Anda di halaman 1dari 7

RESUME TUGAS AKADEMIK 6 / dr.

RAISSA HARTANTO

LAPORAN KASUS 3/ REFRAKSI

Topik: Mata kanan kiri High Miopia, Mata Kanan Kiri Anisometropia
Tanggal presentasi: Penyelia/Reviewer:
Februari 2019
dr. Fatimah Dyah N.A, MARS, Sp.M(K)
Jenis kegiatan:

Laporan Masalah Review Tinjauan Pustaka
kasus Manajemen Kasus
Deskripsi kasus:

KU: Mata kanan dan kiri kabur

Riwayat Penyakit sekarang :
Sejak ± 12 tahun yang lalu pasien mengeluh mata kanan dan kiri terasa kabur, kondisi ini
dirasakan semakin lama semakin memberat bila penderita beraktifitas di sekolah. Penderita merasa
kesulitan untuk melihat jauh dan melihat tulisan di papan tulis.
Penderita tidak pernah mengeluhkan mata merah, nyeri, silau dan mata tidak tampak juling.
Penderita tidak merasa penglihatannya seperti melihat benda yang melayang-layang dan tidak pernah
merasa melihat seperti kilatan lampu.
Sejak ± 9 tahun pasien memeriksakan matanya ke optik dan disarankan memakai kacamata,
dikatakan mata kanan dan kiri minus. Sejak itu dikatakan pasien beberapa kali mengganti kacamata
karena ukurannya bertambah. Penglihatan mata kanan tidak setajam mata kiri, meskipun sudah memakai
kacamata tersebut. Pasien tidak pernah berobat maupun kontrol ke dokter mata.
± 1 bulan yang lalu karena keluhan mata kanan kiri kabur dirasakan semakin memberat, semakin
terasa lelah, kepala sering pusing dan mengganggu selama beraktivitas, ukuran kacamata saat ini sudah
tidak nyaman, maka pasien memeriksakan diri ke RS. Penderita tidak mengeluh melihat titik – titik
hitam beterbangan (-), melihat kilatan – kilatan cahaya (-), melihat seperti tertutup tirai (-), penglihatan
ganda (-), melihat seperti tertutup kabut (-) nyeri pada mata (-). Penderita memeriksakan diri ke RS
setempat dan dirujuk ke RSDK untuk tatalaksana selanjutnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat berkaca mata sebelumnya (+), ukuran mata kanan kiri S-5 dioptri, namun
dikatakan ukuran dikurangi dari sebenarnya, karena pasien tidak nyaman (pusing).
- Riwayat trauma mata,alergi, pengobatan jangka panjang sebelumnya disangkal
- Riwayat memakai lensa kontak sebelumnya disangkal
- Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes melitus disangkal
- Riwayat aktivitas jarak dekat yang intensif (+) terutama di depan komputer

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Tidak ada anggota keluarga yang memakai kacamata sejak usia muda

Riwayat Sosial Ekonomi :


- Pasien seorang pekerja kantoran, aktivitas sehari – hari adalah menyelesaikan
pekerjaan di depan komputer. Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan sosial
ekonomi cukup.
Mata Kanan Mata Kiri
Visus Dasar 1/60 3/60
Koreksi S -11.25 6/7.5 NBC S - 7.00 6/6
Binokularitas Binokular 6/6, Pusing (+), Distorsi (+) , Duke Elder Test (-)
Bulbus Okuli Ortofori, Hirschberg test 00
Paresis/paralisis Gerak bola mata bebas ke segala arah Gerak bola mata bebas ke segala arah
Palpebra Oedema (-), spasme (-) Oedema (-), spasme (-)
Konjungtiva Hiperemis (-), injeksi (-) Hiperemis (-), injeksi (-)
Sklera Sklerektasis (-) Sklerektasis (-)
Kornea Jernih Jernih

Dalam,Van Herrick grade IV, Tyndal Dalam, Van Herrick grade IV, Tyndal
COA Effect (-) Effect (-)
Iris

Kripte (+), sinekhia (-) Kripte (+) sinekhia (-)

Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,refleks Bulat, sentral, reguler, Ø 3 mm,refleks


Pupil pupil (+) N pupil (+) N

Lensa Jernih Jernih


CV Turbidity (-) Turbidity(-)
Fundus Refleks (+) cemerlang (+) cemerlang
TIO (Schiotz) 19.5 mmHg 17.5 mmHg
Funduskopi (Contact Glass) ODS : ODS sesuai dengan gambaran fundus myopia

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Hasil Laboratorium Darah : Dalam Batas Normal
- Pemeriksaan Sekret Konjungtiva Mata Kanan : Dalam Batas Normal
- Retinometri : OD= 0,50 OS= 0,63
- Pemeriksaan Biometri IOL : OD=Rohto +9 Dioptri,
OS= Rohto +14 Dioptri
- Pemeriksaan Foto Fundus Color : Tigroid (+)

