Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS

SIROSIS HEPATIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program


Pendidikan Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Radiologi

Diajukan kepada Yth :


Dr. Kus Budayatiningrum Sp.Rad

Disusun oleh:
Wildan Saeful Haq
20080310093

BAGIAN ILMU RADIOLOGI


BADAN RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
SIROSIS HEPATIS

Yang disetujui oleh :


Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi
BRSUD Setjonegoro Wonosobo

Dr. Kus Budayatiningrum Sp.Rad

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
nikmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan presentasi kasus Sirosis hepatis.
Presentasi kasus ini terwujud atas bimbingan serta pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang tak ternilai kepada
1. dr. Kus Budayatiningrum Sp.Rad, selaku dosen pembimbing Ilmu
Radiologi

RSUD

KRT

Setjonegoro

Wonosobo

yang

telah

mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Radiologi


serta dalam penyusunan kasus ini.
2. Petugas instalasi radiologi RSUD Setjonegoro Wonosobo
Dalam penyusunan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan, untuk
itu penyusun mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan
presentasi kasus di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum, Wr.Wb

Wonosobo, 27 Agustus 2013

Wildan Saeful Haq

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

iii

BAB I

LAPORAN KASUS

A.

Identitas Pasien

B.

Anamnesis

C.

Pemeriksaan Fisik

D.

Pemeriksaan Penunjang

E.

Diagnosis

10

F.

Terapi

10

BAB II

11

TINJAUAN PUSTAKA

11

A.

Definisi

11

B.

Klasifikasi

11

C.

Etiologi

12

D.

Patogenesis dan Patofisiologi

13

E.

Manifestasi Klinik

14

F.

Diagnosis

17

G.

Komplikasi

18

H.

Pengobatan

19

I.

Prognosis

22

BAB III

24

TINJAUAN KHUSUS RADIOLOGI

24

BAB IV

29

PEMBAHASAN

29

BAB V

31
iii

KESIMPULAN

31

DAFTAR PUSTAKA

33

iv

Daftar Gambar
Gambar 1. USG Abdomen
Gambar 2. Foto BNO
Gambar 3. Foto thorax PA
Gambar 4. USG pasien dengan sirosis dan asites
Gambar 5. Gambar thrombosis vena porta pada sirosis
Gambar 6. CT scan pasien dengan sirosis
Gambar 7. CT scan sirosis dengan asites
Gambar 8. Gambaran MRI pasien sirosis

7
8
9
24
25
26
27
27

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. Robiah

Usia

: 68 Tahun

Alamat

: Batur, Banjar

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tanggal masuk RS

: 19 agustus 2013

Tanggal keluar RS

: 25 agustus 2013

B. Anamnesis
Dilakukan alloanamnesis dan autoanamnesis serta pemeriksaan fisik pada tanggal
24 agustus 2013 di bangsal flamboyan.
Keluhan Utama

: Perut membesar dan kaki bengkak

Keluhan Tambahan : Batuk, sesak, pusing, lemah, mual, nyeri perut,


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Setjonegoro diantar keluarga dengan keluhan
perut membesar dan kaki bengkak sudah satu bulan terakhir. Sejak kakinya

bengkak seperti sekarang, pasien jadi sulit untuk berjalan dan beraktivitas. Pasien
merasa sakit perut mual ingin muntah. Badan terasa lemas dan nafsu makan
menurun. Akhir-akhir ini pasien tidur dengan 3 bantal dan sering terbangun
karena sesak. BAK lancar, BAB lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami gejala penyakit yang sama selama ini.
Pasien mengaku pernah menderita penyakit kuning 5 tahun yang lalu tetapi tidak
pernah mencoba mengobatinya. Pasien menyangkal pernah meminum alkohol
sebelumnya. Pasien menyangkal pernah muntah darah atau BAB warna hitam.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Riwayat penyakit berat lainnya tidak ada pada keluarganya.
Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal : Sadar, pusing.
Sistem Indera :
-

Mata

: tidak berkunang-kunang, sklera tidak kuning , konjungtiva tidak

anemis, tidak terdapat penglihatan kabur , pandangan tidak berputar


Hidung
: tidak mengeluarkan cairan ,tidak pilek
Telinga
: pendengaran tidak berkurang, tidak berdenging , tidak

mengeluarkan cairan.
Mulut
: tidak terdapat sariawan , gusi tidak berdarah , mulut kering , tidak
sariawan.

