NIM
: 030.10.221
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. A
Usia
: 43 TH
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: 151209
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Sibatik kamar 5 pada
Abdomen :Nyeri perut (+) pada kanan atas dan ulu hati, kadang
menjalar hingga ke pingang dan pundak kanan. Mual (+), muntah (+)
III.
PEMERIKSAAN FISIK
KeadaanUmum
: Tampak sakit sedang, lemah
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda Vital
:
o TD
: 120/80 mmHg
o N
: 92 x/menit (sama kuat kanan dan kiri, isi cukup, regular)
o RR
: 16 x/menit (pernapasan abdominothorakal)
o S
: 36,7oC (suhu axillaris)
Status antropometri
o Berat Badan : 45 kg
o Tinggi Badan : 150 cm
o BMI
: 20 kg/m2 (normal)
Status Generalis :
o Kulit
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit
baik,efloresensi bermakna (-).
o Kepala
Normochepali, deformitas (-), rambut :hitam, distribusi merata.
o Mata
Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor, palpebral
oedem (-).
o Telinga
Normotia, serumen -/-, nyeri tekan -/-, liang telinga lapang
o Mulut
Bibir tidak kering, tidak pucat, uvula letak ditengah, tidak hiperemis
o Leher
Tidak didapatkan adanya pembesaran KGB- kelenjar tiroid
o Thoraks :
Inspeksi :Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak
gallop (-).
Paru :Suara napas vesikuler (+/+), wheezing
(-/-),
Ronki (-/-).
o Abdomen
Inspeksi :Tidak tampak efloresensi bermakna, Luka op (+)
tertutup perban, tampak kering. Kateter drainase (+) dari
saluran empedu, produksi (+) 50 cc, warna kuning kehijauan
bening.
Auskultasi: BU (+) 5x/menit.
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel
o Ekstremitas
Inspeksi: Simetris, tidak tampak efloresensi bermakna, oedem
IV.
(-)
Palpasi : Akral teraba hangat, oedem (-), CRT < 2 detik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
10.900
4.28
12.7
39
399.000
/Ul
Juta u/L
g/Dl
%
Ribu/Ul
5.000 10.000
4.2 5.4
12 14
37 42
150.000 450.000
128
mg/dL
Negatif
Negatif
Negatif
Positif 1/80
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
1.24
0.32
0.92
mgdLl
mg/dL
mg/dL
0.1 1.2
< 0.5
< 0.7
Hasil
7.800
3.38
Satuan
/Ul
Juta u/L
Nilai Rujukan
5.000 10.000
4.2 5.4
5
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan/BT
Masa Pembekuan/CT
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Fungsi Hati
10.4
31
269.000
g/Dl
%
Ribu/Ul
12 14
37 42
150.000 450.000
200
1100
Menit
Menit
13
5 15
75
mg/Dl
< 200
Alkali Fosfatase
AST/SGOT
ALT/SGPT
Fungsi Ginjal
969
27
48
u/L
u/L
u/L
< 258
< 31
< 34
Ureum
Kreatinin
20
0.9
mg/Dl
mg/Dl
17 43
0.6 1.1
Hasil USG :
-
Hepar :
o Besar dan bentuk normal, tepi regular dan liver tip lancip. Struktur
parenkim normo-echoic regular. Tidak tampak lesi fokal padat maupun
kistik
o Tampak dilatasi system bilier intrahepatik
o Vaskuler intrahepatic tidak melebar
o Tidak tampak asistes maupun efusi pleura
Kantung Empedu
o Besar dan bentuk normal, dinding tipis regular, tidak ada batu maupun
sludge intralumen KE
o Tampak dilatasi duktus bilier ekstrahepatik dengan diameter CBD 23,4
-
Lien
o Besar dan bentuk normal, struktur parenkim homogen, tidak tampak
lesi fokal dan tidak ada dilatasi vena lienalis
Kesan :Batu CBD distal yang menyebabkan obstruksi dan terjadi dilatasi sistiem
bilier intra dan ekstrahepatik.
V.
RESUME
Pasien perempuan, Ny. A usia 43 tahun, dating ke poli Bedah Digestif
RSAL Mintihardjo tanggal 7 Maret 2016 dengan keluhan nyeri perut sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk di perut kanan atas dan ulu hati,
nyeri kadang menjalar ke pinggang dan pundak kanan. Nyeri muncul hilang timbul,
kadang muncul setelah pasien makan terutama makanan yang berminyak. Selain itu
pasien juga mengeluh mual dan muntah dengan jumlah dan isi sesuai apa yang
dimakan.
