Disusun Oleh:
M. OZZA ALHUDA EUSMAN 1815133
ADRA TAUFIQAH 1815163
HANAN AULALIA 1815164
IMAM GODLY ALAM 1815157
ELISABETH D. P. SINAGA 1815132
Pembimbing:
dr. Selonan Susang Obeng, Sp.B – KBD, FinaCS
1
DAFTAR ISI
JUDUL ................................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
KASUS ............................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 19
BAB II LANDASAN TEORI
Anatomi................................................................................................................. 21
Fisiologi ................................................................................................................ 22
Cholelithiasis......................................................................................................... 23
Definisi ...................................................................................................... 23
Etiologi ...................................................................................................... 23
Epidemiologi ............................................................................................. 24
Patogenesis dan Patofisiologi ................................................................... 25
Manifestasi Klinis ..................................................................................... 26
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................ 27
Penatalaksanaan ........................................................................................ 27
Pencegahan ............................................................................................... 31
Komplikasi ................................................................................................ 31
Prognosis ................................................................................................... 32
BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 34
2
IDENTITAS UMUM
3
Anamnesis (8 April 2019)
Pasien datang ke poli spesialis bedah dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
menjalar ke punggung dan terasa seperti sakit maag. Keluhan ini sudah dirasakan selama
setahun dan menurut pengakuan pasien nyeri perut sudah terjadi 5x dalam setahun terakhir.
Nyeri dirasakan memberat pada 18 hari yang lalu, kemudian 2 hari setelahnya, kulit dan mata
pasien mulai menguning. Keluhan juga disertai dengan gatal di seluruh tubuh yang sangat
mengganggu sehingga pasien tidak bisa tidur. Episode gatal diawali dengan meriang dan
tidak enak badan.
Pasien juga mengeluh terjadi penurunan berat badan sebanyak 6 kg dalam 18 hari
karena nyeri perutnya sehingga pasien tidak mau makan goreng-gorengan dan hanya makan
makanan yang direbus saja. Pasien sering mual dan muntah. BAB berwarna putih pucat dan
BAK berwarna seperti teh.
Nyeri perut kanan bawah, sudah mengalami 5x serangan dalam setahun, Hipertensi (-
), penyakit jantung (-), asma (-), kencing manis (-).
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dan memiliki
riwayat keganasan.
• Riwayat Kebiasaan :
4
PEMERIKSAAN FISIK
8 April 2019
• Keadaan Umum
• Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4M6V5)
• Kesan sakit : Sakit Sedang
• BB/TB : 69 kg/164 cm
• BMI : 25,65 kg/mm2
• Tanda Vital :
• TD : 100/80 mmHg
• Nadi : 80 x/menit
• Respirasi : 20 x/menit
• Suhu : 36o C
• Saturasi O2 : 95 %
• Kepala :
• Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
• Mulut: normal
• Leher : KGB tidak teraba membesar
• Thorax :
• Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris kanan = kiri
• Auskultasi: VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-, Cor BJ murni, regular, murmur (-)
• Palpasi : Dalam batas normal
• Perkusi : sonor +/+
• Abdomen :
• Inspeksi : Datar
• Auskultasi : Bising Usus (+)
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : soepel, nyeri tekan (-)
• Kulit: ikterik (+), turgor kembali cepat
• Ekstremitas :
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
USG Abdomen (1 April 2018)
Kesan:
Kesan:
• Liver: Saluran empedu sedikit melebar
• Gall bladder: besar dan bentuk normal, dinding rata, tidak menebal. Intraluminal tampak
beberapa batu diameter ± 7-10mm. Perigallbladder normal.
• Common Bile Duct: melebar ± 9mm, intraluminal tampak batu berdiameter ± 9mm
7
Foto Polos Thorax (1 April 2019)
Kesan :
Tidak tampak TB paru aktif. Tidak tampak pneumonia, Cor dalam batas normal.
8
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis sebelum operasi:
LAPORAN OPERASI
Dilakukan operasi pada:
• Ny. Iis Farida hari Selasa, 9 April 2019 pukul 10.20 WIB s.d 11.55 WIB
Temuan Operasi:
• Batu kolesterol multiple (6 buah)
Tindakan Operasi:
• Open adhesiolysis gall bladder
• Cholecystectomy
• Common bile duct evacuation (CBDE): evakuasi batu dan gall bladder
• Intra-Operative Cholangiogram (IOC): Kontras lancar ke duodenum
• Pemasangan drain silicone
Kehilangan darah : (-)
Komplikasi operasi : (-)
9
DIAGNOSIS PASCA BEDAH
• Diagnosis pasca operasi : Ikterus Obstruktif e.c Batu CBD Multipel dengan Cholecystitis
Kronis e.c Batu Multipel.
