Anda di halaman 1dari 25

1

Laporan Kasus
Kasus Katarak dan Glaukoma Pada DM

Oleh :
Stanley Permana S
(030.08.230)

Pembimbing : Dr. Gede Eka Yudiasa, Sp.M


Departemen Ilmu Penyakit Mata RSAL Dr. Mintohardjo
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014
JAKARTA









2

LEMBAR PENGESAHAN



Laporan kasus dengan judul:
Kasus Katarak dan Glaukoma Pada DM

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Ilmu Mata RSAL dr.Mintohardjo





Jakarta, 4 Agustus 2014


Dr. Gede Eka Sp.M





3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus berjudul Katarak dan Glaukoma Pada DM ini tepat pada
waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian mata
RSAL dr.Mintohardjo. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr.Gede Eka SpM dan Dr. Sihol Enades SpM selaku dokter pembimbing
dalam kepaniteraan klinik Mata ini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan
semangat dan dukungan moril.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang mata
khususnya dan bidang kedokteran yang lain pada umumnya.


Jakarta, 4 Agustus 2014

Penulis












4



BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Pendidikan : S1
Alamat : Jl H.Sanusi blok C17 RT 003/RW001 Kecsmatan Palmerah
Tanggal : 13 Maret 2013
No. CM : 049320

ANAMNESA
Keluhan utama : Pandangan kabur
Anamnesa Khusus :
Pasien seorang Perempuan, 64 tahun, datang ke poliklinik mata RSAL dr Mintohardjo
untuk kontrol dengan keluhan awal penglihatan kabur sejak 3 tahun sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengeluh matanya terasa silau pada siang hari dan pandangan berasap dirasakan
pada sore hari. Peasien mengaku penglihatan pada malam hari lebih baik dibanding siang
hari. Keluhan tidak disertai rasa gatal. Keluhan pandangan berasap dan gambaran seperti
pelangi diakui pasien. Keluhan nyeri kepala di bagian belakang mata awalnya dirasakan
pasien,sehingga awalnya pasien ke dokter RSAL untuk memeriksakan matanya dan dipatkan
tekanan bola mata yang mencapai 6/7,5 dan 5/7,5 Riwayat menggunakan kacamata disangkal
pasien. Pasien tidak menggunakan kacamata pelindung ketika melakukan aktifitas di luar
rumah. Riwayat hipertensi disangkal pasien tetapi kencing manis tidak disangkal pasien
sejak tahun 1998. Pasien rutin memeriksakan gula darah ke dokter kurang lebih 2 tahun
terakhir dengan mengkonsumsi metformin begitu juga teratur kontrol dengan penyakit mata
yang dialaminya. Riwayat trauma benda tajam atau tumpul pada mata maupun operasi mata
sebelumnya disangkal. Pasien baru kali ini menderita sakit seperti ini. Di keluarga pasien
tidak ada yang menderita penyakit serupa seperti yang dirasakan pasien.

Anamnesa Keluarga :
Ibu pasien menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu diabetes melitus

Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya disangkal pasien.
- Riwayat darah tinggi disangkal pasien.
- Riwayat penyakit kencing manis tudak disangkal pasien.
- Riwayat trauma pada mata disangkal pasien.
- Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal pasien.

5

Riwayat Sosial-Ekonomi : Cukup



PEMERIKSAAN
1. Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital :
1. Tekanan darah : 130/80 mmHg
2. Nadi : 84 x/menit
3. Pernapasan : 20 x/menit
4. Suhu : Afebris

2. Status Oftalmologi
Pemeriksaan Visus dan Refraksi
Visus Ocular Dextra Ocular Sinistra
SC 6/15 3/60
Koreksi - -
Adde - -
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pemeriksaan Eksternal
Ocular Dextra Ocular Sinistra
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Cilia Tumbuh teratur Tumbuh teratur
C. Tarsal Superior Tenang Tenang
C. Tarsal Inferior Tenang Tenang
C. Bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Cornea Jernih Jernih
COA Dalam Sedang
Pupil Bulat, tengah, Bulat, Tengah
Diameter Pupil 4-5 mm 4-5 mm
Reflek cahaya :
- Direct
- Konsensuil

Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulit dinilai Sulit dinilai
Iris Coklat tua Coklat tua
Lensa Keruh Keruh
Shadow Test - -






