Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS III

Mata Kanan Kiri Astigmatisma Miopia Kompositus + Ambliopia sedang + Anisometropia


Mata kanan kiri Eksotropia Sensoris

Disusun Oleh :
dr. Astidya Miranti Putri

Pembimbing :
dr. Fatimah Dyah Nur Astuti, MARS, Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

1

LAPORAN KASUS

Mata Kanan Kiri Astigmatisma Miopia Kompositus + Ambliopia sedang + Anisometropia


Mata Kiri Eksotropia Sensoris

Dibacakan oleh : dr. Astidya Miranti Putri


Pembimbing : dr. Fatimah Dyah Nur Astuti, MARS, Sp.M(K)

I. PENDAHULUAN
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3
milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada
penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25%
populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa.1,2
Astigmatisme berasal dari bahasa Yunani, "a" yang berarti tidak dan "stigma"
yang berarti titik. Astigmatisme terjadi ketika cahaya yang masuk tidak dibiaskan
pada satu titik dan tidak terfokus pada retina.3 Astigmatisma Miopikus kompositus
yaitu dimana sinar-sinar sejajar yang masuk ke bola mata dibiaskan oleh media
refrakta dalam sumbu orbital akan terbentuk fokus bayangan dua titik di depan retina
semua. Astigmatisme jenis ini, titik fokus dari daya bias terkuat berada di depanretina,
sedangkan titik fokus dari daya bias terlemah berada di antara titik A dan retina.1,4
Ambliopia adalah suatu kelainan fungsional dari penglihatan tanpa disertai
kelainan organik, dan terbagi atas empat tipe yaitu; strabismus, anisometropik,
ametropik, dan deprivasi stimulus. Bentuk yang paling sering ditemukan ialah tipe
strabismus. 5

Laporan kasus ini membahas seorang anak perempuan berusia 11 tahun


dengan mata kanan kiri Astigmatisma Miopia Kompositus dan Ambliopia Sedang.
Perjalanan klinis, dasar diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis akan menjadi bahan
diskusi pada laporan kasus ini.

2

II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Y
Umur : 11 tahun
No CM : C630365
Alamat : Kancilan, Jepara
Pekerjaan : Pelajar

III. ANAMNESIS ( 15 Mei 2019 )


Alloanamnesis (ibu pasien)
Keluhan utama : Penglihatan mata kanan dan kiri kabur saat melihat jauh
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak pasien berusia 4 tahun 5 bulan, menurut orang tua pasien, mata kanan
dan kiri anak mengeluh penglihatan kabur saat melihat jauh, seringkali memicingkan
matanya saat menonton televisi disertai pusing (+), mata kocak (-), mata merah (-),
nyeri (-) lalu pasien diperiksakan ke Rumah Sakit setempat dan diberikan kacamata
namun tidak rutin dipakai. Pasien rutin kontrol ke RS daerah setempat, namun karena
ukuran kacamata pasien tidak maksimal sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Dokter
Kariadi.
Selama + 2 tahun ini pasien kontrol rutin ke Rumah Sakit Dokter Kariadi yang
sudah menjalani terapi kacamata dan patching tiap 4 jam bergantian mata kanan kiri
hingga saat ini.
+ 2 bulan ini pasien mengeluh kacamata yang dipakai kurang nyaman dengan
kekuatan mata kanan S-5.50 C-1.25 x 60 dan mata kiri S-6.25 C-1.00 x 10 disertai
pusing, mata kiri tampak bergulir keluar (+), mata kocak (-), penglihatan dobel (-),
mata merah (-), nyeri (-), benda beterbangan (-), kilatan cahaya (-), penglihatan ganda
(-). Pusing (+) yang dirasakan terkadang pada saat membaca dan saat melihat papan
tulis di sekolah, pasien perlu memicingkan mata untuk dapat melihat dengan jelas.
Keluhan tersebut mengganggu aktifitasnya sebagai pelajar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya (+) saat usia 4 tahun 5 bulan :
Mkaki -4,00 Dioptri
- Riwayat anak lahir spontan, Berat Badan Lahir Normal
- Riwayat kejang (-)
- Riwayat trauma kepala (-)
3

- Riwayat trauma pada mata (-)
- Riwayat operasi mata sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat anggota keluarga lain menderita penyakit seperti ini kakak pasien, sejak
usia SD menggunakan kacamata Mkaki -5.00 Dioptri.

