Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

STARDGARDT MACULAR DYSTROPHY


OCULI DEXTRA SINISTRA

Oleh
Muhammad Sukri
I4061172019

Pembimbing
dr. Muhammad Asroruddin, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Low vision adalah gangguan tajam penglihatan kurang dari 6/18 (0.3)
sampai dengan persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10° dari titik
fiksasi walaupun sudah dilakukan tindakan atau koreksi refraksi pada mata
terbaik. Klasifikasi low vision menurut World Health Organization (WHO) dibagi
menjadi moderate visual impairment (6/18-6/60), severe visual impairment (6/60
3/60), blindness 3 (3/60-1/60), blindness 4 (1/60- light perception), Blindness 5
(no light perception). Tahun 2015 WHO memperkirakan 37 juta orang menderita
kebutaan (visus lebih buruk dari 3/60), 217 juta orang merupakan moderate atau
severe vision impairment di Asia Tenggara, Asia Selatan dan Asia Timur.
Penyebab low vision terbanyak adalah kelainan refraksi, katarak, glaukoma, dan
penyakit degenerasi.1,2
Penyakit stargardt adalah penyakit turunan akibat kelainan genetik yang
diturunkan melalui pola penurunan autosomal resesif. Prevalensi penyakit
stargardt 1:8.000 hingga 10.000. Penderita penyakit stargardt mengalami
penurunan penglihatan sentral secara perlahan seiring berjalannya waktu hingga
tajam penglihatan 20/200 (0.1) atau lebih buruk. Progresifitas dari penyakit
stargardt memiliki perbedaan pada setiap orang. Orang yang mendapat onset
lebih awal akan kehilangan penglihatan lebih cepat. Orang dengan penyakit
stargardt kehilangan penglihatan perifer seiring dengan memberatnya manifestasi
penyakit.2,3
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. F
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Suku : Dayak
Pekerjaan : Pelajar SMA
Tanggal Periksa : 22 Januari 2021

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata buram perlahan

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Tn F, laki-laki usia 20 tahun, datang ke Poli Mata di RSUD Soedarso
pada tanggal 22 Januari 2021 dengan keluhan penglihatan buram bertambah
buruk sejak 4 tahun yang lalu. Pasien merasakan seperti melihat adanya spot
berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya namun tidak di
bagian tepi penglihatannya. Pasien merasakan buram saat melihat jauh dan
dekat sejak usia 16 tahun. Pasien harus mendekatkan objek yang akan
dilihat untuk melihat dekat. Pasien juga mengeluhkan silau dan penglihatan
semakin buram saat berada di tempat terang. Pasien masih mengendarai
sepeda motor untuk mobilisasi harian.
Pasien rujukan dari RSUB Serukam. Pasien tidak rutin kontrol ke
RSUB Serukam. Selama pengobatan pasien tidak pernah diberikan koreksi
kacamata karena tidak ada perbaikan penglihatan saat menggunakan
kacamata.
Pasien berstatuskan sebagai seorang pelajar SMA. Pasien mengaku
tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah karena pasien
mengeluhkan buram saat melihat papan tulis ataupun saat mebaca buku.
Menonton televisi atau membaca dilakukan dalam jarak yang sangat dekat.
Pasien lebih suka membaca dengan kondisi cahaya yang sedikit redup.
Pasien mengaku penglihatan lebih baik saat sore hari atau saat iluminasi
cahaya yang sedikit redup. Walaupun demikian pasien masih bisa berjalan
keluar rumah sendiri tanpa di diarahkan oleh pihak keluarga.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami sakit mata sebelumnya. Mata merah,
trauma pada mata ataupun riwayat alergi terhadap makanan atau obat-
obatan di sangkal. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes
melitus, asma ataupun penyakit bawaan lainnya.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien anak ke-2 dari 3 bersaudara. Kedua saudara pasien tidak ada
keluhan sakit mata yang serupa. Kedua orang tua pasien juga tidak memiliki
riwayat sakit mata atau keluhan yang serupa dengan yang dirasakam oleh
pasien.
Orang tua pasien menyatakan bahwa dari kedua belah pihak keluarga
tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, asma, penyakit menular atau kelainan pada autoimun juga
disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital:
a) Nadi : 110 x/m
b) Respirasi : 20 x/m
c) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
d) Suhu : 36,5o C
Kepala : Normocephali
Telinga, Hidung, Tenggorokan : Tidak diperiksa
Thoraks : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)
3.3.2 Status Oftalmologi

