Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

OD Glaukoma sekunder+ uveitis


Intermediate+Pseudofakia + Os Glaukoma Absolut

Pembimbing

Dr. Djoko Heru,SpM.

Oleh

Ray Sirvel

11 2015 250

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Mardi Rahayu

Kudus

Periode 22 Agustus 24 September 2016


KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA

RS MARDI RAHAYU, KUDUS, JAWA TENGAH

Nama : Ray Sirvel


NIM : 11.2015.250
Dr. Pembimbing : dr Djoko Heru,Sp.M

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny S
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tepasan Denugan, Kudus
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 065620
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 9 September 2016 di Poli Mata RS mardi
Rahayu
Keluhan Utama : Pasien mengeluh sakit pada mata kiri nya dan melihat bintik-bintik hitam
di mata kanannya

Riwayat penyakit sekarang


Pasien mengatakan mata kiri di rasa sakit dan juga tidak dapat melihat sejak lama,pasien
mengatakan ada bintik-bintik hitam saat melihat sekarang.Pasien mengaku dahulu suka
mengalami pusing dan juga sakit pada saat terkena cahaya lampu yang terang.Pasien merupakan
pasien kontrol, sudah berobat sebelumnya di sumah sakit umum untuk operasi glaukoma dan
operasi katarak pada mata kiri nya .Operasi dilakukan 4 tahun silam. Pasien menyangkal
memiliki penyakit kencing manis dan mengaku memiliki darah tinggi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien diketahui menderita hipertensi. Pasien tidak rutin berobat untuk hipertensinya .

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak memiliki saudara ataupun kerabat yang memiliki penyakit seperti ini.

Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu, makanan maupun obat-obatan tertentu.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pengobatan ditanggung BPJS, status ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. VITAL SIGN
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit regular

Pernafasan : 20 x / menit regular, thoracoabdominal


Suhu : 36 C
Status Gizi : TB 155 cm BB 50 kg

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)


0.25 F2 Visus 0
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
kedudukan bola mata di Bulbus okuli kedudukan bola mata di
tengah, tengah,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), Palpebra blefarospasme (-),
lagoftalmus (-), lagoftalmus (-),
ektropion (-), entropion (-) ektropion (-), entropion (-)

Edema (-), Edema (-),


injeksi siliar (-), injeksi siliar (-),
injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva injeksi konjungtiva (-),
infiltrat (-), infiltrat (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
anemis (-) anemis (-)
Tenang Sklera Tenang
Bulat, jernih, Bulat, jernih ,
edema (-), edema (-),
keratik presipitat (-), Kornea keratik presipitat (-),
infiltrat (-), sikatriks (-), infiltrat (-), sikatriks (-),

Jernih, kedalaman cukup, Camera Oculi Anterior keruh,dangkal,


hipopion (-), hifema (-) (COA) hipopion (-), hifema (-)
Kripta(N), atrofi (-) coklat, Kripta(N), atrofi (-) coklat,
edema(-), Iris edema(-),
synekia (+) synekia (-)
Tampak bekas
iridektomi
Reguler, bentuk bulat Dilatasi, bentuk bulat
Letak sentral, Pupil Letak sentral,
Diameter 3 mm Diameter 5 mm
Refleks pupil: Refleks pupil
Reflek cahaya langsung Reflek cahaya langsung (-)
(+) Reflek cahaya tak langsung (-)
Reflek cahaya tak
langsung (+)
Kejernihan : Pseudofakia Lensa Kejernihan : agak keruh
Letak : Tengah Letak : Tengah
Shadow test : negatif Shadow test : Negatif
keruh Vitreus Tidak dapat dinilai
Papil bentuk bulat, batas Retina Tidak dapat dinilai
tegas, CD ratio 0.5,
Macula Lutea tidak di
ketahui, Pelebaran vena
(-), Warna orange-
kemerahan, A:V = 2:3,
Eksudat (-)
(+) Fundus Refleks (-)
14 TIO Over
Tidak tampak kelainan Sistem Lakrimasi Tidak tampak kelainan

Tes Lapang Pandang (Tes Konfrontasi)


+ + +
+ ++ +
+
+ ++ + +
+ + + OD
O
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test lapang pandang : di dapatkan hasil lapang pandang pasien jauh lebih sempit dari lapang
pandang pemeriksa, mata kiri pasien sudah tidak dapat melihat
Test tonometri :di dapatkan hasil Over pada mata kiri dan 14 pada mata kanan

V. RESUME
Subjektif:
Pasien mengatakan mata kiri di rasa sakit dan juga susah melihat sejak lama,pasien juga
melihat ada bintik-bintik hitam saat melihat.Pasien mengaku dahulu suka mengalami pusing dan
juga sakit pada saat terkena cahaya lampu yang terang.Pasien merupakan pasien kontrol, sudah
berobat sebelumnya di sumah sakit umum untuk operasi glaukoma pada mata kanannya dan
operasi katarak pada mata kiri nya . Operasi dilakukan 4 tahun silam.