Sistem Kardiovaskuler

: tidak terdapat nyeri dada , tidak berdebar-debar

Sistem Respiratorius

: sesak nafas

Sistem Gastrointestinal

: merasa mual, ingin muntah, BAB normal

Sistem Urogenital

: BAK lancar, tidak terdapat nyeri ketika BAK

Sistem Intergumentum

: tidak terdapat sianosis, kulit tidak kuning , tidak

pucat, Turgor kulit baik


Sistem Muskuloskeletal

: gerakan bebas

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Sedang, tampak lemas, kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah

: 120/77 mmHg

Nadi

: 96x/menit, isi dan tegangan cukup, kuat angkat

Suhu

: 36,4C

Respirasi

: 28x/menit

Pemeriksaan Kepala : Mesochepal, bentuk normal


-

Wajah
Rambut

: Simetris,
: pertumbuhan merata, warna hitam sedikit putih, tidak rontok.

Mata

: palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, refleks cahaya normal, pupil isokor


Telinga
: bentuk telinga luar normal, pendengaran tidak berkurang, tidak

tinitus ,tidak terdapat discharge, tidak gatal, tidak terdapat nyeri tekan tragus.
Hidung
: hidung bentuk normal, nafas tidak cuping hidung , tidak terdapat

deformitas, tidak epistaksis, tidak terdapat discharge


Mulut
: bibir kering, tidak sianosis, gusi tidak berdarah, tidak terdapat
stomatitis, uvula dan tonsil tidak membesar, terdapat lidah kotor, tepi lidah
hiperemis, tapi lidah tidak tremor, tidak terdapat caries gigi.

Pemeriksaan Leher : JVP-R+4cm (normal), tidak ada deviasi trakhea, kelenjar


getah bening tidak teraba membesar.
Pemeriksaan Thoraks

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di SIC V LMC sinistra

Perkusi

: Redup, Batas Jantung

- Kanan atas
: SIC II LPS dextra
- Kiri atas
: SIC II LMC sinistra
- Kanan bawah
: SIC IV LPS dextra
- Kiri bawah
: SIC VI LMC sinistra
Auskultasi
: bunyi S1-S2 tunggal, irama reguler ST (-) bising (-)
Pulmo
Inspeksi
: simetris, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat sikatrik, tidak
terdapat jejas, tidak terdapat retraksi subcosta, tidak terdapat retraksi
intercosta, tidak terdapat ketinggalan gerak

Palpasi

: tidak terdapat ketinggalan gerak, suara fremitus sama kanan dan

kiri sama.
Perkusi

: Sonor dikedua lapang paru, redup pada paru kiri dari SIC V,

pada paru kanan redup dari SIC VII


Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler normal, tidak terdapat suara
tambahan
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: perut cembung, tidak teraba benjolan, tidak terdapat

venektasi, tidak terdapat darm contour serta darm steifung.


Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani, pekak hepar ada , terdapat pekak beralih,

terdapat undulasi
Palpasi

: Supel, terdapat nyeri tekan di kanan atas, tidak teraba massa,

tidak terdapat hepatomegali, tidak terdapat splenomegali,


Ekstrimitas

: terdapat edema ekstrimitas inferior, tidak terdapat

kelainan kulit, tidak terdapat deformitas, tidak terdapat nyeri gerak aktif dan
pasif, akral hangat.
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin & Kimia Klinik (19/08/13)
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Eosinofil
Basofil

Hasil (satuan)
13.9
5.3
0.60
0.20

Nilai Rujukan
11.7 15.5 g/dL
3.6 11 10^3/ul
24%
01%

Interprestasi
Normal
Normal
Menurun
Normal
5

Netrofil
Limfosit
Monosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Gula darah sewaktu
Ureum
Kreatinin
Asam urat
Cholesterol total
HDL Cholesterol
LDL Cholesterol
Trigliserid
SGOT
SGPT
Total protein
Albumin
Globulin
HBsAg

59.40
33.00
6.80
44
5.1
156
86
27
32
83
74.0
0.70
6.3
82
31
42
31
26.0
22.0
5.76
2.40
3.36
Negatif

