, atau mencabut LMA sampai
penderita betul-betul bangun (misalnya membuka mulut sesuai perintah).
Malposisi LMA
Gambar 7. Malposisi LMA yang umum terjadi
Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT 1
Keuntungan Kerugian
Dibandingkan - Tangan operator bebas - Lebih invasif
dengan Face - Fiksasi yang lebih baik pada - Resiko trauma pada jalan
Mask penderita yang berjenggot nafas lebih besar
- Lebih leluasa pada operasi THT - Membutuhkan keterampilan
- Lebih mudah untuk baru
mempertahankan jalan nafas - Membutuhkan tingkat
- Terlindung dari sekresi jalan anastesi lebih dalam
nafas - Lebih membutuhkan
- Trauma pada mata dan saraf kelenturan TMJ (temporo-
wajah lebih sedikit mandibular joint)
- Polusi ruangan lebih sedikit - Difusi N2O pada balon
- Ada beberapa
kontraindikasi
Dibandingkan dg - Kurang invasif - Meningkatkan resiko
ETT - Kedalam anastesi yang aspirasi gastrointestinal
dibutuhkan lebih dangkal - Harus dalam posisi prone
- Berguna pada intubasi sulit atau jackknife
- Trauma pada gigi dan laryngx - Tidak aman pada pasien
rendah obisitas berat
- Mengurangi kejadian - Maksimum PPV (positive
bronkhospasme dan pressure ventilation)
laryngospasme terbatas
- Tidak membutuhkan relaksasi - Keamanan jalan nafas
otot kurang terjaga
- Tidak membutuhkan mobilitas - Resiko kebocoran gas dan
leher polusi ruangan lebih tinggi
- Mengurangi efek pada tekanan - Dapat menyebabkan
introkular distensi lambung
- Mengurangi resiko intubasi ke
esofagus atau endobronchial
b. Disfagia (4 24%)
c. Disartria (4 47%)
3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
a. Batuk (<2%)
LMA khususnya paling tepat pada keadaan yang membutuhkan anastesi umum untuk
prosedur non-invasif seperti MRI, CT-Scan, kateterisasi jantung, nuclear scan, dan
radioterapi. Komplikasi dan efek samping dari intubasi endotracheal dapat dihindari
untuk jenis-jenis prosedur tersebut. LMA juga dapat digunakan untuk beberapa jenis
prosedur pembedahan lainnya seperti prosedur bedah umum yang tidak membuka
rongga tubuh, prosedur bedah plastik, prosedur ortopedik, dan prosedur bedah urologi.
LMA bukanlah pengganti intubasi endotracheal, namun demikian ahli anastesi harus
lebih cermat mereview indikasi intubasi endotracheal pada pasien-pasien pediatrik
untuk menentukan apakah LMA dapat memberikan jalan nafas yang aman sehingga
dapat mengurangi resiko dan efek samping. 2,3,4
Perbandingan Penanganan Jalan Nafas dengan Menggunakan LMA Vs ETT pada
Anastesi Pediatrik
Telah dilakukan banyak penelitian tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan
nafas pada anastesi pediatrik. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh M.Afzal
dkk di Rumah sakit swasta Al-Khuwai Muscat Oman, yang dimuat dalam The Internet
Journal of Anastesiologi volume 13 Number 1 2007. Afzal melakukan penelitian
terhadap 202 pasien pediatrik yang akan menjalani operasi abdomen bagian bawah
dengan general anastesi. Kelompok pasien dibagi dua yaitu menggunakan ETT 100
anak dan menggunakan LMA 102 anak. Semua penderita termasuk dalam ASA I atau
II antara umur 1 sampai 12 tahun, akan menjalani operasi orchidopeksi, hernia
inguinalis dan sirkumsisi. Perbandingan dari kedua kelompok pasien dilakukan dengan
metode student t-test meliputi perbandingan umur, berat badan, durasi operasi dan
durasi anastesi. 4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
penggunaan LMA dan ETT dalam hal komplikasi perioperatif seperti batuk,
laryngospame, gagging atau tahan nafas (P>0,05). 4
Telah dilakukan penelitian oleh Z. Messieha dkk di Universitas Illionis Chicago Amerika
Serikat terhadap 1954 penderita pediatrik yang menjalani operasi dengan anastesi
umum menggunakan LMA tanpa akses intravena sebelum pemasangan LMA
dibandingkan dengan akses intravena sebelumnya. Dari penelitian ini diperoleh hasil
bahwa keberhasilan memasukkan LMA antara 100%-98,9%, interval incisi 17,2 menit
pada kelompok dengan akses intravena dan 11,4 menit pada kelompok tanpa akses
intravena, komplikasi yang terjadi pada kelompok tanpa akses intravena 2,22%.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa anastesi umum pada pasien pediatrik tanpa akses
intravena menunjukkan angka keberhasilan insersi LMA yang tinggi, waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan prosedur lebih singkat, dan angka komplikasi yang
rendah. 6
VIII. LMA dan Jalan Nafas Sulit
Walaupun diciptakan bukan untuk mengatasi jalan nafas yang sulit tetapi LMA telah
membuktikan dirinya bahwa dapat digunakan untuk menangani jalan nafas yang sulit
tiga puluh tahun terakhir ini. Literatur-literatur kedokteran telah memuat banyak laporan
kasus tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas yang sulit pada kondisi
elektif ataupun emergenci. Hal tersebut juga telah dibuktikan pada penderita anak-anak
ataupun orang dewasa. Ventilasi pada pasien pediatrik dengan sindrome kelainan
kongenital seperti Pierre-Robin, Treacher-Collins, Goldenhar, Klippel-Feil, Beckwith-
Weidemann lebih mudah menggunakan LMA daripada alat yang lain. Intubasi
endotracheal dengan bantuan fiberoptic dapat dfasilitasi dengan adanya LMA dan telah
merevolusi penanganan jalan nafas untuk penderita-penderita dengan jalan nafas yang
abnormal. Pada kebanyakan kasus LMA dapat di insersi setelah penderita tidak sadar
dengan obat anastesi inhalasi seperti sevoflurane. Untuk penderita-penderita yang
fungsi ventilasinya tidak dapat diperkirakan setelah induksi anastesi, maka LMA dapat
di insersi dengan menggunakan anastesi topikal. 1,2, 7
c. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal fiberoptik pada pasien dalam anastesi
yang tidak dapat diintubasi tetapi paru-paru dapat diventilasi.