Objektif:
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
: 130/80 mmHg, nadi 80 x / menit regular, pernafasan 20 x / menit regular,
thoracoabdominal, suhu 36 C, status gizi TB 155 cm BB 50 kg.
Lensa OD Sedikit keruh, Shadow test : Positif, Lensa OS Pseudofakia (+), shadow test negative.

Pemeriksaan Visus
0.25 F2 Visus 0

Camera Oculi Anterior dangkal,


(COA)
Tampak bekas -
iridektomi Iris
Synekia (+)
Dilatasi
Pupil
Kejernihan : Pseudofakia Lensa Kejernihan : agak keruh
Letak : Tengah Letak : Tengah
Shadow test : negatif Shadow test : Negatif
keruh Vitreus Tidak dapat dinilai
Papil bentuk bulat, batas Retina Tidak dapat dinilai
tegas, CD ratio 0.5,
Macula Lutea tidak di
ketahui, Pelebaran vena
(-),Warna orange-
kemerahan, A:V = 2:3,
Eksudat (+)
(+) Fundus Refleks (-)
14 TIO Over

Tes Lapang Pandang (Tes Konfrontasi)

+ + +
+ + + + +
+ + ++ +
+ + +
OD
OS

VI. DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada

VII. DIAGNOSIS KERJA

OD : Glaukoma sekunder + Pseudofakia + Uveitis Intermediate


OS : Glaukoma Absolut
Dasar diagnosis :
Anamnesis
- Pasien mengaku sudah pernah operasi pada mata nya
- Pasien mengatakan mata kiri di rasa sakit dan juga susah melihat sejak lama,
- Pasien juga melihat ada bintik-bintik hitam saat melihat pada mata kanannya
Pemeriksaan Fisik
- Shadow test mata kanan negatif ( pseudofakia)
- Lensa mata kiri sedikit keruh.
- COA mata kiri dangkal
- Tampak bekas Iridektomi di mata kanan pasien

ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menggunakan slitlamp supaya terlihat gambaran lensa yang diperbesar, pemeriksaan
oftalmoskop, Pemeriksaan tonometri, pemeriksaan visus, dan pemeriksaan otorep.

VIII. PENATALAKSANAAN
1.Preventif
- Edukasi pasien tentang penyakit Glaukoma, faktor risiko.
- Edukasi post operasi. Pasien dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari
peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan
Kuratif
Medikamentosa :
Timolol 0,5%
Methylprednisolon 8mg 1 x 1
Siprofloksasin 500 mg 3 x 1
Rehabilitatif
- Evaluasi visus secara rutin
- Jaga kebersihan area sekitar mata
- Edukasi pasien bahwa dengan terapi obat dan pembedahan tidak akan mengembalikan tajam
penglihatan seperti orang normal sehingga pasien perlu menggunakan kacamata untuk
memaksimalkan tajam penglihatan.
- Gunakan obat secara teratur & kontrol kondisi mata 2 minggu lagi
- Menjaga tekanan darah dalam batas normal
- Olahraga secara teratur

- IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam ad malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam dubia ad malam

Tinjauan Pustaka

Uveitis

Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian,
sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular
yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi,
trauma, neoplasma, maupun autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit
sistemik, sehingga penegakan diagnosis uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorik yang teliti dan perhatian khusus terhadap sistem lain yang mungkin terkait.1

Uveitis merupakan suatu penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat


merusak, umumnya unilateral, menyerang pada usia produktif, dan kebanyakan berakhir dengan
kebutaan. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya
juga ikut mengalami inflamasi.

