REFRAKSI
Pembimbing:
dr. Azrina Noor Sp.M
Disusun oleh:
Karina Fitrah Amanda (030.12.138)
Nama : Ny. S
No. RM : 245443
Usia : 56 Tahun
Alamat : JL. Gardu GG H Amin No.
75 RT/RW 08/02
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
anamnesis
ANAMNESIS
• Pasien mengeluh pandangan buram seperti kabut gelap pada kedua mata sejak ± 3 bulan yang lalu
• KELUHAN TAMBAHAN
• Terkadang suka tersandung jika berjalan
• 2 tahun terakhir jika mata terasa lelah pasien memeberikan obat tetes dengan merk “berwater” yang didapat dari
saudara pasien. Biasanya pasien menggunakan 1 tetes jika lelah pada matanya.
• Selain obat tersebut, pasien juga menggunakan obat tetes mata Vicin yang dikatakan oleh pasien sebagai pembersih
mata, yang dipakai setiap malam 1 tetes jika kedua mata lelah.
• Selama kontrol di RSUD Pasar Rebo pasien hanya diberi satu obat tetes pelembab untuk kedua mata yang sudah dipakai
pasien sampai habis tetapi pasien tidak ingat nama obat tersebut
Riwayat pengobatan
Status oftalmologi
PEMERIKSAAN FISIK
1.Streak Retinoscope untuk mendapatkan pengukuran yang objektif dari kesalahan bias mata pasien pada pengukuran visus
2.Retinometri Untuk menilai tajam penglihatan pasien melalui lensa yang keruh karena pada pasien terdapat shadow test (+) pada mata kiri
3.Pemeriksaan gonioskopi dengan metode Van Herick Grading membandingkan ketebalan kornea dengan kedalaman sudut BMD, karena pada pasien dicurigai adanya glaukoma/observasi glaukoma
• ECCE OD
Terapi definitive • ECCE OS
Medikamentosa •
•
Timol 0.5% 2 x sehari OS
C. Lyteers 6 x sehari ODS
Pasien mengeluh awalnya sulit melihat jauh pada saat pasien berusia 15 tahun dan pasien memakai kacamata dengan ukuran
S-4.00 pada kedua mata lalu setiap kontrol ke dokter, ukuran kacamata pasien selalu bertambah ukurannya hingga saat ini
ukuran kacamata pasien S-19.00 pada mata kanan dan kiri dan sebelum keluhan bertambah menjadi sangat buram, pasien
nyaman dengan ukuran kacamata tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki kelainan refraksi yaitu myopia tinggi
dikarenakan ukuran kacamata > -6.00 Dioptri. Sesuai teori klasifikasi myopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan
untuk mengkoreksinya yaitu Miopia berat atau tinggi dengan lensa koreksinya > 6,00 Dioptri .
Analisa kasus
Pasien juga mengeluh pandangan menjadi berkabut dan gelap sejak 2-3 bulan yang lalu. Pasien mengaku sangat buram pada mata
kanan terlebih dahulu lalu mata kiri. Dapat disimpulkan adanya katarak senilis dikarenakan sesuai teori pada katarak yaitu gejala klinis
seperti pandangan buram, berkabut, atau berasap yang terjadi secara berangsur-angsur atau progresif. Klasifikasi berdasarkan onset
terjadinya pada pasien pada usia > 50 tahun yaitu katarak senilis dikarenakan proses degenerasi dari media refraksi yaitu lensa. Oleh
karena itu pada katarak terdapat penurunan visus sesuai dengan maturitas dari lensa.
Pasien merasa luas pandangnya semakin lama menyempit pada bagian bawah dan terdapatnya keluhan suka tersandung jika
berjalan sejak 2 bulan terakhir ini. Dapat disimpulkan bahwa keluhan tersebut dapat mengarah ke glaukoma. Karena adanya
kelainan atau defek pada lapang pandang. Terjadinya glaukoma bisa karena katarak disebut dengan glaukoma sekunder. Karena
maturitas dari lensa . Karena maturitas dari kekeruhan lensa nya sudah menyeluruh oleh karena itu akan terjadi lisis pada lensa
dan protein-protein pada lensa mencair dan masuk ke dalam COA. Terdapat reaksi peradangan di COA, trabekula meshwork
menjadi edema dan aliran aquous humor menjadi tersumbat oleh protein-protein lensa tersebut. Terjadilah peningkatan TIO.