10
Intraoperative Cholangiogram (9 April 2019)
11
FOLLOW UP PASCA BEDAH
12
POD II (11 April 2019)
• S: Nyeri perut bekas operasi (skala nyeri 8), kentut (-), BAB (-)
• O: Keadaan umum nyeri akut, compos mentis
TTV:
• TD: 130/90 mmHg
• N : 84x /menit
• R : 20x /menit
• S : 36.3 °C
PF: Abdomen
• Luka operasi : darah (-), pus (-), soepel, tympani, nyeri tekan minimal, BU (+)
Input:
• Oral 1050cc, Intravena 1150cc, Obat: 321cc Total: 2978cc
Output :
• Urin 1700cc, Drain: 320cc Total: 2020cc
• A : Post op Open Adhesiolysis Cholecystectomy, CBDE-IOC
• P:
• Infus RA 1L 5/5 B.Fluid 500 + Gabaxa 100
• Bactesyn 750mg IV
• Vit. K 3x1amp IV
• Metrofusin 500mg IV
• Tomit 1amp IV
• Ezomed 40mg IV
• Paracetamol IV
• Diet POD III
• Anjuran mobilisasi
13
POD III (12 April 2019)
• S: Nyeri perut bekas operasi berkurang (skala nyeri 3), kentut (-), BAB (-), kateter
urin sudah dilepas
• O: Keadaan umum cemas, compos mentis
TTV:
• TD: 120/70 mmHg
• N : 77/menit
• R : 20x /menit
• S : 36.6 °C
PF: Abdomen
• Luka operasi : darah (-), pus (-), soepel, tympani, nyeri tekan minimal, BU (+)
Input:
• Oral: 1000cc, Intravena: 1000cc, Obat: 453cc Total: 2453 cc
Output:
• Urin: 1400cc, Drain: 220cc Total: 1620 cc
• A : Post op Open Adhesiolysis Cholecystectomy, CBDE-IOC
• P:
• Infus RA 1L 5/5 B. Fluid 500cc + Gabaxa 100cc
• Diet rendah lemak
• Tomit 1amp IV
• Vit. K 3x1 amp IV
• Anjuran mobilisasi
14
POD IV (13 April 2019)
• S: Nyeri perut bekas operasi berkurang (skala nyeri 3), nyeri di tempat pemasangan
drain, kentut (+), BAB (-)
• O: Keadaan umum tenang, compos mentis
TTV
Input:
Output :
• H/I Cholangiography
• Cefspan 2x200mg PO
• Glutrop 3x1 PO
• Vipalbumin 2x1sct PO
• Bactesyn 750mg IV
15
POD V (14 April 2019)
• S: kateter sudah dilepas, sudah bisa kentut, nyeri di tempat pemasangan drain
• O: Keadaan umum tenang, compos mentis
TTV
Input:
Output:
• Drain silicone 20 cc
• Cefspan
• Glutrop
• Vipalbumin
16
Hasil Pemeriksaan Histopatologi
Makroskopis: Kandung empedu kecoklatan menjadi 2 bagian, panjang 2 cm, lebar 2-4
cm, dan tebal dinding 0,5 cm
Mikroskopis: Dinding kandung empedu dengan mukosa sebagian ulseratif, stroma
sembab, vascular bersebukan sel-sel radang
Kesimpulan: CHOLECYSTITIS AKUTA (PADA CHOLELITHIASIS)
Kesan:
17
• Tidak tampak indentasi atau filling defect
Kesimpulan:
Pasien pulang tanggal 14 April 2019, keadaan umumnya baik, masih terpasang T-tube, obat
pulang : hepamax 2x1 cap, urdahex 250mg 2x1. Kontrol sesuai perjanjian
18
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit saluran empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian saluran empedu masih terbatas (Sudoyo, 2007). Dalam “Third National Health and
Nutrition Examination Survey” (NHANES III), prevalensi cholelithiasis di Amerika Serikat
pada usia pasien 30-69 tahun adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang
progresif setelah 20 tahun. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah pada benua Afrika,
yaitu kurang dari 5% .