Etiologi

Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya saja. Iritis dan
iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini, atau sel
mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi
imunologik humoral. Bakteriemia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila
kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan. Uveitis
anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat
menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.1-3

Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang berhubungan
dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohns, Psoriasis,
herpes zoster atau herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile
idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi.4

Klasifikasi

Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, dan panuveitis.
Uveitis anterior disebut juga iritis jika inflamasi mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika
inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan
mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika
peradangan mengenai uvea di belakang vitreus. Panuveitis merupakan uveitis anterior,
intermedia, dan posterior yang terjadi secara bersamaan. Urutan uveritis dari yang paling sering
terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis, dan intermedia.1

Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila awitan
gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik adalah apabila
perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Uveitis kronik lebing sering
ditemukan dibanding yang akut.1,2

Berdasarkan etiologinya, uveitis bisa dikelompokkan menjadi uveitis endogen dan


eksogen. Uveitis endogen terjadi akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien
sendiri. Padahal seperti halnya ginjal, sirkukasi darah di daerah uvea sangat deras. Sel-sel endotel
pembuluh darah di sini berupa tight junction, sehingga bakteri sering terperangkap di sini dan
menjadi infeksi. Uveitis endogen bisa berhubungan dengan penyakit sistemik (misalnya pada
spondilitis ankilosa), infeksi bacteria (TB), jamur (kandidiasis), virus (herpes Zoster), protozoa
(toxoplasma), dan cacing (toxokariasis). Infeksi oleh jamur banyaknya pada penderita dengan
kelemahan sistem imun, sedangkan herpes zoster menyerang n. optikus dan banyak terjadi pada
orang tua.1

Secara patologi, uveitis dapat pula dibedakan berdasarkan reaksi jaringan menjadi uveitis
granulomatosa akut-kronis dan non-granulomatosa akut-kronis. Uveitis granulomatosa
menunjukkan reaksi sel yang dominan berupa sebukan limfosit dan makrofag, namun reaksi
vaskular minimal, tanpa rasa nyeri, tanpa hiperemia, maupun lakrimasi. Sedangkan pada uveitis
granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab
(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini
jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat
mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok
nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.
Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel
epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang
dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada
sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.1,2,6
Uveitis nongranulomatosa menunjukkan reaksi vaskular yang dominan dengan nyeri,
injeksi silier, hiperemia, dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar, serta fotofobia.
Akibat permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadi transudasi ke bilik mata depan sehingga
penderita merasa penglihatannya kabur. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat
ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian
anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi
sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada
kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.1,2,5

Penyebab uveitis anterior akut nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis,
penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah,
infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia. Nongranulomatosa uveitis anterior kronis
dapat disebabkan artritis rheumatoid dan Fuchs haterokromik iridosiklitis. Granulomatosa akut
terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberculosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit
(toksoplasmosis).2,5

Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa4

Non granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Sakit Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan kabur Sedang Nyata

Merah sirkumkorneal Nyata Ringan

Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur (bervariasi)

Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang

Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang

Tempat Uvea anterior Uvea posterior dan posterior


Perjalanan Akut Menahun

Rekurens Sering Kadang-kadang

Uveitis Intermediet

Gejala Uveitis Intermediet biasanya berupa floater,meskipun kadang-kadang penderita


mengeluhkan gangguan penglihatan akibat edema makular sistoid kronik. Tanda dari unveitis
intermediet adalah infiltrasi seluler pada vitreius dengan beberapa sel di COA dan tanpa lesi
inflamasi fundus.

Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik yang dapat didapat dari Uveitis Intermedia adalah
berupa terdapat Inflamasi segmen anterior dari ringan hingga sedang .Terdapat kumpulan-
kumpulan sel radang ( bola salju ) yang cenderung berakumulasi di basal vitreus. Di daerah
tersebut dapat juga terdapat eksudat perivaskular dan neovaskularisasi. Sering terlihat eksudat
kuning keputihan di retna perifer dan pars plana yang menunjang diagnosis intermedia.

Diagnosa

a. Anamnesa

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah


menderita penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin
pernah diderita oleh pasien.

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis
atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera
setelah muncul.

Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien

Kemerahan tanpa sekret mukopurulen

Pandangan kabur (blurring)

Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit.,
injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik
presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel
kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat
berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat
besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar,
sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada
keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.3

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam
humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakanslitlamp atau lampu kecil
dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena
Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel
biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat
ringan.3

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris
melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi
hijau, coklat menjadi warna lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris,
bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul
busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan
terdapat adanya sinekia posterior.3

Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau seklusio
pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada
lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang
lensa (katarak kortikalis posterior).3

