Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS IMATUR OD DAN KATARAK SENILIS MATUR OS

Disusun Oleh:
Nurani Takwim, S.Ked I4061192010

Pembimbing:
dr. Muhammad Iqbal, Sp.M(K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Katarak Senilis Imatur OD dan Katarak Senilis Matur OS

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soedarso Pontianak

Pontianak, Desember 2022


Disetujui Oleh Penyusun

dr. Muhammad Iqbal, Sp.M(K), M.Kes Nurani Takwim, S.Ked


NIM I4061192010
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan
lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak dapat
disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan
elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90%
kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab lain adalah kongenital dan trauma.1
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia. Katarak
atau kekeruhan lensa mata merupakan penyebab utama kebutaan di lndonesia,
77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak. Sedangkan prevalensi kebutaan akibat
katarak pada penduduk umur 50 tahun ke atas di Indonesia sebesar 1,9%.1,2
Katarak akibat proses penuaan atau dikenal sebagai age related cataract
atau katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering terjadi. Patogenesis
kondisi ini melibatkan peubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga
membentuk kekeruhan dan bertambahnya lapisan lapisan serat lensa yang lama
kelaman juga membuat lensa mengeras, padat, dan mengeruh. Kekeruhan yang
timbul bisa terjadi pada nukleus, korteks, dan atau daerah subkapsular. Faktor
lingkungan yang berkorelasi signifikan dengan prevalensi katarak adalah kebiasaan
merokok serta pajanan ultraviolet.3
Pemberian obat-obatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan
untuk pengobatan katarak. Pengobatan definitif yang masih merupakan pilihan
satu-satunya dan merupakan pilihan terbaik untuk memperbaiki fungsi penglihatan
pada penderita katarak adalah melalui operasi katarak. prinsip operasi katarak
adalah mengeluarkan lensa yang keruh dan menggantinya dengan implan yang
disebut lensa tanam intraokular atau intraoculnr lens (IOL) untuk mencapai tajam
penglihatan maksimal.3

1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N
Usia : 79 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Padat Karya, Segedong
Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2022
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Pandangan mata kiri buram sejak ± 1 tahun.
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pandangan buram pada mata kirinya sejak ±
1 tahun yang lalu dan dirasakan memberat sejak 3 bulan terakhir. Pasien
mengatakan pandangan mata kirinya semakin memburam secara perlahan dari
awalnya hanya seperti berkabut, lama-kelamaan menjadi putih semua sejak 3 bulan
terakhir. Pasien dan keluarga juga baru menyadari mata pasien memutih 3 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan saat ini pandangan mata kanannya masih baik
walaupun agak sedikit buram juga, tetapi tidak seburam mata kiri, sehingga pasien
menyadari bahwa pandangannya saat ini masih sangat terbantu oleh kondisi mata
kanannya yang masih bisa melihat jelas dibandingkan dengan mata kirinya yang
seperti sudah tertutup putih. Pasien mengatakan dirinya lebih baik melihat di tempat
dengan pencahayaan yang terang daripada di tempat yang gelap, tetapi pasien
merasa lebih silau saat berhadapan langsung dengan sumber cahaya dan terkadang
melihat pelangi saat melihat langsung ke lampu.

2
Pasien juga mengeluhkan kedua matanya gatal dan berair sejak 3 bulan yang
lalu. Keluhan dirasakan hilang-timbul, terutama saat pasien berada di tempat yang
berdebu dan saat siang hari. Untuk keluhannya ini pasien sudah pernah berobat ke
mantri dan mendapat tetes mata yang dapat dibeli pasien di apotik tanpa resep
dokter. Pasien mengatakan keluhan mata gatal dan berairnya cukup terbantu dengan
obat tetes mata yang dibelinya tersebut. Pasien menyangkal adanya keluhan mata
terasa nyeri (-), mata merah (-), belekan (-), pandangan ganda (-), melihat gambaran
seperti bintik-bintik hitam melayang (-), adanya bayangan gelap ditengah yang
mengganggu penglihatan (-).
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, stroke,
trauma, maupun alergi. Pasien menyangkal adanya riwayat sakit mata sebelumnya,
menggunakan kacamata, operasi, maupun trauma pada matanya.
2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang mengalami keluhan serupa berupa pandangan buram,
yaitu adek kandung pasien. Riwayat penyakit mata lain pada keluarga disangkal.
Riwayat asma, diabetes melitus dan alergi disangkal.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Keadaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 77 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36.3°C
SpO2 : 98%
2.3.2 Status Generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, sianosis (-).
Kepala : Normocephal
3
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Sekret (-/-), deformitas (-)
Mulut : Bibir Sianosis (-), bibir kering (-)
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Dada : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)
2.3.3 Status Oftalmologikus
1. Gambaran Klinis Mata Pasien

