Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS BESAR

HIPERMETROPIA DAN PRESBIOPIA OCULI DEXTRA ET


SINISTRA

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Kepaniteraan Senior


Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji kasus : dr. Sri Inakawati, MSi.Med, Sp.M(K)


Pembimbing : dr. Yoseph Siahaan
Dibacakan oleh : Budi Haryadi Prasetyoaji
22010117220120
Dibacakan tanggal : 22 Mei 2019

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus : Hipermetropia Dan Presbiopia Oculi Dextra Et Sinistra


Penguji kasus : dr. Sri Inakawati, MSi.Med, Sp.M(K)
Pembimbing : dr. Yoseph Siahaan
Dibacakan oleh : Budi Haryadi Prasetyoaji
22010117220120
Dibacakan tanggal : 22 Mei 2019
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 22 Mei 2019

Mengetahui,

Penguji Kasus, Pembimbing,

dr. Sri Inakawati, MSi.Med, Sp.M(K) dr. Yoseph Siahaan


LAPORAN KASUS BESAR

Penguji kasus : dr. Sri Inakawati, MSi.Med, Sp.M(K)


Pembimbing : dr. Yoseph Siahaan
Dibacakan oleh : Budi Haryadi Prasetyoaji
22010117220120
Dibacakan tanggal : 22 Mei 2019

I. PENDAHULUAN
Organisasi kesehatan dunia WHO menyebutkan setidaknya 45 juta
penduduk dunia buta (3/60) dan 135 juta penduduk dunia low vision (6/18).
Berdasarkan riset kesehatan dasar 2007, prevalensi nasional kebutaan di
Indonesia yaitu sebesar 0,9% dimana gangguan refraksi menempati urutan ke-
3 setelah katarak dan glaukoma. Estimasi jumlah orang dengan gangguan
penglihatan di seluruh dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24%
populasi, sebesar 3,65% atau 246 juta orang mengalami low vision dan 0,58%
atau 39 juta orang menderita kebutaan. Penyebab gangguan penglihatan
terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi 42%,
diikuti oleh katarak 33% dan glaucoma 18%.1
Tajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta
dan saraf. Bila terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan dapat
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Kelainan refraksi atau ametropia
merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga sinar tidak difokuskan
pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik
kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Pembiasan sinar
pada mata ini ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan
mata, lensa, benda kaca dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan
pembiasan oleh media refrakta dan panjangnya bola mata seimbang sehingga
setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula lutea pada
retina. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia,
astigmatisma dan presbiopi.2,3
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Suyanti
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. CM : 38-89-96 (Pasien Poli Mata RS William Booth)
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gunung Jati Utara, RT 001 / RW 002 Kel. Wonosari,
Kecamatan Ngaliyan, Semarang
Pekerjaan : Swasta

III. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 22
Mei 2019 pukul 08.00 WIB di Poliklinik Mata RS William Booth Semarang

Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri kabur saat membaca jarak dekat

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ± 2 tahun yang lalu pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur
pada saat melihat dan membaca jarak dekat. Pasien kesulitan dalam membaca
tulisan berukuran kecil pada jarak dekat dan terlihat kabur, sehingga pasien
agak mundur ketika hendak membaca jarak dekat. Timbulnya pandangan kabur
tersebut timbul perlahan-lahan, tidak mendadak. Penglihatan kabur dirasakan
sepanjang hari namun tidak bertambah berat. Keluhan dirasakan mengganggu
aktivitas pasien sebagai petugas administrasi. Pasien kemudian memeriksakan
diri ke optik dan membeli kacamata baca dengan kedua lensa berkekuatan
+1,50 D. Pasien mengaku dengan diberikan kacamata tersebut pasien dapat
membaca dengan lebih baik.

± 1 minggu yang lalu, pasien mengaku matanya masih terasa kabur apabila
digunakan untuk membaca tulisan, mengerjakan pekerjaan dengan komputer,
ataupun menonton TV. Pasien mengaku saat ini apabila mengenakan kacamata
bacanya, mata terasa pegal. Pegal terutama dirasakan saat pasien mengerjakan
pekerjaan dengan komputer, menonton di depan TV atau membaca tulisan
dengan mengenakan kacamata baca yang saat ini. Pegal pada mata terkadang
disertai pusing dan berkurang jika mata ditutup dan tidur. Pasien juga
mengeluhkan kepala terasa pusing. Tidak ada mata merah, tidak ada bengkak,
tidak ada nyeri/cekot-cekot pada mata, tidak ada nrocos, tidak ada silau, tidak
ada kotoran mata, tidak ada melihat pelangi. Pandangan kabur seperti tertutup
kabut (-), melihat kilatan cahaya (-), melihat bintik-bintik hitam (-). Karena
dirasakan membuat pasien tidak nyaman dalam melakukan pekerjaannya,
penderita kemudian memeriksakan diri ke Poliklinik Mata RS William Booth.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat trauma pada mata sebelumnya disangkal


- Riwayat operasi pada mata disangkal
- Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya
- Riwayat pemakaian lensa kontak disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat penyakit infeksi mata 1 tahun terakhir disangkal

Riwayat penyakit keluarga

- Ibu kandung pasien menggunakan kacamata plus.