6



Pemeriksaan Slit Lamp
Ocular Dextra Ocular Sinistra
Cilia Tenang Tenang
Conjungtiva Tenang Tenang
Cornea Jernih Jernih
COA Sedang Sedang
Pupil Bulat, Bulat
Iris Tenang Tenang
Lensa Keruh Keruh

Tonometri Schiotz : OD : 8/7.5 = 15,6 mmHg
OS : 7/7.5 = 18,5 mmHg
Pemeriksaan Funduscopy
Ocular Dextra Ocular Sinistra
Lensa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Vitreus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
a/v ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Cup disk ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks fovea Tidak dilakukan Tidak dilakukan

DIAGNOSIS BANDING

DIAGNOSIS KLINIS
Katarak Senilis Imatur ODS + Glaukoma Sekunder OS e.c Diabetes Melitus

RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hemoglobin, Leukosit, Waktu Perdarahan, Waktu Pembekuan,
Trombosit, Hematokrit
Kimia : Gula Darah Sewaktu, HbA1c
- Tekanan Darah


PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa : Kortikosteroid topikal, Metformin, Timolol
- Non Medikamentosa : Operasi Katarak
- Edukasi : Pola hidup sehat
PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad functionam : dubia ad malam
7



RESUME

Pasien seorang perempuan, 64 tahun, datang ke poliklinik mata RSAL dr Mintohardjo
dengan keluhan penglihatan kedua mata buram sejak 3 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Pasien mengeluh matanya terasa silau pada siang hari dan pandangan berasap dirasakan pada
sore hari. Peasien mengaku penglihatan pada malam hari lebih baik dibanding siang hari.
Keluhan tidak disertai rasa gatal. Keluhan pandangan berasap dan gambaran seperti pelangi
diakui pasien. Keluhan nyeri kepala disangkal pasien. Riwayat menggunakan kacamata
disangkal pasien. Pasien tidak menggunakan kacamata pelindung ketika melakukan aktifitas
di luar rumah. Riwayat hipertensi disangkal kencing manis tidak disangkal pasien. Riwayat
trauma pada mata maupun operasi mata sebelumnya disangkal. Pasien baru kali ini menderita
sakit seperti ini. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit serupa seperti yang
dirasakan pasien.

Pemeriksaan Visus dan Refraksi
Visus Ocular Dextra Ocular Sinistra
SC 6/15 3/60
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pemeriksaan Eksternal
Ocular Dextra Ocular Sinistra
Palpebra Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Palpebra Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Ap. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
C. Bulbi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Cornea Jernih Jernih
COA Dalam Sedang
Pupil bulat, reguler bulat, reguler
Iris Coklat tua Coklat tua
Lensa Keruh Keruh
Shadow Test - -

Tonometri Shiots : OD : 7/5.5 = 20.6 mmHg
OS : 8/7.5 = 30.4 mmHg









8



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

GLAUKOMA
Definisi
Definisi glaukoma yang digunakan saat ini adalah keadaan patologis dimana terjadi
kerusakan progresif dari akson ganglion sel saraf optik yang menyebabkan gangguan
lapangan pandang yang berhubungan dengan tekanan intraokular.
Fisiologi dan Patofisiologi
Aqueous diproduksi oleh epitel tidak berpigmen dari prosesus siliaris, yang merupakan
bagian anterior dari badan siliar. Aqueous humor kemudian mengalir melalui pupil ke dalam
kamera okuli anterior, memberikan nutrisi kepada lensa, iris dan kornea. Drainase aqueous
melalui sudut kamera anterior yang mengandung jaringan trabekular dan kanal Schlemm dan
menuju jaringan vena episklera.
Perjalanan aliran aqueous humor 80-90% melalui jaringan trabekular, namun terdapat 10%
melalui ciliary body face, yang disebut jalur uveoskleral.
Berdasarkan fisiologi dari sekresi dan ekskresi cairan aqueous, maka terdapat tiga faktor
utama yang berperan dalam meningkatnya tekanan intraokular, antara lain :
Kecepatan produksi aqueous humor oleh badan siliar
Resistensi aliran aqueous humor melalui jaringan trabekular dan kanal Schlemm
Tekanan vena episklera
Tekanan intraokular normal yang secara umum diterima adalah 10-21 mmHg.


