STASE BEDAH
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS :
Dilakukan autoanamnesis pada pasien hari Kamis, 6 Juli 2023 di Rs. Bhayangkara TK
II POLDA Semarang pada pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan :
Mual dan badan terasa pegal
Asupan makanan pasien sehari-hari SMRS 2x sehari. Jumlah nya cukup, bervariasi,
semenjak keluhan muncul nafsu makan menghilang, pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau menggunakan obat-obatan narkotika.
Namun pasien memiliki kebiasaan makan fast food >2x dalam seminggu dan sering makan
makanan pedas. Serta jarang mengkonsumsi makanan berserat.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan hari Senin, 6 Juli 2023 Rs. Bhayangkara TK II POLDA Semarang, Jawa Tengah
10.00WIB
A. STATUS
GENERALIS
Pemeriksaan Umum
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15 : E4V5M6)
Tanda Vital
• Tekanan Darah : 120/83 mmHg
• Pernafasan : 22 Kali/Menit
• Nadi : 88 Kali/Menit
• SpO2 : 99%
• Suhu : 36°C
• Berat Badan : 65kg
• Tinggi Badan : 150 cm
PEMERIKSAAN SISTEM
• Kepala: Bentuk Dan Ukuran Normal, Tidak Teraba Benjolan, Rambut Hitam Terdistribusi
Merata Dan Tidak Mudah Dicabut. Kelainan Kulit Kepala (-)
• Mata: Pupil Bulat Isokor, Sklera Ikterik -/-, Konjungtiva Anemis -/-
• Telinga: Bentuk Normal, Liang Telinga Lapang, Secret (-), Darah (-)
• Mulut: Bentuk Normal, Mukosa Kering (-), Sianosis (-), Lidah Kotor (-), Faring Hiperemis
(-), Perdarahan Gusi (-)
Thorax
• Dinding toraks : Warna kuning langsat, bentuk dinding toraks normal, tidak ada lesi
pada kulit, tidak ada bekas luka operasi.
Paru
• Inspeksi : Gerakan Dada Saat Statis Dan Dinamis Kanan Dan Kiri Simetris,
tidak bagian Yang Tertinggal, Tampak Retraksi Sela Iga
• Palpasi : Tidak Teraba Benjolan, Massa, Dan Tidak Ada Pelebaran Iga
Jantung
• Inspeksi : Iktus Cordis Tidak Terlihat
• Palpasi : Iktus Cordis Teraba Di Sela Iga V, Garis Midklavikularis Kiri
• Perkusi : Redup, Batas Jantung Dalam Batas Normal
• Auskultasi : Bunyi Jantung I Dan II Regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Abdomen Datar, Lesi (-), Bekas Operasi sesar (+), benjolan (-),
pembuluh darah (-), distensi (-)
• Palpasi : Dinding Perut Tegang (+), Nyeri Tekan Epigastrium (+), Nyeri
Tekan RLQ (+), Rovsing Sign (+), Rebound tenderness (+), Obturator Sign
(+), Psoas Sign (-), Massa(-), Undulasi (-), Distensi (-)
Pemeriksaan Genitalia
• Eksterna dan interna tidak dilakukan karena tidak terdapat indikasi
STATUS LOKALIS
• Inspeksi
Simetris, datar, benjolan (-), bekas operasi (+), pembuluh darah (-), distensi (-), caput
medusa (-)
• Palpasi
Dinding perut: Tegang (+), Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan RLQ (+),
Rovsing sign (+), rebound tenderness (+), Psoas sign (-), Obturator sign (+),
Massa (-), undulasi (-), distensi (-)
• Perkusi
Hipertimpani pada seluruh lapang abdomen
• Auskultasi
Bising Usus (+) Hiperperistaltik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Catatan
Mc Burney Area : Tampak appendiks yang edematous dengan diameter +/- 0,71 cm,
compressible, nyeri tekan transduser (+), yang pada CDUS tampak peningkatan vascularisasi
di sekitar nya.
Kesimpulan :
Sesuai gambaran Appendicitis
Resume :
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Semarang, pada tanggal 03 Juli 2023 dengan
keluhan nyeri, pada perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS. Keluhan awalnya sudah dirasakan
semenjak 1 minggu lalu, nyeri perut dirasakan pada daerah sekitar pusar, kemudian berpindah
ke perut bagian kanan bawah. Keluhan dirasakan seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul.