OD OS
2. Tajam penglihatan
OD : 3/60 (tidak dilanjutkan ke Snellen Chart)
OS : 1/∞ (light perception proyeksi baik)
3. Pergerakan bola mata

OD OS
4
4. Tekanan intraokular
OD : palpasi N (13 mmHg)
OS : palpasi N (17 mmHg)
5. Tes lapang pandang
OD : Tampak segala arah
OS : Tidak dapat dinilai
6. Shadow test
OD : Positif
OS : Negatif
OD OS
Posisi Bola
Orthoforia Orthoforia
Mata
Simetris (+), ptosis (-), Simetris (+), ptosis (-),
lagoftalmos (-), edema (-), lagoftalmos (-), edema (-),
eritema (-), trikiasis (-), entropion Palpebra eritema (-), trikiasis (-), entropion
(-), ektropion (-), vesikel (-), (-), ektropion (-), vesikel (-),
nodul (-), nyeri tekan (-) nodul (-), nyeri tekan (-)
Hiperemis (-), sekret (-), injeksi Hiperemis (-), sekret (-), injeksi
(-), pertumbuhan fibrovaskular (- Konjungtiva (-), pertumbuhan fibrovaskular (-
), benda asing (-) ), benda asing (-)

Jernih, edema (-), infiltrat (-), Jernih, edema (-), infiltrat (-),
Kornea
ulkus (-), arkus senilis (+) ulkus (-), arkus senilis (+)
Bilik Mata
Dalam Dalam
Depan
Warna iris cokelat dan intak Iris Warna iris cokelat dan intak
Bentuk bulat, ukuran 3 mm, Bentuk bulat, ukuran 3 mm,
isokor, refleks cahaya langsung isokor, refleks cahaya langsung
Pupil
(+), refleks cahaya tak langsung (+), refleks cahaya tak langsung
(+) (+)
Keruh Lensa Putih
Sulit dinilai Fundus Sulit dinilai

5
2.4 Resume Medis
Pasien, Ny. N, usia 79 tahun, mengeluhkan pandangan mata kiri buram
sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan
mata kananya juga buram tetapi tidak separah mata kirinya. Pasien mengatakan
lebih baik melihat di tempat terang tetapi matanya silau dan terlihat pelangi saat
melihat langsung ke sumber cahaya. Pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan
visus OD 3/60, OS 1/∞. Pemeriksaan shadow test OD positif, OS negatif dan
terdapat kekeruhan pada lensa OD, serta terlihat lensa OS berwarna putih. Pasien
juga mengeluhkan kedua matanya gatal dan berair sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang-timbul, terutama saat pasien berada di tempat yang berdebu dan
saat siang hari. Pasien tidak memiliki riwayat trauma mata maupun operasi mata.
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus dan alergi.
2.5 Diagnosis Kerja
• Katarak Senilis Imatur OD
• Katarak Senilis Matur OS
• Dry eye syndrome ODS
2.6 Diagnosis Banding
• Glaukoma primer sudut terbuka
• Age Macular Degeneration
2.7 Usulan Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan funduskopi
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Farmakologi
• Cendo lyteers eye drops 4 x 1 tetes ODS
2.8.2 Non Farmakologi
• Phacoemulsifikasi + IOL (Intraocular Lens) Implantation pada Oculi
Sinistra.
• Edukasi mengenai katarak dan dry eye syndrome (sindroma mata kering)

