Anda di halaman 1dari 5

RESEKSI HEPAR PADA ANESTESI UMUM

T.Y. Euliano, J.S. Graventein, N. Gravenstein. D.Gravenstein.


POIN PEMBELAJARAN
1. Tata laksana pada perdarahan intraoperatif dan emboli udara pada
vena
2. Memantau dan akses pembuluh darah sebagai antisipasi perdarahan
mayor
3. Tatalaksana nyeri post operatif pada pasien koagulopati
Seorang wanita 35 tahun direncanakan untuk dilakukan hepatektomi parsial
kanan (posterior) untuk menghilangkan malformasi arteri-vena yang menjadi
dasar perdarahan intrahepatik sehingga menyebabkan nyeri abdomen dan
potensi ruptur abdomen pada pasien.
Operasi ini memakan waktu 4-6 jam dan beresiko untuk kehilangan
(perkiraan 1,5 Liter) dan juga potensi koagulopati. Hepar dapat di reseksi
menggunakan tehnik laparoskopi ataupun pada umumnya dilakukan prosedur
pembukaan (laparotomi abdomen atas). Lobus hepar dextra menggantung
sebagian pada vena cava inferior dan memiliki vena besar yang mengalir ke
vena cava inferior. Lobus tersebut mendapatkan suplai darah cabang vena porta
dan untuk bagian yang lebih rendah mendapatkan suplai dari arteri hepatika
kanan. Walaupun arteri hepatik hanya menyuplai sedikit darah, arteri ini yang
mengoksigenasi kebutuhan oksigen mayor pada hepar.
Riwayat penderita :
Malformasi arteri-vena pada pasien ini telah ada sejak beberapa tahun yang juga
telah menyebabkan gejala dan ukuran nya yang kian membesar, sehingga
pasien ini di indikasikan untuk dilakukan reseksi hepar.
Untungnya hepar merupakan organ yang dapat teregenerasi. seperti ekor
salamander yang dapat menumbuhkan ekornya-. Sehingga tindakan operasi ini
seharusnya dapat mengatasi masalah dan tanpa konskuensi jangka panjang.
Ulasan sistem :
kondisi kesehatan yang baik, riwayat opname 3 tahun lalu persalinan yang
lancar tanpa kendala ber arti. Toleransi aktifitas fisik yang baik. Tidak ada
riwayat alergi obat. Bersedia menerima transfusi darah. Pada sebagian besar
pasien yang direncanakan untuk dilakukan pembedahan, khususnya untuk
pasien yang membutuhkan transfusi darah.
Perlu dipastikan apakah pasien bersedia untuk menerima trasfusi . bagi pasien
yang tidak bersedia untuk trasfusi, maka perlu dipertanyakan lebih lanjut opsi
lain untuk mengatasi resiko kehilangan darah.
Pengobatan :

Multivitamin sebagai ekstra.


Pemeriksaan Fisis :
Wanita tenang tanpa distres, BB 74kg TB 162cm. Tekanan darah 112/60mmHg,
tetapi menurut pasien tekanan darah saat kontrol di rumah berkisar 88/60. Nadi
74x/menit.Pernafasan 16x/menit.
Jalan Nafas:
Mallampati I
Cardiovascular :
Bunyi Jantung 1, Bunyi Jantung 2, tanpa Bunyi jantung 3, 4 dan murmur.
Pernafasan:
Bunyi Pernafasan bersih di kedua lapangan paru. Vena perifer nampak.
BMI 28kg/m2. Pasien ini berat badan berlebih namun tidak obese (BMI>30).
Wanita ini nampak seperti wanita sehat pada umumnya. Dengan informasi medis
tekanan darah yang rendah pada pasien ini, kita perlu menyesuaikan kisaran
target saat dibawah pengatuh anestesi.perlu diyakinkan kembali jalur pernafasan
pasien dan tidak adanya kesulitan berarti dalam pemasangan endotracheal tube.
Penilaian Preoperatif:
Hgb 11g/dl, Hct 33% , Plt 195.000/microL, K 3.8mEq/L. Lainnya dalam batas
normal. PT 13,5 APTT 32 INR 1.1. test kehamilan sample urin negatif.
Kami rutin memeriksa hematokrit dan hemoglobin pada wanita premenopause
karena rentan anemia. Dari informasi ini dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan operasi dan potensi kehilangan darah yang signifikan. Penurunan
hematokrit pada pasien ini dapat di toleransikan kisaran 20 ataupun lebih rendah
dan juga penilain pre operatif reseksi hepar dengan anestesi umum.
Hematokrit sebagai tolak ukur kehilangan darah (penjelasan pada Chapter 3) .
Estimasi volume darah pada pasien ini ialah :
60ml/kg x 74kg = 4440ml. Setiap 10% dari estimasi volume darah yang
hilang dan tergantikan oleh cairan intravena, kita mengasumsikan penurunan
hematocrit 10%. Kami menghitung jumlah trombosit dan status koagulasi untuk
memastikan hemostatik pasien ini tetap efektif. Operasi besar ini akan
meninggalkan tepi hepar yang tersisa tidak rata dan bergumpal gumpal. Hal ini
juga dapat menjadi masalah apabila kecurigaan klinis akan gumpalan gumpalan
tersebut meningkat. Kecuali apabila telah menstruasi pada minggu minggu
terakhir. Kami meyakini adanya penurunan kualitas kehamilan pada wanita usia
subur.
Persiapan Anestesi :