Setelah itu nyeri pada perut kanan bawah terasa semakin memberat, dimana pada akhirnya
nyeri berlangsung terus menerus hingga mengganggu jika ingin beraktivitas. Faktor yang
memperberat keluhan saat berjalan atau membungkuk. Sedangkan keluhan membaik pada
saat istirahat, yaitu posisi berbaring. Awalnya pasien mengira bahwa nyeri yang dirasakan ini,
karena pasien memiliki riwayat bekas luka Operasi Sesar. Keluhan ini baru pertama kali
dirasakan, sebelum timbul keluhan ini pasien juga cukup sering mengkonsumsi makanan
yang pedas, cepat saji, serta kurang mengkonsumsi makanan berserat. Keluhan disertai juga
dengan mual, badan terasa pegal-pegal, nafsu makan juga berkurang.
Pada Pemeriksaan Fisik : Tanda-tanda vital dalam batas normal, pada palpasi : Dinding
Perut Tegang (+), Nyeri Tekan Epigastrium (+), Nyeri Tekan RLQ (+), Rovsing Sign (+),
Rebound Tenderness (+), Obturator Sign (+)
Pada Pemeriksaan Penunjang : Ditemukan pada hasil Lab. Hematologi leukosit meningkat
(11.49/mm3). Serta penurunan Hb (10.2 g/dl), Ht (31%), Eritrosit (3.81/mm3). Hasil Lab.
Urinalisa terdapat sedikit kekeruhan pada urine, jumlah Leukosit dan Eritrosit diatas batas
normal. Pada USG Abdomen hasil sesuai gambaran Appendicitis.
DIAGNOSA :
• APPENDICITIS
TATALAKSANA
Terapi awal di IGD :
• Infus RL 20 TPM
• Injeksi ketorolak 1 amp IV
• Injeksi omeprazol 1 amp IV
• Injeksi ondansentron 4 mg IV
Terapi Konsul dr. Specialis Bedah :
• Pro Laparotomi Explorasi + APPENDEKTOMI
Rencana Evaluasi
• Konsul dokter spesialis bedah dan konsul dokter spesialis penyakit dalam
untuk tatalaksana lebih lanjut
• Monitoring tanda-tanda vital dan keadaan umum
Edukasi
• Edukasi keluarga dan pasien mengenai penyakit pasien dan rencana
tatalaksana
• Edukasi keluarga dan pasien mengenai perawatan luka
• Edukasi keluarga dan pasien mengenai nutrisi dan minum seimbang
Prognosis
• Ad Vitam : dubia ad bonam
• Ad Functionam : dubia ad bonam
• Ad Sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Appendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa dari apendiks
vermiformis yang kemudian dapat menyebar ke bagian lainnya dari apendiks. Peradangan ini
terjadi karena adanya sumbatan atau infeksi pada lumen apendiks. Apendisitis yang tidak
segera ditangani dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti perforasi atau sepsis,
bahkan dapat menyebabkan kematian. Apendisitis akut merupakan kasus abdomen akut
paling sering yang membutuhkan pembedahan darurat.1
II. Anatomi
Apendiks adalah struktur tambahan yang menempel pada caecum. Berbentuk tabung
bergulung yang berputar dengan ujung buntu, dan berukuran sekitar 8 cm. Disebut apendiks
vermiform karena (Vermiform : Bentuk cacing; Appendiks : Tambahan). Mesenterium
apendiks, yang disebut mesoapendiks, menempel ke bagian inferior mesenterium ileum.
Dinding apendiks terdiri dari lapisan otot melingkar di bagian dalam dan lapisan otot
longitudinal dibagian luar. Apendiks dilapisi oleh epitel kolumner dengan beberapa glanduler
dan sel neuroendokrin. Dasar apendiks terletak di dinding posteromedial cecum, sekitar 2,5
cm di bawah persimpangan ileocecal. Ujung apendiks sifatnya mengapung di rongga
peritoneal dan arahnya dapat bervariasi yaitu : arah retrocecal sebanyak 64%, arah subcecal
sebanyak 2%, arah pelvic sebanyak 32%, arah preileal sebanyak 1%, dan arah postileal
sebanyak 0,5%.1
III. Etiologi
V. Klasifikasi
a. Appendicitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan tanda, disertai
maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal.
b. Appendicitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut bagian kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama sembuh spontan.
c. Appendicitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan
keluhan hilang setelah apendiktomi.1-2
Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis
Apendisitis, salah satunya adalah dengan sistem skor Alvarado. Skor ini menggabungkan
antara 20 gejala, tanda, dan hasil laboratorium dari pasien suspek apendisitis. Dibawah ini
merupakan kriteria penilaian dari skor. 2
Tabel 3. Skor Alvarado2
Dari tabel diatas, jika skor Alvarado <4 artinya risiko untuk terjadinya Apendisitis rendah
sehingga perlu kajian ulang terhadap diagnosis bandingnya. Skor 4-6 menunjukkan risiko
sedang untuk apendisitis, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
imaging untuk membantu menegakkan diagnosis Apendisitis akut. Skor >6 menunjukkan
risiko tinggi untuk terjadinya Apendisitis sehingga dapat segera dilakukan penatalaksanaan
selanjutnya seperti apendiktomi.3
Pemeriksaan Laboratorium
Pada Apendisitis terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan protein
reaktif. Pada pemeriksaan darah lengkap yang dijadikan penanda untuk apendisitis akut
adalah leukositosis dan neutrofilia. Peningkatan sel darah putih lebih dari 10.000/ml
menandakan Apendisitis sederhana, sedangkan peningkatan lebih dari 15 18.000/ml
menandakan Apendisitis dengan perforasi. Peningkatan C-reactive protein (CRP)
biasanya terjadi pada Apendisitis yang gejalanya telah timbul lebih dari 12 jam. Dari
kombinasi ketiga temuan tersebut dapat meningkatkan sensitifitas diagnosis untuk
Apendisitis akut sebesar 97% -100%.3
Pemeriksaan Radiologi
a) Apendikogram
Pemeriksaan apendikogram dilakukan dengan meminta pasien untuk meminum cairan
kontras kemudian dilakukan pengambilan hasil X-ray. Prosedur ini cukup invasif dan
radiatif sehingga membutuhkan indikasi yang kuat untuk penggunaannya. Kecurigaan
terjadinya Apendisitis pada pemeriksaan ini adalah jika tidak terdapat pengisian dari
cairan kontras atau pengisian sebagian, ditemukan gambaran lumen yang ireguler, dan
adanya edema mukosa lokal pada ujung caecum. Sebuah penelitian mengaatakan bahwa
apendikogram memiliki sensitifitas sebesar 83%. 3
USG
CT-Scan
VIII. Diagnosis
Sampai saat ini penegakkan diagnosis untuk Apendisitis akut masih menjadi sebuah
tantangan tersendiri bahkan bagi ahli dan professional sekalipun. Hal ini karena tanda dan
gejala yang terjadi pada pasien tidak spesifik dan memiliki banyak diagnosis banding yang
harus disingkirkan, sedangkan komplikasi yang dihadapi pun tidak sembarangan.
Pemeriksaan yang dilakukan haruslah kompleks untuk dapat menghasilkan akurasi diagnosis
yang baik sehingga angka negatif apendiktomi dapat diminimalisir.4
1. Anamnesis
Pasien Apendisitis akut biasanya datang dengan keluhan nyeri pada perut bagian
kanan bawah. Nyeri ini biasanya digambarkan sebagia nyeri kolik di daerah
periumbikal yang nyerinya dirasa intensif pada 24 jam pertama, kemudian menjadi
nyeri tajam dan konstan yang berpindah ke daerah fosa iliaka kanan. Anamnesis
dilakukan untuk menanyakan adanya gejala lain yang menyertai seperti adanya mual,
muntah, konstipasi, penurunan nafsu makan, dan demam. Namun gejala gejala ini
tidak spesifik karena dapat terjadi pada gangguan lain dari abdomen
2. Pemeriksaan Fisik
Lokasi dari apendiks sangan bervariasi pada tiap individu, oleh karena itu tanda dan
gejala Apendisitis biasa bisa muncul atau tidak pada individu yang berbeda.
Pemeriksaan fisik digunakan untuk memastikan adanya nyeri yang ditimbulkan oleh
apendisitis pada berbagai posisi tubuh tertentu. Berikut ini merupakan beberapa
pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menunjang diagnosis apendisitis :
a) Rovsing’s sign : positif bila terdapat nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat
dilakukan penekana pada perut kuadran kiri bawah.
b) Blumberg’s sign : positif bila terdapat nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat
tekanan pada perut kuadran kiri bawah dilepas.
c) Psoas sign : positif bila terdapat nyeri pada kuadran kanan bawah yang muncul saat
dilakukan gerakan ekstensi paha kanan pasien, meregangkan otot iliopsoas dengan
pasien dalam posisi dekubitus lateral kiri, ini mungkin menandakan lokasi retrocaecal
dari apendisitis.
d) Obturator sign : positif bila terdapat nyeri pada kuadran kanan bawah yang muncul
saat dilakukan rotasi internal pasif dari paha kanan yang dilipat, ini mungkin
menandakan lokasi apendisitis yang dekat m.obturatorius. 4
IX. Tatalaksana
a. Medikamentosa
Pemberian antibiotik merupakan bentuk penatalaksanaan konservatif yang
dilakukan pada pasien dengan apendisitis tanpa perforasi. Pemberian antibiotik
dilakukan melalui intravena kemudian dilanjutkan pemberian secara oral. Data sebuah
penelitian menyebutkan bahwa angka komplikasi pada kelompok ini jauh lebih
rendah dibanding kelompok yang mendapat tindakan apendiktomi. Komplikasi yang
dapat terjadi meliputi perforasi, adhesi bowel obstruction, dan kematian. Namun pada
akhirnya 10% pasien membutuhkan tindakan operasi darurat, dan 17% pasien
mengalami kekambuhan selama follow-up 1 tahun. Secara keseluruhan 73% pasien
dewasa dengan suspek apendisitis akut mungkin tidak memerlukan tindakan operasi.
b. Operatif
Dalam melakukan Apendiktomi terdapat dua posedur yang sering dilakukan yaitu,
Teknik Terbuka (Pembedahan Konvensional Laparatomi) Dan Laparoskopi
Apendiktomi. Kedua prosedur ini dilakukan sebagai penatalaksanaan utama untuk
Apendisitis akut. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa perforasi dan
sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
1. Teknik Terbuka (Pembedahan Konvensional Laparatomi)
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke dalam rongga
perut. Prosedur ini memungkinkan dokter melihat dan merasakan organ dalam untuk
membuat diagnosa apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu. Prosedur ini hanya
dilakukan jika semua prosedur lainnya yang tidak membutuhkan operasi, seperti
laparoskopi yang seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat laparatomi
tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan, begitu organ-organ dalam dapat
dilihat dalam masalah teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut. Operasi laparatomi dilakukan
bila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma
abdomen. Bila klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah internal
yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak terlihat seperti usus buntu, tukak
peptik yang berlubang, atau kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk
menemukan dan mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih. Laparatomi dapat
berkembang menjadi pembedahan besar diikuti oleh transfusi darah dan perawatan
intensif.4
2. Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh mulai dari iga paling
bawah samapi dengan panggul. Teknologi laparoskopi ini bisa digunakan untuk
melakukan pengobatan dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas. Keuntungan bedah laparoskopi :
X. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis yaitu :
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum, dan letak
usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,50C
tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat akibat
perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39 0C
– 400C menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang.6
XI. Prognosis
Prognosis baik, jika didiagnosis dan diobati lebih awal, sebagai prosedur bedah yang
relatif aman, pemulihan diharapkan terjadi dalam 24 hingga 48 jam. Kasus yang muncul
dengan abses lanjut, sepsis, dan peritonitis mungkin memiliki perjalanan yang lebih lama dan
rumit, mungkin memerlukan pembedahan tambahan atau intervensi lain.6
XII. Kesimpulan
- Appendicitis Akut
- Appendicitis Radang
- Appendicitis Kronis
- Appendicitis Rekuens
2. Price SA & Wilson LM. 2012. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes.
Jakarta: EGC.
4. Alvarado A. 2019. Improved Alvarado Score (MANTRELS) for the Early Diagnosis of
Acute Appendicitis. International Journal of Surgery Research and Practice, 6: 098.