6
• Menginformasikan kepada pasien mengenai tindakan operasi pada penyakit
katarak dan komplikasi yang mungkin terjadi
2.9 Prognosis
OD OS
Ad Vitam Bonam Bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Lensa
Lensa merupakan bagian segmen anterior mata yang berfungsi sebagai
media refraksi bersama kornea. Bagian anterior lensa adalah iris yang berfungsi
dalam mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Sedangkan bagian posterior
lensa adalah badan vitreous. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma
optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Lensa disangga oleh
serat-serta zonula yang berasal dari badan siliar. Serat-serat tersebut menyisip ke
bagian ekuator kapsul lensa. Lensa memiliki bentuk ellipsoid, biconveks seperti
cakram. Pada orang dewasa berat lensa sekitar 220 mg dengan diameter 10 mm dan
memiliki panjang aksial 4 mm. Lensa mempunyai daya akomodasi yang berfungi
mengubah jarak fokus mata dengan bentuknya yang berubah sehingga
memungkinkan cahaya dibiaskan jatuh tepat dan fokus di retina. Total kekuatan
refraktif sekitar 10-20 Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu.1-3
Secara histologi lensa mempunya tiga bagian utama, yaitu kapsul lensa,
epitelium lensa dan serat-serat lensa. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis
yang mengelilingi substansi lensa yang terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan
glikoprotein. Kapsul lensa ini bersifat semipermeabel, homogen, refraktil, dan kaya
akan kabohidrat yang meliputi permukaan luar sel-sel epitel. Epitel subkapsular
terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa.
Epitel ini berbentuk kuboid dan akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator
dan terus memanjang membentuk serat lensa. Serat lensa tersusun memanjang dan
tampak sebagai struktur tipis dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat
terdiferensiasi dan berasa dari sel-sel subkapsular. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa
membelah sepanjang hidup sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dimampatkan
ke nukleus sentral. Serat-serat muda yang kurang padat, di sekeliling nukleus
menyusun korteks lensa. 1-3
8
Gambar 1.1. Histologi Lensa
Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas muskulus siliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Lensa menjadi lebih bulat dan
dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek- objek yang lebih
dekat. Relaksasi muskulus siliaris akan menghasilkan kebalikan dari peristiwa
tersebut, membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek- objek jauh terfokus.
Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-
lahan seiring dengan penurunan elastisitasnya. 1-3

3.2 Katarak
3.2.1 Definisi
Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan
lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata, dimana kondisi

9
ini akan menimbulkan gejala penurunan kualitas fungsi penglihatan berupa
penurunan sensitivitas kontras serta tajam penglihatan. Penurunan kemampuan
tajam penglihatan ini terjadi karena lensa merupakan sebuah organ transparan yang
memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar masuk ke dalam mata agar jatuh
tepat pada retina, baik dari jarak jauh ataupun dekat. Meskipun memiliki penyebab
multifaktorial, proses penuaan merupakan penyebab utama. Penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus serta pemakaian obat-obatan khususnya yang mengandung
steroid, juga banyak berhubungan dengan percepatan timbulnya katarak.1,3
Katarak akibat proses penuaan atau dikenal sebagai age related cataract atau
katarak senilis merupakan jenis katarak yang sering terjadi. Patogenesis kondisi ini
melibatkan peubahan komposisi protein yang beragregasi sehingga membentuk
kekeruhan dan bertambahnya lapisan lapisan serat lensa yang lama kelaman juga
membuat lensa mengeras, padat, dan mengeruh. Kekeruhan yang timbul bisa terjadi
pada nukleus, korteks, dan atau daerah subkapsular.3
3.2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut
hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan
responden tanpa batasan umur. Katarak atau kekeruhan lensa mata merupakan
penyebab utama kebutaan di lndonesia, 77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak.
Sedangkan prevalensi kebutaan akibat katarak pada penduduk umur 50 tahun ke
atas di Indonesia sebesar 1,9%.2
3.2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya katarak sangat luas tergantung dari proses
patogenesis serta faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsi. Faktor intrinsik yang
berpengaruh antara lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik sedangkan
faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain adalah pekerjaan, rokok, radiasi
ultraviolet, diabetes mellitus, dan faktor lingkungan.4