Gambar 2.1 Gambaran klinis mata pasien

1. Visus
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
1/60 Visus 1/60
- Koreksi dan Addisi -
Tetap Pinhole Tetap

2. Kedudukan Bola Mata


Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Tidak ada Eksoftalmus Tidak ada
Tidak ada Enoftalmus Tidak ada
Tidak ada Deviasi Tidak ada
Baik ke semua arah, Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah,
tanpa hambatan tanpa hambatan
3. Inspeksi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Pergerakan (+), ptosis (-), Pergerakan (+), ptosis (-),
lagoftalmos (-), edema (-), lagoftalmos (-), edema (-),
eritema (-), nyeri tekan (-), eritema (-), nyeri tekan (-),
Palpebra Superior
ektropion (-), entropion (-), ektropion (-), entropion (-),
dan Inferior
trikiasis (-), sikatriks (-), trikiasis (-), sikatriks (-),
fisura palpebra dalam batas fisura palpebra dalam batas
normal normal
Hiperemis (-), Folikel (-), Hiperemis (-), Folikel (-),
Konjungtiva
Papil (-), Sikatriks (-), Papil (-), Sikatriks (-),
Palpebra
Anemis (-), Kemosis (-) Anemis (-), Kemosis (-)
Penumbuhan jaringan Penumbuhan jaringan
fibrovaskular (-), Sekret (-), fibrovaskular (-), Sekret (-),
injeksi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-),
Konjungtiva Bulbi injeksi siliar (-), penebalan injeksi siliar (-), penebalan
epitel konjungtiva (-), nodul epitel konjungtiva (-), nodul
(-), perdarahan (-), perdarahan
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-)
Warna putih, Ikterik (-), Warna putih, Ikterik (-), nyeri
Sklera
nyeri tekan (-) tekan (-)
Permukaan jernih dan licin, Permukaan jernih dan licin,
edema (-), infiltrat (-), ulkus edema (-), infiltrat (-), ulkus
Kornea
(-), perforasi (-), sikatriks(-), (-), perforasi (-), sikatriks (-),
arkus senilis (-) arkus senilis (-)
Camera Oculi Kesan dalam, shadow test Kesan dalam, shadow test
Anterior (-), hipopion (-), hifema (-) (-), hipopion (-) ,hifema (-)
Iris : berwarna coklat, pupil : Iris : berwarna coklat, pupil :
bulat, diameter ± 3 mm, bulat, diameter ± 3 mm,
Iris dan Pupil isokor, reflek cahaya isokor, reflek cahaya
langsung (+), refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya
tidak langsung (+) tidak langsung (+)
Lensa Jernih, shadow test (+) Jernih, shadow test (+)
Fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji Fluorescein Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Ishihara : Buta warna total
b. Pemeriksaan lapang pandang menggunakan Humphrey Field Test pada
kedua mata tidak dapat dinilai.
c. Tonometri
OD = 14 mmHg
OS = 13 mmHg
d. Foto Fundus