50 70 %
25 40 %
28%
35 47 %
3.8 5.2 10^6/ul
150 400 10^3/ul
80 100 fL
26 34 Pg
32 36 q/dL
70 150 mg/dL
<50 mg/dL
0.4 1.1 mg/dL
2.0 7.0 mg/dL
<220 mg/dL
>35 mgdL
<130 mg/dL
70 140 mg/dL
0 35 U/L
0 35 U/L
6.7 8.3 g/dL
3,8 5,3 g/dL
Mg/dL
Negatif

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Menurun
Normal
Menurun
Normal
Normal
Menurun
Menurun

Radiologi
USG Abdomen

Gambar 1. USG Abdomen


Hasil USG Abdomen
- Hepar
: Kecil, struktur echo parenchym kasar heterogen. System
vascular & biliare tak melebar
- Lien
: besar normal, struktur echo parenchym homogen
- V. Fellea
: Besar normal, sludge (+), batu(-)
- Pankreas
: Besar normal, parenchyma homogen
- Ren Dx
: Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchym baik
- Ren Sn
: Besar normal, PCS tak melebar, batu (-), parenchyma baik
- Usus
: Udara usus dbn, massa (-)
- Vesica urinaria : Dinding irregular, endapan (-), batu (-). massa (-)
- Uterus
: Besar normal, massa (-), parametrium : taa
Tampak cairan di atas diafragma Dx & Sn
Asites (+)
Kesan :

Chirosis dg struktur echo parenchyma hepar kasar

Cholecystitis
Efusi pleura Dx & Sn
Asites
Foto BNO

Gambar 2. Foto BNO

Hasil :
-

Jumlah udara dalam usus : dbn, faecal material (+++)


Dilatasi usus(-)
Kontour Ren Dx & Sn dbn
Tak tampak gbr seperti urolith opaque pada cavum pelvis dan cavum

abdomen
Vertebrae : spur (+) VL I & II, IV & V
Tampak gambaran floating sign

Kesan :

Tak tampak gambar urolith opaque pada daerah tractus urinarius


8

Spondylosis Lumbalis
Foto Thorax PA

Gambar 3. Foto thorax PA


Hasil :
-

Cor : kesan membesar


Pulmo : corakan bronchovaskuler bertambah
Diafragma dbn & sinus Dx & Sn tumpul

Kesan : Cor : Cardiomegali


Paru : Gambar Bronchitis chronis
Efusi pleura Dx & Sn
E. Diagnosis
Sirosis Hepatis
Spondilosis lumbal
CHF

Efusi Pleura
F. Terapi
-

Infus futrolit + 5 ampul farsix 20tpm


Inj Socef 1x1
Inj Farsix 2x1 a
Inj ondancetron 1x1
Inj pansoprazole 1x1
Spironolacton 3x1
Biocurliv 3x1
Lechicol 600 1x1
Ambroxol syrup 3x1C
Diet putih telur 6 butir per hari

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Sirosis adalah penyakit kronis pada hati di mana terjadi destruksi dan
regenerasi difus sel-sel parenkim hati dan peningkatan pertumbuhan jaringan ikat
difus yang menghasilkan disorganisasi arsitektur lobular dan vaskular.(1)
B. Klasifikasi
Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi,
makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi
dapat di lihat pada tabel.(1)
Tabel 1. Klasifikasi sirosis hepatic
Klasifikasi

Penyebab
10

tersering
Klasifikasi morfologi
makroskopik
- Mikronoduler
- Makronoduler
- Campuran
Klasifikasi histologik
- Sirosis bilier
(periporta)
- Sirosis paska
nekrotik
- Sirosis kardiak
- Sirosis porta

ALD, HHC
VH, ALH
Semua etiologi
yang lain
PBC, EHBA,
SBC, PSC
VH, AIH
VO, BC
ALD, MLD

Klasifikasi berdasarkan
kondisi klinik
- Terkompensasi
- Dekompensasi
- Aktif
- Tak aktif

ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemo chromatosis), VH (viral


hepatitis), AIH (auto immune hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis),
EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive), BC (budd chiary),
MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced
hepatitis).
C. Etiologi
Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia Tenggara adalah akibat komplikasi
infeksi (hepatitis) virus hepatitis B dan C, demikian juga di Indonesia.(7)
Tabel 2. Penyakit yang dapat menjadi penyebab sirosis(1)
Penyakit infeksi