Insidensi cholelithiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang dewasa
dan usia lanjut. Sebagian besar cholelithiasis tidak bertanda dan bergejala. Sedangkan di
Indonesia angka kejadian cholelithiasis tidak jauh berbeda dengan angka kejadian di negara
lain di Asia Tenggara, dan sejak tahun 1980 cholelithiasis identik dengan pemeriksaan
ultrasonografi . Di negara barat 10-15% pasien dengan batu vesica fellea juga disertai batu
saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di
dalam saluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa melibatkan vesica fellea. Batu saluran
empedu primer banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien
di negara barat (Sudoyo, 2007). Tindakan kolekistektomi termasuk salah satu tindakan bedah
digestif yang paling sering dilakukan. Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris
dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan
di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% 1 2 penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus
ribu penderita ini menjalani pembedahan.
Salah satu gejala yang tampak pada cholelithiasis ialah ikterus atau jaundice. Ikterus
terbanyak mengenai usia 50-59 tahun, 29,3%. Jenis kelamin wanita lebih banyak dibanding
pria di kroasia dan disebabkan batu empedu (54.1% dari 174 orang). Kasus terbanyak
19
dikarenakan 70% karena Ca-caput pancreas, 85 berupa “gallstones”, dan 2% Ca-Kandung
empedu. Insidensi karsinoma pancreas diseluruh dunia sekitar 4-10%/100.000 penduduk per
tahun.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
21
FISIOLOGI EMPEDU
Salah satu fungsi hati adalah untuk memproduksi cairan empedu, normalnya
antara 600-1200 ml/hari. Kandung empedu (vesica fellea) berperan sebagai reservoir
empedu dan mampu menyimpan sekitar 45-50 ml cairan empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
akan mengalami proses pemekatan. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10
kali dan mengurangi volumenya 80-90%. Untuk membantu proses pemekatan cairan
empedu ini, mukosa vesica fellea mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu
sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon.
Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Cairan
ini kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan
kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke
duodenum.
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil
dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu
membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.
22
Definisi
Batu kantung empedu merupakan deposit kristal padat yang terbentuk dikandung
empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat
menimbulkan komplikasi dan dapat mengancam jiwa. Batu saluran empedu merupakan batu
pada common bile duct (CBD) yang jumlahnya satu atau lebih dari satu. Tersumbatnya aliran
empedu karena batu dapat menyebabkan ikterus atau jaundice.
Ikterus merupakan perubahan warna dari kulit, membran mukosa, dan juga mata menjadi
kuning. Ikterus diakibatkan oleh penumpukan bilirubin pada jaringan karena tersumbatnya
aliran empedu, sehingga empedu tidak mencapai saluran pencernaan (duodenum) secara
optimal. Ikterus obstruktif merupakan tipe spesifik dari ikterus, dimana gejala muncul
disebabkan oleh menyempit/”blocking” pada ductus biliaris ataupun ductus pankreatikus,
sehingga mencegah alirannya dari darah ke saluran pencernaan
Etiologi
Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni jarang terjadi, <10% dari batu saluran empedu. Biasanya batu
kolesterol terbentuk sebagai sebuah batu besar dengan permukaan yang halus. Komponen
batu sebagian besar terbentuk dari kolesterol (>70%) dan sedikit mengandung pigmen
empedu serta kalsium. Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap :
23
Batu Pigmen
Batu pigmen terdiri dari <20% kolesterol dan berwarna gelap karena mengandung calcium
bilirubinate. Batu pigmen dibedakan menjadi batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat.
Batu pigmen hitam biasanya berukuran kecil, rapuh, hitam, dan biasanya berspikula.
Terbentuk dari supersaturasi dari calcium bilirubinate, karbonat, dan fosfat, sering terjadi
sekunder dari kelainan hemolitik seperti hereditary spherocytosis, sickle cell disease, dan
orang dengan sirosis. Batu ini terbentuk di kantung empedu.
Batu pigmen coklat biasanya berukuran <1cm, berwarna kuning kecoklatan, halus, dan
kenyal. Tidak sepertu batu pigmen hitam, batu ini dapat terbentuk kantung empedu dan
saluran empedu, dan biasanya merupakan sekunder dari infeksi bakteri akibat stasis cairan
empedu. Calcium bilirubinate dan bacterial cell bodies merupakan komposisi paling banyak
yang terdapat pada batu pigmen coklat.
• Kista pankreatika
Epidemiologi
Pasien dengan batu di kantung empedu memiliki kemungkinan 6-12% terdapat batu di
saluran empedu. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia. Wanita lebih sering
daripada laki-laki, terutama wanita yang sedang hamil. Keturunan Eropa Utara, Hispanik, dan
populasi Native America juga lebih banyak ditemukan dengan kasus ini daripada orang Asia
dan Afrika-Amerika. Faktor genetik juga berpengaruh dalam kemungkinan terbentuknya
batu.