Dan terjadinya defek lapang pandang pada pasien glaukoma karena terdorongnya Lamina Kribrosa akan menyebabkan
kerusakan pada serabut retina perifer karena letaknya yang paling dekat dengan scleral rim. Kerusakan saraf retina perifer lalu
bagian dalam retina lalu menuju superfisial pada nervus optikus. Oleh karena itu defek dari perifer
Analisa kasus
Pada pemeriksaan status oftalmologi didapatkan visus mata kanan 1/ ~ dan mata kiri +KM 1/60 ph (-) dan ukuran kacamata S-19.00
pada kedua mata. Dapat disimpulkan bahwa pada pasien memiliki penurunan visus yang sangat rendah. Terjadi karena adanya miopia
tinggi sejak usia muda dan terdapatnya katarak senilis yang membuat visus semakin menurun. Pada visus pasien seperti itu klasifikasi
katarak menurut maturitas atau derajat kekeruhan lensanya termasuk pada katarak hipermatur pada mata kanan yaitu 1/~ - NLP dan
mata kiri dengan visus 1/60 termasuk katarak imatur dengan range visus 6/7.5 – 1/60
Pada pemeriksaan status oftalmologi diadapatkan adanya shadow test (+) pada mata kiri. Yang terjadi dikarenakan kekeruhan
dari lensa belum meyeluruh. Oleh karena itu pada saat shadow test dengan cara disinarkan 45° ke lensa masih didapatkan
bayangan iris pada lensa, yang kekeruhannya belum menyeluruh. Menghasilkan shadow test (+) yang menandakan katarak masih
stadium imatur.
Dari pemeriksaan TIO didapatkan hasil normal, yaitu 17.5 pada mata kanan dan meningkat 24.1 mmHg pada mata kiri. Peningkatan
TIO dapat terjadi karena katarak nya yang sudah stadium hipermatur. Yang akan membuat protein dari lensa mencair dikarenakan lisis
nya lensa yang dapat membuat aliran aquous humor terhambat. Proses ini disebut dengan glaucoma sekunder akibat dari katarak.
Analisa kasus
Pada pemeriksaan konfrontasi menyatakan bahwa luas pandang mata kiri pasien memang menyempit pada bagian bawah. Terjadi
apoptosis sel pada ganglion retina yang dapat menyebabkan penipisan lapisan serat saraf Nervus Optikus yang dimulai dari serabut
bagian dalam. Oleh karena itu defek lapang pandang dimulai dari perifer lalu ke sentral.
Pada pemeriksaan USG mata pasien terdapat bentuk seperti “buah lemon” atau Stafiloma posterior ada penonjolan di belakang
garis ekuator. Keadaan ini menunjukan bola mata tidak bulat seperti ukuran normal (diameter AP 24 mm). Sesuai teori yaitu pada
mata myopia tinggi penyebab terjadinya multifaktorial salah satunya adalah myopia aksial terjadi akibat panjangnya aksial bola
mata melebihi >26 mm, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki myopia
tinggi dari gambaran USG kedua mata
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas didapatkan diagnosis kerja adalah High Myopia ODS, Katarak
Hipermatur OD, Katarak Imatur OS, Observasi glaukoma sekunder OS, dengan diagnosis
banding Glaukoma primer sudut terbuka,
TATALAKSANA
-utamanya adalah menurunkan TIO pada mata kiri terlebih dahulu sebelum melakukan terapi definitive yaitu dengan Ekstraksi kapsul
lensa.
- Dengan menggunakan antiglaukoma golongan Beta Blocker yaitu Timol 0.5% 2x sehari pada mata kiri, karena obat ini dapat
menurunkan produksi aquous humor dan penurunan TIO dengan obat ini sebesar 20-25%.
- Pasien juga tidak memiliki riwayat asma, jantung, karena pada penggunaan Beta Blocker ini berefek vasokontriksi areteriol.
- Jika pada saat evaluasi TIO sudah menurun dapat dilakukan rencana operasi yaitu dengan teknik ECCE (Extra Capsular Cataract
Extraction) mata kanan metode ini memiliki prinsip yaitu meninggalkan bagian posterior kapsul lensa untuk penanaman lensa baru.
- Menagapa ECCE dipilih ? karena, pada pasien ini memiliki katarak hipermatur pada mata kanan. Oleh karena itu kekerasan pada
nucleus lensa yang sudah terjadi harus dikeluarkan secara utuh. Setelahnya di rencanakan juga ekstraksi kapsul lensa pada mata kiri
karena perkembangan dari penyakit katarak yang progresif dengan visus pasien yang sudah rendah.