- Riwayat anggota keluarga menderita mata juling (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :

- Pasien seorang pelajar, yang dibiayai oleh orangtua

- Kesan sosial ekonomi kurang

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Praesens (15 Mei 2019)
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Nadi : 100x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : afebris
V. Status Oftalmologi (15 Mei 2019)
OD OS
Visus KMS 6/15 6/15
Visus dasar 6/38 6/38
Visus koreksi Pre 6/38 S-7.00 6/15 PH (-) 6/38 S-8.00 6/15 PH (-)
sikloplegik
Visus koreksi Post 6/24 S -6.00 6/15 PH (-) 6/30 S-7.00 6/15 PH (-)
sikloplegik
Streak retinoskopi S-5.00 C-1.00 x 1800 6/15 S-6.00 C-1.00 x 1800 6/15
Gerak bolamata Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah

4

Tekanan Intra Okular 19,9 mmHg 19,1 mmHg
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Van Herrick grade III Van Herrick grade III
Iris Kripte (+) Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, reguler, Bulat, sentral, regular,
∅3mm, refleks pupil (+) ∅3mm, reflek pupil (+)
Lensa Jernih Jernih
Fundus reflex Cemerlang Cemerlang
Funduskopi Papil N II : bulat, sentral, Papil N II : bulat, sentral,
regular, CDR 0,3, warna regular, CDR 0,3, warna
kuning kemerahan kuning kemerahan
Vasa : perjalanan vasa Vasa : perjalanan vasa
dalam batas normal dalam batas normal
Retina : tigroid (+), ablasio Retina : tigroid (+), ablasio
(-), lattice (-), stafiloma (-), lattice (-), stafiloma
postikum (-), miopik CNV postikum (-), miopik CNV
(-), myopic cresent (-) (-), myopic cresent (-)
Makula : reflek fovea Makula : reflek fovea
cemerlang cemerlang

5

Pemeriksaan penunjang
OD OS
Hirschberg test tanpa 70 XT 150 XT
kacamata

Hirschberg test dengan 00 00


kacamata

Cover test Shifting (+) Shifting (+)


Uncover test Shifting (+) Shifting (+)
Alternanting Cover Test Shifting (+)
Krimsky Dekat 14 prisma dioptri, jauh 16 prisma dioptri
Binokularitas Pusing (-), distorsi (-), diplopia (-), WFDT normal, TNO :
tidak dapat melihat gambar, Lang test : hanya dapat melihat
bintang
Crowding phenomena 6/15 6/15
Neutral Density Filter Tidak dilakukan Tidak dilakukan
test

6

Pemeriksaan Keratometri dan Topografi kornea
Gambar 1. Hasil pemeriksaan keratometri dan topografi