A
B

Gambar 2.2 Pemeriksaan Foto Fundus (A. Colour ; B. Auto Fluo)

e. Pemeriksaan OCT

Gambar 2.3 Pemeriksaan OCT

2.4 Resume
Tn F, laki-laki usia 20 tahun, datang dengan keluhan penglihatan
buram bertambah buruk sejak 4 tahun yang lalu. Pasien merasakan seperti
melihat adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya
namun tidak di bagian tepi penglihatan. Pasien merasakan buram saat
melihat jauh dan dekat sejak usia 16 tahun. Pasien harus mendekatkan objek
yang akan dilihat untuk melihat dekat. Pasien juga mengeluhkan silau dan
penglihatan semakin buram saat berada di tempat terang. Pasien tidak
pernah memakai kacamata karena tidak ada perbaikan penglihatan saat
menggunakan kacamata. Pasien mengaku penglihatan lebih baik saat sore
hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Pasien menyangkal
adanya mata merah, trauma pada mata ataupun riwayat alergi terhadap
makanan atau obat-obatan sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun penyakit bawaan lainnya.
Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat sakit mata atau
keluhan yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah
1/60 dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap.
Adapun pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta
warna total. Pada pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan
Humphrey Field Test pada kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien
dilakukan pelebaran pupil untuk evaluasi segmen posterior. Dilakukan
pemeriksaan foto fundus di dapatkan hasil segmen posterior kedua mata
kesan media jernih dan tampak distrofi makula. Pemeriksaan OCT tidak
bisa diidentifikasi dengan baik karena pasien tidak kooperatif.

2.5 Diagnosis Kerja


Stardgardt macular dystrophy ODS

2.6 Diagnosis Banding


1. Cone Rod Dystrophy
2. Age-Related Macular Degeneration (AMD)
3. Retinitis Pigmentosa
2.7 Penatalaksanaan
1. Farmakologi:
a. Artifisial eye drop
2. Non Medikamentosa:
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi,
progresifitas penyakit dan prognosis kesembuhan dari pasien.
b. Edukasi pasien untuk selalu melakukan proteksi matanya dari
paparan cahaya energi tinggi yang berlebihan.
c. Pemberian suplementasi vitamin A harus di hindari
d. Pasien dianjurkan untuk rutin control ke dokter spesialis mata untuk
di pantau progresifitas penyakit.
2.8 Prognosis

Okuli Dekstra Okuli Sinistra


Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam Dubia ad malam Dubia ad malam
Ad Fungsionam Dubia ad malam Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Penyakit stargardt merupakan penyakit langka akibat kelainan genetik
yang diturunkan secara autosomal resesif dalam bentuk degradasi makula
yang menyebabkan menurunnya kualitas penglihatan yang dapat berujung
pada kebutaan. 2
Penyakit stargardt ditemukan oleh seorang ahli optalmologis Jerman
yaitu Karl Stargardt, dipublikasikan pada tahun 1909 dalam sebuah artikel
ilmiah yang berjudul Über Epithelzellveränderungen beim Trachom und
andern Conjunctivalerkrankungen dan diterbitkan pada jurnal Albrecht von
Graefes Archiv für Ophthalmologie.
Prevalensi terjadinya penyakit stargardt sangatlah jarang terjadi yakni
dengan kejadian 8 – 10 per 100.000 orang. Penyakit ini ditandai oleh
kehilangannya penglihatan sentral yang sering terjadi pada anak-anak ataupun
dewasa muda. 2

3.2. Etiologi

Etiologi penyakit stargardt digolongkan berdasarkan gen yang


mengalami gangguannya yaitu: 4

1. STGD1 merupakan bentuk resesif autosomal yang disebabkan adanya


mutasi gen ABCA4. Mutasi ini juga ditemukan pada penyakit pigmentosa
retina dan distrofi kerucut batang. Karena tergolong resesif autosomal, maka
keturunan yang akan mengidap penyakit Stargardt memiliki peluang yang
kecil.
2. STGD3 merupakan bentuk dominan tetapi sangat jarang terjadi. Hal ini
dapat terjadi karena mutasi pada gen ELOVL4 yang berhubungan dengan
metabolisme asam lemak rantai panjang.
3. STGD4 berhubungan dengan gen PROM1 yang berhubungan dengan disk
segmen luar struktur batang dan kerucut. STGD4 bersifat dominan dan jarang
terjadi.
3.3. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, salah satu fungsi pigmen epitel retina (RPE)
adalah fagositosis. Sel RPE berfungsi melakukan fagositosis pada segmen
luar fotoreseptor. Penurunan fungsi RPE akibat dari mutase pada gen ABCA4
membuat gagal nya terbentuk protein ABCA4 sehingga tidak terjadi
transporter retinoid ke RPE. Metabolit akhir dari segmen luar fotoreseptor
akan menumpuk intrasel di dalam RPE, dalam bentuk lipofusin. Penumpukan
lipofusin yang toksik dan A2E ini menyebabkan apoptosis pada RPE serta
degenerative pada fotoreseptor lainnya.2