d. Sebagai jalan nafas darurat pada pasien dengan gawat darurat yang tidak dapat
diintubasi atau diventilasi. LMA memberikan jalan nafas life saving pada kasus
emergency dan merupakan tindakan yang dapat dibenarkan sebelum tindakan
combitube trakheal esofagus atau ventilasi jet transtrakheal.
e. Sebagai jalur untuk intubasi endotrakheal pada pasien yang tidak dapat diventilasi
ataupun diintubasi. Jika jalan nafas dapat diamankan dengan LMA pada situasi ini maka
dapat memperpanjang waktu persiapan intubasi endotracheal. Bila LMA dapat
memberikan ventilasi yang adekuat maka berarti pembukaan glottik berada didalam
mangkuk LMA dan intubasi dengan penuntun fiberoptik melalui LMA akan berhasil
dengan baik. Jika ventilasi tidak adekuat setelah insersi LMA, mungkin posisi LMA
tidak tepat sejajar dengan laryngeal inlet atau mungkin ada patologi pada periglottik.
Pada situasi tersebut maka intubasi dengan penuntun fiberoptik juga akan sulit dilakukan
dan memerlukan trakheo-esofageal combitube, segera mulai jet ventilasi transtracheal
atau dilakukan jalan nafas secara pembedahan.
Gambar. Intubasi trakea dengan menggunakan LMA
IX. Kesimpulan
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli anastesi dan
fungsi tersebut tidak dapat ditawar lagi. Ahli anastesi tidak boleh menerima
keterbatasan metode penanganan jalan nafas dan harus menyiapkan berbagai teknik
penanganan jalan nafas untuk tiap-tiap kasus yang mungkin memerlukan pendekatan
yang berbeda. Tidak ada satupun teknik penanganan jalan nafas yang dapat cocok
untuk semua pasien dan kasus sehingga ahli anastesi harus menguasai berbagai teknik
untuk memastikan penanganan jalan nafas yang paling optimal dengan resiko yang
paling minimal.
LMA telah dibuktikan dapat digunakan secara luas sebagai alternatif menejemen jalan
nafas yang handal dan terpercaya termasuk dalam bidang anastesi pediatrik,
menejemen jalan nafas sulit, resusitasi jalan nafas dll
Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring adalah alat yang sangat penting untuk
mengatasi kegawatdaruratan jalan nafas. Alat ini sudah terbukti efektif dalam menjaga jalan
nafas dan menjamin ventilasi apabila terjadi kesulitan atau kegagalan intubasi. Alat ini juga dapat
digunakan untuk memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea. Penempatan sungkup laring
yang benar akan menjaga kebocoran lebih baik dibanding menggunakan sungkup muka dan
sebanding dengan pipa endotrakeal pada tekanan ventilasi mencapai 20 cmH20.
Laryngeal Mask Airway (LMA) atau sungkup laring menjadi sangat populer dalam beberapa
dekade terakhir ini. Penggunaan sungkup laring mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan
penggunaan intubasi endotrakeal dan sungkup muka. Salah satu yang menjadi kelemahan
penggunaan sungkup muka adalah tidak dapat melindungi jalan nafas dari kemungkinan
regurgitasi isi lambung.
Dalam pemasangannya, sungkup laring tidak memerlukan laringoskop, tidak perlu pemberian
pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah dibanding
intubasi endotrakea. Kenyamanan pemasangan sungkup laring setelah induksi anestesi
memerlukan anestesi yang dalam untuk menekan reflek jalan nafas seperti batuk, cegukan dan
spasme laring.