Kesimpulan kesan korneal flat, dengan corneal astigmat tinggi


VI. RESUME
Seorang anak perempuan berusia 11 tahun datang dengan keluhan visus turun
sejak 6 tahun lalu, progresif perlahan, tidak disertai mata merah, nyeri, floaters maupun
flashes. Status refraksi kedua mata tidak sama (mata kiri lebih berat). Riwayat memakai
kacamata sejak usia 4 tahun 5 bulan namun tidak rutin selama 4,5 tahun sehingga
pasien dirujuk ke RS Kariadi. Kondisi pasien saat diperiksa 2 bulan lalu penglihatan
dengan kacamatanya sudah tidak nyaman disertai mata kanan kiri eksodeviasi dan
riwayat pemberian patching tiap 4 jam bergantian mata kanan kiri sejak 2 tahun ini
selama berobat rutin ke RS Kariadi.
Status ophtalmologi
OD OS
Visus KMS 6/15 6/15
Visus dasar 6/38 6/38
Visus koreksi pre 6/38 S-7.00 6/15 PH (-) 6/38 S-8.00 6/15 PH (-)
sikloplegik
Visus koreksi post 6/24 S -6.00 6/15 PH (-) 6/30 S-7.00 6/15 PH (-)
sikloplegik
Streak retinoskopi S-5.00 C-1.00 x 1800 6/15 S-6.00 C-1.00 x 1800 6/15
Gerak bolamata Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah
Tekanan Intra Okular 19,9 mmHg 19,1 mmHg
Kornea Jernih Jernih
Pupil Bulat, sentral, reguler, Bulat, sentral, regular,

7

∅3mm, refleks pupil (+) ∅3mm, reflek pupil (+)
Lensa Jernih Jernih
Fundus reflex Cemerlang Cemerlang
Funduskopi Tigroid (+) Tigroid (+)

OD OS
Hirschberg test tanpa 70 XT 150 XT
kacamata
Hirschberg test dengan 00 00
kacamata
Cover test Shifting (+) Shifting (+)
Uncover test Shifting (+) Shifting (+)
Crowding phenomena 6/15 6/15
Alternating Cover Test Shifting (+)
Krimsky Dekat 14 prisma dioptri, jauh 16 prisma dioptri
Binokularitas Pusing (-), distorsi (-), diplopia (-), WFDT normal, TNO :
tidak dapat melihat gambar, Lang test : hanya dapat melihat
bintang

Hasil pemeriksaan penunjang :


Keratometri dan topografi kornea : kesan korneal flat, dengan corneal astigmat tinggi
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Mata kanan kiri Astigmatisma Miopia Kompositus
- Mata kanan kiri Ambliopia Sedang
- Mata kanan kiri Anisometropia
- Mata kanan kiri Eksotropia Sensoris
- Mata kanan kiri Eksotropia Intermitten
VIII. DIAGNOSIS KERJA
- Mata kanan kiri Astigmatisma Miopia Kompositus
- Mata kanan kiri Ambliopia Sedang
- Mata kanan kiri Anisometropia
- Mata kanan kiri Eksotropia Sensoris

8

IX. PENATALAKSANAAN
Fitting RGP (pasien menolak)
Resep kacamata
Patching tiap 4 jam bergantian mata kanan kiri
X. PROGNOSIS
OD OS

Quo ad visam Ad bonam Ad bonam

Quo ad sanam Ad bonam Ad bonam

Quo ad vitam Ad bonam Ad bonam

Quo ad kosmetikam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

XI. EDUKASI
• Menjelaskan kepada orangtua bahwa kedua mata pasien mengalami kelainan rabun
jauh dan mata malas dikarenakan struktur bolamata yang panjang.
• Menjelaskan kepada orangtua bahwa penglihatan kedua mata pasien tidak bisa
maksimal meskipun sudah diberikan terapi kacamata dan patching.
• Menjelaskan kepada pasien dan orangtua untuk tetap menggunakan kacamata agar
penglihatan tidak semakin memburuk.
• Menjelaskan kepada pasien dan orangtua bahwa penggunaan patching tetap dilakukan
sesuai aturan.
• Menjelaskan kepada pasien dan orangtua untuk mengurangi aktifitas jarak dekat dan
meningkatkan aktifitas jarak jauh.
XII. DISKUSI DAN ANALISIS KASUS
Astigmatisma adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur karena sinar
dari arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Hal ini disebabkan karena
perbedaan kelengkungan kornea yang bervariasi. 4,6
Penyebab terjadinya astigmatisma adalah : 1
• Kornea
Merupakan kesalahan pembiasan yang paling besar, yaitu mencapai 80% hingga
90% dari astigmatisma yang terjadi karena perubahan lengkung kornea tanpa
pemendekkan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata. Perubahan