-Pemakaian artificial tears juga disarankan untuk mengatasi ketidaknyamanan pada kedua mata dapat diberikan Cendo Lyteers 6 x
sehari ODS.
ANATOMI bola mata
MEDIA REFRAKSI
kornea, aquous
humor, lensa,
vitreous humor
kornea
-Jaringan transparan disisipkan ke
dalam sklera pada daerah limbus
- ketebalan 0.5 mm
-Terdapat 5 struktur lapisan
-Fungsi: membiaskan cahaya
masuk & memfokuskan ke retina
3. Pres-
2. Miopia
biopia
4. Astig-
Myopia
- Suatu keadaan mata yang
mempunyai kekuatan pembiasan
sinar yang berlebihan sehingga
sinar sejajar yang datang
dibiaskan di depan retina, Pada
kondisi mata yang tidak
berakomodasi.
4. ukuran dioptri
lensa 5. umur
1. Manifestasi Klinis
3. perjalanan
penyakit
5. umur
- Miopia kongenital: sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis pada usia 2-3 tahun.
- Juvenile-Onset Myopia (JOM) : miopia dengan onset antara 7-16 tahun yang disebabkan terutama oleh
karena pertumbuhan sumbu aksial dari bola mata yang fisiologis.
- Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
a. Youth-onset miopia adalah miopia yang terjadi pada usia < 20 tahun
b. Early adult onset myopia adalah miopia yang terjadi pada usia 20 -40 tahun
c. Late adult onset myopia adalah miopia yang terjadi usia >40 tahun
Gejala myopia
1. Gejala subjektif
- Penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
- Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
- Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan anak
miopia.
2. Gejala objektif
- Bola mata yang sedikit menonjol
- Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar.
- Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil nervus optic
- Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan
terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya biasanya
tidak melebihi 6 D
Patofiologi myopia
teori biologik: menganggap
bahwa pemanjangan sumbu
bola mata sebagai akibat dari
kelainan pertumbuhan retina
(overgrowth)
miopia disebabkan
oleh pemanjangan
sumbu bola mata
teori mekanik : adanya
penekanan (stres) sklera oleh m.
rectus medial & m. obliq sup,
sebagai penyebab
pemanjangan tersebut.
PEMERIKSAAN REFRAKSI
jektif
•Uji pinhole
•Uji plasido
•Streak retinoscope
objektif •USG
•Keratometri / autorefractor
a. chart
Cara memeriksa :
1. Informed consent kepada pasien.
2. Pasien duduk pada kursi yang berjarak 6 m dari Snellen Chart.
3. Pasien diminta duduk dengan nyaman dan menghadap kedepan.
4. Mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak tangan pasien.
5. Pasien diminta membaca huruf atau gambar yang terdapat pada layar Snellen
Chart.
6. Bila pasien dapat menyebutkan huruf-huruf pada baris tersebut, maka
dilanjutkan dengan membaca huruf pada baris dibawahnya.
7. Tentukan baris terakhir yang dapat dibaca oleh pasien
Hitung jari
1. Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas pada snellen chart, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan menggunakan hitung jarii.
2. Bila pasien dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka visusnya 6/60.
3. Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan
penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
4. Bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m
di depan pasien.
5. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
Lambaian tangan
1. pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian
tangan.
2. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien. Dapat berupa
lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah.
3. Bila pasien dapat menyebutkan adanya lambaian, dengan proyeksi benar
berarti visusnya 1/300, apabila pasien dapat menyebutkan arah lambaian,
atau proyeksi salah apabila pasien tidak dapat menyebutkan arah lambaian.
4. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light” dilakukan pada ruangan yang gelap untuk
penyinaran.
penyinaran
1. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light” dilakukan pada ruangan yang gelap untuk penyinaran.
2. Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi benar.
4. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior.
5. Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~
dengan proyeksi salah.
6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0 (no light perception)
B. Uji pinhole
1. Jika pinhole diletakkan pada mata
ametropik yang tidak dikoreksi, tajam
penglihatan akan meningkat.
2. Karena pinhole hanya memungkinkan sinar
yg datang lurus yang masuk ke retina,
tanpa direfraksikan oleh kornea atau
lensa.
2. Jika visus maju/ membaik dengan
pinhole artinya terdapat kelainan refraksi
Jika tidak membaik atau visus tetap
artinya terdapat kelainan refraksi yang ek-
strim atau adanya kelainan organik.
