Pembimbing
Oleh
Ray Sirvel
11 2015 250
Kudus
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny S
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Alamat : Tepasan Denugan, Kudus
Status : Kawin
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No. RM : 065620
II. ANAMNESIS
Anamnesis secara : Autoanamnesis pada tanggal 9 September 2016 di Poli Mata RS mardi
Rahayu
Keluhan Utama : Pasien mengeluh sakit pada mata kiri nya dan melihat bintik-bintik hitam
di mata kanannya
Pasien mengaku tidak memiliki saudara ataupun kerabat yang memiliki penyakit seperti ini.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu, makanan maupun obat-obatan tertentu.
V. RESUME
Subjektif:
Pasien mengatakan mata kiri di rasa sakit dan juga susah melihat sejak lama,pasien juga
melihat ada bintik-bintik hitam saat melihat.Pasien mengaku dahulu suka mengalami pusing dan
juga sakit pada saat terkena cahaya lampu yang terang.Pasien merupakan pasien kontrol, sudah
berobat sebelumnya di sumah sakit umum untuk operasi glaukoma pada mata kanannya dan
operasi katarak pada mata kiri nya . Operasi dilakukan 4 tahun silam.
Objektif:
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
: 130/80 mmHg, nadi 80 x / menit regular, pernafasan 20 x / menit regular,
thoracoabdominal, suhu 36 C, status gizi TB 155 cm BB 50 kg.
Lensa OD Sedikit keruh, Shadow test : Positif, Lensa OS Pseudofakia (+), shadow test negative.
Pemeriksaan Visus
0.25 F2 Visus 0
+ + +
+ + + + +
+ + ++ +
+ + +
OD
OS
ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menggunakan slitlamp supaya terlihat gambaran lensa yang diperbesar, pemeriksaan
oftalmoskop, Pemeriksaan tonometri, pemeriksaan visus, dan pemeriksaan otorep.
VIII. PENATALAKSANAAN
1.Preventif
- Edukasi pasien tentang penyakit Glaukoma, faktor risiko.
- Edukasi post operasi. Pasien dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari
peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan
Kuratif
Medikamentosa :
Timolol 0,5%
Methylprednisolon 8mg 1 x 1
Siprofloksasin 500 mg 3 x 1
Rehabilitatif
- Evaluasi visus secara rutin
- Jaga kebersihan area sekitar mata
- Edukasi pasien bahwa dengan terapi obat dan pembedahan tidak akan mengembalikan tajam
penglihatan seperti orang normal sehingga pasien perlu menggunakan kacamata untuk
memaksimalkan tajam penglihatan.
- Gunakan obat secara teratur & kontrol kondisi mata 2 minggu lagi
- Menjaga tekanan darah dalam batas normal
- Olahraga secara teratur
- IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : ad bonam ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam ad malam
Ad Sanationam : dubia ad bonam dubia ad malam
Tinjauan Pustaka
Uveitis
Uveitis didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian,
sekarang istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular
yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi,
trauma, neoplasma, maupun autoimun. Uveitis juga banyak dikaitkan dengan berbagai penyakit
sistemik, sehingga penegakan diagnosis uveitis memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorik yang teliti dan perhatian khusus terhadap sistem lain yang mungkin terkait.1
Etiologi
Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran kliniknya saja. Iritis dan
iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini, atau sel
mediated terhadap jaringan uvea anterior. Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi
imunologik humoral. Bakteriemia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila
kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan. Uveitis
anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat
menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.1-3
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang berhubungan
dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohns, Psoriasis,
herpes zoster atau herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile
idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi.4
Klasifikasi
Secara anatomis, uveitis dibedakan atas uveitis anterior, intermedia, posterior, dan panuveitis.