9


Klasifikasi
Banyak sekali pola yang digunakan untuk mengklasifikasikan glaukoma, namun, klasifikasi
yang secara luas digunakan adalah glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup,
karena pembagian tersebut terfokus pada patofisiologi terjadinya glaukoma dan merupakan
titik awal ditentukannya penatalaksanaan klinis yang sesuai.
Klasifkasi Vaughen untuk glaukoma adalah :
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit mata
atau sistenik yang menyebabkan meningkatnya resistensi aliran aqueous humor.
Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata.
a. Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)
b. Glaukoma sudut tertutup
2. Glaukoma Kongenital
a. Primer atau infantil
b. Menyertai kelainan kongenital lain
3. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang berhubungan dengan penyakit mata atau
sistemik yang menyebabkan menurunnya aliran aqueous humor. Glaukoma sekunder
sering terjadi hanya pada satu mata.
Kelainan mata yang dapat menyebabkan glaukoma antara lain :
a. Kelainan lensa
b. Kelainan uvea
10

c. Trauma
d. Pasca bedah
4. Glaukoma absolut

Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang diketahui penyebab yang menimbulkannya.
Glaukoma sekunder dapat terlihat dalam bentuk sudut tertutup maupun sudut terbuka.
Kelainan-kelainan tersebut dapat terletak pada :
Sudut bilik mata, akibat goniosinekia, hifema, leukoma adheren dan kontusi sudut
bilik mata
Pupil, akibat seklusio dan oklusi relatif pupil
Badan siliar, seperti rangsangan akibat luksasio lensa
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan glaukoma, yaitu :
Uveitis, dimana glaukoma terjadi akibat adanya sinekia anterior maupun posterior,
penimbunan sel radang di sudut bilik mata dan seklusio pupil yang biasanya disertai
dengan iris bomb.
Pasca trauma serta ulkus kornea, yang mengakibatkan leukoma adheren sehingga
bilik mata tertutup dan mengganggu aliran aqueous humor.
Hifema, akan mengakibatkan tersumbatnya sudut bilik mata
Glaukoma yang disebabkan oleh lensa. Katarak yang immatur akan menyerap cairan
sehingga ukurannya membesar sehingga menyumbat sudut bilik mata, sedangkan
katarak yang hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa dapat menyumbat
sudut bilik mata. Pascabedah katarak, yang mengakibatkan terbentuknya sinekia dan
terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah pupil.





11

Evaluasi Klinis
Penatalaksanaan glaukoma yang tepat dan baik tergantung dari kemampuan mendiagnosis
glaukoma dengan tepat.
Diagnosis dapat dirumuskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang
lengkap.
Anamnesis
Anamnesis yang diambil harus mencakup keluhan utama pasien, riwayat perjalanan penyakit
mata maupun proses sistemik yang ada, dan riwayat penyakit keluarga, baik glaukoma
maupun penyakit mata lainnya. Terkadang ada baiknya kita mengajukan pertanyaan yang
berhubungan dengan gejala dari glaukoma seperti rasa sakit atau nyeri, melihat halo, trauma,
riwayat operasi sebelumnya dan penyakit mata yang diderita sebelumnya. Selain itu, riwayat
penyakit sistemik yang berhubungan dengan glaukoma juga ditanyakan, seperti riwayat
diabetes melitus atau hipertensi. Ada baiknya kita juga menanyakan adanya riwayat
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Refraksi
Pemeriksaan yang pertama harus dilakukan adalah pemeriksaan refraksi. Pasien dengan
miopia yang tinggi memiliki resiko yang besar menderita glaukoma, walaupun hubungan
antara miopia dengan glaukoma sudut terbuka masih kontroversial.
Konjungtiva
Pada galukoma akut akan tampak vasodilatasi pembuluh darah konjungtiva. Penggunaan obat
tetes epinefrin jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya deposit hitam adenokrom pada
konjungtiva. Penggunaan obat antiglaukoma topikal dapat menyebabkan mata kering dan
reaksi alergi.
Kornea
Perhatikan adanya edema kornea, garis Scwalbe, abnormalitas endotel dan skar akibat
trauma.


12

Kamera Okuli Anterior
Perhatikan dalam dan dangkalnya kamera okuli anterior. Pemeriksaan lebih tepat dapat
menggunakan gonioskopi.
Iris
Perhatikan adanya atrofi iris, defek transiluminasi, ektropion uvea, nodul dan eksfoliasi.
Perhatikan juga adanya neovaskularisasi pada permukaan anterior iris.
Lensa
Perhatikan posisi, bentuk, ukuran, serta kejernihan atau kekeruhan lensa. Jika pasien
menggunakan IOL, perhatikan letak dan posisi dari IOL tersebut.
Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi dapat menentukan cupping dari papil nervus optikus. Selain itu,
pemeriksaan fundus dapat membantu mengungkapkan kelainan atau kondisi diluar glaukoma.
Alat bantu pada pemeriksaan glaukoma adalah :
Tonometri (Tonometri Digital, Schiotz, Aplanasi Goldmann), pemeriksaan ini
digunakan untuk mengukur tekanan intraokuler.