Kami merencanakan menggunakan anestesi umum dan anestesi intravena


sebagai kontrol pereda nyeri post operatif. Pada pre-operatif kami menawarkan
pada pasien block epidural post operatif, kemudian titrasi midazolam untuk
menghilangkan cemas.
Kami tidak dapat menawarkan pemasangan kateter epidural pre operatif untuk
analgesi post operatif karena perlu diperhatikan kemungkinan gangguan
koagulopati selama jalannya operasi yang dapat mengakibatkan epidural
hematom kita perlu menjepit pembuluh darah selama pemasangan kateter. Kita
jelaskan pada pasien dan tawarkan epidural sebagai pilihan post operatif dan
selayaknya kontrol anastesi pada pasien tidak adekuat dan koagulasi kembali
normal. Setelah diskusi ini kita dapat memulai sedasi. Karena operasi ini bukan
kasus kanker ataupun infeksi yang direncanakan untuk di gunakan selama
operasi yang kemudian akan di proses dan di infuskan kembali. Tindakan ini
memerlukan perencanaan lebih lanjut menggunakan alat khusus. Kami juga
memastikan ketersediaan 4 unit PRC yang cocok dengan pasien.
Induksi Anestesi :
Setelah pengecekan dan prosedur rutin telah dilakukan, induksi anestesi dapat
dimulai (tentunya setelah preoksigenasi) menggunakan propofol dan atau
vecuronium. Kita intubasi pasien menggunakan endotracheal tube khusus. yang
terdiri dari lumen terpisah untuk aspirasi sekret tepat dibawah cuff endotracheal
tube dan di bawah pita suara. Setelah kita dapatkan posisi jalan nafas yang
sesuai, kita pasangkan kateter 20-g pada arteri radialis dengan tehnik aseptik
dan kateter intravena 14-g pada antecubital kiri. Lalu kita pasangkan double
lumen 7.5F 15 cm pada kateter Internal Jugular kanan yang di arahkan dengan
USG dan menggunakan tehnik steril. Fiksasi pada kedalaman 14 cm.
Kita gunakan propofol karena ditoleransikan lebih baik dan dapat membantu
mengurangi mual (dibandingkan dengan natrium thiopental) pada wanita muda
yang dengan gangguan intra abdomen. Untuk blokade neuromuskular,
penggunaan vecuronium tidak mempengaruhi onset dan durasi obat dan juga
lebih murah dibandingkan dengan obat lain. Oleh karena peningkatan resiko
intubasi yang berkepanjangan selama operasi, kita gunakan endotracheal tube
khusus. Penghisapan lendir yang sering pada trakea antara pita suara dan cuf
endotracheal tube mengurangi insiden pneumonia akibat penggunaan ventilator.
Kateter arteri membantu untuk pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
laboratorium dan hasil dapat digunakan sebagai alat penanda untuk mencegah
terjadinya perdarahan pembuluh darah besar yang dapat mengganggu pengisian
jantung seperti vena cava inferior sehingga dapat di kompresi selama prosedur
berlangsung. Kateter vena sentral dapat membantu manajemen cairan tubuh
dan juga membantu operator dalam pembedahan karena hepar mengandung
darah vena yang langsung terhubung dengan vena cava inferior. Apabila
desakan vena sentral meninggi maka dapat dipastikan bekas sayatan pada insisi
hepar akan kembali berdarah. Begitupun sebaliknya, apabila desakan vena
sentral yang rendah, maka ditakutkan bahwa udara dapat masuk dalam sirkulasi
melalui bekas luka sayatan tersebut, gangguan fungsi jantung, dsb. Oleh karena