Kelainan bilier

Hepatitis kronik aktif

Atresia bilier
11

Hepatitis virus

Sindrom alagile

Ascending cholangitis

Kista koledukus

Sepsis neonatal

fibrosis hepatis
kongenital

Kelainan metabolik

Kelainan vaskuler

Defisiensi 1anti- tripsin

Sindrom Budd-Chiari

Cystic fibrosis

Gagal jantung kongestif

Fruktosemia

perikarditis kongestif

Galaktosemia

Veno-occlusive liver disease

Hemokromasitosis
Glicogen storage
Hepatic porphyria

Bahan toksik

Histiosis X

bahan organik

Nieman Pick disease

obat-obatan

Penyakit Wilson

Kelainan Nutrisi
Total parental alimentation
Mal nutrisi

Idiopatik

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati
dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan,

12

yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas


perkembangan sel hati yang tersisa. Perlukaan terhadap sel hati dapat
menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya jaringan parut
(fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut selanjutnya akan
menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta.(1)
Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi,
bahan racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia.(1,8)
Proses ini awalnya menyerang dinding sel yang menyebabkan keluarnya
berbagai enzim dan elektrolit dari dalam sel serta dapat menyebabkan kematian
sel. Di bawah pengaruh sel-sel radang serta berbagai macam sitokin, hepatosit
sebenarnya mengeluarkan suatu bahan Matrik Ekstra Seluler

(ECM) yang

ternyata sangat penting untuk proses penyelamatan dan pemeliharaan fungsi sel
hepar karena dapat memelihara keseimbangan lingkungan sel. Makro molekul
dari ECM terdiri dari kolagen, proteoglikan dan glikoprotein.(1,8)
Pada sirosis ternyata terdapat perobahan kualitas dan kuantitas ECM
sehingga terdapat penyimpangan dan pengorganisasian pertumbuhan sel dan
jaringan hati. Pada berbagai penyakit hati terdapat peningkatan bahan metabolik
prokolagen III peptide yang dapat meransang proses fibrosis. Pada kondisi yang
stimultif karena infeksi virus, iskemia ataupun karena keadaan lain yang dapat
menyebabkan nekrosis hepatosit maka hepatosit mengadakan proses proliferasi
yang lebih cepat dari biasanya.(1,2,8)

13

14

E. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta
perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi
klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan
hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.(1,8)
a.

Stadium kompensata.
Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering

ditemukan kebetulan.
b.

Stadium dekompensata.
Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata

melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna


seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat
terjadi akibat malabsorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat malnutrisi yang
terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal
atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi
karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.
Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan
gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena
menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas
vital paru yang menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali.
Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan
pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan

15

clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral
paru-sistemik.
Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac
output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan
hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi
sistemik.
Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam
mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen
dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis
testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya
pertumbuhan rambut.(8,9)
Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel
hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan
kesadaran dan emosi.
Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang
dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling
sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang
ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial,
opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.
(1,8,9)

16

Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang


yang lebih dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotik. Keadaan ini
mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang
dibebaskan pada proses inflamasi.(8,9)
Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa malnutrisi, anoreksia, malabsorbsi, hipoalbuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering
pula terjadi hipokalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau
karena pengaruh pemberian diuretik.(8,9)
Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadangkadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada
hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga
didapatkan spider angiomata.(8,9)
Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan
terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar
kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya
masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat
memperberat

terjadinya

hipokalemia.

Kondisi

hipokalemia

ini

dapat

menyebabkan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan


absorbsi amonia dan alkalosis.(1,8)
F. Diagnosis
Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna

17

kadang-kadang sulit menegakkan

diagnosis

sirosis hati.

Pada stadium

dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites,


edema

pretibial,

splenomegali,

vena

kolateral,

eritema

palmaris.

Pada

pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia normositik


normokrom,

leukepenia

dan

trombositopenia.