Pemeriksaan fisik pada tanggal 9 Maret 2016 TD 120/80, N 92x, S 36,7,
RR 16x. Status generalis dalam batas normal. Status lokalis pada abdomen
didapatkan luka op (+) tertutup perban, tampak kering. Kateter drainase (+) dari
saluran empedu, produksi (+) 50 cc, warna kuning kehijauan bening. Pada
pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Febuari 2016 didapatkan peningkatan bilirubin
total (1.24/dL) dan bilirudin indirek (0.92/dL). Pemeriksaan laboratorium selanjutnya
dilakukan pada tanggal 2 Maret 2016, didapatkan peningkatan pada alkali fosfatase
(969/uL) dan ALT (48/uL). Pemeriksaan USG menunjukan adanya batu pada CBD.
VI.
DIAGNOSIS
Batu Common Bile Duct
Daignosis diambil berdasarkan anamnesis yaitu nyeri perut kanan atas
yang menjalar ke daerah pundak. Pasien juga mengeluh nyeri muncul setelah pasien
makakn terutama makanan berlemak.Pasien juga mengeluh mul dan muntah, jumlah
sesuai dengan apa yang dimakan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan total dan bilirubin indirek. Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya
batu pada CBD.
VII.
VIII.
-
IX.
-
DIAGNOSIS BANDING
Kolelitiasis
Kolesistitis
Pankreatitis
Kolangikarsinoma
PENATALAKSANAAN
Pre Operatif
o IVFD RL 20 tpm
o Inj. Cefriaxone 2 x 1 gr (pre op)
Operatif : tgl 8 Maret 2016
Post operatif
o Infus RL : D5% = 2 : 1
o Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr
o Inj. Ketorolac 3 x 1 amp
o Inj. Omeprazole 1 x 1 gr
o Inj. Kalnex 3 x 1 amp
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
Ad functionam : ad bonam
X.
-
LAPORAN OPERASI
Asepsis Antisepsis
Insisi Koncher Dextra
Buka peritoneum, paparkan vesica felea, diseksi segitiga Cacot
Identifitkasi a. Cystica dan ductus cysticus. Ligasi arteri dan ductus cysticus
Tampak CBD dilatasi dengan diameter 4 cm, dilakukan cholodecotomi
dengan batuan koledoskop. Tampak batu 1 buah dengan diameter 1 2 cm,
10
XI.
FOLLOW UP
Tanggal
09/03/16
S
Nyeri luka
A
laparatomi
P
Aff drainase
Diet
bubur
KU ; TSS
Post
06.30
Kesadaran : CM
eksplorasi
TD : 120/80, N : 92 x, RR : 16 x, S : indikasi
sumsum
Infus RL : D5%
Mobilisasi (-)
36,7 X
koledokolitiasis
H+1
=2:1
Inj. Ceftriaxon 2
x 1 gr
Inj. Ketorolac 3
x 1 amp
Inj. Omeprazole
atas
Thorak:
1 x 1 gr
11.3/ Ht 33
KU ; TSR
Post
laparatomi
Diet
bubur
11
06.45
mulai berkurang,
Kesadaran : CM
eksplorasi
mual (-).
TD : 1300/70, N : 96 x, RR : 18 x, S : indikasi
Mobilisasi duduk
36,8 X
koledokolitiasis
(+)
H+2
Thorak:
- Cor : S1&2 reguler, M -, G
- Pulmo : SN ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Luka op (+) tertutup perban,
tampak
kering.
BU
(+)
atas
telur
Infus RL : D5 =
2:1
Inj. Ceftriaxon 2
x 1 gr
Inj. Ketorolac 3
x 1 amp
Inj. Omeprazole
1 x 1 gr
3x/menit,
palpasi supel.
12
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada keduaduanya3.
13
infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung
empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah
bagian yang sempit dari kandung empedu4.
Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus
komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus5.
14
FISIOLOGI
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara
600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu 5.
Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,
dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu
adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu
mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
15
16
17
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena
yang lama10,13.
PATOGENESIS
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada
saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah
18
kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena
sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu
beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
disana sebagai batu duktus sistikus3.
Batu pigmen
Batu pigmen merupakan sekitar 10 % dari batu empedu di Amerika Serikat.
Ada dua bentuk yaitu batu pigmen murni yang lebih umum dan batu kalsium
bilirubinat. Batu pigmen murni lebih kecil (2 sampai 5 mm), multipel, sangat keras
dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung dalam jumlah
bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu dalam jumlah kecil
kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain. Didaerah Timur, batu
kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60 % dari semua batu
empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai hitam10
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan pigmen
abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris merupakan
predisposisi pembentukan batu pigmen (Sarr & Cameron, 1996). Pasien dengan
peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk
batu pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa
berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang di
infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli membentuk Bglukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di dalam empedu, yang
bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak dapat larut14.
Batu campuran
20
21
23
dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadaan distensi.3,7
b. Foto Polos Abdomen
Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak.
