Anda di halaman 1dari 33

Nama Co-Ass: Pratiwi

NIM

: 030.10.221

Pembimbing : dr. R. Yudadi Sp.B(K)BD

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. A

Usia

: 43 TH

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Kebon Nanas Selatan III / 30, Jakarta Timur

Tanggal Masuk :7 Maret 2016


No. RM
II.

: 151209

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Sibatik kamar 5 pada

tanggal 9 Maret 2016


a. Keluhan utama : nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu yang lalu
b. Keluhan Tambahan : mualmuntah
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli klinik Bedah Digestif RSAL Mintohardjo


dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk-tusuk disekitar perut kanan atas dan ulu hati. Nyeri perut
hilang timbul, makin hari makin bertambah nyeri. Nyeri kadang menjalar
hingga ke pinggang dan kearah pundak kanan. Nyeri muncul tidak tentu,
terkadang nyeri muncul setelah pasien makan terutama makanan berminyak.
Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah dengan jumlah dan isi
sesuai apa yang dimakan. Keluhan tidak disertai demam dan kuning. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Pasien pernah dating ke UGD RSAL Mintohardjo
pada tanggal 26 febuari 2016 dan dirawat hingga tanggal 3 Maret 2016
dengan keluhan yang sama. Pada 8 Maret 2016 pasien menjalani prosedur
operasi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat TBC (+) 10 tahun yang lalu, sudah selesai menjalani
pengobatan dan dinyatakan sembuh. Riwayat Hipertensidan Diabetes
disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi, DM, penyakit jantung dalam keluarga disangkal
f. Riwayat Kebiasaan
Sehari-hari pasien jarang makan makanan beserat, pasien juga lebih
senang mengkonsumsi makanan berlemak dan berminyak.
g. Riwayat Alergi
Riwayat alergi pada pasien disangkal
h. Anamnesis Menurut Sistem
-

Umum : Pasien sadar, tampak sakit sedang

Kulit :Tidak ada keluhan.

Kepala :Tidak ada keluhan.

Mata :Tidak ada keluhan.

THT :Tidak ada keluhan.

Leher :Tidak ada keluhan.


2

Thoraks :Tidak ada keluhan.

Abdomen :Nyeri perut (+) pada kanan atas dan ulu hati, kadang
menjalar hingga ke pingang dan pundak kanan. Mual (+), muntah (+)

III.

Saluran kemih : Tidak ada keluhan

Genital :Tidak ada keluhan.

Ekstremitas : Tidak ada keluhan

PEMERIKSAAN FISIK
KeadaanUmum
: Tampak sakit sedang, lemah
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital
:
o TD
: 120/80 mmHg
o N
: 92 x/menit (sama kuat kanan dan kiri, isi cukup, regular)
o RR
: 16 x/menit (pernapasan abdominothorakal)
o S
: 36,7oC (suhu axillaris)
Status antropometri
o Berat Badan : 45 kg
o Tinggi Badan : 150 cm
o BMI
: 20 kg/m2 (normal)
Status Generalis :
o Kulit
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit
baik,efloresensi bermakna (-).
o Kepala
Normochepali, deformitas (-), rambut :hitam, distribusi merata.
o Mata
Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, palpebral
oedem (-).
o Telinga
Normotia, serumen -/-, nyeri tekan -/-, liang telinga lapang
o Mulut
Bibir tidak kering, tidak pucat, uvula letak ditengah, tidak hiperemis
o Leher
Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB- kelenjar tiroid

o Thoraks :
Inspeksi :Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak

pernafasan simetris,retraksi otot-otot pernapasan (-).


Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 1 cm dari garis
midclavicula kiri.
Perkusi :
Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
Batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea

midclavicula kanan dengan suara redup


Batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3

hingga 5 linea sternalis kanan dengan suara redup


Batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm

linea midclavicula kiri dengan suara redup


Batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri

dengan suara redup


Auskultasi :
Jantung :Bunyi jantung I & II regular, murmur (-)

gallop (-).
Paru :Suara napas vesikuler (+/+), wheezing

(-/-),

Ronki (-/-).
o Abdomen
Inspeksi :Tidak tampak efloresensi bermakna, Luka op (+)
tertutup perban, tampak kering. Kateter drainase (+) dari
saluran empedu, produksi (+) 50 cc, warna kuning kehijauan
bening.
Auskultasi: BU (+) 5x/menit.
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel
o Ekstremitas
Inspeksi: Simetris, tidak tampak efloresensi bermakna, oedem

IV.