10
1. Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar
matahari. Suatu penelitian yang menilai secara individual, menunjukkan
nelayan mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi
sehingga meningkatkan risiko terjadinya katarak kortikal dan katarak
posterior kapsular.4
2. Perokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress
oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan antioksidan, askorbat dan
karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen -3
hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya
penguningan lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya
karbamilasi dan denaturasi protein.4
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi dan amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah,
maka meningkat pula kadar glukosa dalam humor akuos. Keadaan
hiperglikemia akan menyebabkan glukosa ekstraseluler masuk secara difusi
ke lensa yang dapat menyebabkan modifikasi transisional. Sebagian
glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang
tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.4
4. Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai
penyakit mata, termasuk katarak. Pada peminum alkohol berat akan
mengalami penurunan intake nutrisi. Hal ini disebabkan oleh alkohol yang
dapat menekan nafsu makan dan mengganggu proses metabolisme serta
absorpsi nutrisi. Pecandu alkohol juga mengalami kekurangan vitamin.
Normalnya vitamin A dan E sebagai antioksidan berada di hati, namun

11
kadar vitamin tersebut dapat berkurang dengan konsumsi alkohol berat.
Status nutrisi yang buruk telah diketahui sebagai faktor risiki katarak.4
5. Kortikosteroid
Pada penelitian tahun 1960 menyatakn bahwa terdapat hubungan
antara penggunaan steroid ssistemik dengan perkembangan katarak
subkapsular posterior. Penggunaan kortikosteroid sebagai terapi inflamasi,
kelainan sistem imun seperti asma, rheumatoid arthritis, dan lupus
menunjukkan peningkatan angka prevalensi katarak subkapsular posterior,
khususnya pada anak-anak.4
6. Hipertensi
Studi Framingham menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tekanan darah tinggi dengan katarak senil. Hal ini masih belum jelas
bagaimana tekanan darah tinggi dapat menyebabkan katarak senil.4
3.2.4 Patofisiologi
Proses terjadinya katarak berawal dari perubahan kristalin-kristalin dalam
lensa katarak, kristal terkait erat dalam polimer atau agregat dengan berat molekul
tinggi, dan pembentukan kompleks ini menyebabkan perubahan hamburan cahaya
dan opasitas. Agregasi kristalin membutuhkan denaturants yang kuat untuk
pelarutan, seperti natrium dodesil sulfat (SDS), urea atau guanidinium hidroklorida,
rantai polipeptida dalam keadaan agregat. Sebagian kecil dari bahan katarak tidak
larut dan mungkin mewakili rantai protein yang terhubung secara kovalen.5
Kristalin di lensa manusia dapat rusak atau dimodifikasi oleh berbagai
faktor (seperti sinar ultraviolet, oksidasi, dan radikal bebas). Kerusakan ini
menyebabkan terungkapnya sebagian protein. Jika protein yang rusak gagal untuk
melipat kembali atau diasingkan oleh proses metabolism lensa, maka protein
tersebut akan terdeposisi di lensa dan akhirnya membentuk katarak.6
3.2.5 Maturitas Katarak
Pada stadium iminens atau insipiens, lensa bengkak karena termasuki air,
kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat
12
ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta
shadow test negatif.1
Pada tahap imatur, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun
menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan
bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan ering terjadi
glaukoma. kondisi ini akan relatif lebih sulit dikenali dengan sekedar menggunakan
senter. Biomikroskop lampu celah atau slitlamp akan lebih membantu menemukan
kekeruhan sekecil apapun pada lensa. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test
positif.1,3
Jika katarak dibiarkan maka akan menjadi tahap matur, lensa akan menjadi
keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat
melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Katarak matur dapat dengan mudah
dikenali melalui pemeriksaan pupil, cukup dengan menggunakan senter, di mana
pupil akan terlihat berwama putih akibat lensa yang sudah mengalami kekeruhan
total.3Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.1
Pada tahap hipermatur, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa
jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah
sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa
uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.1
3.2.6 Diagnosis
Banyak pasien dengan katarak yang terdiagnosis karena mereka datang
untuk melakukan pemeriksaan saat mengalami gejala penurunan kualitas
penglihatan yang berefek pada aktivitas sehari-hari.7
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu diketahui data demografi pasien
sebelum menggali riwayat penyakit sekarang (contohnya: umur, jenis
kelamin, ras, dsb). Perlu ditanyakan bagaimana pasien mengalami
penurunan kualitas penglihatan apakah secara tiba-tiba atau bertahap.
13
Jarang dijumpai kasus penurunan tajam penglihat yang terjadi
mendadak pada pasien katarak. Pada beberapa kasus katarak telah terjadi
bertahun-tahun namun baru diketahui ketika pasien merasa penglihatannya
terganggu.
Keluhan yang membawa pasien datang berobat antara lain:
• Penglihatan kabur atau berkabut
Kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang
perlahan-lahan karena cahaya tidak dapat masuk ke retina. Bila
diberikan pin-hole, tidak mengalami kemajuan.
• Penglihatan buruk di malam hari
Penderita mengaku penglihatan lebih menurun pada saat malam hari
dibandingkan dengan siang hari.
• Penglihatan warna berkurang atau berubah
Lensa yang berubah menjadi berwarna karena umur, dapat
menyebabkan objek menjadi terlihat menjadi lebih kuning.
• Penglihatan silau dan halo
Penderita katarak sering mengeluh silau ketika melihat cahaya terutama
pada malam hari. Penderita juga bisa melihat pelangi di sekitar cahaya
lampu.
• Diplopia atau poliplopia
Bayangan yang terlihat lebih dari satu akibat kekeruhan lensa yang
ireguler pada katarak kortikal menyebabkan poliplopia atau diplopia.
Sedangkan pada katarak nuklear biasanya pasien mengeluh diplopia.
Penggalian riwayat pasien harus mencakup riwayat refraksi,
penyakit mata sebelumnya, ada atau tidaknya ambliopia, operasi mata
sebelumnya dan riwayat trauma. Perlu juga ditanyakan mengenai kesulitan
melihat dalam beberapa kondisi seperti: saat berjalan, berkendara, membaca
dalam suasana sangat terang, membaca label obat, atau saat beraktivitas
sehari-hari serta bekerja.
14
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan penggalian riwayat terhadap pasien kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik yang teliti serta sistematis pada
seluruh tubuh untuk mengetahui adanya penyakit sistemik yang
mempengaruhi terbentuknya katarak. Sedangkan pemeriksaan lokal mata
yang dapat dilakukan adalah :
• Ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman
penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Walaupun telah
diberikan pinhole tetapi tajam penglihatan tetap tidak membaik.
• Tes Relative Afferent Pupillary Defect (RAPD)
Penting dilakukan test RAPD atau Marcus Gunn pupil yang
mengindikasikan adanya lesi pada saraf optik atau keterlibatan retina
secara difus. Pasien katarak dengan RAPD yang positif diharapkan
menjaga dan memperhatikan prognosis visual bahkan setelah suatu
ekstraksi katarak yang tidak rumit.
• Pemeriksaan menggunakan Slit-lamp
Pemeriksaan menggunakan slit-lamp memungkinkan untuk memeriksa
bagian yang lebih kecil sehingga dapat mendeteksi keabnormalitasan
secara dini (Mayo, 2016). Pemeriksaan menggunakan lampu slit tidak
hanya fokus untuk mengevaluasi kekeruhan lensa namun juga struktur
okular lainnya seperti konjungtiva, kornea, iris, dan ruang okuli
anterior. Ketebalan kornea dan adanya kekeruhan kornea seperti
korneal gutata harus diperiksa dengan hati-hati. Penampakan lensa juga
diperiksa secara teliti baik sebelum dan sesudah dilatasi pupil.
• Iris shadow test
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa.
Pada pemeriksaan ini, sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat

15
sudut 45˚ dengan dataran iris. Semakin sedikit lensa keruh pada bagian
posterior maka semakin besar bayangan iris pada lensa tersebut.
Penilaian :
o Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh
terhadap pupil berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi
pada katarak imatur, keadaan ini disebut iris shadow test (+).
o Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya. Keadaan ini terjadi pada katarak
matur dengan iris shadow test (-).
o Pada katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya mengecil
serta terletak jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada
lensa besar dengan iris shadow test pseudopositif.
• Miopisasi
Pada tahap awal akan terjadi peningkatan indeks refraksi lensa (myopic
shift), sehingga pada beberapa penderita presbiopi akan merasa dapat
membaca kembali dari jarak dekat tanpa bantuan kacamata baca. Hal
ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian
sentral. Gejala lain dapat berupa diskriminasi warna yang buruk atau
diplopia monookuler. Sebagian besar katarak nuklear adalah bilateral
tetapi bisa asimetris.
3.2.7 Tatalaksana
Tatalaksana katarak yang definitif adalah melalui pembedahan dan
tatalaksana non-bedah hanya dapat memperbaiki fungsi visual sementara waktu.
Berikut penjelasan tatalaksana katarak.7
1. Non-bedah
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi
visual untuk sementara waktu. Jika tajam visus 6/24 atau lebih baik, dilatasi
pupil dengan fenilefrin 2,5% atau kaca mata refraktif sudah cukup untuk
melakukan aktivitas rutin, maka pembedahan belum di perlukan.7
16
Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana
medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan
obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan
pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat
memperlambat pertumbuhan katarak adalah Siklopentolat, atropine,
penurun kadar sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.7
2. Bedah
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik
tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar
penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah
bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau
yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis
operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaukoma
fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke
bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan
gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika
ataupun glaukoma. Beberapa jenis teknik operasi katarak adalah sebagai
berikut :7
a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Sekarang metode ini hanya dilakukan pada kasus lensa
subluksasio dan luksasio. Tindakan ICCE tanpa pemasangan IOL
merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Tajam
penglihatan pasca operasi ICCE tanpa IOL memberikan hasil yang
kurang baik sehingga tindakan ini sudah mulai ditinggalkan. Pada
kondisi khusus yang disebutkan di atas, ICCE dapat dilakukan tentunya
dengan pemasangan IOL baik secara primer maupun sekunder.

