itu, kita mempunyai suatu nilai rujukan untuk desakan vena sentral yakni
berkisar 5mmHg. Kami mengatur desakan vena sentral melalui memanipulasi
preload mengunakan cairan, farmakologi dengan nitroglycerin sebagai
venodilator untuk mengontrol desakan vena sentral tersebut. Kami pasangkan
ujung kateter tepat di atas jantung dan bukan pada jantung. Rumus yang dapat
digunakan dalam memperkirakannilai jugular yang tepat ialah (TB/10)-2cm =
target kedalaman insersi.
Manajemen Anestesi Intra-operatif :
Kita pertahankan anestesi menggunakan isofluran dalam campuran oksigen dan
udara dan titrasikan mendekati sebelum berakhirnya operasi untuk mencapai
analgesi kontrol pada pasien dan analgesi post operatif. Kami pun berkoordinasi
dengan ahli bedah dan menggunakan obat golongan narkotika yang sama untuk
kontrol analgesi postoperatif pada pasien sejak sebelum meninggalkan ruang
operasi. Kita tetap membuat pasien lumpuh secara kimiawi selama operasi,
memonitor fungsi neuromuskular melalui monitor kedutan pada saraf ulnaris.
Cairan intravena juga diberikan melalui vena terbesar, 14-g, dipasangkan
melalui penghangat untuk menjaga temperatur tubuh pasien. Kita menggunakan
pemanasan udara pada bagian tubuh yang terekspose. Sebagai persiapan
perdarahan masif, kita telah mempersiapkan sistem infus cepat pada kepala
tempat tidur tetapi tidak tersambung ke pasien. Pasien juga dipasangkan pipa
orogaster untuk dekompresi lambung. Kami juga menggunakan antibiotik
profilaksis untuk infeksi pada luka pembedahan yang diberikan 60 menit
sebelum insisi untuk meyakinkan efisiensi obat.
Intra-Operatif :
Saat ahli bedah melakukan reseksi parenkim hepar, alarm capnograph akan aktif
dan dapat kita amati penurunan pada ETCO2 38-30 mmHg. Tekanan arteri rerata
juga menurun sebesar 16 mmHg dari 92 ke 76. Tetapi, CVP meningkat 4-7
mmHg.
Apa yang terjadi? Pada titik ini sudah ada sekitar 1200 mL kehilangan darah,
dapat kita lakukan resusitasi cairan sementara menunggu proses proses
pencucian dan reinfuse darah dan ahli bedah yang mulai mereseksi hepar.
Kondisi hipotensi memungkinkan masuknya udara ke vena cava inferior melalui
situs bedah. udara perjalanan ke jantung dan kemudian sirkulasi paru-paru. Di
paru-paru udara menjadi emboli yang dapat membuat beberapa vasokonstriksi
(yang menyebabkan kenaikan desakan vena sentral) dan juga ruang kosong
yang dapat mengganggu aliran darah. Kadar co2 yang expirasi pun menurun.
Kami mengingatkan ahli bedah akan kemungkinan kehilangan darah pada
pasien sementara kami mengelola tambahan cairan untuk menaikkan tekanan
vena hepatis. Kami mendukung fungsi jantung dengan efedrin, dan gas oksigen
inspirasi 100%. Kondisi ini hanya berlangsung satu atau dua menit.
Pada kondisi ini, akan mencegah masuknya udara pada sirkulasi lebih lanjut.
Menaikkan oksigen inspirasi agar resorpsi udara (nitrogen) pada pembuluh
darah pulmoner. Tindakan ini memerlukan pengawasan yang ketat pada monitor
monitor tanda vital untuk mencegah perburukan kondisi pasien yang progresif.
Rekondisi :
Setelah fasia perut mulai di jahit, kami membalikkan pelumpuh dan
memungkinkan pasien untuk melanjutkan ventilasi spontan dengan beberapa
dukungan tekanan diprogramkan pada ventilator. Karena estimasi perdarahan
total adalah kurang dari 1500 mL dan 2 unit saver sel (kira-kira setara dengan
kehilangan darah 1000ml) dikembalikan kepada pasien. Pernafasan 22x/menit
mengarahkan kita untuk dapat menambahkan hydromorphone. Saat kulit telah
terjahit, laju pernafasan dapat menjadi 14x/menit dan tekanan darah 100/65
mmHg, menunjukkan analgesia yang cukup. Dengan pemberhentian isoflurane
dari sirkuit dan 5 menit kemudian pasien akan mulai berespon untuk membuka
matanya dan memenuhi kriteria ekstubasi. Hisap lendir melalui orogastric tube
dan kempeskan cuff dan tarik perlahan untuk mengeluarkannya. Pindahkan
pasien ke ICU dengan oksigen transport. Disana akan dimonitor pendarahan
pada pasien. Perlu di konsultasikan ke radiologi untuk memverifikasi posisi yang
tepat dari pusat kateter vena (ujung kateter diatas dari cabang utama bronkus
kanan) dan menyingkirkan resiko pneumotoraks iatrogenik. setelah memberikan
laporan lengkap kepada tim perawatan ICU, kita meninggalkan dapat
meninggalkan pasien pada perawatan ICU.
Pentingnya serah-terima pasien tidak dapat terlewatkan terutama pada pasien
kondisi kritis. Dengan perekam tanda vital modern yang terkomputerisasi kita
dapat memantau gambaran x-ray dada dan hasil laboratorium bahkan setelah
serah-terima pasien. Kondisi medis pasien merupakan tanggung jawab dokter.
Perawatan pasca-anestesi :
Setelah meninggalkan ICU, pasien akan menyampaikan keluhan nya kepada
perawat ICU biasanya mengenai gangguan sensasi ingin berkemih. Kita dapat
meluruskan kateter urin untuk sehingga urin akan berjalan ke kantong
penampung urin.
Sensasi ingin berkemih ini biasanya muncul karena ada nya hambatan udara
pada kateter urin yang menyebabkan distensi kandung kemih.