13

Gionoskopi, merupakan suatu cara yang digunakan untuk menilai lebar atau
sempitnya sudut bilik mata depan, sehingga dapat dibedakan antara glaukoma sudut
tertutup atau terbuka, dan mengetahui adanya perlekatan iris bagian perifer.


Perimetri, merupakan penilaian klinis terhadap lapang pandang seseorang. Perimetri
memiliki dua tujuan utama dalam penatalaksanaan glaukoma, yaitu, untuk
mengidentifikasi gangguan lapang pandang seseorang dan menilai secara kuantitatif
dalam pemantauan perawatan pasien glaukoma.
Tonografi, digunakan untuk mengukur cairan bilik mata yang dikeluarkan mata
melalui trabekula dalam satu satuan waktu.
Tes Provokasi. Pada gaukoma sudut terbuka dapat digunakan tes minum air, pressure
congestion test, kombinasi antara tes minum air dengan pressure congestion test dan
tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup digunakan tes kamar gelap, tes
membaca, tes midriasis, tes bersujud.
Penatalaksanaan
Masalah yang dihadapi dalam memilih penatalaksanaan yang tepat untuk glaukoma adalah
kapan dan bagaimana penatalaksanaan harus dilakukan.
Glaukoma primer sudut tertutup dan glaukoma infantil diterapi secepatnya setelah diagnosis
ditegakkan. Glaukoma sudut terbuka diterapi setelah papil nervus optikus menunjukkan
keadaan patologis progresif berupa penggaungan dan/atau terdapat defek lapangan pandang,
atau saat TIO meningkat sampai diduga menyebabkan kerusakan papil nervus optikus.
Tujuan utama jangka pendek penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan fungsi visual dengan efek samping terapi
yang minimal.
14

Terdapat dua macam terapi yang dapat digunakan, yaitu terapi medikamentosa dan terapi
bedah. Hubungan antara keduanya sangat kompleks. Pada glaukoma primer sudut tertutup
dengan blokade pupil dan glaukoma infantil, terapi bedah merupakan terapi utama,
sedangkan terapi medikamentosa merupakan terapi sekunder setelah dilakukan pembedahan.
Pada glaukoma primer sudut terbuka, terapi awal adalah terapi medikamentosa, terapi bedah
dilakukan bila pengoabatan gagal atau tidak dapat ditoleransi lagi. Namun, yang terpenting
dalam penatalaksanaan glaukoma adalah evaluasi secara periodeik perkembangan penyakit
dan perawatannya.
1. Terapi Medikamentosa
Melihat patofisiologi terjadinya glaukoma, maka terapi medikamentosa ini ada yang
bekerja pada sistem sekresi dan ada yang bekerja pada sistem ekskresi.
Obat yang bekerja pada sistem sekresi, antara lain :
Antagonis -adrenergik. Obat beta-blocker ini dapat menurunkan TIO dengan
mengurangi sekresi dari aqueous humor, akibat blokade reseptor beta pada
badan siliar. Preparat beta-blocker topikal yang digunakan antara lain adalah
timolol, betaxolol, carteolol, levobunolol dan metipranolol.
Inhibitor Carbonic Anhidrase. Preparat ini menghambat enzim carbonic
anhidrase sehingga menurunkan produksi aqueous humor pada badan siliar.
Tersedia preparat topikal maupun sistemik, namun, topikal lebih baik digunakan
karena jika diberikan sistemik maka akan muncul efek samping yang lebih
banyak. Preparat yang sering digunakan adalah asetazolamide dan
methazolamide
Agonis Adrenergik. Mekanismenya adalah melalui aktivasi reseptor alfa-2 pada
badan siliar sehingga sekresi aqueous humor terhambat. Preparat yang adalah
garam epinefrine, yaitu epinephrine hydrochloride, epinephrine borate dan
epinephrine bitartrate.
Obat yang bekerja pada sistem ekskresi, antara lain :
Parasimpatomimetik (Miosis). Mekanismenya adalah melalui stimulasi reseptor
muskarinik dan blokade antikolinesterase, sehingga muskulus siliar berkontraksi
dan menarik spur sklera an melebarkan jaringan trabekuler sehingga aliran
aqueous menjadi lancar. Preparat yang kita ketahui adalah obat tetes
Pilocarpine.
15