Waktu

protrombin

sering

memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih
tergolong kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan
fungsi hati. Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier.
Pemeriksaan elektroforesis protein pada sirosis didapat-kan kadar albumin rendah
dengan peningkatan kadar gama globulin.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan noninvasif, aman dan mempunyai
ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat
ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada
subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis.
Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi
dini karsinoma hepatoselular. Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk
melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parengkimnya. Diagnosis pasti
sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat
dari biopsi.(1,2,8)
G. Komplikasi
Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun
neoplastik. Kelainan fungsi hepatoselular disebabkan gangguan kemampuan
sintesis, detoksifikasi ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ

18

ginjal dan endokrin. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi
perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan
menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perobahan alur pembuluh darah
balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis
yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan
dapat menjadi karsinoma hepatoselular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa
kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat
terjadi ensefalopati portosistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis
spontan.
H. Pengobatan
Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis
dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan
penanganan multi disipliner.
1.

Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik


penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala
ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.(9)

2.

Pengobatan berdasarkan etiologi.(8)

3.

Dietetik
-

Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati


protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang
mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan
penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa

19

pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin


secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate.(11)
-

Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari


kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA).(12)

Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan


pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya

tidak

memerlukan asam empedu.


-

Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali


kebutuhan RDA.(12)

Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites.

Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi


sering.(11,12)

4.

Menghindari obat-obat yang mempengaruhi hati seperti sulfonamide,


eritromisin, asetaminofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan
lain-lain.(1)

5.

Medikamentosa
Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki
fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis,
mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai
saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut.(11)

Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang


mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan
asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding

20

terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow
inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan
pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier
ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya.
-

Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus


sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah
sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan
sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau
sesuai jadwal pemberian susu.

Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan


adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun
penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan
colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop
out pada percobaan tersebut.

Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis


kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada
hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak
Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus
menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian pred-nisolon.

D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun


(rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata
memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian
Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan

21

750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan keuntungan
klinis. Juga peningkatan dosis hanya memberatkan efek sam-ping obat,
sedangkan penyakitnya tetap progresif.
-

Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier


primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memperpanjang lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai 50% disampingkan
kelompok placebo.

Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin,


somatostatin, propanolol dan nitrogliserin.

Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi


virus dalam sel hati.

6.

Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.


a.

Pengobatan Hipertensi Portal

b.

Asites
Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5
mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi
diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis
aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat
dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari.
Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10
ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil tidak
optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari
dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat diper-

22

timbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga


terindikasi untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites
refrakter maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular
intra hepatik portosistemic shunt.(8,9,13)
2.

Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit


sirosis.(1,2,8,9)

I. Prognosis
Prognosis

pasien

sirosis

ditentukan

oleh

kelainan

dasar

yang

menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi yang


terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan
transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat disembuhkan.(9)
Salah satu pegangan untuk memperkirakan prognosis penderita dapat
menggunakan kriteria Child yang dihubungkan dengan kemungkinan menghadapi
operasi. Untuk Child A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan
Child C lebih dari 60%.(8,9,14)
Tabel 3. Prognosis sirosis hepatis menurut kriteria Child.(1)
No

Asites

Negatif Dapat
Tidak
dikontrol

Nutrisi

Baik

Kelainan
neurologi Negatif Minimal
Bilirubin 1,5
1,5-3
(mg%)

Sedang

Jelek
Lanjut
>3

23

Albumin
(gram%)

3,5

3,0-3,5

<3

Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites


terutama bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi
buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises
esophagus dan albumin yang rendah.(9)

24

BAB III
TINJAUAN KHUSUS RADIOLOGI

A. RADIOLOGIS SIROSIS HEPATIS


Meskipun berbagai pemeriksaan radiologi dapat membantu menunjukan
adanya sirosis, tetapi tidak ada pemeriksaan yang dijadikan standar diagnosis.
Kegunaan terbesar pemeriksaan radiologi adalah untuk mendeteksi asites,
hepatosplenomegali, thrombosis vena hepatic atau vena porta dan karsinoma
hepatoseluler, semua temuan tersebut sangat kuat menunjukan sirosis.9
Pemeriksaan ultrasonografi harus menjadi pemeriksaan radiologi pertama
yang dilakukan dalam evaluasi sirosis karena murah, tidak invasive dan tidak
terdapat resiko radiasi. Meningkatnya echogenitas, nodul, irregularitas, dan atropi
merupakan tanda dari sirosis. Pada keadaan yang lebih lanjut bisa didapatkan
hepar mengecil dan multinodular, asites dan pada pemeriksaan Doppler dapat
didapatkan penurunan yang signifikan dari sirkulasi portal. 9

Gambar 4. USG pasien dengan sirosis dan asites

25

Pada gambar diatas merupakan hasil USG pasien dengan sirosis hepatis
akibat hepatitis dengan asites. Tampak echotekstus parenkim hepar yang kasar,
tepi yang ireguler dan berbenjol (tanda panah) dan asites (tanda bintang).