Ikterus obstruktif post-hepatic terbanyak mengenai usia 50-59 tahun, 29,3%. Jenis
kelamin wanita lebih banyak disbanding pria di kroasia dan disebabkan batu empedu (54.1%
dari 174 orang). Kasus terbanyak dikarenakan 70% karena Ca-caput pancreas, 85 berupa
“gallstones”, dan 2% Ca-Kandung empedu. Insidensi karsinoma pancreas diseluruh dunia
sekitar 4-10%/100.000 penduduk per tahun
24
Patogenesis dan Patofisilogi
Batu empedu terbentuk akibat banyak kelainan. Supersaturasi yang tidak fisiologis,
umumnya dari hipersekresi kolesterol, sangat penting untuk pembentukan batu empedu
kolesterol. Kelainan umum lainnya dari sistem hepatobiliari pada pasien batu empedu adalah
nukleasi yang dipercepat, hipotensi kandung empedu, dan akumulasi gel mucin.
Supersaturasi empedu dengan kalsium hidrogen bilirubinat, garam kalsium asam dari
bilirubin yang tidak terkonjugasi, sangat penting untuk pembentukan batu empedu pigmen.
Nukleasi dan presipitasi kalsium hidrogen bilirubinate dengan polimerisasi pigmen di
kantong empedu, bersamaan dengan pengendapan garam anorganik, kalsium karbonat dan
fosfat, menghasilkan pembentukan batu empedu pigmen hitam. Berdasarkan studi otot ex
vivo, hipotensi kandung empedu tidak mungkin terjadi pada pasien dengan batu pigmen
hitam namun selalu hadir pada pasien dengan batu kolesterol. Supersatusasi pigmen di
kantong empedu adalah hasil dari hipersekresi bilirubin konjugat dari kelainan hemolitik dan
mungkin siklus enterohepatik dari bilirubin tidak terkonjugasi pada keadaan nonhemolitik.
Yang kurang umum adalah hiposekresi garam empedu dari kelainan sisntesis pada gangguan
konstitusional dan sirosis, dan gangguan sirkulasi enterohepatik pada sindrom disfungsi
ileum. Defisiensi garam empedu menyebabkan pelarutan lengkap bilirubin tak terkonjugasi
dan kerusakan ikatan ion kalsium. Stasis dan infeksi bakteri anaerob bertanggung jawab atas
batu pigmen coklat, yang biasanya terbentuk di saluran empedu. Selain pengendapan kalsium
hidrogen bilirubinat yang tidak terpolimerisasi, ada juga endapan garam kalsium asam lemak
jenuh dan asam empedu bebas, yang keduanya merupakan hasil hidrolisis enzimatis bakteri
dari lemak empedu.
Akumulasi bilirubin dalam aliran darah dan deposisi pada kulit menyebabkan ikterus.
Ikterum konjungtiva pada umumnya merupakan tanda hiperbilirubinemia yang lebih sensitif
daripada penyakit kuning umum. Nilai bilirubin serum total biasanya 0,2-1,2 mg / dL. Ikterus
25
mungkin tidak tampak secara klinis sampai kadar paling sedikit 3 mg / dL. Bilirubin urin
biasanya tidak ada. Bila ada, hanya bilirubin terkonjugasi yang ditemukan dalam urin. Hal ini
dapat dibuktikan dengan urine berwarna gelap yang terlihat pada pasien dengan ikterus
obstruktif atau penyakit kuning akibat cedera hepatoselular. Namun, strip reagen sangat
sensitif terhadap bilirubin, mendeteksi sedikitnya 0,05 mg / dL. Dengan demikian, bilirubin
urin dapat ditemukan sebelum bilirubin serum mencapai tingkat yang cukup tinggi sehingga
menyebabkan ikterus klinis.
Kurangnya bilirubin di saluran usus menyebabkan feses berwarna pucat yang biasanya
terkait dengan obstruksi biliaris. Penyebab gatal (pruritus) berhubungan dengan obstruksi
empedu masih tidak jelas. Beberapa percaya hal itu mungkin terkait dengan akumulasi asam
empedu di kulit. Yang lain berpendapat bahwa hal itu mungkin terkait dengan pelepasan
opioid endogen.