(-)
Palpasi : Akral teraba hangat, oedem (-), CRT < 2 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (26 Feb 2016)


Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Test
IMUNOSEROLOGI
Widal
S. Typhi H
S. Paratyphi H-A
S. Paratyphi H-B
S. Paratyphi H-C
S. Typhi O
S. Paratyphi O-A
S. Paratyphi O-B
S. ParatyphiO-C

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

10.900
4.28
12.7
39
399.000

/Ul
Juta u/L
g/Dl
%
Ribu/Ul

5.000 10.000
4.2 5.4
12 14
37 42
150.000 450.000

128

mg/dL

Negatif
Negatif
Negatif
Positif 1/80
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (29 Feb 2016)


Jenis Pemeriksaan
KIMIA KLNIK
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

1.24
0.32
0.92

mgdLl
mg/dL
mg/dL

0.1 1.2
< 0.5
< 0.7

Pemeriksaan Laboratorium (2 Mar 2016)


Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit

Hasil

7.800
3.38

Satuan

/Ul
Juta u/L

Nilai Rujukan

5.000 10.000
4.2 5.4
5

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan/BT
Masa Pembekuan/CT
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Fungsi Hati

10.4
31
269.000

g/Dl
%
Ribu/Ul

12 14
37 42
150.000 450.000

200
1100

Menit
Menit

13
5 15

75

mg/Dl

< 200

Alkali Fosfatase
AST/SGOT
ALT/SGPT
Fungsi Ginjal

969
27
48

u/L
u/L
u/L

< 258
< 31
< 34

Ureum
Kreatinin

20
0.9

mg/Dl
mg/Dl

17 43
0.6 1.1

Pemeriksaan Radiologi (15 Feb 2016)

Hasil USG :
-

Hepar :
o Besar dan bentuk normal, tepi regular dan liver tip lancip. Struktur
parenkim normo-echoic regular. Tidak tampak lesi fokal padat maupun

kistik
o Tampak dilatasi system bilier intrahepatik
o Vaskuler intrahepatic tidak melebar
o Tidak tampak asistes maupun efusi pleura
Kantung Empedu

o Besar dan bentuk normal, dinding tipis regular, tidak ada batu maupun
sludge intralumen KE
o Tampak dilatasi duktus bilier ekstrahepatik dengan diameter CBD 23,4
-

mm dan tampak batu intralumen CBD distal berdiameter 23.0 mm


Pankreas
o Besar dan bentuk normal, tidak tampak lesi fokal dan tidak ada dilatasi
duktus pankreatikus

Lien
o Besar dan bentuk normal, struktur parenkim homogen, tidak tampak
lesi fokal dan tidak ada dilatasi vena lienalis

Kesan :Batu CBD distal yang menyebabkan obstruksi dan terjadi dilatasi sistiem
bilier intra dan ekstrahepatik.

V.

RESUME
Pasien perempuan, Ny. A usia 43 tahun, dating ke poli Bedah Digestif

RSAL Mintihardjo tanggal 7 Maret 2016 dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk di perut kanan atas dan ulu hati,
nyeri kadang menjalar ke pinggang dan pundak kanan. Nyeri muncul hilang timbul,
kadang muncul setelah pasien makan terutama makanan yang berminyak. Selain itu
pasien juga mengeluh mual dan muntah dengan jumlah dan isi sesuai apa yang
dimakan.
Pemeriksaan fisik pada tanggal 9 Maret 2016 TD 120/80, N 92x, S 36,7,
RR 16x. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis pada abdomen
didapatkan luka op (+) tertutup perban, tampak kering. Kateter drainase (+) dari
saluran empedu, produksi (+) 50 cc, warna kuning kehijauan bening. Pada
pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Febuari 2016 didapatkan peningkatan bilirubin
total (1.24/dL) dan bilirudin indirek (0.92/dL). Pemeriksaan laboratorium selanjutnya

dilakukan pada tanggal 2 Maret 2016, didapatkan peningkatan pada alkali fosfatase
(969/uL) dan ALT (48/uL). Pemeriksaan USG menunjukan adanya batu pada CBD.

VI.

DIAGNOSIS
Batu Common Bile Duct
Daignosis diambil berdasarkan anamnesis yaitu nyeri perut kanan atas

yang menjalar ke daerah pundak. Pasien juga mengeluh nyeri muncul setelah pasien
makakn terutama makanan berlemak.Pasien juga mengeluh mul dan muntah, jumlah
sesuai dengan apa yang dimakan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan total dan bilirubin indirek. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya
batu pada CBD.
VII.
VIII.
-