17
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan merobek kapsul lensa anterior sehingga
massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan. Ukuran
lensa yang dikeluarkan pada ECCE cukup besar, yaitu sekitar 9-12 mm,
sehingga untuk menutup luka membutuhkan 5-7 jahitan. Oleh karena
luka yang relatif besar dan adanya jahitan untuk menutup luka, risiko
astigmatisma pasca operasi menjadi cukup besar. Meskipun demikian,
operator yang berpengalaman dapat mengatur kekencangan jahitan
untuk mengurangi risiko astigmatisma. Tindakan ECCE ini dilakukan
pada pasien dengan katarak matur. Pada pasien dengan katarak matur
yang disertai kelainan endotel yang berat, tindakan ECCE bersamaan
dengan keratoplasti dapat menjadi pilihan. ECCE menjadi pilihan terapi
pada katarak matur atau saat indikasi kebutaan menurut WHO
terpenuhi. Tahapan operasi menggunakan teknik ECCE.
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang
merupakan operasi katarak manual dengan luka insisi yang lebih kecil
dibandingkan ECCE. Berbeda dengan ECCE, luka insisi pada SICS
dibuat lebih ke arah sklera dan dengan membuat terowongan (tunnel)
dari sklera ke kornea untuk kemudian menembus bilik mata depan.
Luka insisi yang lebih kecil sebesar 6-9 mm dan tunnel berukuran 4 mm
menyebabkan luka menjadi kedap meskipun tanpa jahitan, sehingga
dapat menurunkan risiko astigmatisma pasca operasi. Beberapa dokter
memilih memberikan 1 jahitan pada luka insisi SICS untuk menutup
luka dengan lebih baik. Pemasangan IOL pada operasi SICS sudah
menjadi baku emas untuk tindakan operasi SICS.

18
d. Fakoemulsifikasi
Operasi katarak dengan menggunakan mesin fakoemulsifikasi
(Phacoemulsification). Operasi fakoemulsifikasi adalah tindakan
menghancurkan lensa mata menjadi bentuk yang lebih lunak, sehingga
mudah dikeluarkan melalui luka yang lebih kecil (2-3 mm). Getaran
kristal piezzo electric dengan frekuensi ultrasound pada phaco
handpiece digunakan untuk menghancurkan katarak. Katarak yang
telah melunak atau menjadi segmen yang lebih kecil kemudian akan
diaspirasi oleh mekanisme pompa peristaltik maupun venturi sampai
bersih. Pemasangan IOL sudah menjadi standar pelayanan operasi
fakoemulsifikasi. Pemilihan lensa yang dapat dilipat (foldable)
merupakan baku emas untuk tindakan operasi fakoemulsifikasi. Insisi
yang kecil tidak memerlukan jahitan dan akan pulih dengan sendirinya.
Hal ini memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari. Namun jika karena adanya keterbatasan pilihan
IOL yang tersedia, maka penggunan IOL non-foldable masih dapat
diterima, tentunya dengan penambahan jahitan pada luka. Teknik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak
senilis.
3.2.8 Prognosis
Studi terbaru mengungkapkan bahwa dalam sebagian besar kasus,
prognosisnya sangat baik setelah operasi hampir 70 hingga 80%. Sebagian besar
pasien menunjukkan hasil yang sangat baik setelah operasi jika mereka secara ketat
mengikuti instruksi pasca operasi dan rejimen pengobatan yang disarankan oleh
dokter mata mereka.8