9

tersebut dapat terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, bekas luka di kornea,
peradangan kornea serta akibat pembedaha kornea.
• Lensa kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa
kristalin juga semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan
mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus. Astigmatismus
yang terjadi karena kelainan pada lensa kristalin ini disebut juga astigmatisma
lentikuler.
Klasifikasi Astigmatisma berdasarkan letak titik astigmatisma : 1,7
• Astigmatisme regular
Dikategorikan regular jika meredian – meridian utamanya (meredian di mana
terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optik bolamata), mempunyai arah
yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°,
maka daya bias terlemahnya berada pada meredian 180°. Astigmatisma jenis ini,
jika mendapat koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya
kelainan penglihatan yang lain.
Menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5
jenis, yaitu :
§ Astigmatisma Miopia Simplex
§ Astigmatisma Hipermetropia Simplex
§ Astigmatisma Miopia Kompositus
§ Astigmatisma Hipermetropia Kompositus
§ Astigmatisma Mixtus
• Astigmatisma Irregular
Bentuk astigmatisma ini, meredian - meredian utama bolamatanya tidak
saling tegak lurus. Astigmatisma yang demikian bisa disebabkan oleh
ketidakberaturan kontur permukaan kornea ataupun lensa mata,
juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan tidak merata pada bagian dalam
bolamata ataupun lensa mata (misalnya pada kasus katarak stadium awal).
Astigmatisma jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa
kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil
akhir yang setara dengan tajam penglihatan normal.

10

Pemeriksaan yang dilakukan untuk astigmatisma yaitu ; Cara pengaburan (fogging
technique of refraction), Uji Keratometri, dan Uji silang silinder
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina. Miopia merupakan manifestasi kabur bila
melihat jauh, istilah populernya adalah “nearsightedness”. 8,9
Menurut umur : 3
• kongenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
• Youth-onset myopia (< 20 tahun)
• Early adult-onset myopia (20-40 tahun)
• Late adult-onset myopia (> 40 tahun)
Berdasarkan penyebabnya dikenal dua jenis myopia, yaitu: 3,9
• Myopia aksial adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih
panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam halini, panjang fokus
media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita >
22,6 mm.
• Miopia refraktif adalah miopia yang disebabkan oleh bertambahnya indeks bias
media refrakta. Pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi
karena beberapa macam sebab, antara lain :
• Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).
• Terjadi hidrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalina
sehingga bentuk lensa kristalina menjadi lebih cembung dan daya biasanya
meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal
(imatur).
• Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus).
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain: 9
• Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal pula.
• Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar
(70% - 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah
Afrika (10% - 20%).

11

• Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang
memadai.
Penatalaksanaan school myopia/miopia simplek meliputi pemberian kacamata
koreksi. Koreksi kacamata yang diberikan mempunyai kekuatan koreksi penuh. Cara ini
membuat anak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh dan akan
mengembangkan akomodasi dan konvergensi yang normal.12 Menurut Sato pemberian
kacamata dengan kekuatan refraksi yang tinggi dapat meningkatkan progresifitas miopia.
Pemberian koreksi yang lebih rendah dari koreksi yang seharusnya bertujuan untuk
mengurangi akomodasi, sehingga mempunyai jarak baca dekat yang ideal. 22