Penatalaksanaan

Terapi pada uveitis bertujuan untuk mencegah penyulit lanjut yang membahayakan
penglihatan pasien. Selain itu tujuannya adalah mengurangi rasa tidak nyaman yang dialami
pasien, dan jika memungkinkan, untuk mengobati kasus yang melatarbelakanginya. Terapi
uveitis dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu midriatikum, steroid, obat-obatan sitotoksik, dan
siklosporin (immunosupresan).1

Pada pasien yang menderita uveitis akibat infeksi, harus diberi terapi antimikroba atau
antivirus yang sesuai. Ada 4 kelompok obat-obatan yang saat ini digunakan untuk terapi pada
uveitis. Indikasi pemberian midriatikum adalah untuk memberikan rasa nyaman dengan
mengurangi spasme m. ciliaris dan m. sphincter pupillae yang terjadi pada uveitis anterior akut.
Dapat dilakukan dengan pemberian atropin.1 Efek maksimal dicapai setelah 30-40 menit. Bila
telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali 2 minggu setelah obat
dihentikan. Atropin memberikan efek samping seperti nadi cepat, demam, dan mulut kering. Jika
inflamasi sudah mulai reda dapat diganti dengan midriatikum yang bekerja singkat, seperti
tropikamid atau siklopentolat.2 Midriatikum juga penting untuk mencegah terjadinya sinekia
posterior, dengan menggunakan midriatikum kerja singkat yang akan menjaga pupil tetap
mobile. Selain itu midriatikum bermanfaat untuk melepaskan sinekia yang telah terjadi, jika
memungkinkan. Dengan menggunakan midriatikum topikal (atropin, fenilefrin) atau injeksi
subkonjungtiva midrikain (adrenalin, atropin, dan prokain).1 Fungsi midriatikum yaitu:

Melebarkan pupil sehingga mudah melakukan pemeriksaan fundus okuli.


Pada peradangan intraokular untuk menekan peradangan dan melepaskan sinekia.
Melemahkan akomodasi pada pemeriksaan kelainan refraksi anak-anak.
Melebarkan pupil selama pembedahan lensa yang memerlukan pupil tetap melebar.2
Pada pemberian midriatika sebaiknya hati-hati karena dapat memberikan serangan glaukoma
akut pada pasien yang mempunyai bakat glaukoma sudut sempit. Pada pemeriksaan fundus
dengan midriatika, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata.2

Steroid topikal diberikan hanya untuk uveitis anterior, karena dengan cara ini obat tidak
dapat mencapai konsentrasi yang cukup untuk cairan di belakang lensa. Steroid yang dipakai
adalah yang kuat, seperti deksametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi yang timbul
akibat pemberian steroid secara topical berupa glaucoma, katarak subkapsular posterior,
komplikasi pada kornea, dan efek sistemik lain. Steroid bisa juga diberikan dengan cara injeksi
periokular. Dengan cara ini konjungtiva harus dianestesi terlebih dahulu. 1 Cara ini ada 2 macam,
yaitu :

1. Injeksi anterior sub-Tenon, yaitu digunakan untuk uveitis anterior yang parah atau yang
resisten.
2. Injeksi posterior sub-Tenon, yang digunakan untuk uveitis intermedia atau sebagai alternatif
dari terapi sistemik pada uveitis posterior.1
Terapi sistemik untuk uveitis dilakukan dengan pemberian prednison 5 mg atau tablet salut
enterik (2,5 mg) untuk pasien dengan ulkus gastrik. Selain itu bisa juga dengan injeksi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) untuk pasien yang intoleran terhadap terapi oral. 1 Pemberian
steroid mempunyai efek baik pada peradangan karena:

1) Mengurangi permeabilitas pembuluh darah.


2) Mengurangi gejala radang.
3) Mengurangi pembentukan jaringan parut.2
Pada uveitis yang resisten terhadap steroid atau obat-obatan sitotoksik, siklosporin bisa menjadi
pilihan. Penyulit utamanya adalah hipertensi dan nefrotoksisitas.1

Diperlukan pengobatan segera untuk mencegah kebutaan. Pengobatan pada uveitis


anterior adalah dengan steroid yang diberikan pada siang hari bentuk tetes dan malam hari
bentuk salep. Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi
dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan peribulbar dan
subkonjungtiva. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat mengakibatkan timbulnya katarak,
glaukoma dan midriasis pada pupil.1

Siklopegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi, memberi
istirahat pada iris yang meradang. Pengobatan spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui.
Bila terdapat glaukoma sekunder diberikan asetazolamida.1

Komplikasi

Komplikasi Uveitis

Uveitis dapat menimbulkan komplikasi apabila tidak diobati secepatnya, terutama pada
jenis intermediate dan posterior. Selain itu, komplikasi juga berisiko dialami oleh penderita
uveitis kronis dan penderita uveitis yang berusia di atas 60 tahun ke atas.