Hiperosmotik. Merupakan preparat yang menurunkan volume cairan intraokuler
dengan menarik cairan ke intravaskuler secara osmosis. Preparat oralnya antara
lain adalah gliserin dan isosorbid, sedangkan preparat intravenanya adalah
manitol. Preparat ini biasanya hanya digunakan pada glaukoma akut dan hanya
digunakan dalam beberapa hari saja.
Analog Prostaglandin. Mekanisme dari analog prostaglandin ini adalah dengan
meningkatkan aliran uveoskleral aqueous dengan meningkatkan matriks
ekstraseluler dari cilliary body face. Preparat yang ada adalah Xalatan, Rescula,
Travatan dan Lumigan.

Diluar preparat tersebut, terdapat preparat kombinasi, sehingga seorang dokter dapat
memberikan hanya satu obat tetes saja, sebagai contoh, Cosopt, yang berisi kombinasi
beta-blocker (timolol 0,5%) dan CA inhibitor (dorzolamide).
Terkadang pemberian secara topikal (tetes mata) dapat menyebabkan cairan tersebut
mengalir ke sistem saluran air mata menuju hidung, sehingga absorbsi topikal mata
berkurang dan hal tersebut dapat mempengaruhi efek obat itu sendiri. Sehingga,
sebaiknya dilakukan oklusi punctum lakrimalis dengan memencet pangkal hidung
bagian atas sehingga oba tetes tidak memasuki saluran air mata dan dapat diserap
dengan baik.
2. Terapi Bedah
a) Terapi bedah pada glaukoma sudut terbuka
Indikasi terapi bedah pada glaukoma sudut terbuka adalah saat TIO tidak lagi
dapat diatur atau dipertahankan dalam batas normal dengan pengobatan
medikamentosa. Tindakan bedah yang dilakukan adalah Trabekuloplsti (Argon
Laser Trabeculoplasty), trabekulektomi, Tube-shunt surgery, skelrostomi, ablasi
badan siliar dan siklodialisis.
b) Terapi bedah pada glaukoma sudut tertutup
Tindakan bedah yang dapat dilakukan antara lain Laser Iridotomy, Iridotomi
perifer, Laser Gonioplasty, Goniophotocoagulation, Goniophotodisruption,
ekstraksi katarak, vitrektomi dan Tube-shunt surgery.

16

c) Terapi bedah pada glaukoma kongenital
Terapi bedah yang dilakukan adalah trabekulotomi dan goniotomi.

KATARAK
Definisi
Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan
lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut.
(Cataracta=air terjun).


Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan, antara lain :
1) Berdasarkan penyebab terjadinya :
Katarak Primer, terjadi akibat gangguan perkembangan danmetabolisme dasar
lensa.
Katarak Sekunder, terjadi akibat tindakan pembedahan lensa
Katarak akibat komplikasi dari penyakit mata atau sistemik lainnya
2) Berdasarkan usia pasien :
Katarak Kongenital
Katarak Juvenil
Katarak Presenile
Katarak Senile
17

3) Berdasarkan lokalisasi anatomis lensa yang terkena :
Katarak Kortikal Anterior
Katarak Kortikal Posterior
Katarak Nuklear
Katarak Subkapsular
Katarak Total
4) Berdasarkan konsistensinya :
Katarak Cair
Katarak Lunak
Katarak Keras
5) Berdasarkan stadium penyakitnya :
Katarak Insipien
Katarak Immatur
Katarak Matur
Katarak Hipermatur
6) Berdasarkan bentuk atau pola kekeruhan lensa :
Katarak Polaris Anterior
Katarak Polaris Posterior
Katarak Lamelar atau Zonular
Katarak Sentral

Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi Burrato:
Grade I
o Refleks fundus positif
o Visus lebih dari 6/12
o Nukleus lunak
o Lensa nampak sedikit keruh dan warnanya agak keputihan
o Usia kurang dari 50 tahun
Grade II
o Refleks fundus positif
o Visus 6/12 hingga 6/30
o Nukleus sedikit keras, tampak sedikit kekuningan
o Gambaran seperti katarak subkapsular posterior
18

