Oleh
Muhammad Sukri
I4061172019
Pembimbing
dr. Muhammad Asroruddin, Sp.M
2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata buram perlahan
1. Visus
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
1/60 Visus 1/60
- Koreksi dan Addisi -
Tetap Pinhole Tetap
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Ishihara : Buta warna total
b. Pemeriksaan lapang pandang menggunakan Humphrey Field Test pada
kedua mata tidak dapat dinilai.
c. Tonometri
OD = 14 mmHg
OS = 13 mmHg
d. Foto Fundus
A
B
e. Pemeriksaan OCT
2.4 Resume
Tn F, laki-laki usia 20 tahun, datang dengan keluhan penglihatan
buram bertambah buruk sejak 4 tahun yang lalu. Pasien merasakan seperti
melihat adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya
namun tidak di bagian tepi penglihatan. Pasien merasakan buram saat
melihat jauh dan dekat sejak usia 16 tahun. Pasien harus mendekatkan objek
yang akan dilihat untuk melihat dekat. Pasien juga mengeluhkan silau dan
penglihatan semakin buram saat berada di tempat terang. Pasien tidak
pernah memakai kacamata karena tidak ada perbaikan penglihatan saat
menggunakan kacamata. Pasien mengaku penglihatan lebih baik saat sore
hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Pasien menyangkal
adanya mata merah, trauma pada mata ataupun riwayat alergi terhadap
makanan atau obat-obatan sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun penyakit bawaan lainnya.
Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat sakit mata atau
keluhan yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah
1/60 dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap.
Adapun pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta
warna total. Pada pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan
Humphrey Field Test pada kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien
dilakukan pelebaran pupil untuk evaluasi segmen posterior. Dilakukan
pemeriksaan foto fundus di dapatkan hasil segmen posterior kedua mata
kesan media jernih dan tampak distrofi makula. Pemeriksaan OCT tidak
bisa diidentifikasi dengan baik karena pasien tidak kooperatif.
3.2. Etiologi
3.5. Diagnosis
3.6. Tatalaksana
Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang akurat, tetapi ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh penderita yakni memakai kacamata
hitam agar matanya terlindungi dari sinar ultraviolet dan cahaya berlebih seta
tidak mengkonsusi suplemen vitamin A karena dapat memicu perburukan
pada penyakit Stargardt.
Beberapa penelitian mengenai tatalaksana yang bisa dilakukan pada
penderita penyakit Stargardt untuk meringankan gejala dan memperlambat
proses perburukan yakni sebagai berikut:2
a. Terapi Gen menggunakan sebuah lentiviral vector untuk ABCA4 dan
penanaman stem cell yang telah di mulai dan menunjukkan hasil yang
cukup menjanjikan.
b. Polyunsaturated fatty acids seperti docosahexaenoic acid (DHA) bisa
diberikan terutama pada pasien dengan Stargardt autosomal dominan,hal
ini bias menekan toksisitas dari lipofusin.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada Tn F, laki-laki usia 20 tahun
yang datang dengan keluhan penglihatan buram bertambah buruk sejak 4 tahun
yang lalu. Pasien tidak pernah memakai kacamata karena tidak ada perbaikan
penglihatan saat menggunakan kacamata. Pasien merasakan seperti melihat
adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya namun tidak
di bagian tepi penglihatan. Pasien juga mengeluhkan silau dan penglihatan
semakin buram saat berada di tempat terang. Pasien mengaku penglihatan lebih
baik saat sore hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Hal ini sesuai
dengan gejala penyakit Stargardt yakni:
a. Kehilangan penglihatan pusat secara bilateral
b. Gangguan penglihatan warna (Dyschromatopsia)
c. Scotoma sentral
d. Penurunan kemampuan adaptasi mata pada ruangan gelap
e. Fotofobia
Hal ini disebabkan adanya masalah pada degradasi makula sebagai sentral
penglihatan akibat dari mutasi gen ABCA4 yang menyebabkan gagalnya
transporter retinoid ke RPE sehingga terbentuknya lipofusin yang bersifat toksik
sehingga menyebabkan apoptosis pada RPE serta degenerative pada fotoreseptor
yakni sel kerucut dan sel batang.
Berdasarkan anamnesis pasien menyangkal adanya mata merah, trauma
pada mata ataupun riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan sebelumnya.
