BLOWOUT FRACTURE
Disusun oleh:
Rio Yus Ramadhani
04054821517099
Pembimbing:
dr. Riani Erna, Sp.M
Halaman Pengesahan
Referat
BLOWOUT FRACTURE
Oleh:
Rio Yus Ramadhani
04054821517099
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan telaah ilmiah yang berjudul Transfusi Darah sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang/Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan,
saran, serta dukungan dalam proses penyelesaian telaah ilmiah ini yang berjudul
BLOWOUT FRACTURE, khususnya kepada dr. Riani Erna, Sp.M sebagai
pembimbing. Telaah ilmiah ini telah kami susun berdasarkan berbagai referensi
kedokteran antara lain buku dan jurnal kedokteran. Kami menyadari bahwa
terdapat kekurangan dalam telaah ilmiah ini. Oleh karena itu, kami sebagai
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar telaah ilmiah ini
dapat lebih baik di masa mendatang. Semoga telaah ilmiah ini bermanfaat sebagai
sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Trauma dapat menyebabkan kelainan dari anatomi tubuh, terutama terjadinya
fraktur. Trauma di wajah juga dapat menyebabkan fraktur dari tulang wajah
tersebut. Salah satu hal yang menjadi masalah berat adalah trauma pada mata.
Mata sendiri terdiri dari bola mata dan organ yang berada di sekitar mata
sekaligus menjadi penopang mata, yaitu orbita. Trauma pada orbita bisa merusak
tulang wajah yang menopang mata dan jaringan ikat yang berdekatan, bahkan
mengenai isi dari orbita itu sendiri. Fraktur pada orbita dapat dihubungkan dengan
luka pada isi orbita, struktur tulang wajah dan intrakranial, dan sinus paranasal.
Pendarahan orbita dan masuknya benda asing bisa saja memberikan efek sekunder
pada orbita. Penurunan visus, luka intraocular, strabismus, malposisi kelopak
mata, dan ptosis bisa terjadi. Karena tingginya angka kejadian luka intraokular,
pemeriksaan okular harus dilakukan pada setiap pasien dengan trauma orbita.
Kerusakan okular yang disebabkan trauma orbita bisa termasuk hifema, reseksi
sudut, corneosclerallaceration, dialisi retina, retina robek, dan perdarahan vitrous.
Aktivitas sehari-hari dan olahraga terutama menggunakan bola meningkatkan
angka kejadian trauma pada orbita. Apabila benda yang menyebabkan trauma
lebih besar dari orbita, maka dapat terjadinya fraktur orbita yang kuat dan secara
tidak langusng akan merambat ke tulang orbita sampai ke belakang. Fraktur ini
dinamakan Blowout fracture. Fraktur ini terutama terjadi pada basis orbita.
Blowout Fracture yang terisolasi pada dinding medial orbita bisa juga terjadi. Dan
tidak hanya fraktur, gangguan dalam fisiologis penglihatan juga dapat terjadi.
Oleh karena itu, sebagai dokter yang akan menangani kasus di lini pertama
pelayanan kesehatan, dokter umum membutuhkan pemahaman tentang fraktur
orbita terutama pada refererat ini tentang Blowout Fracture agar dapat melakukan
tatalaksana yang tepat apabila kasus ini terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Orbita
Orbita adalah rongga tulang yang berisi bola mata, otot ekstraokular, saraf,
lemak, dan pembuluh darah. Setiap orbita berbentuk pear-shaped, meruncing
posterior ke apeks dan kanal optik. Dinding orbital medial paralel dan terpisah
sejauh 25 mm pada orang dewasa. Dimensi terluas orbita adalah sekitar 1 cm di
belakang lingkaran anterior orbita. Ukuran rata-rata orbita dewasa ditampilkan
pada Tabel 1-1.
hidung
Dinding medial membentuk kanal optik dinding lateral sinus sphenoid
Dinding tipis dari medial orbita adalah lamina papyracea, yang menyelimuti sinus
ethmoid sepanjang dinding medial, dan tulang rahang atas, terutama di bagian
posteromedialnya. Ini adalah tulang yang paling sering retak akibat trauma tidak
langsung, atau blowout fracture. Infeksi sinus ethmoid yang meluas melalui
papyracea lamina dapat menyebabkan selulitis orbita dan proptosis.