Pada pasien ini didapatkan usia 11 tahun dengan ras Asia, memiliki kebiasaan
melihat dengan jarak dekat, dan memiliki riwayat keluarga memakai kacamata yaitu
kakak kandungnya yang sejak usia SD dengan kekuatan kacamata sferis -5.00 dioptri.
Berdasarkan klasifikasinya, pasien ini termasuk dalam kategori Astigmatisma Miopia
Kompositus yang merupakan salah satu jenis astigmatisma regular, dilihat dari
pemeriksaan visus koreksi didapatkan mata kanan S-5.00 C-1.00 x 1800 dan mata kiri S-
6.00 C-1.00 x 1800 dengan metode pemeriksaan fogging technique of refraction.
Pemeriksaan keratometri pada pasien ini didapatkan korneal flat dengan korneal astigmat
tinggi dan kelengkungan kornea 7,38mm, hal ini sesuai dengan teori bahwa ada
perubahan kelengkungan kornea (<7,7mm) sehingga terjadi penambahan indeks bias
media refrakta yang disebut dengan miopia refraktif sebagai penyebab terjadinya
kelainan refraksi tersebut. Pada pasien ini diberikan terapi kacamata dengan koreksi
penuh.

Pasien ini juga ditemukan anisometropia yang berarti kedua mata memiliki
kekuatan refraksi yang berbeda, sehingga fokus di antara kedua mata tidak sama. Hal ini
sering disebabkan oleh karena satu mata yang memiliki bentuk atau ukuran yang sedikit
berbeda dari yang lain, menyebabkan kelengkungan yang asimetris (astigmatisma),
19
rabun dekat yang asimetris (Hyperopia), atau rabun jauh yang asimetris (miopia).
Anisometropia dapat menyebabkan amblyopia (mata malas) pada anak kecil karena otak
memberi tahu mata untuk memfokuskan jumlah yang sama di setiap mata.

12

Perbedaan anisometropia 1 hingga 2.5 dioptri masih dapat ditoleransi dengan
baik, antara 2.5 sampai 4 dioptri dapat ditoleransi tergantung sensitivitas individu, lebih
dari 4 dioptri tidak dapat ditoleransi dan menjadi perhatian.20
Tipe klinis Anisometropia : 20

1. Simple anisometropia,
Satu mata normal (emetropia) dan mata lain miopia atau hipermetropia.
2. Compound anisometropia
Kedua mata hipermetropia atau miopia, tapi satu mata memiliki kelainan refraksi
lebih tinggi dari mata yang lain
3. Mixed anisometropia
Satu mata miopia dan mata lain hipermetropia. Keadaan ini juga disebut dengan
antimetropia.
4. Simple astigmatic anisometropia
Satu mata normal dan mata lain memiliki baik miopia atau pun hipermetropia
simpel dengan astigmatisme.
5. Compound astigmatic anisometropia
Kedua mata astigmatisme, tetapi dengan derajat yang berbeda
Tatalaksana 19
Langkah pertama adalah mengoreksi perbedaan antara mata dengan kacamata
(atau lensa kontak dalam kasus tertentu). Dimana otak perlu menyelaraskan kedua mata
secara bersamaan, tetapi kacamata / lensa kontak harus digunakan secara konsisten
sesuai instruksi. Jika penglihatan pada mata yang ambliopia belum cukup ditingkatkan
dengan kacamata / lensa kontak saja, perlu memaksakan otak untuk menggunakan mata
yang ambliopia sebagai upaya meningkatkan penglihatan secara maksimal, dapat
dilakukan dengan patching maupun penggunaan sikloplegi.
Berdasarkan teori diatas, sesuai hasil visus koreksi dengan menggunakan streak
retinoskopi yaitu mata kanan S-5.00 C-1.00 x 1800 dan mata kiri S-6.00 C-1.00 x 1800
didapatkan kekuatan refraksi yang berbeda 1 dioptri tetapi pada pasien ini tidak dapat
ditoleransi. Tipe klinis anisometropia pada pasien ini termasuk tipe compound
anisometropia dimana kedua mata mengalami miopia tetapi salah satu mata memiliki
kekuatan refraksi yang lebih besar (pada pasien ini mata kiri lebih besar dioptrinya).
Tatalaksana yang sesuai untuk pasien ini adalah lensa kontak RGP dikarenakan pasien
tidak dapat toleransi koreksi kacamata.