Manifestasi klinik
- Anamnesis
• Mata, badan menjadi kuning
• Kencing berwarna pekat seperti air teh
• Badan terasa gatal (pruritus)
• Feses berwarna putih seperti dempul
• Penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas
• Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menjalar ke punggung
• Penderita tampak gelisah dan kemudian ada ikterus disertai pruritus
• Riwayat ikterus biasanya berulang
• Riwayat mual ada, perut kembung, gangguan nafsu makan disertai diare
• Dengan atau tanpa kenaikan suhu badan
- Pemeriksaan Fisik
• Ikterus pada sklera atau kulit
• Terdapat bekas garukan di badan, febris / afebril.
• Penderita tampak gelisah
• Nyeri tekan perut kanan atas
26
• hepatomegali disertai / tanpa disertai terabanya kandung empedu.
• Bila ikterus obstruksi karena tumor maka tidak ada rasa nyeri tekan. Ditemukan
“Courvoisier sign” (terabanya kantong empedu yang membesar) positif,
splenomegali, “occult blood” (biasanya ditemukan pada karsinoma ampula dan
karsinoma pankreas).
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan
penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk
mengalihkan aliran empedu tersebut.
27
Drainase interna pertama kali dilaporkan oleh Pareiras et al dan Burchart pada
tahun 1978, dan presentase munculnya kembali ikterus obstruksi setelah
dilakukan pintasan adalah 0 – 15 % tergantung dari tehnik operasi yang
digunakan.
a. Kolesistektomi
Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan
dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus.
Eksplorasi ke saluran empedu dapat menggunakan “probe”, forseps batu atau
“skoop”, selain itu kalau memungkinkan dibantu dengan alat endoskop saluran
empedu yang rigid atau fleksibel. Semua batu dibuang sebersih mungkin. Jika ada
rongga abses dibuka dan dibersihkan. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu
rekuren dengan menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara
diet rendah kolesterol menghindari penggunaan obat-obatan yang meningkatkan
kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu.
28
b. Sfingterotomi / Apilotomi
Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan
sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya. Cara ini dapat digunakan
setelah ERCP kemudian dilanjutkan dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan
sebagai “Surgical Endoscopy Treatment “ (SET).
29
Pembedahan terhadap Striktur / Stenosis
Striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem saluran empedu,
apakah itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi.
b. Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic
Treatment) setelah dilakukan ERCP.
c. Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat dilakukan
tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya dengan melakukan operasi
rekonstruksi atau operasi bilio-digestif (by-pass).
30
2. Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan pembedahan
paliatif saja yaitu terutama untuk memperbaiki drainase saluran empedu misalnya
dengan anastomosis bilo-digestif atau operasi “by-pass”.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko tinggi untuk terkena
kolelitiasis antara lain :
Komplikasi
- Acute cholangitis
- Gallstone pancreatitis
- Liver failure
- Cirrhosis hepatis
- Sepsis
- Renal failure
- Hepatic vascular injury
- Batu residif
31
Prognosis
Prognosis pasien dengan ikterus obstruktif memiliki hasil bergantung pada penyebab
terjadinya.Kurang dari setengah pasien dengan batu saluran empedu tidak memiliki gejala
yang jelas. Angka kematian pada pasien dengan batu saluran empedu adalah 0,5% dari 10%
kasus. Rekurensi terjadinya batu pada saluran empedu tergantung pada usia dan massa indeks
tubuh (≥30 kg/m2). Angka kematian juga dipengaruhi pada komplikasi yang tejadi pada
pasien, 55% kasus berakhir dengan berbagai macam komplikasi.
32
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit batu empedu (cholelithiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang penting
di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Insidensi cholelithiasis di negara barat
adalah 20% dan banyak menyerang dewasa dan usia lanjut. Prevalensi cholelithiasis lebih
rendah dari kejadian sebenarnya, sebab sekitar 90% bersifat asimtomatik. Ultrasonografi
(USG) merupakan modalitas penunjang yang murah, tidak invasif, aman dan tersedia dengan
potensi sangat akurat untuk pencitraan pada pasien suspect cholelithiasis. Pemeriksaan
ultrasonografi pada perut kanan atas merupakan suatu metode pilihan untuk mendiagnosis
cholelithiasis. Tingkat sensitivitasnya lebih dari 95% untuk mendeteksi cholelithiasis dengan
diameter 1,5 mm atau lebih.
33
DAFTAR PUSTAKA
9. Wibowo, D. S., & Paryana, W. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Bandung: Graha Ilmu
Publishing.
34