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun
penyakit bawaan lainnya. Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat
sakit mata atau keluhan yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Hal ini menunjukkan bahwa keluhan pasien bukan lah disebabkan karen
factor infeksi atau akibat dari penyakit sistemik, melainkan adanya gangguan pada
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif.
Berdasarkan pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah
1/60 dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap.
Adapun pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta warna
total. Pada pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan Humphrey Field
Test pada kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien dilakukan pelebaran pupil
untuk evaluasi segmen posterior. Dilakukan pemeriksaan foto fundus di dapatkan
hasil segmen posterior kedua mata kesan media jernih dan tampak distrofi
makula. Pemeriksaan OCT tampak penipisan makula.
Hal ini sesuai dengan teori yang ditemukan pada penyakit Stargardt yakni
ada nya penurunan visus yang terjadi secara perlahandan tidak mengalami
perbaikan walaupun dengan koreksi lensa terbaik. Pasien mengalami buta warna
(Dyschromatopsia) akibat dari adanya kerusakan pada sel kerucut dan sel batang
akibat dari mutase gen ABCA4. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan
pemeriksaan foto fundus dan Fundus autofluoresens yang digunakan untuk
mendokumentasikan lesi di retina dan atau koroid. Didapatkan hasil adanya atrofi
pada makula pada pasien ini Kemudian dilanjutkan pemeriksaan OCT yang
memberikan gambaran potong lintang dengan resolusi tinggi dan real-time
sehingga disebut juga biopsi optik. Pada penyakit Stargardt penting dilakukan
OCT untuk melihat keparahan atrofi pada makula, pada pasien ini didapatkan
hasil yang kurang baik akibat dari tidak koopertaifnya psaien, sehingga sulit
menilai hasil dari atrofi pada makula nya.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana medikamentosa berupa artifisial eye
drop untuk membuat mata tetap lembab dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk tidak terpapar cahaya energi tinggi
karena bisa semakin memperburuk dari keaadan pasien. Pasien juga di anjurkan
untuk selalu control per-3 bulan ke dokter mata untuk di pantau progresifitas dari
penyakit Stargardt yang di alami.
BAB V
KESIMPULAN
Tn F, laki-laki usia 20 tahun, datang dengan keluhan penglihatan buram
bertambah buruk sejak 4 tahun yang lalu. Pasien merasakan seperti melihat
adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya namun tidak
di bagian tepi penglihatan. Pasien merasakan buram saat melihat jauh dan dekat
sejak usia 16 tahun. Pasien harus mendekatkan objek yang akan dilihat untuk
melihat dekat. Pasien juga mengeluhkan silau dan penglihatan semakin buram saat
berada di tempat terang. Pasien tidak pernah memakai kacamata karena tidak ada
perbaikan penglihatan saat menggunakan kacamata. Pasien mengaku penglihatan
lebih baik saat sore hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Pasien
menyangkal adanya mata merah, trauma pada mata ataupun riwayat alergi
terhadap makanan atau obat-obatan sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun penyakit bawaan lainnya.
Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat sakit mata atau keluhan
yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 1/60
dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap. Adapun
pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta warna total. Pada
pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan Humphrey Field Test pada
kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien dilakukan pelebaran pupil untuk
evaluasi segmen posterior. Dilakukan pemeriksaan foto fundus di dapatkan hasil
segmen posterior kedua mata kesan media jernih dan tampak distrofi makula.
Pemeriksaan OCT tidak bisa diidentifikasi dengan baik karena pasien tidak
kooperatif.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana medikamentosa berupa artifisial eye
drop untuk membuat mata tetap lembab dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk tidak terpapar cahaya energi tinggi
karena bisa semakin memperburuk dari keaadan pasien. Pasien juga di anjurkan
untuk selalu control per-3 bulan ke dokter mata untuk di pantau progresifitas dari
penyakit Stargardt yang di alami. Pasien juga di edukasi mengenai prognosis dan
progresifitas dari penyakit nya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sitorus RS. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
2. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan GD, Asbury T, Biswell R. General
Ophtalmology, 19th Edition. USA: McGraw-Hill Education: 2018.
3. American Academy of Ophtamology. Retina and Vitreous. Basic and Clinical
Science Course: 2018-2019.
4. Bowling B. Kanski's Clinical Ophtalmology; A Systematic Approach, Sydney :
Elsevier; 2016.