13

Pasien ini juga ditemukan ambliopia yaitu penurunan tajam penglihatan walaupun
dengan koreksi refraksi optimal tanpa kelainan pada mata dan jalur penglihatan.10 Hal ini
disebabkan adanya pengalaman visual yang tidak normal selama proses sensitisasi dalam
perkembangan penglihatan pada masa awal kanak-kanak; paling sering disebabkan oleh
strabismus, gangguan refraksi, atau keduanya.11 Klasifikasi ambliopia dibagi kedalam
beberapa bagian sesuai dengan/kelainan yang menjadi penyebabnya 12 yaitu ; Ambliopia
strabismik, Ambliopia anisometropik, Ambliopia isometropia, Ambliopia deprivasi.
Cara mendiagnosis pasien dengan ambliopia, sebagai berikut : 12,17,18

- Anamnesis
Ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan harus dijawab
dengan lengkap apabila kita menemukan pasien yang menderita ambliopia, yaitu:12
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus,
anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam
membuat prognosisnya.
Tabel 1. Faktor Primer yang Berhubungan dengan Prognosis Ambliopia

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita

14

strabismus atau kelainan mata lainnya, frekuensi strabismus yang ”diwariskan” berkisar
antara 22% - 66%, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita
ambliopia.12, 17, 18
-
Tajam Penglihatan

Crowding Phenomenon

Neutral Density (ND) Filter Test
- Menentukan Sifat Fiksasi
• Visuskop
• Alternating Cover Test untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Penatalaksaan ambliopia meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih (ambliopia) dengan membatasi penggunaan
mata yang sehat (patching)
Mendiagnosis ambliopia pada pasien ini melalui alloanamnesis, menurut ibu
pasien tidak mengetahui kapan munculnya kedua mata bergulir keluar, sejak pasien
berusia 4 tahun 5 bulan didapatkan keluhan penglihatan kabur saat melihat jauh lalu
diperiksakan ke dokter mata setempat dan hanya diberikan terapi kacamata dengan
kekuatan sferis -4.00 dioptri, selama terapi pasien kurang rutin dalam pemakaian
kacamatanya dan pada pasien ini tidak ada riwayat strabismus dalam keluarga.
Pemeriksaan lain yang mendukung diagnosis ini seperti Crowding Phenomenon
didapatkan hasil visual aquity 6/15, menurut teori dengan pemeriksaan tersebut
seharusnya pasien dapat melihat lebih jelas kemungkinannya hingga mencapai 6/6 tetapi
pada pasien ini tidak. Kemudian pemeriksaan Neutral Density (ND) Filter Test, pada
pasien ini tidak dilakukan karena keterbatasan alat. Untuk menentukan adanya fiksasi
eksentrik yaitu dengan pemeriksaan Hirschberg Test, ditemukan 70 XT mata kanan dan
150 XT mata kiri, lalu dilakukan pemeriksaan Alternating Cover Test untuk Fiksasi
Eksentrik Bilateral ditemukan adanya shifting (+). Secara teori, pemeriksaan Hirschberg
Test saja tidak cukup untuk mendiagnosis pasien ini sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan visuskop tetapi pada pasien ini tidak dilakukan karena keterbatasan alat.
Berdasarkan table 1. pasien ini termasuk kategori ambliopia sedang dengan
prognosis cukup baik dilihat dari lamanya terapi selama 2 tahun ini dengan koreksi
optimal dan patching sesuai dengan derajat ambliopianya yang sudah dijalani cukup