Riwayat Sosial Ekonomi

- Kesan sosial ekonomi cukup


IV. PEMERIKSAAN
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 22
Mei 2019 pukul 08.15 WIB di Poliklinik Mata RS William Booth Semarang

Status Praesens
Keadaan umum : Baik
Kesadaaran : Compos Mentis, GCS 15
Tanda vital : TD :110/70 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 84x/menit Suhu : 36,8oC

Pemeriksaan Fisik: Kepala : Mesosefal


Thorax : Tidak ada kelainan
Abdomen : Tidak ada kelainan
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Status Oftalmologis

OD : OS :
Segmen Anterior tenang Segmen Anterior tenang
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/5 False 1 Visus dasar 5/10 False 1
S+0,50 5/5 Visus Koreksi S+0,75 5/5
Lensa addisi S+2,00 Jaeger 2 Lensa addisi S+2,00 Jaeger 2
Bebas ke segala arah Gerak bola mata Bebas ke segala arah
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Edema (-), ptosis (-), Palpebra Edema (-), ptosis (-),
lagoftalmus (-),hiperemis (-), lagoftalmus (-),hiperemis (-),
entropion (-), ektropion (-), entropion (-), ektropion (-),
tumor (-) tumor (-)
Hiperemis (-), Konjungtiva Hiperemis (-),
sekret (-), edema (-) palpebralis sekret (-), edema (-)
Hiperemis (-), Konjungtiva Hiperemis (-),
sekret (-) forniks sekret (-)
Sekret (-), Konjungtiva Sekret (-),
injeksi konjungtiva(-), injeksi bulbi injeksi konjungtiva (-), injeksi
siliar (-) siliar (-)
Tak ada kelainan Sklera Tak ada kelainan
Jernih Kornea Jernih
Kedalaman cukup, jernih, Kamera okuli Kedalaman cukup, jernih,
Tindal Efek (-) anterior Tindal Efek (-)
Kripte (+), sinekia anterior (-), Iris Kripte (+), sinekia anterior (-),
sinekia posterior (-), atrofi iris sinekia posterior (-),atrofi iris
(-) (-)
Bulat, sentral regular Pupil Bulat, sentral regular,
d= 3 mm,reflek pupil (+)N d= 3 mm,reflek pupil (+)N
Jernih Lensa Jernih
(+) cemerlang Fundus refleks (+) cemerlang
T(digital) normal Tensio okuli T(digital) normal
Pemeriksaan Funduskopi (Oculi Dextra et sinistra) :
- Papil N. II : bulat, batas tegas, myopic cresent (-), cup/disc ratio 0,3
warna kuning cemerlang
- Vasa : arteri vena ratio 2/3, perjalanan dalam batas normal
- Retina : edema(-), perdarahan (-), eksudat (-)
- Makula : refleks fovea (+) cemerlang

Pemeriksaan Binokularitas : - Duke Elder test (-)


- Alternating Cover Test visus balance (+)
- Distorsi (-)
- Jaeger test Jaeger 2

Pemeriksaan Pupil Distance : Dekat : 54 mm


Jauh : 56 mm

V. RESUME
Seorang wanita usia 49 tahun datang ke poliklinik mata RS William Booth
dengan keluhan sejak ± 2 tahun yang lalu penglihatan kedua mata kabur pada
saat melihat dekat. Pasien mengalami kesulitan saat membaca tulisan ataupun
saat bekerja di depan komputer. Penglihatan kabur lama kelamaan dirasakan
semakin memberat sejak dari awal dirasakan. Sejak ± 1 minggu yang lalu
pasien mengeluhkan kedua mata terasa pegal dan pusing (+), keluhan
bertambah saat bekerja lama di depan komputer, lama menonton TV dan
berkurang saat menutup mata dan tidur.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik : Status presens dalam batas normal
Status oftalmologis :
Oculus Dexter Oculus Sinister
5/5 False 1 Visus dasar 5/10 False 1
S+0,50 5/5 Visus Koreksi S+0,75 5/5
Lensa addisi S+2,00 Lensa addisi S+2,00

Pemeriksaan binokuler Visus Dexter Visus Sinister


Aflternating Cover Test Visus balance (+)
Distorsi (-)
Duke Elder Test (-)
Jaeger test Jaeger 4

VI. DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
ODS Hipermetropia Ringan
ODS Presbiopia

DIAGNOSIS KERJA
ODS Hipermetropia
ODS Presbiopia

VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
OD: S+0,50 lensa addisi S+2,00
OS: S+0,75 lensa addisi S+2,00
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad bonam

IX. SARAN
1. Pasien diberitahu untuk kembali apabila keluhan tidak berkurang atau
memburuk.
2. Pasien disarankan untuk kontrol 1 tahun lagi untuk mengevaluasi ketajaman
penglihatan

X. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa pasien menderita hipermetropia dan
presbiopia pada mata kanan dan kiri yang dapat diatasi dengan
menggunakan kacamata.
2. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan
menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai
kacamata.
3. Meminta pasien untuk kontrol kembali apabila keluhan pusing dan
penglihatan kabur masih dirasakan.
4. Menjelaskan untuk tidak membaca dan menonton TV dengan jarak terlalu
dekat terlalu lama dan menganjurkan untuk berisitirahat tiap 30 menit
beraktivitas.
5. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak boleh membaca di
tempat remang-remang/cahaya kurang.
6. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol pemeriksaan mata minimal setiap
1 tahun sekali, apabila tidak terdapat keluhan.
XI. DISKUSI
Titik fokus (tanpa alat bantu) bervariasi di antara mata individu normal
tergantung bentuk bola mata dan korneanya. Mata emetrop secara alami
memiliki fokus yang optimal untuk penglihatan jauh. Mata ametrop memerlukan
lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk melihat jauh. Gangguan optik ini
disebut kelainan refraksi. 1
Kelainan refraksi suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan
lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan
ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola
mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi
dapat didepan atau dibelakang makula. 1,2,3
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa
memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat
benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat
kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia. 2

1. Hipermetropia

Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat.


Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana
sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang
makula lutea. Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata
terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina.1

Gambar 1. Jalannya sinar pada mata Hipermetropi4

Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek)
dan sinarcahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina.
Penyebabutama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bolamata yang lebih pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang
retina ataus elaput jala.1,4

1.1 Sebab atau jenis hipermetropia :


1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan
refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurangsehingga bayangan difokuskan di belakang retina. 4
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada system optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks
refraksi lensa yang berkurang4

2.1 Bentuk Hipermetropia :


1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah
dengan hipermetropia fakultatif. 5

2. Hipermetropia absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi


denganakomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif.
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat
normal tanpa kaca mata. Bila diberikan kacamata positif yang memberikan
penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut
sebagai hipermetropia fakultatif. 1

4. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia


absolut. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi
sama sekalidisebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah
hipermetropia fakultatifdengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia
manifest.

5. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia


(ataudengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi
seluruhnya denganakomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila
diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia
laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi
sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian menjadi hipermetropia absolut.Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus,terutama bila pasien masih
muda dan daya akomodasinya masih kuat

6. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan


sesudahdiberikan siklopegia

Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah


dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah
makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-
menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan
mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.1
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.
Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.1
Mata dengan hipermetropi sering akan memperlihatkan amblyopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Apabila
terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata maka akan terjadi
amblyopia pada salah satu mata. Mata amblyopia sering bergulir kea rah temporal.1
Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama untuk
melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau
konveks untuk mematah sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia
adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia
didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatannormal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan
kaca mata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar
(eksoforia) maka diberikan kaca mata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda
ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak terdapat
daya akomodasi1.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata
sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatanmaksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan
ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25. Hal ini untuk
memberikanistirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan
dengan kacamata (+). Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada
anak-anak, makasebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan
sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot
akomodasi, maka pasienakan mendapatkan koreksi kaca matanya dengan mata
yang istirahat.1
2. Presbiopia

Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan


kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas
lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. Diketahui terjadi kekakuan lensa
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk
memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan
kabur saat melihat dekat.5 Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi dan lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa.5

Gambar 2. Jalannya sinar pada presbyopia5


Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.5

2.1 Gejala klinis Presbiopia :


- Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah,
berair dan sering terasa pedas. 6
- Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan
cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita
cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang
dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek
dapat dibaca lebih jelas. 6
- Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun
untuk ras lainnya.

2.2 Penatalakasanaan Presbiopia


Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40
tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun
diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat
diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain seperti
presbiopia.
3. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen
bawah
4. Kacamata progresif untuk mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh,tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan
bertingkat
Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna
merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan
lensa adisi dan umur biasanya:5,
- 40 sampai 45 tahun : +1.00 dioptri
- 45 sampai 50 tahun : +1.50 dioptri
- 50 sampai 55 tahun : +2.00 dioptri
- 55 sampai 60 tahun : +2.50 dioptri
- 60 tahun : +3.00 dioptri
XII. ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan seorang wanita usia 49 tahun datang ke
poliklinik mata RS William Booth dengan keluhan sejak ± 2 tahun yang lalu
penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat dekat. Pasien mengalami kesulitan
saat membaca tulisan ataupun saat bekerja di depan komputer. Penglihatan kabur
lama kelamaan dirasakan semakin memberat sejak dari awal dirasakan. Sejak ± 1
minggu yang lalu pasien mengeluhkan kedua mata terasa pegal dan pusing (+),
keluhan bertambah saat bekerja lama di depan komputer, lama menonton TV dan
berkurang saat menutup mata dan tidur, hiperemis (-), nyeri pulsatil (-), lakrimasi
(-), photofobia (-), sekret (-), Pandangan kabur seperti tertutup kabut (-), melihat
kilatan cahaya (-), floaters (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OD 5/5 False 1 dan OS 5/10 False
1 dengan hasil koreksi OD +0,50 dan OS +0,75 kemudian juga didapatkan lensa
addisi S+2,00. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien
didiagnosis mengalami hipermetropia dan presbyopia pada kedua mata kanan dan
kiri.
Hipermetropia merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang makula lutea. Astenopia akomodatif merupakan suatu keadaan dimana
mata cenderung mengalami akomodasi terus menerus untuk menyesuaikan agar
sinar jatuh tepat di macula, kondisi inilah yang mendasari terjadinya lelah pada
mata pasien dengan hipermetropia seperti yang didapatkan pasien pada kasus ini. 7
Presbyopia merupakan gangguan perubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan
akomodasi. 8 Pasien pada kasus ini berusia 49 tahun (di atas 40 tahun, dan hampir
50 tahun) dimana cenderung terjadi proses sklerotik pada lensa sehingga
menyebabkan elastisitas lensa berkurang dan menyebabkan terjadinya presbyopia.
9,10
Oleh karena itu maka pasien pada kasus ini diberikan lensa addisi S+2,00.
Penatalaksaan pada pasien ini berupa pemberian kacamata sesuai dengan
hasil koreksi visus yang didapatkan. Hal ini bertujuan agar penglihatan binocular
pasien dapat lebih jelas sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta, 2014. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia Edisi Kelima
2. Suhardjo. Buku Ilmu Kesehatan Mata FK UGM. 2012. Yogyakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Mata FK UGM.
3. Nurwinda, Rejeki S, dkk. Hubungan antara ketaatan berkacamata dengan
progresivitas derajat miopia pada mahasiswa FK Universitas Islam Indonesia.
2013. Available from:
http://journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article/view/6723/pdf
4. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2016. Ophtalmology Lecture Notes 12th
Edition. New Jersey :Wiley-Blackwell.
5. Budiono, Sjamsu; dkk, 2014. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata FK Unair.
Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas
Airlangga
6. Riordan P. Optics and Refraction. Yvaughan & Asbury's General
Opthalmology. L 11th Ed. Mc Graw Hill Companies. 2016.390-396
7. Carlos Luna Da Costa, Juan; Beltrao, Ian; Tavares, Larissa et al. 2015
Correlation between the use of accomodatin and symptoms of asthenopia in
hyperopic patients. Revista Brasileira de Oftalmologia [Intenet]. 2015 Aug
[Cited 2019 May 22]: 225-230. Available from :
http://www.scielo.br/scielo.php? Script=sci_arttex&pid=S0034-
7280201500040225&Ing=en.
8. Papadopoulos et al. Current Management of Presbiopia. Middle East Afr.
Journal of Ophtalmology. 2015 Jan-Mar 10-17.
9. Alarcon A, Anera RG, del Barco LJ, Jimenez JR. Designing Multifocal
corneal models to correct presbyopia by laser ablation. J Biomed Opt.
2012;17:018001
10. Ryan a, O’Keefe M. Corneal approach to hyperopic presbyopia treatment :
Six-month outcomes of anew multifocal excimer laser in situ keratomileusis
procedure. Journal of Cataract & Refractory Surgert. 2013;39:1226-33

Anda mungkin juga menyukai