itu, kita mempunyai suatu nilai rujukan untuk desakan vena sentral yakni
berkisar 5mmHg. Kami mengatur desakan vena sentral melalui memanipulasi
preload mengunakan cairan, farmakologi dengan nitroglycerin sebagai
venodilator untuk mengontrol desakan vena sentral tersebut. Kami pasangkan
ujung kateter tepat di atas jantung dan bukan pada jantung. Rumus yang dapat
digunakan dalam memperkirakannilai jugular yang tepat ialah (TB/10)-2cm =
target kedalaman insersi.
Manajemen Anestesi Intra-operatif :
Kita pertahankan anestesi menggunakan isofluran dalam campuran oksigen dan
udara dan titrasikan mendekati sebelum berakhirnya operasi untuk mencapai
analgesi kontrol pada pasien dan analgesi post operatif. Kami pun berkoordinasi
dengan ahli bedah dan menggunakan obat golongan narkotika yang sama untuk
kontrol analgesi postoperatif pada pasien sejak sebelum meninggalkan ruang
operasi. Kita tetap membuat pasien lumpuh secara kimiawi selama operasi,
memonitor fungsi neuromuskular melalui monitor kedutan pada saraf ulnaris.
Cairan intravena juga diberikan melalui vena terbesar, 14-g, dipasangkan
melalui penghangat untuk menjaga temperatur tubuh pasien. Kita menggunakan
pemanasan udara pada bagian tubuh yang terekspose. Sebagai persiapan
perdarahan masif, kita telah mempersiapkan sistem infus cepat pada kepala
tempat tidur tetapi tidak tersambung ke pasien. Pasien juga dipasangkan pipa
orogaster untuk dekompresi lambung. Kami juga menggunakan antibiotik
profilaksis untuk infeksi pada luka pembedahan yang diberikan 60 menit
sebelum insisi untuk meyakinkan efisiensi obat.
Intra-Operatif :
Saat ahli bedah melakukan reseksi parenkim hepar, alarm capnograph akan aktif
dan dapat kita amati penurunan pada ETCO2 38-30 mmHg. Tekanan arteri rerata
juga menurun sebesar 16 mmHg dari 92 ke 76. Tetapi, CVP meningkat 4-7
mmHg.
Apa yang terjadi? Pada titik ini sudah ada sekitar 1200 mL kehilangan darah,
dapat kita lakukan resusitasi cairan sementara menunggu proses proses
pencucian dan reinfuse darah dan ahli bedah yang mulai mereseksi hepar.
Kondisi hipotensi memungkinkan masuknya udara ke vena cava inferior melalui
situs bedah. udara perjalanan ke jantung dan kemudian sirkulasi paru-paru. Di
paru-paru udara menjadi emboli yang dapat membuat beberapa vasokonstriksi
(yang menyebabkan kenaikan desakan vena sentral) dan juga ruang kosong
yang dapat mengganggu aliran darah. Kadar co2 yang expirasi pun menurun.
Kami mengingatkan ahli bedah akan kemungkinan kehilangan darah pada
pasien sementara kami mengelola tambahan cairan untuk menaikkan tekanan
vena hepatis. Kami mendukung fungsi jantung dengan efedrin, dan gas oksigen
inspirasi 100%. Kondisi ini hanya berlangsung satu atau dua menit.
Pada kondisi ini, akan mencegah masuknya udara pada sirkulasi lebih lanjut.
Menaikkan oksigen inspirasi agar resorpsi udara (nitrogen) pada pembuluh

darah pulmoner. Tindakan ini memerlukan pengawasan yang ketat pada monitor
monitor tanda vital untuk mencegah perburukan kondisi pasien yang progresif.
Rekondisi :
Setelah fasia perut mulai di jahit, kami membalikkan pelumpuh dan
memungkinkan pasien untuk melanjutkan ventilasi spontan dengan beberapa
dukungan tekanan diprogramkan pada ventilator. Karena estimasi perdarahan
total adalah kurang dari 1500 mL dan 2 unit saver sel (kira-kira setara dengan
kehilangan darah 1000ml) dikembalikan kepada pasien. Pernafasan 22x/menit
mengarahkan kita untuk dapat menambahkan hydromorphone. Saat kulit telah
terjahit, laju pernafasan dapat menjadi 14x/menit dan tekanan darah 100/65
mmHg, menunjukkan analgesia yang cukup. Dengan pemberhentian isoflurane
dari sirkuit dan 5 menit kemudian pasien akan mulai berespon untuk membuka
matanya dan memenuhi kriteria ekstubasi. Hisap lendir melalui orogastric tube
dan kempeskan cuff dan tarik perlahan untuk mengeluarkannya. Pindahkan
pasien ke ICU dengan oksigen transport. Disana akan dimonitor pendarahan
pada pasien. Perlu di konsultasikan ke radiologi untuk memverifikasi posisi yang
tepat dari pusat kateter vena (ujung kateter diatas dari cabang utama bronkus
kanan) dan menyingkirkan resiko pneumotoraks iatrogenik. setelah memberikan
laporan lengkap kepada tim perawatan ICU, kita meninggalkan dapat
meninggalkan pasien pada perawatan ICU.
Pentingnya serah-terima pasien tidak dapat terlewatkan terutama pada pasien
kondisi kritis. Dengan perekam tanda vital modern yang terkomputerisasi kita
dapat memantau gambaran x-ray dada dan hasil laboratorium bahkan setelah
serah-terima pasien. Kondisi medis pasien merupakan tanggung jawab dokter.
Perawatan pasca-anestesi :
Setelah meninggalkan ICU, pasien akan menyampaikan keluhan nya kepada
perawat ICU biasanya mengenai gangguan sensasi ingin berkemih. Kita dapat
meluruskan kateter urin untuk sehingga urin akan berjalan ke kantong
penampung urin.
Sensasi ingin berkemih ini biasanya muncul karena ada nya hambatan udara
pada kateter urin yang menyebabkan distensi kandung kemih.

Anda mungkin juga menyukai