Pada penelitian Mary, Donal dan Patrick (1999) melaporkan kejadian cegukan, batuk dan spasme
laring mencapai 20,4%; 13,6% dan 11,4% 13. Untuk mencegah hal tersebut hal yang dapat
dilakukan adalah memberikan suksinilkolin, meningkatkan dosis obat induksi atau penambahan
pemberian narkotik saat induksi. Penempatan sungkup laring yang benar akan menjaga
kebocoran lebih baik dibandingkan sungkup muka dan sebanding dengan pipa endotrakea pada
tekanan ventilasi mencapai 20 cmH20.
Laryngeal Mask Airway (LMA) pertama kali diperkenalkan oleh dr. Archie Brain, seorang
anestesiologis, tahun 1981 di rumah sakit Whitechapel, London. LMA mulai dijumpai di pasaran
pada tahun 1988, dan hanya dalam waktu 12 bulan telah dipakai di lebih dari 500 rumah sakit di
London, Inggris. Lebih dari 50% tehnik anestesia umum di beberapa pusat di Inggris
menggunakan LMA, khususnya pada operasi rawat jalan atau one day surgery (ODS).
Yang menjadi indikasi untuk menggunakan LMA antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka.
2. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal selama ventilasi
spontan.
1. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih dari 1,5 cm,
misalnya pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine
instability, yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA.
4. Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya pengosongan
lambung.
7. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh kaf dari LMA.
Pemasangan LMA dapat dilakukan dengan induksi menggunakan sevofluran atau propofol. Dari
bebarapa penelitian menyatakan bahwa propofol merupakan obat pilihan untuk pemasangan
sungkup laring dengan kemampuannya menekan reflek jalan nafas (batuk, cegukan, spasme
laring) dan kemudahan dalam pemasangannya. Sevofluran merupakan agen anestesi inhalasi
yang ideal untuk induksi, oleh karena mempunyai koefisien kelarutan yang rendah, bau tidak
menyengat, tidak iritatif serta waktu pulih yang cepat.
Sampai dengan saat ini, teknik yang banyak digunakan untuk pemasangan LMA adalah teknik
Brain yang merupakan teknik standar pemasangan LMA.
Adapun langkah-langkah pemasangan LMA dengan teknik Brain adalah sebagai berikut :
1. Kaf harus dikempeskan maksimal dan benar sebelum dipasang. Pengempisan harus
bebas dari lipatan dan sisi kaf sejajar dengan sisi lingkar kaf.
2. Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelum dipasang. Hal ini untuk menjaga agar ujung
kaf tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum. Pemberian jeli pada sisi depan
akan dapat mengakibatkan sumbatan atau aspirasi, karena itu tidak dianjurkan.
3. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan air sniffing dengan cara menekan
kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan. Buka mulut
dengan cara menekan mandibula kebawah atau dengan jari ketiga tangan yang dominan.
4. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan kaf.
5. Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas, menyusur palatum dan dengan
bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
6. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampai rongga hipofaring. Tahanan akan terasa bila
sudah sampai hipofaring.
7. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan posisi,
dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita. Bila sudah berpengalaman, hanya
dengan jari telunjuk, LMA dapat langsung menempati posisinya.
9. LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan pernafasan bantu. Bila ventilasi
tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan pemasangan kembali.
10. Pasang bite block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan, setelah itu lakukan fiksasi.
Gambar Cara pemasangan LMA dengan teknik Brain
LMA dibuat sedemikian rupa sehingga dalam pemasangan tidak diperlukan laringoskop seperti
pada pemasangan pipa endotrakea. Pemasangan sangat mudah, meski tanpa melihat langsung
ke daerah hipofaring tetapi dapat menyekat daerah sekitar faring dengan baik, sehingga
memudahkan ventilasi spontan atau dengan tekanan positip.
Pemasangan LMA yang tepat yaitu ujung LMA akan berada pada dasar hipofaring da berhadapan
dengan sfingter esofagus atas, dan sisi samping akan berada pada fossa pyriformis dan bagian
atas LMA akan berada pada pangkal lidah.
Gambar Posisi LMA in situ.
Meskipun relatif mudah, dalam melakukan pemasangan LMA kita tetap harus memperhatikan
beberapa hal penting agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang kita inginkan (Tabel 3).
2. The leading edge of the deflated cuff should be wrinkle free and facing away from the aperture
4. Ensure adequate anesthesia (regional nerve blok or general) before attemting insersion. Propofol with opioid provide superior condition
compare with thiopental
6. Use your index finger to guide the cuff along the hard palate and down into hyphoparinx until an increased resistance is felt. The
longitudinal black line should always be pointing directly chepalad (ie, facing the patients upper lip)
9. Obstruction after insertion is usually due to a down folded epiglottis or transient laryngospasm
10. Avoid pharyngeal suction, cuff deflation, or laryngeal mask removal until the patients is awake (eg, opening mouth on command.
Namun selain keuntungan diatas, ada beberapa kerugian dalam penggunaannya. Kerugian itu
antara lain adalah meningkatkan resiko aspirasi, tidak aman jika digunakan pada pasien morbid
obese, lebih besar resiko kebocoran gas dan polusi. Lebih lengkap tentang keuntungan dan
kerugian penggunaan LMA dibandingkan intubasi ET dan penggunaan sungkup muka dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut ini.