Uveitis anterior disebut juga iritis jika inflamasi mengenai bagian iris dan iridosiklitis jika
inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Uveitis intermedia jika peradangan
mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina. Uveitis posterior jika
peradangan mengenai uvea di belakang vitreus. Panuveitis merupakan uveitis anterior,
intermedia, dan posterior yang terjadi secara bersamaan. Urutan uveritis dari yang paling sering
terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis, dan intermedia.1
Secara klinis, uveitis dibedakan atas uveitis akut dan kronis. Uveitis akut terjadi apabila awitan
gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung 6 minggu atau kurang. Uveitis kronik adalah apabila
perjalanan penyakit terjadi dalam hitungan bulan atau tahun. Uveitis kronik lebing sering
ditemukan dibanding yang akut.1,2
Secara patologi, uveitis dapat pula dibedakan berdasarkan reaksi jaringan menjadi uveitis
granulomatosa akut-kronis dan non-granulomatosa akut-kronis. Uveitis granulomatosa
menunjukkan reaksi sel yang dominan berupa sebukan limfosit dan makrofag, namun reaksi
vaskular minimal, tanpa rasa nyeri, tanpa hiperemia, maupun lakrimasi. Sedangkan pada uveitis
granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab
(misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini
jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat
mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok
nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.
Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel
epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang
dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada
sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab
spesifik lainnya.1,2,6
Uveitis nongranulomatosa menunjukkan reaksi vaskular yang dominan dengan nyeri,
injeksi silier, hiperemia, dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar, serta fotofobia.
Akibat permeabilitas pembuluh darah naik maka terjadi transudasi ke bilik mata depan sehingga
penderita merasa penglihatannya kabur. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat
ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga
peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian
anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi
sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada
kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.1,2,5
Penyebab uveitis anterior akut nongranulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis,
penyakit Reiter, herpes simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pascabedah,
infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia. Nongranulomatosa uveitis anterior kronis
dapat disebabkan artritis rheumatoid dan Fuchs haterokromik iridosiklitis. Granulomatosa akut
terjadi akibat sarkoiditis, sifilis, tuberculosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau parasit
(toksoplasmosis).2,5
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur (bervariasi)
Uveitis Intermediet
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik yang dapat didapat dari Uveitis Intermedia adalah
berupa terdapat Inflamasi segmen anterior dari ringan hingga sedang .Terdapat kumpulan-
kumpulan sel radang ( bola salju ) yang cenderung berakumulasi di basal vitreus. Di daerah
tersebut dapat juga terdapat eksudat perivaskular dan neovaskularisasi. Sering terlihat eksudat
kuning keputihan di retna perifer dan pars plana yang menunjang diagnosis intermedia.
Diagnosa
a. Anamnesa
Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika
mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis
atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera
setelah muncul.
Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
Umumnya unilateral
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit.,
injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik
presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel
kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat
berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat
besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar,
sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada
keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.3
Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam
humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakanslitlamp atau lampu kecil
dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena
Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel
biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa.
Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat
ringan.3
Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris
melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi
hijau, coklat menjadi warna lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris,
bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul
busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan
terdapat adanya sinekia posterior.3
Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau seklusio
pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada
lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang
lensa (katarak kortikalis posterior).3
Penatalaksanaan
Terapi pada uveitis bertujuan untuk mencegah penyulit lanjut yang membahayakan
penglihatan pasien. Selain itu tujuannya adalah mengurangi rasa tidak nyaman yang dialami
pasien, dan jika memungkinkan, untuk mengobati kasus yang melatarbelakanginya. Terapi
uveitis dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu midriatikum, steroid, obat-obatan sitotoksik, dan
siklosporin (immunosupresan).1
Pada pasien yang menderita uveitis akibat infeksi, harus diberi terapi antimikroba atau
antivirus yang sesuai. Ada 4 kelompok obat-obatan yang saat ini digunakan untuk terapi pada
uveitis. Indikasi pemberian midriatikum adalah untuk memberikan rasa nyaman dengan
mengurangi spasme m. ciliaris dan m. sphincter pupillae yang terjadi pada uveitis anterior akut.