2.1.4. Basis dari Orbita
2.1.5. Apertura
Foramen ethmoidal
Fisura orbita superior memisahkan sayap yang lebih besar dan lebih kecil dari
sphenoid dan mengirimkan saraf kranial III, IV, dan VI, pertama (mata)
pembagian saraf kranial (CN), dan serabut saraf simpatis. Sebagian besar drainase
vena dari orbita melewati celah ini dengan cara melwatu vena ophthalmic superior
ke sinus cavernosus.
Fisura orbita inferior dibatasi oleh sphenoid, rahang, dan tulang palatina dan
terletak di antara dinding orbita lateral dan basis dari orbita. Ini mentransmisikan
kedua (rahang) pembagian CN \, termasuk saraf zygomatic, dan cabang dari vena
ophthalmic rendah yang mengarah ke pleksus pterygoideus. Saraf infraorbital,
yang merupakan cabang dari saraf rahang atas, meninggalkan tengkorak melalui
rotundum foramen dan perjalanan melalui pterygopalatine fossa untuk memasuki
orbit pada alur infraorbital. fossa ini meluas lateral untuk menjadi fossa
infratemporal. saraf perjalanan anterior di basis orbita melalui kanal infraorbital,
muncul di muka rahang atas 1 cm bawah bibir orbita inferior. Saraf infraorbital
membawa sensasi dari kelopak mata bawah, pipi, bibir atas, gigi atas, dan gingiva.
Mati rasa di distribusi ini sering menyertai blowout fracture dari lantai orbital dan
biasanya membaik dengan waktu.
Kanal nasolacrimal
Vena ophthalmik superior memberikan drainase utama orbita. vena ini berasal
di kuadran superonasal dari orbita dan meluas posterior melalui fisura orbital
superior ke dalam sinus kavernosa. Sering, vena ophthalmic superior muncul di
scan CT orbital aksial sebagai satu-satunya struktur mengalir secara diagonal
melalui orbit superior. Banyak anastomosis terjadi secara anterior dengan
pembuluh darah wajah serta posterior dengan pleksus pterygoid.
2.1.8. Hidung dan Sinus Paranasal
kejadian
dari
Blowout
fracture
cukup
sering,
adalah
setelah
terjadinya
trauma,
maka
ada
Ekimosis dan edema pada kelopak mata dapat ditemukan, tetapi tandatanda eksternal lain dari trauma bisa saja tidak ditemukan (white-eyed
blowout).
Diplopia dengan limitasi dalam menggerakan bola mata ke atas, bawah,
atau keduanya. Gerakan bola mata yang terbatas ketika bergerak vertikal,
diplopia vertikal, dan rasa sakit yang konsisten pada orbita inferior saat
bola mata berusaha bergerak vertikal dengan terperangkapnya otot rektus
inferior atau septa yang berdekatan ke dalam fraktur. Edema orbita dan
pendarahan atau kerusakan pada otot ekstraokular atau inervasinya bisa
juga membatasi pergerakan bola mata. Gerakan bola mata ke atas dan ke
bawah yang signifikan menunjukan adanya kerusakan saraf atau jaringan
lunak secara umum, gerakan bola mata yang terbatas akibat perdarahan
biasanya membaik dalam waktu 1-2 minggu setelah trauma terjadi. Jika
ada jaringan lunak yang terperangkap dapat diketahui dengan dilakukan
force duction test tetapi hal ini bisa saja disebabkan oleh edema dan
perdarahan.