Gambar 5. Gambar thrombosis vena porta pada sirosis


Gambar diatas menunjukan adanya thrombosis pada vena porta yang
ditunjukkan dengan panah (tidak terdapatnya sinyal USG Doppler), perhatikan
juga adanya hepar yang mengecil dan asites.
Pemeriksaan CT scan dan MRi kurang baik dalam mendeteksi perubahan
morfologi yang berhubungan dengan sirosis awal, tetapi pemeriksaan tersebut
dapat secara akurat menunjukan nodul, atrofi lobus maupun perubahan hipertrofi
dari hepar, asites dan varises pada penyakit yang sudah lanjut.9

26

Gambar 6. CT scan pasien dengan sirosis


Gambar diatas menunjukan adanya pembesaran lobus kiri (huruf L) dan
lobus kauda (huruf C), dengan adanya focal fibrosis dan atrofi dari bagian
posterior lobus kanan, kontur juga tidak rata (panah transparan). Tanda panah
putih menunjukan canbang kolateral.

27

Gambar 7. CT scan sirosis dengan asites


Gambar sebelumnya menunjukan adanya asites (huruf A), tanda panah
menunjukan adanya kolateral dengn omentum. Hepar mengecil dengan tepi yang
irregular, kontur tidak teratur, dan juga terdapat splenomegali.

Gambar 8. Gambaran MRI pasien sirosis


Gambar MRI diatas diambil dari seorang pasien dengan sirosis akibat
infeksi hepatis C. tanda panah menunjukan tumor irotense berkapsul dengan batas
jelas dengan ukuran 5 x 6 cm. pada lobus hepar kanan bagian posterior juga
tampak lesi yang berukuran lebih kecil.

28

BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang pasien perempuan usia 63 tahun datang ke IGD RSUD
Setjonegoro Wonosobo dengan keluhan perut membesar dan kaki bengkak.
Keluhan tersebut sudah dirasakan pasien sejak satu bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan perutnya semakin lama semakin besar, perut terasa sebah/penuh,
badan lemas, nafsu makan menurun, pasien mengaku pernah menderita penyakit
kuning sekitar 5 tahun yang lalu. BAB normal, BAK normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah tapi sadar, tanda
vital baik. Pada pemeriksaan paru terdapat adanya efusi pleura dibuktikan dengan
adanya perkusi yang pekak dari SIC V pada paru kiri dan pada SIC VII pada paru
kanan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya tanda-tanda asites seperti
perut mencembung, didapatkan pekak beralih dan tes undulasi positif. Tetapi tidak
didapatkan adanya hepatomegali maupun splenomegali. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah didapatkan pitting udem. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan albumin dan protein total yang menurun. Hasil pemeriksaan serologi
HbsAg negatif. Dari USG didapatkan adanya hepar mengecil, tepi irregular,
struktur echo parenkim kasar homogen, serta didapatkan juga asites. Dari foto
thorak didapatkan adanya efusi pleura dan cardiomegali.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
kemungkinan besar pasien menderita sirosis hati. Namun untuk kepastian
diagnosa dapat dilakukan biopsi hati. Sesuai teori yang ada, pada pasien ini sudah