Grade III
o Refleks fundus negatif
o Visus 6/30 hingga 3/60
o Nukleus agak keras, warna kekuningan
o Korteks berwarna abu-abu
Grade IV
o Refleks fundus negatif
o Visus 3/60 hingga 1/300
o Nukleus keras, warna kuning kecoklatan
o Usia lebih dari 65 tahun
Grade V
o Refleks fundus negatif
o Visus kurang dari 1/300
o Nukleus sangat keras, warna kecoklatan hingga kehitaman (brunescent cataract /
black cataract)
o Usia lebih dari 65 tahun

Katarak Senil
Katarak senil biasanya dimulai pada usia 50 tahun. Kedua mata dapa terlihat dengan derajat
kekeruhan yang sama atau berbeda.
Proses degenerasi pada lensa terjadi secara perlahan-lahan, oleh sebab itu penglihatan pasien
pun turun secara perlahan-lahan.
Proses degenerasi lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil, yaitu :
Stadium Insipien, dimana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
Kekeruhan lesa tidak teratur. Pada stadium ini, proses degenerasi belum menyerap
cairan mata ke dalam lensa sehingga kedalaman bilik mata depan akan tampak normal.
Tajam penglihatan pasien mulai menurun tetapi belum mengganggu.
Stadium Immatur, dimana pada stadium ini, proses degeneratif yang terjadi mulai
menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium
ini terjadi pembengkakan lensa, sehingga iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal
dan sudut bilik mata menjadi sempit atau tertutup, sehingga pada stadium ini dapat
19

terjadi glaukoma sekunder. Pada katarak immatur, penglihatan mulai mengganggu, hal
tersebut terjadi akibat media refraksi tertutup oleh kekeruhan lensa yang makin
menebal. Pada pemeriksaan shadow test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa.
Uji shadow test (+).



Stadium Matur, merupakan proses degenerasi lanjut dari lensa. Pada stadium ini terjadi
kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah seimbang dengan cairan
dalam mata, sehingga ukuran lensa kembali normal. Pada pemeriksaan terlihat iris
dalam posisi normal, bilik mata depan normal dan sudut bilik mata depan terbuka
normal dan shadow test (-). Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya dapat
melihat proyeksi sinar.


Stadium hipermatur, pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan
korteks mencair sehingga nukleus lensa tenggelam di dalam korteks lensa. Pada
stadium ini terjadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa yang cair keluar
dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium hipermatur ini akan tampak lensa
dengan ukuran yang lebih kecil dari normal, sehingga tampak sudut bilik mata depan
yang terbuka. Shadow test (-). Shadow test dapat (+), karena bayangan iris terbentuk
pada kapsul anterior dengan lensa yang mengecil, sehingga disebut dengan
pseudopositif. Akibat dari bahan lensa yang keluar, dapat terjadi proses inflamasi yaitu
uveitis, selain itu, bahan-bahan tersebut dapat menyumbat jaringan trabekular sehingga
mengganggu aliran aqueous humor dan timbullah glaukoma (glaukoma fakolitik).
20




Gejala Klinis katarak senilis
Akibat kekeruhan lensa yang prosesnya berjalan perlahan, maka terjadi penurunan
penglihatan yang berkurang secara perlahan hingga hanya dapat mengenali sinar pada proses
yang lanjut, dan berakhir dengan kebutaan pada stadium hipermatur.
Pada pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang biasanya berwarna putih. Warna
pupil dapat bewarna kuning atau coklat. Penglihatan malam atau pada penerangan yang
kurang sangat menurun. Pada penerangan yang kuat akan timbul rasa silau.

Pengobatan Katarak Senil
Tidak ada satupun obat yang dapat mengatasi katarak senil kecuali tindakan bedah.
Pengobatan yang biasanya diberikan hanya memperlambat proses, namun tidak
menghentikan proses degenerasi lensa tersebut. Tindakan bedah dilakukan bila terdapat
indikasi, seperti : katarak matur, katarak hipermatur, katarak yng belum matur namun telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari, dan katarak yang menimbulkan komplikasi (uveitis dan
glaukoma).
Pembedahan dapat dibedakan menjadi ekstraksi lensa intrakapsuler, merupakan operasi
katarak dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya, keuntungan dari proses ini
adalah seluruh lensa dikeluarkan dari mata sehingga tidak ada resiko katarak sekunder,
sedangkan kerugiannya adalah bisa terjadi prolaps badan kaca ke dalam bilik mata depan.
Ekstraksi lensa ekstrakapsuler, pada operasi ini yang diambil hanya kapsul lensa anterior
bagian tengah, korteks, dan nukleus, kapsul posterior tetap ditempatnya. Kerugian cara ini
adalah adanya kemungkinan terjadinya katarak sekunder karena sisa-sisa badan lensa
21