Batu radioopak merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray,
sedangkan batu pigmen coklat tampak radiolusen dan tidak bisa dideteksi
dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam biasanya ditemukan pada kandung
empedu dan batu berpigmen coklat lebih sering terlihat di saluran empedu.
Oleh karena itu, dilakukan ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus
choledochus. Demikian pula PTC dapat membantu menentukan diagnosis,
yaitu akan tampak batu radiolusen di duktus choledochus. Sering pula
ditemukan gambaran batu di kandung empedu. Sebagaimana diketahui
sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung empedu yang
mengalami migrasi.4,14
c. Computed Tomography (CT)
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan
komposisi batu, dan kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk
kalkulus yang memiliki keuntungan visualisasi pada bagian distal biliaris
ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi dengan akurat adanya
tumor obstruktif.7,16
Gambaran CT untuk choledocholithiasis yaitu :12
- Target sign, lebih rendah dan berada di sekelilingi empedu atau mukosa.
24
Rim sign : densitas batu berada diluar garis kulit yang tipis.
Crescent sign
Kalsifikasi batu : sayangnya hanya 20% batu yang memiliki densitas
tinggi.
25
ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakitpenyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk
diagnosis dan terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman
tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini
merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun
kematian.3,16,18
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa
bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada
biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang
didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan
pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan
menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit,
gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya
memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi
jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan
eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.7,16,20
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam.
Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus
dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun setelah tengah malam
sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya,
26
tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus
mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.18
27
ERCP
yang
mengalami
kegagalan
untuk
mendeteksi
untuk
diagnosis
choledocholithiasis.
Karena
pasien
dengan
28
di duktus utama.
Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
PENATALAKSANAAN
Konservatif
a).
Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan
timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya
ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat
untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12
bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran
batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1.
b).
Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi2.
c).
Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun
yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Gore-Levine. Choledocholithiasis. In : High-Yield Imaging Gastrointestinal
[serial on the internet]. Elsevier Inc ; 2011 [Cited 2/15/2011]. Available from :
http://www.expertconsulbook.com/expertconsult/ob/book.do?
2. 2. Verma D, Kapadia A, Eisen Glenn M, Adler D G. EUS vs MRCP for detection
of Choledocholithiasis. the American Society for Gastrointestinal Endoscopy
2006;Vol.64,No.2:248-254.
3. Hadi Sujono. GASTROENTERONOLOGI. Bandung : Penerbit P.T. Alumni.
1999.p.778-781
4. Lesmana Laurentius A. Penyakit Batu Empedu. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Keempat - Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.p.479-481.
5.
31
2008
[Cited
16/4/2016].
Available
from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/00274.htm
6. Ekayuda Iwan. RADIOLOGI DIAGNOSTIK EDISI KEDUA. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p.279;465-466.
7. Hartanto Huriawati, Susi Natalia, Wulansari Pita, Mahanani DA,editors.
PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.p.502-503.
8. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika W, Setiowulan
Wiwiek,editors. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi Ketiga Jilid
Pertama. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001.p.510.
9. Gailard Frank. Choledocholithiasis. [Cited 16/4/2016]. Available from :
http://radiopaedia.org/articles/choledocholithiasis
10. Azman L, Aliabadi Piran, Holman Leonard B. Choledocholithiasis. The
BrighamRAD Teaching Case Database [ Serial online in the internet ].
November,1995
(Cited
16/4/2016).
Available
from
http://brighamrad.harvard.edu/Cases/bwh/hcache/99/full.html.
11. Chris. Types of Gallstones Cholesterol, Pigment and Mixed. Current Health
Articles, Liver and Gallbladder [ serial online on the internet ]. [Cited 16/4/2016]
Available from : http://www.healthhype.com/types-of-gallstones-cholesterolpigment-and-mixed.html
12. Conder G., Rendle J., Kidd S., Misra R.R. A-Z of Abdominal Radiology.
London : Cambridge University Press. 2009.p.57-63
32
Nicholas.
Percutaneous
Transhepatic
Cholangiography
(PTC).
Radiography of the Biliary System [Serial online on the internet]. 2007 [Cited
16/4/2016]. Available from : http://www.ceessentials.net/article41.html
17. Joe Dr. Common Bile Duct Stone (Choledocholithiasis, Cholangitis, Obstructive
Jaundice) [serial on the internet]. [Cited 16/4/2016]. Available from :
http://www.virtualmedicalcentre.com/diseases.asp?did=191&title=Common-BileDuct-Stone-(Choledocholithiasis,-Cholangitis,-Obstructive-Jaundice)
18. Gianawati Indah, Sulaiman Ali, Lesmana LA, Lalisang Toar JM, Abdullah Arman
A. Diagnostic Approach and Treatment of Choledocholithiasis. The Indonesian
Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy;Vol.5,Number
2. 2004;71-75Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam:
Harrisons Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.
19. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC, 1996. 394
33