Gambar 3.1. Patofisiologi Penyakit Stargardt

3.4. Manifestasi klinis


Kerusakan dan berkurangnya densitas fotoreseptor di daerah makula akan
menyebabkan :3
a. Kehilangan penglihatan pusat secara bilateral
b. Gangguan penglihatan warna (Dyschromatopsia)
c. Scotoma sentral
d. Penurunan kemampuan adaptasi mata pada ruangan gelap
e. Fotofobia

3.5. Diagnosis

Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan penegakan


diagnosis terhadap penyakit Stargardt: 4
a. Pengujian visus penglihatan merupakan pengujian yang umum dilakukan,
bila orang normal dapat melihat 20/20, tetapi penderita akan melihat 20/40
artinya penderita melihat suatu objek secara jelas pada jarak 20 kaki, tetapi
orang normal sudah dapat melihat pada jarak 40 kaki.
b. Pengujian buta warna, bias dilakukan dengan menggunakan Ishihara test
yang dimana merupakan pengujian yang dilakukan untuk menganalisis
kepekaan warna. Bagi penderita Stargardt, warna masih dapat dilihat
dengan baik, tetapi bagi penderita yang sudah parah, kemampuan untuk
melihat warna sudah jauh berkurang.
c. Pengujian lapangan pandang merupakan pengujian yang digunakan untuk
menganalisis titik buta penderita. Penilaian secara akurat biasa
menggunakan alat microperimetry. Pada penyakit Stargardt akan tampak
kehilangan defek lapang pandang di sentral.
d. Optical coherence tomography (OCT) merupakan teknik pencitraan non-
kontak dan non-invasif yang dapat memperlihatkan gambaran retina,
koroid, saraf optik, lapisan serat saraf retina, dan struktur anterior mata.
Mekanisme OCT mirip dengan B-scan ultrasound namun OCT
menggunakan gelombang cahaya, bukan gelombang suara. OCT
memberikan gambaran potong lintang dengan resolusi tinggi dan real-
timesehingga disebut juga biopsi optik. Pada penyakit Stargardt penting
dilakukan OCT untuk melihat keparahan atrofi pada makula
e. Electroretinography (ERG) adalah pemeriksaan untuk mengukur respons
elektrik dari sel batang dan sel kerucut. Pada umumnya,
electroretinography dilakukan untuk mendeteksi kelainan pada retina.
Pemeriksaan yang dikenal dengan nama electroretinogram ini juga dapat
membantu dalam menentukan diagnosa serta terapi lanjutan yang akan
dilakukan.
f. Fotografi fundus digunakan untuk mendokumentasikan lesi di retina dan
atau koroid. Fotografi fundus juga dapat dilakukan secara serial yang
sangat bermanfaat untuk mengevaluasi hasil terapi.
g. Fundus autofluoresens (FAF) merupakan teknik pencitraan non invasif
menggunakan confocal scanning laser ophthalmoscope (cSLO) yang
mampu mendeteksi flurofor fisiologis maupun patologis di fundus okuli.
Sumber utama flurofor adalah A2-E pada granul lipofusin sebagai produk
sisa akibat degradasi tidak sempurna segmen luar fotoreseptor
(photoreceptor outer segments), yang menumpuk di liposom sel retinal
pigmen epitelium.
h. Fundus fluorescein angiography (FFA) adalah fotografi fundus yang FFA
memberikan informasi sirkulasi pembuluh darah retina dan koroid, detail
epitel pigmen retina, sirkulasi retina serta menilai integritas pembuluh
darah saat fluoresen bersirkulasi di koroid dan retina, sehingga FA
memberikan gambaran interaksi dinamis antara fluoresen dengan struktur
anatomi fundus okuli yang normal maupun abnormal