mungkin masih tertinggal di mata. Keuntungannya adalah dengan masih utuhnya kapsul
posterior, berarti badan kaca terlindung dan bisa mengurangi insiden edema macula kistoid.
Selain itu, terdapat pembedahan dengan fakoemulsifikasi, pada operasi ini, katarak yang
lunak dapat dipecah-pecah menjadi fragmen-fragmen dan diaspirasi. Keuntungannya adalah
hanya diperlukan insisi kecil. Kerugiannya adalah masih tertinggalnya sisa-sisa bahan lensa
di dalam mata sehingga untuk menangani inti lensa yang keras diperlukan manipulasi dan
waktu pengerjaan yang cukup lama.
Setelah pembedahan katarak, maka dipasang lensa intra okuler. Ada yang diletakkan di
depan iris dan ada yang diletakkan di belakang iris. Pemasangan lensa intra okuler
merupakan solusi terbaik untuk memperbaiki penglihatan yang afakia.
Pandangan pasien sebelum dan sesudah dilakukan tindakan bedah :



Katarak dan Glaukoma pada Penderita Diabetes
Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitudo
akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan kadar glukosa
pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat pada aqueous humor dan
glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa dalam lensa akan meningkat.
Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang
tidak dimetabolisme namun menetap di dalam lensa.
(6)

Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam lensa yang
menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi lentikular dapat
mempengaruhi kemampuan/kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan diabetes dapat
menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan pada kadar glukosa darah
Sesudah Operasi Sebelum Operasi
22

yang dialami. Perubahan miopik akut dapat mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa
atau diabetes yang tidak terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi
yang menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat
terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan
yang tidak mengalaminya.
(6)

Bukti-bukti eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari protein lensa terlibat dalam
proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein lensa, di mana glukosa atau gula-gula
terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-amino dari residu lisin atau amino terminal dari
protein yang mengakibatkan pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami
perombakan secara Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin yang
lebih stabil dari produk Amadori (produk glikosilasi awal). Pada tahap akhir, produk
Amadori mengalami dehidrasi dan perombakan kembali untuk membentuk lintas silang
antara protein terkait, menghasilkan agregat protein atau Advanced Glycocylated End
Products(AGEs).
(7)

Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes.
Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang telah ditemukan, pola-pola yang lain dapat
pula dijumpai. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, terdiri dari perubahan bilateral
tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara tipikal
terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan multipel
abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti serpihan-serpihan salju terlihat pada
korteks anterior superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuol-vakuol dapat tampak pada
kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada korteks. Intumesensi dan maturitas dari katarak
kortikal akan mengikuti setelahnya. Para peneliti percaya bahwa perubahan metabolik yang
mendasari terkait dengan katarak diabetik sejati pada manusia sangat dekat sekali dengan
katarak sorbitol yang dipelajari pada binatang percobaan. Sekalipun katarak diabetik sejati
jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala macam bentuk maturitas progresif
dari katarak bilateral kortikal pada anak atau dewasa muda harus mengingatkan para dokter
akan kemungkinan diabetes mellitus. Resiko tinggi pada katarak terkait usia pada pasien
dengan diabetes dapat merupakan akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan
hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein pada lensa diabetik. Klein, dkk
menyimpulkan dalam penelitiannya, bahwa diabetes mellitus terkait dengan insidens selama
dari 5 tahun dari katarak kortikal dan subkapsular posterior dan dengan progresi dari
beberapa kekeruhan minor kortikal dan subkapsular posterior lensa. Perubahan-perubahan ini
terkait dengan kadar glukosa darah. Sedangkan Perkins (1984) mendapatkan selisih
23

prosentase sedikit lebih banyak pada subkapsular posterior dengan diabetes sebanyak 11,3%
dan 11% pada non-diabetik.
(8,9)

