Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 32 TAHUN


DENGAN ODS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus
Pembimbing
Dibacakan Oleh
Tanggal

: dr. Afrisal H. Kurniawan, Sp.M


: dr. Ika Setyaningrum
: Nurjaya Adinugroho
: 6 Desember 2013

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Nurjaya Adinugroho

NIM

: 22010113210105

Judul Laporan

: Seorang Wanita 32 Tahun dengan ODS Astigmatisma


Myopikus Kompositus

Penguji

: dr. Afrisal H. Kurniawan, Sp.M

Pembimbing

: dr. Ika Setyaningrum

Semarang, 6 Desember 2013


Pembimbing,

Penguji,

dr. Ika Setyaningrum

dr. Afrisal H. Kurniawan, Sp.M

LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 32 TAHUN
DENGAN ODS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS
Kepada Yth.
Dibacakan oleh
Pembimbing
Dibacakan tanggal

: dr. Afrisal H. Kurniawan, Sp.M


: Nurjaya Adinugroho
: dr. Ika Setyaningrum
: 6 Desember 2013

I. PENDAHULUAN
Tajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta dan saraf. Bila
terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan dapat mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, dan corpus vitreous. Pada orang normal pembiasan
oleh media refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
emetropia dan mata yang tidak bisa membiaskan cahaya tepat sampai makula lutea disebut
ametropia.1 Miopia (nearsightedness) adalah salah satu bentuk ametropia di mana bayangan
dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi,
dan astigmatisma, di mana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada
retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea.2
Penyakit mata, khususnya yang menyebabkan kebutaan, sampai saat ini merupakan
masalah kesehatan di Indonesia. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan urutan pertama
penyakit mata di Indonesia adalah kelaian refraksi.3 Kelainan refraksi ini menyebabkan
0,06% penduduk Indonesia menjadi buta.4 Hasil survei oleh Hartanto didapatkan prevalensi
kelainan refraksi tidak terkoreksi penuh yang terbanyak adalah miopia dengan presentase
58,15%.5Prevalensi low vision dan kebutaan di Indonesia berturut-turut adalah 4,8% (Asia 5
9%) dan 0,9%. Provinsi Jawa Tengah memiliki prevalensi low vision dan kebutaan di atas
prevalensi nasional sebesar 5,9% dan 1%.6

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama
: Nn. L
Umur
: 32 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Kathollik
Alamat
: Kumudasmoro IV No.9 RT 001/RW 008, Bongsari, Semarang

Pekerjaan
Nomor CM

: Pegawai swata
: C451474

III. ANAMNESIS
(autoanamnesis tanggal 23 November 2013)
Keluhan Utama : Kedua mata kabur untuk melihat jauh.
Riwayat Penyakit Sekarang:
2 bulan yang lalu pasien mengeluh kedua mata terasa kabur terutama saat melihat jauh.
Keluhan dirasakan sepanjang hari dan mengganggu aktivitas dan tidak membaik dengan
kacamata yang sekarang digunakan. Pasien telah menggunakan kacamata sejak kelas 2 SMP,
terakhir kontrol dan koreksi sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan sering
membaca dekat saat membaca buku ataupun bermain laptop. Pasien juga merasakan mata
cepat lelah dan nyeri kepala, nyeri kepala dirasakan disekitar ubun-ubun, terasa seperti
berdenyut, dan membaik dengan istirahat ataupun memejamkan mata beberapa menit. Nyeri
kepala dirasakan saat pasien melihat garis yang berdekatan dan terkadang lantai terlihat
seperti bergelombang. Mata merah (-), nyeri/ cekot-cekot pada mata (-), gatal(-), berair(-),
ngganjel (-), kelopak mata terasa bengkak(-), silau (-), lodok(-), dan mata terasa lengket di
pagi hari (-). Keluhan dirasakan memberat, lalu pasien memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP
Dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+) sejak kelas 2 SMP ukuran OD: -0.50 D
OS: -0.5 D.
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya pada usia 20 tahun ukuran OD : -3,5 D dan
OS : -0,5 D
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya pada usia 31 tahun ukuran OD : -5,0 D dan
OS : -3,5 D
Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien menggunakan kacamata ODS : -5 D
Ibu pasien menggunakan kaca mata ODS -2 D dan lensa spheris positif
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, suami bekerja sebagai wiraswata, dan belum
memiliki seorang anak.
Biaya pengobatan ditanggung JAMKESMAS
Kesan: sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK (23 november 2013)