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien, Ny. N berusia 79 tahun, mengeluhkan pandangan mata kiri buram


sejak 1 tahun yang lalu dan memberat sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan
mata kanannya juga buram tetapi tidak separah mata kirinya. Pasien mengatakan
lebih baik melihat di tempat terang tetapi matanya silau dan terlihat pelangi saat
melihat langsung ke sumber cahaya. Pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan
visus OD 3/60, OS 1/∞. Pemeriksaan shadow test OD positif, OS negatif dan
terdapat kekeruhan pada lensa OD, serta terlihat lensa OS berwarna putih.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, ditegakkan diagnosis kerja katarak senilis
imatur OD dan katarak senilis matur OS.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa penyakit mata yang dialami oleh Ny. N adalah mata tenang
dengan visus turun perlahan. Berdasarkan kriteria tersebut dan mempertimbangkan
usia pasien, maka yang menjadi kemungkinan diagnosa pasien tersebut adalah
katarak senilis, glaukoma primer sudut terbuka, dan degenerasi makula.3
Untuk membedakan antara kemungkinan diagnosa tersebut dibutuhkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
mata kanan pasien didapatkan lensa keruh dengan shadow test (+), sedangkan pada
mata kiri didapatkan lensa berwarna putih dengan shadow test (-). Kemudian dari
pemeriksaan bilik mata depan ditemukan sudut trabekular dalam. Pada pemeriksaan
tekanan intraokular masih dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan
persepsi cahaya dan proyeksi cahaya pada pasien ini masih dalam keadaan baik
sehingga dapat disimpulkan serat saraf retina dan makula masih dalam kondisi yang
baik. Pemeriksaan ini perlu di konfirmasi lagi dengan pemeriksaan funduskopi
untuk mengetahui keadaan retina pasien tersebut.
Banyak faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak. Faktor
risiko yang paling umum adalah usia. Semakin bertambahnya usia akan semakin

20
meningkatkan risiko terjadinya katarak. Selain itu ada beberapa faktor lainnya
seperti rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya status sosial ekonomi, jenis
kelamin wanita, etnik tertentu (orang Asia lebih tinggi risikonya dibandingkan
orang Eropa), faktor genetik, paparan sinar UV-B, merokok, konsumsi alkohol,
malnutrisi, dan berbagai penyakit sistemik seperti hipertensi, gangguan ginjal,
hipokalsemia dan diabetes melitus tipe 2 yang dapat menyebabkan katarak kortikal
dan katarak subkapsular posterior. Orang yang memiliki katarak memiliki gejala
yang berbeda-beda karena tipe katarak yang beragam. Pasien sering mengeluhkan
penglihatan kabur dan merasa silau serta mengalami fenomena optis. Pasien juga
dapat mengeluhkan penglihatan seperti berasap disertai dengan penurunan
penglihatan yang progresif. Yang mana berdasarkan anamnesis ini mengarah pada
katarak Senilis.8,9
Salah satu faktor risiko katarak pada pasien ini adalah usia pasien yang telah
berumur 79 tahun, pada usia ini merupakan usia dimana sering terjadinya katarak
yang diakibatkan proses degeneratif. Berdasakan data epidemiologi kemungkina
kejadian katarak meningkat pada setiap individu usia 65-74 tahun sebanyak 50%.
Sehingga pada mata kanan dan kiri pasien tersebut dilakukan tindakan pembedahan
pada mata kiri terlebih dahulu karena telah terjadi penurunan visus yang signifikan
yaitu 1/∞.
Indikasi dilakukan pembedahan pada kasus katarak adalah terganggunya
aktivitas sehari-hari akibat kekeruhan lensa tersebut atau terdapat indikasi medis
seperti adanya kelainan pada fundus yang mengharuskan pasien menjalani
pemeriksaan funduskopi secara berkala. Teknik operasi fakoemulsifikasi
merupakan salah satu metode pembedahan katarak dengan menggunakan alat tip
ultrasonik untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus korteks
lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil sehingga penyembuhan luka relatif
lebih cepat dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah.2,3
Pasien juga mengeluhkan kedua matanya gatal dan berair sejak 3 bulan yang
lalu. Keluhan dirasakan hilang-timbul, terutama saat pasien berada di tempat yang
21
berdebu dan saat siang hari. Pasien tidak memiliki riwayat trauma mata maupun
operasi mata. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus dan
alergi. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, ditegakkan diagnosis kerja dry eye
syndrome ODS.
Dry eye syndrome atau sindroma mata kering merupakan penyakit air mata
dan lapisan permukaan mata yang bersifat multifaktorial, yang berpotensi merusak
permukaan mata. Manifestasi dari sindroma mata kering antara lain rasa tidak
nyaman, kering, gatal, rasa mengganjal, rasa seperti terbakar, silau, nyeri, buram,
atau rasa tidak nyaman pada permukaan lensa. Prevalensi mata kering semakin
meningkat seiring dengan usia, 15% berusia di atas 65 tahun. Mata kering sering
muncul pada wanita, khususnya wanita pascamenopause.3
Sindroma mata kering umunya tidak dapat disembuhkan sehingga
manajemennnya diutamakan untuk mengontrol gejala dan mencegah rusaknya
permukaan mata. Edukasi pasien untuk sering berkedip dan kurangi suhu ruangan
agar tetap lembab serta hindari lingkungan kering. Dapat diberikan penambahan air
mata dengan pemberian tetes mata. Tetes mata tanpa pengawer lebih disarankan
bila digunakan lebih sering (lebih dari 4 kali per hari), namun tetes mata dengan
pengawet cukup untuk pasien mata kering ringan dan lapisan permukaan mata yang
sehat.3,10