Gambar 3.2. A. Microperimetry, menunjukkan hasil terganggunya lapang pandang sentral;


B. OCT, gambaran atrofi pada RPE; C. FAF, menunjukkan macular hypoautofluoresence dan
disekelilingnya terdapat fleks; D. FFA, menunjukkan hiperfluoresence spot dan “dark choroid”.

3.6. Tatalaksana
Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang akurat, tetapi ada
beberapa hal yang harus dilakukan oleh penderita yakni memakai kacamata
hitam agar matanya terlindungi dari sinar ultraviolet dan cahaya berlebih seta
tidak mengkonsusi suplemen vitamin A karena dapat memicu perburukan
pada penyakit Stargardt.
Beberapa penelitian mengenai tatalaksana yang bisa dilakukan pada
penderita penyakit Stargardt untuk meringankan gejala dan memperlambat
proses perburukan yakni sebagai berikut:2
a. Terapi Gen menggunakan sebuah lentiviral vector untuk ABCA4 dan
penanaman stem cell yang telah di mulai dan menunjukkan hasil yang
cukup menjanjikan.
b. Polyunsaturated fatty acids seperti docosahexaenoic acid (DHA) bisa
diberikan terutama pada pasien dengan Stargardt autosomal dominan,hal
ini bias menekan toksisitas dari lipofusin.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada Tn F, laki-laki usia 20 tahun
yang datang dengan keluhan penglihatan buram bertambah buruk sejak 4 tahun
yang lalu. Pasien tidak pernah memakai kacamata karena tidak ada perbaikan
penglihatan saat menggunakan kacamata. Pasien merasakan seperti melihat
adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya namun tidak
di bagian tepi penglihatan. Pasien juga mengeluhkan silau dan penglihatan
semakin buram saat berada di tempat terang. Pasien mengaku penglihatan lebih
baik saat sore hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Hal ini sesuai
dengan gejala penyakit Stargardt yakni:
a. Kehilangan penglihatan pusat secara bilateral
b. Gangguan penglihatan warna (Dyschromatopsia)
c. Scotoma sentral
d. Penurunan kemampuan adaptasi mata pada ruangan gelap
e. Fotofobia
Hal ini disebabkan adanya masalah pada degradasi makula sebagai sentral
penglihatan akibat dari mutasi gen ABCA4 yang menyebabkan gagalnya
transporter retinoid ke RPE sehingga terbentuknya lipofusin yang bersifat toksik
sehingga menyebabkan apoptosis pada RPE serta degenerative pada fotoreseptor
yakni sel kerucut dan sel batang.
Berdasarkan anamnesis pasien menyangkal adanya mata merah, trauma
pada mata ataupun riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan sebelumnya.
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun
penyakit bawaan lainnya. Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat
sakit mata atau keluhan yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Hal ini menunjukkan bahwa keluhan pasien bukan lah disebabkan karen
factor infeksi atau akibat dari penyakit sistemik, melainkan adanya gangguan pada
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif.
Berdasarkan pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah
1/60 dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap.
Adapun pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta warna
total. Pada pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan Humphrey Field
Test pada kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien dilakukan pelebaran pupil
untuk evaluasi segmen posterior. Dilakukan pemeriksaan foto fundus di dapatkan
hasil segmen posterior kedua mata kesan media jernih dan tampak distrofi
makula. Pemeriksaan OCT tampak penipisan makula.
Hal ini sesuai dengan teori yang ditemukan pada penyakit Stargardt yakni
ada nya penurunan visus yang terjadi secara perlahandan tidak mengalami
perbaikan walaupun dengan koreksi lensa terbaik. Pasien mengalami buta warna
(Dyschromatopsia) akibat dari adanya kerusakan pada sel kerucut dan sel batang