Status Praesens
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital

: baik
: composmentis
: tekanan darah
suhu badan
nadi
respirasi
Pemeriksaan Fisik : kepala
thoraks
abdomen
ekstremitas

: 120/80 mmHg
: afebris
: 96 /menit
: 20 /menit
: mesosefal
: cor : dalam batas normal
paru : dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal

Status Ophthalmologi

Oculus Dexter
2/60
2/60 S-3.50 C-0.50x180O 6/6
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N

VISUS
KOREKSI
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI
ANTERIOR
IRIS
PUPIL

Oculus Sinister
2/60
2/60 S-5.00 C-0.50x180O 6/6
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N

Jernih
(+) cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan

LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN

Tidak dilakukan
Pemeriksaan Binokularitas :

- Alternating Cover Test


- Duke Elder test
- Distorsi

Jernih
(+) cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+) N
(-)
(-)

V. RESUME
ANAMNESIS
2 bulan yang lalu pasien mengeluh kedua mata terasa lelah dan disetai penurunan visus
terutama saat melihat jauh. Mata merah (-) nyeri pada mata (-) lakrimasi (-) sekret (-).
Keluhan dirasa memberat, kemudian pasien memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr.
Kariadi.
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+) sejak kelas 2 SMP ukuran OD: -0.50 D
OS: -0.5 D.
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya pada usia 20 tahun ukuran OD : -3,5 D dan
OS : -0,5 D
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya pada usia 31 tahun ukuran OD : -5,0 D dan
OS : -3,5 D
Ayah pasien menggunakan kacamata ODS : -5 D
Ibu pasien menggunakan kaca mata ODS -2 D dan lensa spheris positif
PEMERIKSAAN FISIK
Status praesens

Status oftalmologi

Oculus Dexter
2/60
2/60 S-3.50 C-0.50x180O 6/6
Pemeriksaan Binokularitas :

- Dalam Batas Normal

VISUS
KOREKSI
- Alternating Cover Test
- Duke Elder test
- Distorsi

Oculus Sinister
2/60
2/60 S-5.00 C-0.50x180O 6/6
(+) N
(-)
(-)

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
ODS Astigmatisma Myopikus Compositus
VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam

OD
OS
ad bonam
ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
ad bonam
ad bonam

IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat ditolong
dengan mengganti kacamata.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien dapat mengalami pertambahan ukuran
kacamata.
3. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang memerlukan
penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya beristirahat setiap 30 menit.
4. Menjelaskan untuk tidak membaca terlalu dekat, membaca sambil tiduran, membaca
ditempat remang-remang/cahaya kurang.
5. Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di depan
computer/laptop.
6. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan tentang
komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.
X. USUL-USUL
1. Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan
2. Pemeriksaan funduskopi
XI. DISKUSI
Kelainan Refraksi
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :7
1.
2.
3.
4.

Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)


Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk pada

retina (macula lutea).Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada

mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjang bola mata. Pada
kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan atau di belakang macula lutea.4
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola mata
yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang
tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam mata (ametropia
indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia, hipermetropia, dan
astigmatisme. Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek
sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia
aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat,
maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang
maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia refraktif).1
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal.Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti pada
keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea lebih kecil
dari kondisi normal.7
Kelainan refraksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam penglihatan atau
visus.
Pemeriksaan visus dengan optotipe Snellen.
Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif. Pemeriksaan refraksi
secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki penglihatan seseorang dengan
bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata.
Alat-alat yang digunakan:
- Optotipe Snellen
- Trial lens set
ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah suatu keadaan di mana sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan
pada satu titik. Keadaan ini dapat disebabkan oleh8
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.Media refrakta yang
memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d
90% dari astigmatisma,sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
8

pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan
tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.Perubahan
lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau
parut di kornea, peradangan kornea sertaakibat pembedahan kornea.
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin jugasemakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalamikekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatisma.
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisma dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisma Reguler
Didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidangyang saling tegak
lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih
kuat dari pada bidang yang lain.Astigmatisma jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris
yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu:
1

Astigmatisma with the rule, yakni bila meridian vertikal lebih curam, koreksi silinder plus

pada axis 90o (vertical) atau koreksi silinder minus pada axis 180o.
Astigmatisma against the rule, yakni bila meridian horisontal lebih curam, koreksi

silinder plus pada axis 180o atau koreksi silinder minus pada axis 90o.
Astigmatisma oblique, yakni astigmatisma reguler yang meridian utamanya tidak pada
90o atau 180o.
Berdasarkan letak titik vertikal atau horizontal pada retina astigmatisma regular

diklasifikasikan menjadi :

1. Astigmatisma Miopia Simplek


Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah).