15

patuh sehingga dapat memberikan kemajuan visual aquity moderate, sesuai dengan hasil
visus akhir yaitu mencapai 6/15. Kemungkinan penyebab ambliopia pada pasien ini
karena anisometropia. Sehingga tatalaksana yang dipilih untuk ambliopianya yaitu
patching tiap 4 jam bergantian mata kanan kiri.
Dalam kasus ini, dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan
astigmatisma miopia kompositus, ambliopia sedang, anisometropia dan eksotropia
sensorik dimana ketiga hal tersebut saling berhubungan. Pada pasien ini juga didapatkan
binokularitas yang buruk, hal ini kemungkinan yang terjadi mengingat usia pasien saat
terdiagnosis kelainan refraksi pada usia 4 tahun 5 bulan, dimana usia tersebut
penglihatan binokular pada manusia telah berkembang sempurna dan apabila terganggu
maka akan menghambat perkembangan penglihatan binokular seperti yang terjadi pada
pasien ini. Pilihan terapi yang sesuai adalah pemberian lensa kontak RGP dikarenakan
pasien tidak dapat toleransi koreksi kacamata tetapi pasien menolak karena alasan biaya
sehingga pasien diberikan terapi kacamata sesuai dengan koreksi visusnya. Berdasarkan
derajat ambliopianya, pilihan terapi yang sesuai adalah patching tiap 4 jam bergantian
mata kanan kiri agar fungsi visual dapat maksimal sehingga tidak ada dominansi dari
salah satu mata.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology 11st New York:
Blackwell Publishing, 2011; 20-26.
2. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
3. Olver J and Cassidy L. 2005. Basic Optics and Refraction. In: Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science.
4. McLeod SD, et al. Preferred Practice Patterns American Academy of Ophthalmology.
American Academy of Ophthalmology Refractive Management [cited on 2013 Maret
24]. Available from: http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines
5. Tumewu SIE. AMBLIOPIA BILATERAL DISERTAI EKSOTROPIA
ALTERNANS DAN ASTIGMATISMA MIOPIA KOMPOSITUS [Internet].
JURNAL BIOMEDIK. [cited 2019May22]. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/2046
6. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2013 Maret 24]. Available
from: www.aoa.org
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and RefractiveErrors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. IlmuPenyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2.Jakarta.
9. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd. Edition.London:
Thieme, 2003; 344-346
10. Wu CS, Fulton A. Amblyopia. In: Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA,
editors. Albert and Jakobiec’s Prin- ciples and Practice of Ophthalmology (Third
Edition). Philadelphia: Elsevier (WB Saunders), 2008; Chapter 300. p.251-89.
11. Park KH, Hwang JM, Ahn JK. Efficacy of amblyopia therapy initiated after 9 years of
age. Eye. 2004;18:571-4.
12. AAO (American Academy of Ophtalmology). 2011. Glaucoma. American Academy
of Ophtalmology Basic and Clinical science course. San Francisco: American
Academy of Ophtalmology. p. 63-70
13. Noorden, G.K.V; Atlas Strabismus; Edisi 4; EGC; Jakarta; 1988; p78-93

17

14. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophtalmology; Volume 1; Revised
Edition; Lippincott Williams & Wilkins;2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter p1-8
15. Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott
Williams & wilkins; Philadephia; p344-346
16. Cleary M. Efficacy of occlusion for strabismic amblyopia: can an optimal duration be
identified? [Internet]. The British journal of ophthalmology. U.S. National Library of
Medicine; 2000 [cited 2019May22]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1723515/
17. Rouse, M. W, et all. Optometric Clinical Practice Guideline : Care of the Patient with
Ambliopia. 2004
18. Yen, K.G. Ambliopia. Cullen Eye Institute, Baylor College of Medicine. 2011.
19. Aapos.org. 2019 [cited 12 August 2019]. Available from:
https://aapos.org/HigherLogic/System/DownloadDocumentFile.ashx?DocumentFileK
ey=cc3be7d3-95d4-6411-77c2-385cfb75d9ce&forceDialog=0
20. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophtalmology. New Delhi: Elsevier
21. Journal.unair.ac.id. 2019 [cited 12 August 2019]. Available from:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/LapPen-3.pdf
22. Jurnal.unsyiah.ac.id. 2019 [cited 18 August 2019]. Available from:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/2732/2580

18

Anda mungkin juga menyukai