Dapat dilakukan dengan pemberian atropin.1 Efek maksimal dicapai setelah 30-40 menit. Bila
telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal kembali 2 minggu setelah obat
dihentikan. Atropin memberikan efek samping seperti nadi cepat, demam, dan mulut kering. Jika
inflamasi sudah mulai reda dapat diganti dengan midriatikum yang bekerja singkat, seperti
tropikamid atau siklopentolat.2 Midriatikum juga penting untuk mencegah terjadinya sinekia
posterior, dengan menggunakan midriatikum kerja singkat yang akan menjaga pupil tetap
mobile. Selain itu midriatikum bermanfaat untuk melepaskan sinekia yang telah terjadi, jika
memungkinkan. Dengan menggunakan midriatikum topikal (atropin, fenilefrin) atau injeksi
subkonjungtiva midrikain (adrenalin, atropin, dan prokain).1 Fungsi midriatikum yaitu:
Steroid topikal diberikan hanya untuk uveitis anterior, karena dengan cara ini obat tidak
dapat mencapai konsentrasi yang cukup untuk cairan di belakang lensa. Steroid yang dipakai
adalah yang kuat, seperti deksametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi yang timbul
akibat pemberian steroid secara topical berupa glaucoma, katarak subkapsular posterior,
komplikasi pada kornea, dan efek sistemik lain. Steroid bisa juga diberikan dengan cara injeksi
periokular. Dengan cara ini konjungtiva harus dianestesi terlebih dahulu. 1 Cara ini ada 2 macam,
yaitu :
1. Injeksi anterior sub-Tenon, yaitu digunakan untuk uveitis anterior yang parah atau yang
resisten.
2. Injeksi posterior sub-Tenon, yang digunakan untuk uveitis intermedia atau sebagai alternatif
dari terapi sistemik pada uveitis posterior.1
Terapi sistemik untuk uveitis dilakukan dengan pemberian prednison 5 mg atau tablet salut
enterik (2,5 mg) untuk pasien dengan ulkus gastrik. Selain itu bisa juga dengan injeksi hormon
adrenokortikotropik (ACTH) untuk pasien yang intoleran terhadap terapi oral. 1 Pemberian
steroid mempunyai efek baik pada peradangan karena:
Siklopegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi, memberi
istirahat pada iris yang meradang. Pengobatan spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui.
Bila terdapat glaukoma sekunder diberikan asetazolamida.1
Komplikasi
Komplikasi Uveitis
Uveitis dapat menimbulkan komplikasi apabila tidak diobati secepatnya, terutama pada
jenis intermediate dan posterior. Selain itu, komplikasi juga berisiko dialami oleh penderita
uveitis kronis dan penderita uveitis yang berusia di atas 60 tahun ke atas.
Sinekia posterior (kondisi yang mana iris melekat pada lensa mata akibat peradangan).
Katarak, yaitu munculnya tekstur keruh pada lensa mata yang dapat mengganggu
penglihatan atau bahkan kebutaan.
Glaukoma, yaitu peningkatan tekanan yang terjadi di dalam mata yang dapat menyebabkan
rusaknya saraf optik.
Ablasi retina, yaitu terpisahnya retina dari pembuluh darah yang menyuplainya.
DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinis yang lengkapnya ditandai oleh
peningkatan tekanan introkuler, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta defek
lapangan pandang yang khas.Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang
perifer pada tahap awal dan kemudian akan mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini
dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat diobati jika
dapat terdeteksi secara dini.4
Tekanan intraokuler (TIO), meupakan tekanan yang diakibatkan oleh cairan intraokuler
pada pembungkus bola mata. TIO normal bervariasi yakni 10-21 mmHg, dan ini dapat
dipertahankan jika terdapat dinamika keseimbangan antara pembentukan dan drainase cairan.
Selain itu TIO dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor general. Faktor lokal adalah pembentukan
cairan, resistensi aliran, tekanan vena episleral, dan dilatasi pupil. Adapun faktor general adalah;
riwayat keturunan, usian jenis kelamin, variasi diurnal, posisi, tekanan darah dan anestesi umum.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang dari 20mmHg pada pemeriksaan dengan
menggunakan tonometer aplanasi.Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya
produksi aqueous humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar
aqueous humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut biik mata
depan, keadaan jaringan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena
episklera.
Penggaungan dan degenerasi papil saraf optik diduga disebabkan oleh faktor-faktor:
1) Gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf
optik (gangguan terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller). Diduga gangguan
ini disebabkan oleh peningian tekanan intraokuler.
2) Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil
saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah, sehingga terjadi penggaungan
pada papil saraf optik.
Glaukoma sekunder sudut terbuka adalah glaukoma yang terjadi sekunder karena adanya zat
yang secara mekanis menghambat aliran keluar cairan akuos melalui jalinan trabekula. Zat
tersebut misalnya pigmen, material eksfoliasi dan sel darah merah. Selain itu, glaukoma
sekunder sudut terbuka juga dapat merupakan hasil dari perubahan struktur dan fungsi jalinan
trabekula karena adanya trauma, inflamasi dan iskemia, serta penggunaan obat kortikosteroid.3,4
Pseudofakia
Pseudofakia adalah Lensa yang ditanam pada mata (lensa intra okuler) yang diletakkan
tepat ditempat lensa yang keruh dan sudah dikeluarkan. Lensa ini akan memberikan penglihatan
lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarak dan akan tetap disana untuk
seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidak perlu perawatan khusus dan tidak
akan ditolak keluar oleh tubuh.
Letak lensa didalam bola mata dapat bermacam macam, seperti :
1. Pada bilik mata depan, yang ditempatkan didepan iris dengan kaki penyokongnya bersandar
pada sudut bilik mata
2. Pada daerah pupil, dimana bagian optik lensa pada pupil dengan fiksasi pupil.
3. Pada bilik mata belakang, yang diletakkan pada kedudukan lensa normal dibelakang iris.
Lensa dikeluarkan dengan ekstraksi lensa ekstra kapsular
4. Pada kapsul lensa.
Pada saat ini pemasangan lensa terutama diusahakan terletak didalam kapsul lensa.
Meletakkan lensa tanam didalam bilik mata memerlukan perhatian khusus.
1. Endotel kornea terlindung
2. Melindungi iris terutama pigmen iris
3. Melindungi kapsul posterior lensa
4. Mudah memasukkannya karena tidak memberikan cedera pada zonula lensa.
Keuntungan pemasangan lensa ini
1. Penglihatan menjadi lebih fisiologis karena letak lensa yang ditempatkan pada tempat
lensa asli yang diangkat.
2. Lapang penglihatan sama dengan lapang pandangan normal
3. Tidak terjadi pembesaran benda yang dilihat
4. Psikologis, mobilisasi lebih cepat.
Pemasangan lensa tidak dianjurkan kepada :
1. Mata yang sering mengalami radang intra okuler (uveitis)
2. Anak dibawah 3 tahun
3. Uveitis menahun yang berat
4. Retinopati diabetik proliferatif berat
5. Glaukoma neovaskuler
Daftar Pustaka
1 Wijana Nana Dr,SD. Ilmu Penyakit Mata. 1993. Jakarta : Tegal Abadi
2 Perhimpunan Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran.2002. Jakarta : Sagung Seto
3 Ilyas Shidarta Prof,Dr. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta :
Balai penerbit FKUI
4 Ilyas Shidarta Prof,Dr. Ilmu Penyakit Mata. 2003. Jakarta : Balai penerbit FKUI.
5. Vaughan, Daniel G, Asbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi
umum. Jakarta: EGC; 2009. h.12, 212-29.
6.Khurana AK. Comprehensive opthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age International (P)
limited; 2007. h.205-8.