Gambar 1. Astigmatisma miopia simpleks


2. Astigmatisma Hipemetropia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B di belakang
retina.

Gambar 2. Astigmatisma hipemetropia simpleks


3. Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina.

Gambar 3. Astigmatisma miopia kompositus

4. Astigmatisma Hipemetropia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina.

10

Gambar 4. Astigmatisma hiperopa kompositus


5. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 5. Astigmatisma mixtus


2) Astigmatisma ireguler
Terjadi akibat adanya iregularitas pada bidang median curvatura sehingga tidak ada
satupun bentuk geometri yang dianut. Sebagai contoh, terjadi akibat sikatrik kornea.
DIAGNOSIS
Diagnosis astigmatisma dapat diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan visus sendiri dapat dilakukan dengan pemeriksaan visus subjektif
dan pemeriksaan visus objektif.
PENANGANAN
Tujuan penanganan adalah penglihatan binocular yang jelas, nyaman, efisien, dan
kesehatan mata yang baik bagi pasien.11 Pilihan cara yang dapat mengatasi kelainan
refraksi meliputi :
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki
refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih murah, lebih aman bagi
mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada lensa kontak. 11
Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi penglihatan perifer,
membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.4
2. Lensa kontak
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang lebih luas,
tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian penggunaan lensa kontak:
sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan infeksi, tidak semua orang dapat
memakainya (mata alergi dan mata kering).4
3. Bedah refraktif
11

Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan


pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial keratotomi,
keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK, automated lamellar
keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa intra ocular, clear lens
extraction).4

ANALISIS KASUS
Pada kasus ini didapatkan diagnosis ODS astigmatisma myopikus kompositus
berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis
tersebut.
Pada anamnesis didapatkan seorang wanita 32 tahun dengan keluhan mata terasa
lelah terutama saat membaca disertai penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat
jauh walaupun sudah menggunakan kacamata.
Berdasarkan anamnesis pasien tidak mengeluhkan adanya mata merah; nyeri; berair;
pandangan kabur seperti berkabut dan pada pemeriksaan status oftalmologis tidak didapatkan
adanya tanda-tanda kekeruhan media refrakta.

Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus ODS 2/60. Setelah dilakukan


koreksi visus OD 2/60 S-3.50 C-0.50x180O 6/6 visus OS 2/60 S-5.00 C-0.50x180O 6/6.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat berbagai
pertimbangan dan sesuai keinginan pasien. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga
disarankan untuk pasien untuk memantau progresi dari keluhan yang dideritanya.
Pemeriksaan funduskopi disarankan dilakukan untuk melihat keadaan fundus oculi dan
melihat apakah fungsi saraf masih baik. Edukasi yang diberikan kepada pasien bertujuan
untuk mencegah progresivitas miopia secara cepat dan mempertahankan keadaan
penglihatan sebaik mungkin.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004.
2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor). 14th ed.
Jakarta : Widya Medika,2000.
3. Kadir, Abdul. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan, dan
Umur terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia Eprints],1996.
[cited 9 Desember 2011]. Available from : http://eprints.ui.ac.id/32826/
4. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,1997.
5. Hartanto W, Inakawati S. Kelainan refraksi tak terkoreksi penuh di RSUP Dr.Kariadi
Semarang periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003.Media Medika Muda 4: 25-30,
2010.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar

Nasional,2007.

[cited

Desember

2011].

Available

from

http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar(RISKESDAS)-Nasional-2007
7. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat Repository
USU].

2008.

[cited

Desember

2011].

Available

from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
8. Whitcher J P and Eva PR, Low Vision. In Whitcher J P and Eva PR,Vaughan &
Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007
9. American Optometric Association. Myopia (Nearsightedness). 2010. [cited 9
Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/myopia.xml
10. American Academy of Ophthalmology. The Human Eye as an Optical System. In :
Optics, Refraction, and Contact Lenses. USA:LEO. 2003
11. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric Association].
2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/documents/CPG15.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai