Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS:

Afakia OD
Subluksasi Lensa OS ec Marfan Syndrome

Egy Septiansyah
I4061172081
Pendahuluan

Sindrom Marfan pertama kali dilaporkan oleh Antoine Marfan pada tahun 1896.
Sindrom ini merupakan penyakit jaringan ikat tersering kedua setelah
osteogenesis imperfekta dengan estimasi insiden 23,2 per 100.000 penduduk.
Sindrom Marfan diturunkan secara autosomal dominan serta mengenai
perempuan dan laki-laki sama banyak.
Penyandang sindrom Marfan biasanya memiliki tubuh yang tinggi, dengan tungkai
panjang serta jari-jari yang panjang dan tipis. Kelainan ini disebabkan oleh
mutasi atau kesalahan pada gen FBN1 yang mengkode protein jaringan ikat yang
disebut fibrilin-1. Selain komplikasi ke jantung dan aorta, sindrom Marfan juga
dapat memengaruhi mata. Salah satu keluhan yang mungkin dirasakan ialah
penglihatan kabur yang dapat diakibatkan oleh ektopia lentis, myopia, atau
retinal detachment.
Penyajian Kasus

Identitas Pasien
 Nama : An. RHS
 Umur : 10 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Suku : Melayu
 Pekerjaan : Pelajar
 Tanggal Periksa: 7 Desember 2020
Penyajian Kasus

 Anamnesis
 Keluhan Utama : Pandangan buram.

 Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan pandangan


buram pada kedua mata yang dirasakan sejak pasien berusia 5 tahun. Pasien
sulit membaca sehingga harus melihat benda dengan jarak sangat dekat
untuk dapat melihat dengan jelas. Tidak ada riwayat trauma, pandangan
buram mendadak maupun mata merah berulang pada pasien. Pasien tidak
memiliki keterlambatan perkembangan sejak kecil, hanya saja semenjak
usia 1 tahun lebih terlihat bahwa pasien harus melihat lebih dekat untuk
mengenal objek-objek disekitar. Pasien juga terlihat lebih tinggi untuk
ukuran anak seusianya serta memiliki ruas jari yang terlihat lebih panjang
dibanding anak anak seusianya.
Penyajian Kasus

 Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sudah pernah berobat ke dokter spesialis


mata di Rumah Sakit Mata Cicendo saat usia 5 tahun dan dilakukan operasi
pengangkatan lensa pada mata bagian kanan, akan tetapi tidak dilakukan
pemasangan intraocular lens (IOL) dan disarankan menggunakan contact lens
khusus.

 Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit serupa dalam keluarga


terdapat pada nenek pasien dari bagian ibu.
Penyajian Kasus
Pemeriksaan fisik
 Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital:
 Nadi : 80 x/m
 Respirasi : 20 x/m
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Suhu : 36,7o C
 Kepala : Normocephali
 Telinga, Hidung, Tenggorokan : Tidak diperiksa
 Thoraks : Tidak diperiksa
 Abdomen : Tidak diperiksa
 Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)
Penyajian Kasus

 Tajam Penglihatan
OD : 5/60, S + 6,00 => 6/20 + PH tetap
OS : 5/60 + PH tetap
 Pergerakan Bola Mata
OD : Baik ke segala arah
OS : Baik ke segala arah OD
OS
Penyajian Kasus
Palpebra Edema (-) (-)
Superior Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)

Palpebra Edema (-) (-)


Inferior Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra Sikatrik (-) (-)
Superior
Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra Sikatrik (-) (-)
Inferior
Konjungtiva Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Bulbi Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Kesan licin Kesan licin
Sikatrik (-) (-)
Penyajian Kasus
Bilik Mata Kedalaman Kesan dalam Kesan dalam
Depan Hifema (-) (-)

Iris Warna Coklat Coklat


Bentuk Bulat dan regular Bulat dan regular
Pupil Bentuk Bulat Bulat
RCL (+) (+)
RCTL (+) (+)
Lensa Kejernihan Jernih Jernih
Iris Shadow (-) (-)
Subluksasi (-) (+)
Dislokasi (-) (-)
TIO Non Contact 17 mmHg 17 mmHg
Tonometer (7
Desember 2020)
Funduskopi Refleks Fundus + (warna oranye) + (warna oranye)
Gambaran Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi
Resume

 Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada An. RHS,
10 tahun yang datang ke Poli RS UNTAN dengan keluhan pandangan buram
pada kedua mata yang dirasakan sejak pasien berusia 5 tahun. Pasien sulit
membaca sehingga harus melihat benda dengan jarak sangat dekat untuk
dapat melihat dengan jelas. Tidak ada riwayat trauma, pandangan buram
mendadak maupun mata merah berulang pada pasien.
 Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan visus OD adalah 5/60 dan
visus OS adalah 5/60. Adapun pada hasil pemeriksaan oculi dextra ditemukan
afakia, lain lain dalam batas normal. Sementara hasil pemeriksaan oculi
sinistra ditemukan subluksasi pada lensa yang mengarah ke lateral. TIO ODS
17 mmHg.
Diagnosis

 Diagnosis Kerja
 Afakia OD
 Subluksasi lensa OS ec Marfan Syndrome

 Diagnosis Banding
 Homocystinuria
 Weill-Marceshani Syndrome
Tatalaksana

 Medikamentosa
Tetes Mata Cendo Lyteers 6 x gtt 1 ODS

 Non-Medikamentosa
 Konsul ke bagian anak dan jantung untuk evaluasi kelainan lainnya
 Menjelaskan kepada orangtua pasien mengenai penyakit yang diderita
pasien dan rencana pengobatan yang akan dilakukan.
 Memberikan edukasi kepada pasien terkait adanya kemungkinan memiliki
keturunan yang memiliki penyakit yang sama nantinya
Prognosis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam Dubia Dubia
Ad Sanationam Dubia Dubia
Ad Fungsionam Dubia Dubia
Pembahasan

Sindrom Marfan adalah penyakit dominan autosomal yang ditandai dengan


kelainan muskuloskeletal, penyakit kardiovaskular, dan kelainan pada mata.
Kondisi pasien dengan sindrom marfan yaitu adanya gangguan protein jaringan
ikat fibrillin-1 (mutasi gen FBN1) yang mengubah faktor pertumbuhan-beta (TGF-
beta) yang menyebabkan kelainan pada jaringan ikat di banyak organ.
Pembahasan
Pembahasan

Ektopia lentis atau subluksasi lensa adalah komplikasi paling sering pada mata
pasien sindrom Marfan, angka kejadian ektopia lentis pada sindrom Marfan
bervariasi dari 30% - 72%. Zonula zinii memegang peranan penting untuk menjaga
lensa kristal di belakang iris terfiksasi dengan baik serta saat proses akomodasi,
zonula zinii terbuat dari komponen fibrillin. Kelainan fibrillin pada sindrom
Marfan menyebabkan kelemahan zonular dan dapat menyebabkan terjadinya
subluksasi lensa.
Pembahasan

Ekstraksi lentis dilakukan pada ektopia lentis yang tidak stabil, kelainan refraktif
yang progresif, atau jika memiliki potensi terjadinya glaukoma. Ekstraksi lentis
dengan pembedahan tidak meningkatkan risiko retinal detachment. Afakia dapat
dikoreksi dengan menggunakan lensa anterior di bilik mata depan, scleral
fixation, atau iris-fixated intraocular lens.
Kesimpulan

 An. RHS, 10 tahun, ditemukan hasil yang mendukung diagnosa Marfan


Syndrome berupa ektopia lentis (subluksasi), perawakan tinggi, serta riwayat
keluarga dengan keluhan serupa.
 Penatalaksaan terkait koreksi afakia dapat dilakukan pemasangan IOL dengan
metode scleral fixation atau iris-fixated intraocular lens
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai