Disusun oleh
Ayu Ika Puspita
22010114210142
Dosen Penguji
dr. Liana Ekowati M.Si Med Sp.M
Residen Pembimbing
dr. Iffah Zulfa
I. PENDAHULUAN
Nama : Ny. K
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Krapyak, Semarang
Pekerjaan : Karyawan
Nomor CM : C583680
III. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUP dr. Kariadi pada 24 Mei 2016
Pemeriksaan fisik dilakukan di Poliklinik Mata RSUP dr. Kariadi pada 24 Mei
2016
Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : tekanan darah : 120/80 mmHg
suhu badan : 36,8 oC
nadi : 80x/menit
respirasi : 20x/menit
Pemeriksaan Fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
abdomen : tidak ada kelainan
ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Ophthalmologi
V. RESUME
Pemeriksaan Fisik
Status praesens : dalam batas normal
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
2/60 Visus 2/60
2/60 S -4,75 C-1,25 x 90 6/6 Koreksi 2/60 S -5,00 C-0,25 x 130 6/6
VI. DIAGNOSIS
VII. PENATALAKSANAAN
VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam dubia ad bonam dubia ad bonam
Quo ad vitam ad bonam ad bonam
Quo ad kosmetikan ad bonam ad bonam
IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa lensa kacamata pasien bertambah pada
mata kiri dan kanan, pasien didiagnosis pada mata kanan dan kiri miopi
sedang disertai astigmatisme.
2. Menjelaskan pada pasien akan diberikan resep kacamata karena ada
perubahan dari ketajaman pengelihatan
3. Menjelaskan pada pasien perlu penyesuaian dengan kacamata yang baru
karena ada perubahan yang banyak dari kacamata sebelumnya
4. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang
memerlukan penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya
beristirahat setiap 30 menit
5. Menjelaskan untuk tidak membaca maupun menonton televisi terlalu
dekat.
6. Menjelaskan tidak boleh membaca sambil tiduran, tidak boleh membaca di
tempat remang-remang/cahaya kurang.
X. USUL-USUL
XI. DISKUSI
KELAINAN REFRAKSI
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk
pada retina (macula lutea). Pada mata normal, kornea dan lensa akan
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjang bola mata.
Pada kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan atau di belakang macula lutea.4
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola mata
yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau
lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam
mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia, hipermetropia dan astigmatisme.1 Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak normal
Gambar 3. Pinhole
j. Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti terdapat astigmatisme
maka dilanjutkan dengan koreksi astigmatisme.
k. Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan
binokularitas.
2. Pemeriksaan binokularitas
Pemeriksaan binokularitas terdiri dari empat tes, yakni:
a. Duke elder test
Pasien diminta melihat optotipe snellen dengan menggunakan
lensa koreksi, kemudian ditaruh lensa sferis +0,25D pada kedua mata.
Jika pasien merasa kabur berarti lensa koreksi sudah tepat, apabila
menjadi jelas berarti pasien masih berakomodasi.
d. Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan
test penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian
membaca kartu jaeger
Lensa addisi untuk penglihatan dekat biasanya diberikan
berdasarkan patokan usia:
40 tahun : 1,00D
50 tahun : 2,00D
>60 tahun : 3,00D
Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata
dimana sebelumnya telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.
MIOPIA
Miopia atau rabun jauh adalah kelainan refraksi suatu keadaan mata dimana
sinar-sinar sejajar dari jarak tak terhingga (tanpa akomodasi) dibiaskan
didepan retina.2
Tipe dari miopia:
1. Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter antero-posterior bola mata dari normal.
Pada orang dewasa penambahan panjang aksial bola mata 1 mm akan
menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.
Miopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.
2. Menurut Donders (1864), memanjangnya tekanan otot pada saat
konvergensi.6
2. Miopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumensen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan
lebih kuat.pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi
karena beberapa macam sebab, antara lain :
1. Kornea terlalu cembung (<7,7 mm)
2. Terjadinya hydrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalina sehingga
bentuk lensa kristalina menjadi lebih cembung dan daya biasnya
meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada pasien katarak stadium awal
(imatur)
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi
pada pasien diabetes melitus).6
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada < 3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Klasifikasi miopia berdasarkan umur :
1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
2. Youth-onset miopia (<20 tahun)
3. Early adult-onset miopia (20-40 tahun)
4. Late adult-onset miopia (>40 tahun). (Sidarta,2007)
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertmbah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia
maligna = miopia degeneratif.
Miopia degeneratif atau miopia maligna bila miopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli terbentuk stafiloma, dan pada bagian
temporal papil terdapat atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian
setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran
Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina.2
Miopia berdasarkan klinis :
1. Miopia simpleks, dengan syarat:
a. Tidak dijumpai kelainan patologis pada mata
b. Progresifitas mulai berkurang pada saat masa pubertas dan stabil
usia 20 tahun
c. Derajat miopia tidak lebih dari (-6 D)
d. Visusnya dengan koreksi dapat mencapai penuh
2. Miopia patologis
a. Bila miopia masih progresif
b. Dijumpai tanda – tanda degeneratif pada vitreous, makula, dan
retina
c. Gambaran klinisnya antara lain:
i. Secara keseluruhan, bola mata lebih besar dan terjadi
pemanjangan hampir seluruhnya ke arah polus posterior.
ii. Curvatura lebih flat
iii. COA lebih dalam
iv. Pupil lebih lebar
v. Sclera lebih tipis
vi. Pada fundus okuli dapat dijumpai papil N.II “myopic
crescent” yakni bintik yang melebar karena bola mata
membesar dan bertambah panjang. Dijumpai juga vasa
choroid yang tampak jelas, choroid yang atrofi, dan retina
tigroid, yakni keadaan di mana retina lebih tipis akibat
kehilangan banyak pigmen sehingga retina tampak
gambaran kuning hitam.
vii. Pada makula, dapat dijumpai atrofi, gambaran mirip
perdarahan di dekat macula, ataupun foster-fuchs fleck
viii. Pada derajat miopia yang sangat tinggi, dapat dijumpai
posterior stafiloma, yakni seluruh polus posterior herniasi
ke belakang.
Komplikasi Miopia :
- Ablatio Retina
- Glukoma sudut terbuka
- Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat
benda dekat dan mengeluh kabur apabila melihat jauh. Pasien juga
sering mengeluhkan sakit kepala, sering disertai juling, dan celah
kelopak mata yang sempit. Pasien biasanya juga memiliki kebiasaan
mengernyitkan mata untuk mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia memiliki punctum remotum
yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap, maka pasien akan mengeluhkan juling
atau esotropia.1
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain:
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu
bolamata yang lebih panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang
lebih besar (70%-90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30%-40%).
Paling kecil adalah Afrika (10%-20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat
memperbesar resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan
penerangan yang kurang memadai.6
Diagnosis miopia
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada
mata, pemeriksaan tersebut adalah :
1. Refraksi Subjektif
Diagnosis miopia dapat ditegakan dengan pemeriksaan refraksi subjektif,
seperti yang telah diterangkan sebelumnya metode yang digunakan adalah
dengan metode “trial and error” jarak pemeriksaan 6 m dengan
menggunakan kartu Snellen.
2. Refraksi Objektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja sferis +2,00D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.
3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan miopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.6
Gambar 2. Visus normal, mata Miopia, dan mata miopia yang sudah
dikoreksi.6
Astigmatisme
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik api pada
retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea. Pada bayi baru lahir biasanya memiliki
kornea yang bulat yang di dalam perkembangannya terjadi keadan yang disebut
sebagai astigmatisme with the rule yang berarti kelengkungan kornea pada bidang
vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-
jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan astigmatisme with
the rule diperlukan lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat untuk
memperbaiki kelainan refraksi yang terjadi. Pada astigmatisme against the rule
terjadi kelainan dimana koreksi dengan silinder negatif dilakukan dengan sumbu
horizontal (30-150 derajat), keadaan tersebut dapat disebabkan oleh kelengkungan
kornea pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea
vertikal.1
Gambar 1. Mata astigmatisme
Bentuk astigmatisme :
Astigmatisme reguler : astigmat yang memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu
meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmat reguler
dengan bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.1
Astigmatime ireguler : astigmat yang terjadi tidak memiliki 2 meridian
saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler.
Astigmatisme ireguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.1
Klasifikasi berdasarkan bayangan yang jatuh :
1. Astigmstisme miopicus simpleks yaitu salah satu bayangan bayangan jatuh
didepan retina
2. Astigmatisme miopicus compositus yaitu 2 bayangan jatuh didepan retina
tetapi tidak pada 1 titik
3. Astigmstisme hipermetrop simpleks yaitu salah satu bayangan jatuh
dibelakang retina
4. Astigmatisme hipermetrop compositus yaitu 2 bayangan jatuh di belakang
retina tetapi tidak pada 1 titik
5. Astigmatisme mixtus yaitu bayangan pertama jatuh didepan retina dan
bayangan kedua jatuh dibelakang retina
Gambar 2. Klasifikasi astigmatisme
Penatalaksanaan
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat
berbagai pertimbangan bagi pasien. Pertimbangan itu meliputi pekerjaan
pasien yang sibuk yang dianggap kurang bisa melakukan perawatan lensa
kontak. Tetapi jika pasien menghendaki menggunakan lensa kontak, pasien
harus diedukasi komplikasi dan cara perawatan dan penggunaan lensa
tersebut. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga disarankan untuk pasien untuk
memantau progresi dari miopia yang dideritanya. Pemeriksaan funduskopi
disarankan dilakukan untuk melihat keadaan fundus okuli dan melihat apakah
fungsi saraf masih baik. Edukasi yang diberikan kepada pasien bertujuan
untuk mencegah progresivitas miopia secara cepat dan mempertahankan
keadaan penglihatan sebaik mungkin.
DAFTAR PUSTAKA