Beberapa jenis komplikasi akibat uveitis adalah:

Sinekia posterior (kondisi yang mana iris melekat pada lensa mata akibat peradangan).

Katarak, yaitu munculnya tekstur keruh pada lensa mata yang dapat mengganggu
penglihatan atau bahkan kebutaan.

Glaukoma, yaitu peningkatan tekanan yang terjadi di dalam mata yang dapat menyebabkan
rusaknya saraf optik.

Ablasi retina, yaitu terpisahnya retina dari pembuluh darah yang menyuplainya.

Edema makula kistoid atau pembengkakan pada retina.

DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinis yang lengkapnya ditandai oleh
peningkatan tekanan introkuler, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta defek
lapangan pandang yang khas.Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang
perifer pada tahap awal dan kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini
dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat diobati jika
dapat terdeteksi secara dini.4
Tekanan intraokuler (TIO), meupakan tekanan yang diakibatkan oleh cairan intraokuler
pada pembungkus bola mata. TIO normal bervariasi yakni 10-21 mmHg, dan ini dapat
dipertahankan jika terdapat dinamika keseimbangan antara pembentukan dan drainase cairan.
Selain itu TIO dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor general. Faktor lokal adalah pembentukan
cairan, resistensi aliran, tekanan vena episleral, dan dilatasi pupil. Adapun faktor general adalah;
riwayat keturunan, usian jenis kelamin, variasi diurnal, posisi, tekanan darah dan anestesi umum.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20mmHg pada pemeriksaan dengan
menggunakan tonometer aplanasi.Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya
produksi aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar
aqueous humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut biik mata
depan, keadaan jaringan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena
episklera.
Penggaungan dan degenerasi papil saraf optik diduga disebabkan oleh faktor-faktor:

1) Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf
optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller). Diduga gangguan
ini disebabkan oleh peningian tekanan intraokuler.

2) Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah, sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.

3) Sampai saat ini bagaimana sesungguhnya patofisiologik kelainan ini masih


diperdebatkan oleh banyak penyelidik. Ekskavasio papil saraf optik harus dicurigai
sebagai ekskavasio glaukoma bila didapat besarnya penggaungan lebih dari 0.3
diameter papil, terutama bila diameter vertikal lebih besar daripada diameter
horizontal. Hal lain yang menyokong kecurigaan adalah adanya penggaungan papil
yang tidak simetris antara mata kiri dan mata kanan.
Kelainan lapang pandang pada glaukoma yang paling dini berupa skotoma relatif atau
absolut yang berbentuk bercak atau arkuata yang terletak pada daerah antara 10-20 di lapangan
pandang yang dapat membesar ke perifer, bersatu dengan bintik buta dan membentuk skotoma
glaukoma yang khas. Kelainan lapang pandang pada glaukoma diakibatkan oleh kerusakan
serabut saraf optik.

Glaukoma sekunder sudut terbuka

Glaukoma sekunder sudut terbuka adalah glaukoma yang terjadi sekunder karena adanya zat
yang secara mekanis menghambat aliran keluar cairan akuos melalui jalinan trabekula. Zat
tersebut misalnya pigmen, material eksfoliasi dan sel darah merah. Selain itu, glaukoma
sekunder sudut terbuka juga dapat merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi jalinan
trabekula karena adanya trauma, inflamasi dan iskemia, serta penggunaan obat kortikosteroid.3,4

Pada penggunaan kortikosteroid, dapat menyebabkan glaukoma sekunder, baik sudut


terbuka ataupun sudut tertutup. Pada penggunaan kortikosteroid yang menyebabkan glaukoma
sudut terbuka, disebabkan oleh karena peningkatan akumulasi glikosaminoglikan atau
peningkatan produksi dari trabecular meshwork-inducible glucocorticoid response (TIGR)
protein, yang secara mekanis menyebabkan obstruksi dari aliran keluar aqueous humor. Faktor
resiko terjadinya glaukoma sekunder sudut terbuka akibat penggunaan obat kortikosteroid adalah
pada orang yang ebelumnya sudah memiliki glaukoma primer sudut terbuka, riwayat glaukoma
dalam keluarga, dan diabetes mellitus.

GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP SEKUNDER


Pada glaukoma ini, aliran humor aqueous tidak lancar karena tertutupnya trabekulum
meshwork oleh iris akibat dari kelainan mata lain. Beberapa kelainan mata yang dapat
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup adalah uveitis, lensa yang maju atau membesar,
tumor intraokuler, dan neovaskularisasi sudut iridokornea.
Pada uveitis, glaukoma dapat terjadi karena terbentuknya perlekatan iris bagian sentral
dengan permukaan depan lensa yang disebut sinekia posterior. Hal ini disebabkan oleh eksudat
dari iris menghasilkan fibrin yang lengket. Sinekia posterior menyebabkan aliran cairan aqueous
dari KOP ke KOA yang terhambat. Selanjutnya akan terjadi penggembungan iris ke depan (iris
bombae) yang akan menutup sudut iridokornea. Selain itu uveitis juga akan menyebabkan
perlekatan iris bagian perifer dengan trabekulum meshwork yang disebut sinekia anterior perifer
sehingga jaringan trabekulum tidak dapat berfungsi mengalirkan humor akueous ke kanalis
schlemm, pengelolaan glaukoma sekunder mencakup penanganan untuk glaukoma dan untuk
penyakit yang mendasari, jadi selain diberikan obat glaukoma untuk menurunkan tekanan
intraokuler juga diberikan obat untuk menangani penyakit uveitis.
Luksasi lensa ke depan meyebabkan KOA menjadi dangkal. Iris akan terdorong ke
kornea sehingga menutup jaringan trabekulum. Pembengkakan lensa akibat meresapnya
sejumlah cairan ke dalam lensa pada proses katarak juga mempersempit KOA sehingga
mempermudah terjadi penutupan trabekulum meshwork oleh iris. Glaukoma ini ditangani
pertama dengan diberikna obat obat glaukoma, kemudian jika diperlukan, lensa yang luksasi
atau lensa yangmembengkak tadi diambil dengan pembedahan.
Tumor yang berasal dari uvea atau retina dapat mendesak iris ke depan sehingga iris
menutup trabekulum meshwork. Misal pada melanoma yang berasal dari uvea tumbuh cepat dan
dapat menyebabkan kenaikan TIO. Kenaikan TIO ini dapat disebabkan karena gangguan pada
sudut iridokorneal / tertutupnya trabekulum meshwork, atau penyumbatan vena korteks, atau
akibat penambahan volume intraokular akibat dari tumor itu sendiri. Obat glaukoma dapat
diberikan sampai dilakukan tindakan enukleasi bulbi.
Neovaskularisasi sudut sering terjadi pada penderita retinopati diabetes melitus dan
penyakit penyakit vaskular retina. Pada penyakit retina tersebut, akan terjadi iskemi retina.
Kondisi iskemi akan merangsang terbentuknya pembuluh darah baru yang rapuh
(nevoaskularisasi) di retina. Neovaskularisasi ini dapat juga terjadi pada iris dan sudut
iridokorenal, akibatnya iris akan melekat pada trabekulum meshwork sehingga aliran cairan
akuos terganggu dan TIO meningkat. Pada kasus ini diberikan obat glaukoma yang menurunkan
produsi humor akuos ditambah tetes mata siklopegik dan tetes mata steroid. Tindakan
pencegahan dilakukan dengan terapi fotokoagulasi retina untuk mengurangi daerah iskemik
retina, sehingga tidak terjadi neovaskularisasi. Tanda dan gejala yang timbul seperti pada
glaukoma akut, khas disertai dengan rasa sakit, mata merah dan gejala yang lain.

Pseudofakia
Pseudofakia adalah Lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan
tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan penglihatan
lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk
seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak
akan ditolak keluar oleh tubuh.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya bersandar
pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus.
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini
1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat.
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat.
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)
2. Anak dibawah 3 tahun
3. Uveitis menahun yang berat
4. Retinopati diabetik proliferatif berat
5. Glaukoma neovaskuler

Daftar Pustaka
1 Wijana Nana Dr,SD. Ilmu Penyakit Mata. 1993. Jakarta : Tegal Abadi
2 Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto
3 Ilyas Shidarta Prof,Dr. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta :
Balai penerbit FKUI
4 Ilyas Shidarta Prof,Dr. Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
5. Vaughan, Daniel G, Asbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi
umum. Jakarta: EGC; 2009. h.12, 212-29.
6.Khurana AK. Comprehensive opthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age International (P)
limited; 2007. h.205-8.

Anda mungkin juga menyukai