akibat dari mutase gen ABCA4. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan
pemeriksaan foto fundus dan Fundus autofluoresens yang digunakan untuk
mendokumentasikan lesi di retina dan atau koroid. Didapatkan hasil adanya atrofi
pada makula pada pasien ini Kemudian dilanjutkan pemeriksaan OCT yang
memberikan gambaran potong lintang dengan resolusi tinggi dan real-time
sehingga disebut juga biopsi optik. Pada penyakit Stargardt penting dilakukan
OCT untuk melihat keparahan atrofi pada makula, pada pasien ini didapatkan
hasil yang kurang baik akibat dari tidak koopertaifnya psaien, sehingga sulit
menilai hasil dari atrofi pada makula nya.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana medikamentosa berupa artifisial eye
drop untuk membuat mata tetap lembab dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk tidak terpapar cahaya energi tinggi
karena bisa semakin memperburuk dari keaadan pasien. Pasien juga di anjurkan
untuk selalu control per-3 bulan ke dokter mata untuk di pantau progresifitas dari
penyakit Stargardt yang di alami.
BAB V
KESIMPULAN
Tn F, laki-laki usia 20 tahun, datang dengan keluhan penglihatan buram
bertambah buruk sejak 4 tahun yang lalu. Pasien merasakan seperti melihat
adanya spot berwarna abu-abu dan buram di sentral penglihatannya namun tidak
di bagian tepi penglihatan. Pasien merasakan buram saat melihat jauh dan dekat
sejak usia 16 tahun. Pasien harus mendekatkan objek yang akan dilihat untuk
melihat dekat. Pasien juga mengeluhkan silau dan penglihatan semakin buram saat
berada di tempat terang. Pasien tidak pernah memakai kacamata karena tidak ada
perbaikan penglihatan saat menggunakan kacamata. Pasien mengaku penglihatan
lebih baik saat sore hari atau saat iluminasi cahaya yang sedikit redup. Pasien
menyangkal adanya mata merah, trauma pada mata ataupun riwayat alergi
terhadap makanan atau obat-obatan sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki
riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma ataupun penyakit bawaan lainnya.
Orang tua dan kedua saudara pasien tidak ada riwayat sakit mata atau keluhan
yang serupa dengan yang dirasakam oleh pasien.
Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 1/60
dengan pin hole tetap dan visus OS adalah 1/60 dengan pin hole tetap. Adapun
pada hasil pemeriksaan Ishihara tes didapatkan hasil pasien buta warna total. Pada
pemeriksaan lapang pandang dengan menggunakan Humphrey Field Test pada
kedua mata pasien tidak dapat dinilai. Pasien dilakukan pelebaran pupil untuk
evaluasi segmen posterior. Dilakukan pemeriksaan foto fundus di dapatkan hasil
segmen posterior kedua mata kesan media jernih dan tampak distrofi makula.
Pemeriksaan OCT tidak bisa diidentifikasi dengan baik karena pasien tidak
kooperatif.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana medikamentosa berupa artifisial eye
drop untuk membuat mata tetap lembab dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk tidak terpapar cahaya energi tinggi
karena bisa semakin memperburuk dari keaadan pasien. Pasien juga di anjurkan
untuk selalu control per-3 bulan ke dokter mata untuk di pantau progresifitas dari
penyakit Stargardt yang di alami. Pasien juga di edukasi mengenai prognosis dan
progresifitas dari penyakit nya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus RS. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
2. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan GD, Asbury T, Biswell R. General
Ophtalmology, 19th Edition. USA: McGraw-Hill Education: 2018.
3. American Academy of Ophtamology. Retina and Vitreous. Basic and Clinical
Science Course: 2018-2019.
4. Bowling B. Kanski's Clinical Ophtalmology; A Systematic Approach, Sydney :
Elsevier; 2016.

Anda mungkin juga menyukai