Peningkatan glikosilasi non-enzimatik dan Advanced Glycocylated End Products (AGEs)
telah dipostulasikan dalam pembentukan katarak. Pemberian inhibitor aldose reduktase
inhibitor (0,06% tolrestat atau polnalrestat, 0,0125% AL-1576 selama 8 minggu) pada diet
dari tikus diabetik terinduksi streptozotocin (STZ) memberikan hasil penurunan kadar
sorbitol, hambatan progresifitas katarak, penurunan konsentrasi protein terglikosilasi pada
lensa dan sedikit penurunan kadar AGE lentikular jika dibandingkan dengan tikus diabetik
yang tidak diterapi setelah 45 dan 87 hari diabetes.
(8,9)

Adapun dapat terjadinya penyakit glaukoma pada penderita diabtetes disebabkan
pertama oleh terdapatnya katarak baik jenis imatur maupun hipermatur dimana katarak
immatur akan menyerap cairan sehingga ukurannya membesar sehingga menyumbat sudut
bilik mata,sedangkan untuk katarak hipermatur, lensa akan pecah dan komposisi lensa dapat
menyumbat sudut bilik mata. Pascabedah katarak yang mengakibatkan terbentuknya sinekia
dan terbentuknya blokade pupil akibat radang di daerah pupil






















24

BAB III
PEMBAHASAN

1. Mengapa pasien ini didiagnosa katarak senilis matur ODS dan glaukoma sekunder
ODS et causa diabetes melitus?
Pada pasien ini didiagnosis katarak senilis matur ODS dan glaukoma sekunder OS
karena berdasarkan:
Pada anamnesis, didapatkan :
1. Usia pasien lebih dari 50 tahun
2. Penglihatan buram dan terasa silau pada siang hari dan berasap pada sore hari
3. Gambaran seperti pelangi
4. Nyeri kepala dibelakang mata
5. Riwayat DM
6. Riwayat TIO meningkat

Pada pemeriksaan visus, pemeriksaan eksternal, dan funduscopy, didapatkan :
1. Didapatkan visus ODS 3/60
2. Pada pemeriksaan objektif, didapatkan lensa keruh
3. TIO 7/7,5 dan 8/7,5

Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosis pada pasien ini dengan katarak
matur ODS dan glaukoma sekunder OS.

2. Bagaimana penatalaksanaan pasien ini ?
Pada kasus ini terapinya terbagi 2, yaitu medikamentosa dan non medikamentosa.
1) Non medikamentosa,
2) Medikamentosa


3. Bagaimana prognosis pasien ini ?
Ad Vitam: ad bonam
Prognosis ad vitam bonam karena katarak dan glaukoma yang diderita pasien
bersifat lokal (bukan sistemis). Hal ini juga ditunjang oleh hasil pemeriksaan
status generalis yang dalam batas normal, menunjukkan tidak adanya penyakit
sistemik yang mengancam jiwa pasien.

Ad Functionam: Dubia ad Malam
Glaukoma merupakan penyakit yang tidak tidak dapat disembuhkan secara total.
Tujuan utama jangka pendek penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mempertahankan fungsi visual
dengan efek samping terapi yang minimal.

25


DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophtalmology. Glaucoma, Basic and Clinical Science Course.
American Academy of Ophtalmology. USA: 1997.
2. Rhee, D. J. Color Atlas and Synopsis of Clinical Ophtalmology, Wills Eye Hospital,
Glaucoma. McGraw Hill. USA: 2003.
3. Ilyas, S, Prof, Dr. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2003.
4. Ilyas, S, Prof, Dr. Penuntun Ilmu penyakit Mata Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta:2003.
5. Soekardi, I; Hutauruk, J. A. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Granit. Jakarta:2004
6. Rosenfeld S, Blecher MH. Pathology; Cataracts, Metabolic Cataracts. In: Rosenfeld S,
editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of
Ophtalmology; 2006; 45-61
7. Maritim AC, Sanders RA, Wantkins JB, 2002. Diabetes, Oxidative Stress, and
Antioxidants: A Review. J Biochem Molecular Toxicology. 17: 24-38.
8. Klein BK, Klein R, Lee KE, 1998. Diabetes, Cardiovaskular Disease, Selected
Cardiovascular Risk Factors, and The 5-Year Incidence of Age-Related Cataract and
Progression of Lens Opacities: The Beaver Dam Eye Study. American Journal of
Ophtalmology. 126: 782-90
9. Dugmore WN, Tun K. 1980. Glucose Tolerance Tests in 200 Patients with Senile
Cataract. British Journal of Ophtalmology. 64: 689-92.

Anda mungkin juga menyukai