IX.
-

DIAGNOSIS BANDING
Kolelitiasis
Kolesistitis
Pankreatitis
Kolangikarsinoma
PENATALAKSANAAN
Pre Operatif
o IVFD RL 20 tpm
o Inj. Cefriaxone 2 x 1 gr (pre op)
Operatif : tgl 8 Maret 2016
Post operatif
o Infus RL : D5% = 2 : 1
o Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
o Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
o Inj. Omeprazole 1 x 1 gr
o Inj. Kalnex 3 x 1 amp
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
Ad functionam : ad bonam

X.
-

LAPORAN OPERASI
Asepsis Antisepsis
Insisi Koncher Dextra
Buka peritoneum, paparkan vesica felea, diseksi segitiga Cacot
Identifitkasi a. Cystica dan ductus cysticus. Ligasi arteri dan ductus cysticus
Tampak CBD dilatasi dengan diameter 4 cm, dilakukan cholodecotomi
dengan batuan koledoskop. Tampak batu 1 buah dengan diameter 1 2 cm,

batu diangkat dengan stone tang


Irigasi seluran empedu, lancar, evaluasi CBD distal, tidak ada obstruksi. Jahit

dengan Vcryl 4.0


Cuci cavum abdomen dengan NaCl
Pasang draine subhepatal
Tutp luka operasi
Operasi sekesai

10

XI.

FOLLOW UP

Tanggal
09/03/16

S
Nyeri luka

A
laparatomi

P
Aff drainase
Diet
bubur

KU ; TSS

Post

06.30

operasi (+), mual

Kesadaran : CM

eksplorasi

(+), muntah (-).

TD : 120/80, N : 92 x, RR : 16 x, S : indikasi

sumsum
Infus RL : D5%

Mobilisasi (-)

36,7 X

koledokolitiasis

Mata : CA -/-, SI -/-

H+1

=2:1
Inj. Ceftriaxon 2

- Cor : S1&2 reguler, M -, G


- Pulmo : SN ves +/+, Rh -/-, Wh -/-

x 1 gr
Inj. Ketorolac 3

Abdomen : Luka op (+) tertutup perban,

x 1 amp
Inj. Omeprazole

atas

Thorak:

tampak kering. Kateter drainase (+) dari

1 x 1 gr

saluran empedu, produksi (+) 50 cc,


warna kuning kehijauan bening, BU (+)
5x/menit, palpasi supel.
Ekstremitas : akral hangat +/+/+/+,
edema -/-/-/Lab (8/3) :Lau 15.600/ eri 3.71/ Hb
10/03/16

Nyeri luka op (+)

11.3/ Ht 33
KU ; TSR

Post

laparatomi

Diet

bubur

11

06.45

mulai berkurang,

Kesadaran : CM

eksplorasi

mual (-).

TD : 1300/70, N : 96 x, RR : 18 x, S : indikasi

Mobilisasi duduk

36,8 X

koledokolitiasis

(+)

Mata : CA -/-, SI -/-

H+2

Thorak:
- Cor : S1&2 reguler, M -, G
- Pulmo : SN ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Luka op (+) tertutup perban,
tampak

kering.

BU

(+)

atas

telur
Infus RL : D5 =

2:1
Inj. Ceftriaxon 2

x 1 gr
Inj. Ketorolac 3

x 1 amp
Inj. Omeprazole
1 x 1 gr

3x/menit,

palpasi supel.

12

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada keduaduanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2007)

ANATOMI KANDUNG EMPEDU


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat
dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus,

13

infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung
empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu4.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus5.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

14

FISIOLOGI
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara
600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu 5.
Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,
dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu
adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu
mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :

Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,


karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk


buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh selsel hati.

15

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini


terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung
empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan
dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam
duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh seratserat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung
empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama
sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah
lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara
menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6.
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat
ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan3.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangka angka kejadian di
Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (syamsuhidayat).
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang

16

disebut 4 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat


(gemuk), dan forty (empat puluh tahun)7.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis8,9.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk
batu empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini
sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain
selain USA, Chili dan Swedia11.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu
dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk
mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya
adalah satu dari tiga orang3,12.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu
kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki.
Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada lakilaki10.
4. Beberapa faktor lain

17

Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena
yang lama10,13.
PATOGENESIS
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah

18

kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena
sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu
beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus3.

PATOFISIOLOGI BATU EMPEDU


Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih
dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu
kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 % kolesterol berdasarkan
berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu, senyawa organik dan
inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah hidrofobik
micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan
lesitin10.
Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:
-

hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu


19

percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol


gangguan motilitas kandung empedu dan usus.

Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat.
Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium
bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras
dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah
bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil
kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu
kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu
empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam10
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan
predisposisi pembentukan batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996). Pasien dengan
peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk
batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa
berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di
infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk Bglukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang
bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut14.
Batu campuran

20

Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini


sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar
metabolisme yang sama dengan batu kolesterol10.
DIAGNOSIS
Gambaran Klinis
Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent
stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru
memberikan gejala ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya
sementara, karena yang sering menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan
sumbatan lengkap.4
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis
akut sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat
spesifik. Sekitar penderita mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri
dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik empedu yang intermiten, sehingga
membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri tersebut menetap yang
menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai muntah. Pada
palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.4,5,8
Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau
berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.8
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut
lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini

21

jika obstruksi biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu


pembekuan darah yang normal. Di samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan
sendawa.3
Pemeriksaan Fisik
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata
menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada
choledocholithiasis atau pankreatitis sering ditemukan pula adanya ikterus, feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut clay-colored. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan demam dan
menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.3,11
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:6
a. Ultrasonografi
Batu empedu yang terletak di dalam saluran empedu utama (duktus
choledochus) akan menyebabkan timbulnya sumbatan dengan segala gejalagejalanya. Tetapi bila batunya kecil belum tentu menyebabkan sumbatan, oleh
karena itu sulit dideteksi. Hanya saja batu kecil tersebut dapat menimbulkan
tanda peradangan, atau menimbulkan kolik. Visualisasi batu yaitu dikelilingi
oleh echogenic, ukurannya antara 2 sampai > 20 mm dan bayangannya
mungkin lebih sulit untuk didapatkan daripada batu pada kandung empedu.
Selain itu, harus curiga meningkatnya jumlah batu empedu khususnya jika
multipel dan berukuran kecil.4,12
22

Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan


sumbatan, secara USG akan tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran
empedu secara anatomi di depan dan berjalan sejajar dengan vena porta,
sehingga tampaknya seperti ada dua saluran. Diameter saluran empedu yang
normal kurang dari 3 mm, dan diameter saluran empedu utama yang kurang
dari 8 mm. Saluran empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran
normal. Untuk usia dekade di atas 60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm +
1 mm, dan > 10 mm post-cholecystectomy. Pada choledocholithiasis, akan
tampak pelebaran duktus choledochus dan juga tampak massa gema padat
dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain daripada itu juga
terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik dan pembesaran kandung
empedu. Gambaran USG demikian merupakan tanda khas dari cholestacys
ekstrahepatal.4,12
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan)
dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi.
Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak
terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami
penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu
duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah
penderita diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus
choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar;
sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana elastisitas

23

dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadaan distensi.3,7
b. Foto Polos Abdomen
Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak.
Batu radioopak merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray,
sedangkan batu pigmen coklat tampak radiolusen dan tidak bisa dideteksi
dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam biasanya ditemukan pada kandung
empedu dan batu berpigmen coklat lebih sering terlihat di saluran empedu.
Oleh karena itu, dilakukan ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus
choledochus. Demikian pula PTC dapat membantu menentukan diagnosis,
yaitu akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus. Sering pula
ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui
sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung empedu yang
mengalami migrasi.4,14
c. Computed Tomography (CT)
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan
komposisi batu, dan kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk
kalkulus yang memiliki keuntungan visualisasi pada bagian distal biliaris
ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi dengan akurat adanya
tumor obstruktif.7,16
Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu :12
- Target sign, lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa.
24

Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
Crescent sign
Kalsifikasi batu : sayangnya hanya 20% batu yang memiliki densitas
tinggi.

Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama kasus-kasus ikterus


obstruksi pada orang dewasa. 10% populasi didapatkan adanya batu empedu
di dalam kandung empedu, akan tetapi batu ini tidak diartikan penyebabnya
adalah obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1% sampai 3% pasien
dengan choledocholithiasis tidak memiliki batu dalam kandung empedu.17
d. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

25

ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakitpenyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk
diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman
tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini
merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun
kematian.3,16,18
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa
bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada
biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang
didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan
pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan
menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit,
gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi
jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan
eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.7,16,20
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam.
Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus
dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun setelah tengah malam
sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya,

26

tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus
mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.18

e. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)


MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran
sama seperti ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium,
instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai
struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan
batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang
dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok

27

untuk mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan


tidak menyebabkan kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap
yang diamati.5,13
MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien
yang memiliki kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama
seperti

ERCP

yang

mengalami

kegagalan

untuk

mendeteksi

choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki peranan penting


untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan
sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis
dengan pembedahan gastritis atau kandung empedu.13
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak
spesifik

untuk

diagnosis

choledocholithiasis.

Karena

pasien

dengan

choledocholithiasis tidak menimbulkan gejala atau sering asimptomatik sehingga


hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang
diperoleh, diantaranya : 3,4,5,6,21,23
-

Meningkatnya serum kolesterol


Meningkatnya fosfolipid
Menurunnya ester kolesterol
Meningkatnya protrombin serum time
Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL,
transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-

28

oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien choledocholithiasis

dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.


Menurunnya urobilirubin
Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi

atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.


Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu

pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu


-

di duktus utama.
Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.

PENATALAKSANAAN
Konservatif
a).
Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan
timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya
ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat
untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12
bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran
batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1.
b).
Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi2.
c).
Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
29

benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL


memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat10.
Penanganan operatif
a).
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi
trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas
pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian
secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %
sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4.
b).
Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi
yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma
duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya
berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan
lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari,
cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga16.
c).
Kolesistektomi minilaparatomi.

30

Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil


dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Gore-Levine. Choledocholithiasis. In : High-Yield Imaging Gastrointestinal
[serial on the internet]. Elsevier Inc ; 2011 [Cited 2/15/2011]. Available from :
http://www.expertconsulbook.com/expertconsult/ob/book.do?
2. 2. Verma D, Kapadia A, Eisen Glenn M, Adler D G. EUS vs MRCP for detection
of Choledocholithiasis. the American Society for Gastrointestinal Endoscopy
2006;Vol.64,No.2:248-254.
3. Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni.
1999.p.778-781
4. Lesmana Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.479-481.
5.

Vorvick Linda, Zieve David. Choledocholithiasis. Washington ; U.S. National


Library of Medicine NIH (National Institutes of Health) [serial on the internet].

31

2008

[Cited

16/4/2016].

Available

from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00274.htm
6. Ekayuda Iwan. RADIOLOGI DIAGNOSTIK EDISI KEDUA. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p.279;465-466.
7. Hartanto Huriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita, Mahanani DA,editors.
PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.p.502-503.
8. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika W, Setiowulan
Wiwiek,editors. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi Ketiga Jilid
Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001.p.510.
9. Gailard Frank. Choledocholithiasis. [Cited 16/4/2016]. Available from :
http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis
10. Azman L, Aliabadi Piran, Holman Leonard B. Choledocholithiasis. The
BrighamRAD Teaching Case Database [ Serial online in the internet ].
November,1995

(Cited

16/4/2016).

Available

from

http://brighamrad.harvard.edu/Cases/bwh/hcache/99/full.html.
11. Chris. Types of Gallstones Cholesterol, Pigment and Mixed. Current Health
Articles, Liver and Gallbladder [ serial online on the internet ]. [Cited 16/4/2016]
Available from : http://www.healthhype.com/types-of-gallstones-cholesterolpigment-and-mixed.html
12. Conder G., Rendle J., Kidd S., Misra R.R. A-Z of Abdominal Radiology.
London : Cambridge University Press. 2009.p.57-63

32

13. Brant W.E, Helms C.A. FUNDAMENTALS OF DIAGNOSTIC RADIOLOGY


SECOND EDITION. Charlottesville-Durham : Lippincott Williams & Wilkins.
2007.p.41-44.
14. Calvo Mari M., Bujanda L, Calderon A, Heras I, Cabriada J.L, Bernal A, Orive V,
Capelastegi A. Role of Magnetic Resonance Cholangiopancreatography in
Patients With Suspected Choledocholithiasis. Mayo Clin Proc. 2002;77:422-428.
15. Dandan Imad S, Soweid Assaad M, Ablad Firass. Choledocholithiasis. eMedicine
Gastroenterology-Biliary [serial on the internet]. 2009 [Cited 16/4/2016].
Available from : http://emedicine.medscape.com/article
16. Joseph

Nicholas.

Percutaneous

Transhepatic

Cholangiography

(PTC).

Radiography of the Biliary System [Serial online on the internet]. 2007 [Cited
16/4/2016]. Available from : http://www.ceessentials.net/article41.html
17. Joe Dr. Common Bile Duct Stone (Choledocholithiasis, Cholangitis, Obstructive
Jaundice) [serial on the internet]. [Cited 16/4/2016]. Available from :
http://www.virtualmedicalcentre.com/diseases.asp?did=191&title=Common-BileDuct-Stone-(Choledocholithiasis,-Cholangitis,-Obstructive-Jaundice)
18. Gianawati Indah, Sulaiman Ali, Lesmana LA, Lalisang Toar JM, Abdullah Arman
A. Diagnostic Approach and Treatment of Choledocholithiasis. The Indonesian
Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy;Vol.5,Number
2. 2004;71-75Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam:
Harrisons Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.
19. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC, 1996. 394

33

Anda mungkin juga menyukai