22
BAB V
KESIMPULAN

Pasien, Ny. N, usia 79 tahun, didiagnosis kerja katarak senilis imatur OD


dan katarak senilis matur OS serta dry eye syndorme ODS. Diagnosis berdasarkan
pada keluhan pandangan mata kiri buram sejak 1 tahun yang lalu dan memberat
sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan mata kananya juga buram tetapi tidak
separah mata kirinya. Pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan visus OD 3/60,
OS 1/∞. Pemeriksaan shadow test OD positif, OS negatif dan terdapat kekeruhan
pada lensa OD, serta terlihat lensa OS berwarna putih. Pasien juga mengeluhkan
kedua matanya gatal dan berair sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang-
timbul, terutama saat pasien berada di tempat yang berdebu dan saat siang hari.
Rencana tatalaksana pasien yaitu akan dilakukan ekstraksi katarak dengan teknik
phacoemulsifikasi + pemasangan lensa intraokuler dan pemberian tetes mata air
mata buatan serta edukasi mengenai katarak dan sindroma mata kering.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Astrai P. Katarak: Klasikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin


Dunia Kedokteran, 2018; 45(10): 748-752.
2. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin : Situasi Gangguan Penglihatan. Jakarta,
2018.
3. Rita S. Sitorus, et al. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI,
2020.
4. Song E, et al. Age-related cataract, cataract surgery and subsequent mortality:
a systematic review and meta-analysis. PLoS ONE 9, e112054 (2014).
5. Hains, P. G. & Truscott, R. J. W. Post-translational modifications in the nuclear
region of young, aged, and cataract human lenses. J. Proteome Res. 6, 3935–
3943 (2007).
6. Hains, P. G. & Truscott, R. J. W. Proteome analysis of human foetal, aged and
advanced nuclear cataract lenses. Proteomics Clin. Appl. 2, 1611– 1619 (2008).
7. Khan MT, Jan S, Hussain Z, Karim S, Khalid MK, Mohammad L. Visual
outcome and complications of manual sutureless small incision cataract
surgery. Pak J Ophthalmol. 2010;26(1):32-8.
8. Kiziltoprak H, Tekin K, Inanc M & Goker YS. Cataract in diabetes mellitus.
World Journal of Diabetes, 2019; 10(3): 140–153.
9. Ilyas S & Yulianti S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
10. Salmon, JF. Kanski's Synopsis of Clinical Ophthalmology. 4th ed. Elsevier.
2023.

24

Anda mungkin juga menyukai