Diagnosis Kerja
Mata Kanan Kiri High Miopia (H52.1)
Mata Kanan Kiri Anisometropia (H52.3)

Penatalaksanaan
- Pro Mata Kanan Clear Lens Extraction + IOL (Rohto 9 Dioptri)
- Pro Mata Kiri Clear Lens Extraction + IOL (Rohto 14 Dioptri)

Terapi Post Operatif:


- Moxifloxacin 0,5% ED 1 gtt/3 jam MKa
- Prednisolone asetat 1% ED 1 gtt/ 3 jam Mka
- Kontrol Poli mata Merpati tanggal 09/01/2019

Masalah utama

Secara epidemiologi miopia sering terjadi dimulai dari usia anak anak mulai 5-12 tahun
dan prevalensi miopia berat dapat diperkirakan sekitar 20% - 25% dari populasi miopia di usia
dewasa. Pada kasus ini kejadian miopia terjadi pada pasien seorang perempuan usia 25 tahun
dengan gejala penurunan visus mata kanan dan mata kiri sudah dimulai sejak umur 12 tahun
yang semakin memberat. Dari literatur disebutkan bahwa miopia derajat berat >6 dioptri,
anisometropia yaitu perbedaan lebih dari 3 dioptri diantara kedua mata miopia. Pada pasien ini
mata kanan dan kiri lebih dari 6 dioptri serta ditemukan perbedaan refraksi miopia antara kedua
mata >3 dioptri.
Daftar Pustaka:

1. Cantor, Louis B. Basic Clinical Science Course. Clinical Optic. Section 3. San
Fransisco : The Foundation of the American Academy of Ophthalmology ; 2016-2017.
2. Lang GK, Gareis O, Lang GE et al.Ophthalmology : a pocket texbook atlas. 2nd edition.
New York : Thieme Stuttgart ; 2007, p 444-57.
3. Yuan, Yuan Hu, Jian Veng Hu el. al. Prevalence and Associations of Anisometropia in
Children. Investigative Ophtalmology and Visual Science Journal. [serial online].2016
March [cited 2017 Jan 16]. Available from:
http://iovs.arvojournals.org/article.aspx?articleid=2502105.
4. Benjamin WJ. Anisekonia and Anisometropia. Borish’s Clinical Refraction. China :
Butterworth Heinemann Elsevier ; 2006, Section 32.
5. Elkington, Andrew R, Helena J.Frank, Michael J. Greaney. Clinical Optic. British
Cataloque Library: 2006, p 152 – 160.
6. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi : New Age International (P)
Limited ; 2007, p 28-36.
7. Keirl A, Chistie C. Clinical Optics and Refractions. A Guide for Optometrists, Contact
Lens Opticians and Dispensing Opticians. Elsevier ; 2007, p 214-29.
8. Chuck RS, Jacob DS, Lee JK. Refractive Errors & Refractive Surgery Preferred
Practice Pattern. San Fransisco : American Academy of Ophthalmology; 2017.
9. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. A systematic Approach. Philadelphia : Butterworth-
Heinemann ; 2008, p 318-21.
10. Ilyas S, Yulianti SR. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2006.
11. Anderson NJ, Davis EA, Hardten DR. Refractive Surgery for Myopia, Myopic
Astigmatism and Mixed Astigmatism. Clinical Updates. Available from URL:
http://www.aao.org/education/clinicalupdates.cfm.
12. DG Vaughan, T Asbury. General Ophthalmology. 17th Edition. New York: Mc
Graw Hill; 2012. 126-50.
Rangkuman dan hasil pembelajaran:

Dasar diagnosis ODS high miopia dan ODS anisometropia pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Keluhan penurunan visus dialami pada kedua
mata sejak 12 tahun yang lalu, yang bersifat progresif perlahan dan tidak dikoreksi dengan
kacamata. Koreksi dilakukan 3 tahun setelah penurunan visus. Keadaan penurunan visus yang
tidak dikoreksi pada masa pertumbuhan ini yang menyebabkan pertambahan refractive error
yang tinggi, didukung dengan hasil pemeriksaan visus OD 1/60 dengan koreksi S -11.25 6/7.5
NBC, sedangkan visus OS 3/60 S - 7.00 6/6. Kedua titik fokus ODS berada di depan retina
dengan nilai spheris >6 dioptri sehingga didiagnosis sebagai ODS High miopia. Berdasarkan
kelainan refraksinya, keadaan anisometropia pada kasus ini adalah compound anisometropia.