29

sampai kedalam sirosis stadium dekompensata karena berbagai gejala sudah mulai
muncul seperti adanya berbagai kondisi dikarenakan hipoalbumin diantaranya
edema, asites dan efusi pleura. Selain itu dari pemeriksaan USG juga tampak
gambaran hepar yang mengecil dan tepinya irregular yang memperlihatkan sudah
terjadinya nekrosis dan fibrosis parenkim hepar. Efusi pleura terlihat pada foto
thorax dimana terdapat cairan pada cavum pleura yang menutupi sinus
costophrenicus dan pada USG tampak cairan diatas diafragma. Asites terlihat
dengan USG dimana terdapat banyak cairan bebas didalam cavum abdomen
ditandai dengan adanya Morrison pouch yang merupakan salah satu tanda adanya
asites didukung dengan foto BNO posisi AP supine tampak floating sign.
Penatalaksanaan terdiri dari diet yang ketat yaitu diet tinggi kalori dan protein,
retriksi natrium dan tirah baring. Untuk mengurangi efusi pleura, asites dan udem
dapat digunakan diuretic seperti furosemid dan spironolakton yang merupakan
diuretic hemat kalium. Bila etiologi infeksi virus dapat diberikan antivirus atau
interferon. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya komplikasi seperti koma
hepatic dan varises esophagus yang belum muncul pada pasien ini.

30

BAB V
KESIMPULAN

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai


dengan adanya pembentukan jaringan parut disertai nodul. Distorsi arsitektur hati
ini akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro tidak teratur akibat
pertumbuhan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Pada pasien ini didiagnosa suspek sirosis hati, dilihat dari hasil
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium. Walaupun dari serologi HBsAg
negative tetapi belum bisa menyingkirkan adanya etiologi infeksi hepatitis virus
seperti hepatitis C. Komplikasi mulai muncul dengan adanya asites, efusi pleura,
dan edema. Diperlihatkan dengan hasil foto thorax, BNO dan USG. Stadium
sirosis pada pasien ini adalah stadium dekompensata, dimana gejala sudah mulai
muncul.
Kegunaan terbesar pemeriksaan radiologi adalah untuk mendeteksi asites,
hepatosplenomegali, thrombosis vena hepatic atau vena porta dan karsinoma
hepatoseluler, semua temuan tersebut sangat kuat menunjukan sirosis. Pada
pemeriksaan USG, tampak gambaran hepar yang mengecil dan tepi irregular,
adanya gambaran asites dan efusi pleura sesuai dengan gambaran sirosis.
Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindari bahanbahan yang dapat memperberat kerusakan hati, pencegahan dan penanganan
komlikasi. Komplikasi sirosis hepatis dapat berupa perdarahan varises esophagus,

31

koma hepatis dan infeksi sekunder belum muncul pada pasien ini. Menurut
klasifikasi Child-Pugh, prognosis pasien ini masuk kedalam Child B dengan
angka mortalitas sekitar 30% .

32

DAFTAR PUSTAKA
1.

Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER,


penyunting. Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot
Company, 1993; 875-934.
2.
Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system. Dalam:
Nelson WE, penyunting. Text book of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:
Saunders, 2004; 1304-49.
3.
Purnawati. Tatalaksana perdarahan saluran cerna pada hipertensi portal.
Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan
intra uterin sampai transplatasi organ, naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta:
FKUI, 1999; 73-92.
4.
Path D dan Dagher L. Acute variceal bleeding: general management. WJG
2001; 7: 466-75.
5.
Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini, penyunting.
Essential pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York:
McGraw-Hill, 1999; 123-318.
6.
Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophagealvariceal hemorrhage.
Review article. NEJM 2001; 345, 9; 669-70.
7.
Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat
keparahan sirosis hati. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, USU digital
library, 2003; 1-33.
8.
Thaler M. Cirrhosis. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al.
Pediatrics gastrointestinal disease, volume II. Philadelphia: BC Decker Inc,
1991; 1096-1108.
9.
Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of
the liver and billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication,
1997; 371-84.
10.
Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of complications of portal
hypertension: variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc. 2006; 1433-43.
11.
Nasar SS, Soepardi S, Aryono H. Dukungan nutrisi pada penyakit hati
kronis. Dalam : Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari
kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA
XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 93-9.
12.
Hidayat B. Metabolisme nutrient pada kelainan hati. Dalam: Firmansyah
A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai
transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 4752.

33

13.

Dudley FJ. Pathophysiology of sodium retension in cirrhosis. In: Bosch J,


Grozzman RJ, penyunting. Portal hypertension: patophysiology and treatment.
Oxford: Blackwell pub, 1994; 52-66.
14.
Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini S. Essential
pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGrawHill, 2003; 123-31.

34

Anda mungkin juga menyukai