Enophthalmos dan ptosis pada bola mata. Keduanya dapat ditemukan pada
fraktur yang luas dimana jaringan lunak orbita prolapse ke dalam sinus
maksilaris. Fraktur pada dinding medial, jika diasosiasikan dengan fraktur
basis orbita bisa berkontribusi secara signifikan terhadap kejadian
enophthalmus karena prolapsnya jaringan orbita ke dalam etmoidal dan
sinus maksilaris. Enopthalmus bisa saja tertutupi oleh edema yang terjadi
saat trauma dan baru disadari setelah edema berkurang. Ptosis bola mata
proses operasi dapat dilakukan dalam 2 mingggu pertama setelah trauma biasanya
setelah bengkak berkurang. Formasi jaringan luka dan kontraktur dari jaringan
yang prolaps membuat koreksi dikemudian hari pada jaringan yang terperangkap
dan diplopia menjadi lebih sulit. Pada fraktur luas enophthalmus diharapkan bisa
lebih mudah diperbaiki dalam 2 minggu pertama setelah terjadi trauma. Sehingga
apabila diindikasikan untuk operasi, maka lebih baik jika dilakukan dalam 2
minggu pertama setelah trauma.
Pendekatan pembedahan pada Blowout Fracture pada basis orbita bisa
dilakukan melalui insisi infrasiliaris atau insisi konjungtiva (fornik inferior)
digabungan dengan atau tanpa kantolisis lateral. Elevasi periorbital dari basis
orbita, pembebasan jaringan dari fraktur dan biasanya peletakan implant pada
fraktur mencegah perlekatan yang rekuren dan prolaps pada jaringa orbita.
Perkembangan sistem miniplating atau microplating dan berbagai implant
orbita lainya telah meningkatkan perbaikan yang signifikan pada penatalaksaan
fraktur basis orbita yang luas dan tidak stabil. Pengambilan autogenous graft
membutuhkan tindakan operasi tambahan dan bone graft jarang diindikasikan.
2.8. Komplikasi
Komplikasi dari blowout fracture termasuk:
-
2.9. Prognosis
Prognosis pada blowout fracture tergantung dari tingkat keparahannya dan
jaringan yang terlibat. Biasanya prognosis akan menjadi baik dan visus kembali
normal setelah dilakukan penatalaksaan yang tepat dan cepat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Blowout fracture adalah fraktur yang terjadi akibat trauma dengan benda
tumpul, dimana biasanya berukuran lebih besar dari orbita itu sendiri. Akibatnya
isi orbita dapat tertekan dan tulang-tulang orbita mengalami retakan dibagian yang
terlemah. Bola mata yang tertekan itu sendiri dapat masuk ke retakan tersebut
sehingga prolaps dan jaringan yang prolaps itu dapat terperangkap, tergantung
kekuatan dari trauma tersebut. Blowout fracture sendiri dapat ditegakkan
diagnosis
berdasarakan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik, dan
pemeriksaan
penunjang. Tatalaksana dari blowout fracture ini tidak selalu tindakan operasi,
tetapi bisa observasi dengan pemberian steroid 1mg/kgbb/hari selama 7 hari
pertama untuk mengurangi edema dan juga dapat dilakukan pemberian antibiotik.
Tindakan operasi dilakukan jika ada indikasi seperti diplopia dengan gangguan
melihat ke atas dan bawah sebanyak 30 derajat, enophthalmus lebih dari 2mm dan
menggangu kosmetik, fraktur lebih dari setengah basis orbita. Prognosisnya
tergantung tingkat keparahan dan penatalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu kita
sebagai dokter umum minimal mengatahui mengenai blowout fracture ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science Course,
Orbit, Eyelids and Lacrimal sistem, Section 7, 2014 2015. p. 5-19.
2. American Academy of Ophtalmology, Basic and Clinical Science Course,
Orbit, Eyelids and Lacrimal sistem, Section 7, 2014 2015. p. 98-104.
3. Yano H, Nakano M, Anraku K, Suzuki Y, Ishida H, Murakami R, Hirano
A. A consecutive case review of orbital blowout fractures and
direct
extraocular
2000;107(10):1875- 1879.
muscle
involvement.
Ophthalmology.