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Streak Retinoscope
Retinoskop adalah teknik untuk mendapatkan pengukuran yang objektif dari
kesalahan bias mata pasien. Penggunaan retinoskop untuk memberikan sinar
cahaya ke mata pasien dan mengamati pantulan (refleks) dari retina pasien
USG
Katarak berasal dari bahasa Yunani ‘Katarrakies’ yang berarti air terjun. Menurut WHO, katarak
adalah kekeruhan lensa pada mata yang menghalangi kejernihan penglihatan. Menurut AAO katarak
adalah Katarak kekeruhan dari lensa kristal intraokular pada saat cahaya memasuki mata sampai
menuju retina. Kekeruhan ini dapat menyebabkan penurunan penglihatan dan dapat menyebabkan
kebutaan akhirnya jika tidak ditangani. Katarak sering berkembang perlahan dan tanpa rasa sakit,
sehingga penglihatan dan gaya hidup dapat terpengaruh tanpa disadarinya. Di seluruh dunia, katarak
adalah penyebab nomor satu dari kebutaan yang dapat dicegah
Klasifikasi katarak
1. ECCE
Teknik operasi yang umum dilakukan, baik pada dewasa maupun anak-ank adalah ekstraksi
katarak ekstrakapsular. Pada prosedur ini, lensa dilepas dengan meninggalkan kapsul posterior
permukaan viterus anterior. Tindakan diawali dengan insisi kornea atau libus 10mm di bagian
superior sepanjang 10 mm, lalu diinjeksikan cairan viskoelastis ke kamera okuli anterior, lalu
dilakukan kapsulotomi anterior, hidrodiseksi. Setelah itu, dilakukan nucleus expression, yaitu
penekanan secara lembut untuk mengeluarkan lensasecara utuh. Kemudian, dialkukan aspirasi
sisa korteks dan implantasi lensa. Berdasarkan American Society of Cataract and Refractive
Surgery (ASCRS), indikasi dilakukannya ECCE adalah katarak matur, katarak yang disertai dislokasi
lensa karena Zonula yang tidak ada, katarak traumatik, dan fasilitas operasi yang terbatas.
2. Phacoemulsifikasi
Tindakan ini menggunakan vibrator ultrasonik gengga untuk menghancurkan nukleus yang keras
dan substansi. ini diaspirasi keluar. Insisi dilakukan sebesar 3-5mm. Setelah itu dilakukan
implantasi lensa ke dalam okuli. Keuntungan yang didapat adalah kondisi intraoperasi yang lebih
terkendali, tidak diperlukan jahitan, serta pernyembuhan luka yang lebih cepat. Hal ini
menyebabkan kembalinya fungsi penglihatan yang lebih singkat. Fakoemulsifikasi dapat dilakukan
hampir semua jenis katarak. Kontraindikasi relatif adalah pada pupil yang tidak dapat midriasis,
nukleus lensa yang sangat keras, dan keadaan Zonula yang abnormal.
3. SICS
adalah modifikasi ECCE, dimana nukleus dikeluarkan melalui insisi di sklera yang
berbentuk terowongan. Operasi ini menjadi pilihan di banyak negara ketika
fakoemulsifikasi tidak dapat dilakukan karena adanya keterbatasan faslitas dan biaya.
Berdasarkan AAO, SICS dapat dilakukan pada semua jenis katarak yang membutuhkan
operasi, relatif cepat dan lebih efektif dibandingkan phacoemulsifikasi dan dianjurkan
untuk pasien dengan katarak matur dengan endotel kornea yang kompromis.
PROGNOSIS
• Nyeri di sekitar bola mata • Sama seperti yang akut • Terjadi pada pasien dengan
• Nyeri kepala • Peningkatan tekanan predisposisi penutupan sudut
• Tajam penglihatan turun intraokular berlangsung BMD
mendadak singkat dan rekuren • Peningkatan tekanan
• Mual muntah intraokular secara bertahap
• Dilatasi Pupil dengan sinekia anterior
• Injeksi Siliar
Pre Trabecular
Glaukoma Sekunder
Trabecular Post Trabecular Close Angle
Grade II
CA : Chamber
Grade Angle
III
Grade
IV
1 : 1 atau lebih
SI : Slit on Iris
Grade IV : 1:1 atau lebih
Grade III : 1 :
Grade II : 1 :