Pemeriksaan binokularitas pada pasien ini ialah 6/6, namun didapatkan adanya pusing
dan distorsi. Distorsi disini akibat perbedaan yang besar antara ukuran bayangan yang diterima
retina mata kanan dan kiri sehingga mempengaruhi persepsi spasial. Adanya perbedaan spherical
equivalent diantara kedua mata, dimana perbedaan status refraksi miopia sebesar spheris -4.00 D
menjadi dasar diagnosis ODS high anisometropia. Pilihan modalitas terapi yang dapat digunakan
dalam penatalaksanaan anisometropia sendiri terdiri dari beberapa modalitas. Pemberian terapi
ini dipilih sesuai dengan dengan kondisi masing - masing individu. Anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis sangat diperlukan untuk pertimbangan pemilihan tatalaksana. Pada tabel 1
dijelaskan berbagai modalitas terapi anisometropia.
Koreksi kacamata tidak dapat diberikan pada pasien ini karena adanya keadaan high
ansiometropia yang menimbulkan distorsi. Pemilihan modalitas terapi operatif clear lens
extraction diambil dengan pertimbangan dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan miopia tinggi
serta adanya kondisi anisometropia selain itu kecurigan penyebab miopia tinggi pada pasien ini
ke arah miopia aksial serta adanya gambaran fundus miopia fisiologis. Pemberian kacamata tidak
dilakukan karena adanya anisometropia dimana saat dicobakan kacamata sesuai ukuran yang
diperlukan pasien merasa pusing dan tidak nyaman. Lensa kontak menjadi salah satu alternatif
modalitas terapi, tetapi mengingat adanya keluhan tidak nyaman pada pasien saat
menggunakannya, serta dengan pertimbangan pemeliharaan lensa kontak yang sulit dilakukan
dan pasien yang merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan pemberian lensa kontak
tidak dilakukan pada pasien ini. Pilihan tindakan bedah refraktif kornea tidak dilakukan dengan
pertimbangan bahwa penyebab miopia tinggi pada penderita ini terutama dipengaruhi oleh faktor
panjang sumbu bola mata, selain itu pasien belum dilakukan pemeriksaan ketebalan kornea
sehingga belum dapat diketahui apakah kornea pasien memenuhi syarat untuk dilakukan
tindakan operatif dengan bedah refraktif kornea dan dengan pertimbangan bahwa modalitas
terapi tersebut belum dapat dilakukan di RS dr. Kariadi Semarang.
Dilakukan informed consent sebelum dilakukan tindakan operasi yang meliputi rencana
tindakan, hasil yang diharapkan serta kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi durante
maupun pasca operasi. Dijelaskan pula adanya risiko penurunan fungsi penglihatan untuk
aktivitas dekat dan kebutuhan membaca terutama karena pasien menjalani binocular lens
extraction. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita miopia tinggi yang menjalani tindakan
refractive lens exchange dan implantasi IOL adalah retinal detachment. Penelitian Collin et al
menyatakan adanya insiden retinal detachment pada penderita miopia tinggi mencapai 8,1%
setelah 7 tahun tindakan refractive lens exchange. Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan
pemeriksaan preoperatif secara teliti, khususnya pemeriksaan funduskopi untuk menilai kondisi
vitreus dan retina terhadap kemungkinan risiko detachment.12
Untuk mencapai target refraksi yang diharapkan, pemeriksaan biometri untuk mengukur
panjang sumbu bola mata dan keratometri harus dilakukan secara hati – hati, sehingga
didapatkan hasil pengukuran kekuatan IOL yang akurat. Hasil pengukuran biometri dan
kekuatan IOL didapatkan hasil 9.00D dengan target refraksi S – 0,35. Operasi mata kanan
dilakukan pada tanggal 8 Januari 2019 dan mata kiri dilakukan pada tanggal 20 Februari 2019.
Evaluasi post operasi hari pertama didapatkan visus mata kanan 6/12 C – 1.00 axis 1800 6/6.
Terapi pulang Moxifloxacin eyedrop 8x1 gtt, Prednisolone asetat 8 x 1 gtt, dan Timolol eyedrop
2x1 gtt. Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol 1 minggu. Follow up post operasi seminggu
kemudian visus mata kanan menjadi VOD 6/9,5 S-0,75 C -0.25 x 1800 6/6. Evaluasi post operasi
hari pertama pada mata kiri didapatkan visus menjadi VOS 6/12 C-0,75 x 1800 6/6. Terapi
pulang Moxifloxacin eyedrop 8x1 gtt, Prednisolone asetat 8 x 1 gtt, Eyefresh eyedrop 8x1 gtt
dan Metilprednisolon oral 16mg 1-0-1. Pasien diperbolehkan pulang dan kontrol 1 minggu.
Selanjutnya pasien diminta tetap kontrol rutin dua minggu kemudian lalu setiap bulan untuk
evaluasi visus, dan kemungkinan komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi. Edukasi sangat
penting pada kasus seperti tersebut di atas. Edukasi yang diberikan meliputi kondisi pasien,
diagnosis, komplikasi penyakit, pilihan tindakan, prognosis, dan follow up selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai