Anda di halaman 1dari 30

Nama Peserta dr.

Shinta Delia Syafitri


Nama Wahana RSUD Lubuk Sikaping
Topik Benign Prostatic Hyperplasia
Tanggal (kasus) Pasien datang ke IGD pada 30 April 2021
Nama Pasien Bp. D No. RM 0191567
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Nurweti Emida
Tempat Presentasi Aula RS PKU Muhammadiyah Temanggung
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi Seorang pria berusia 70 tahun datang dengan keluhan sulit buang air kecil
□ Tujuan Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Benign Prostat Hiperplasia
Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Bp. D No. Registrasi:
Nama Klinik Telp.
Data Utama untuk Bahan Diskusi: Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 30 April 2021. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan keluarga pasien dan berdasarkan data dari rekam medis.
1. Pada tanggal 30 April 2021, pasien mengeluh sulit untuk buang air kecil selama 1 minggu
ini, kencing terasa panas, anyang- anyangen, saat akan memulai kencing harus mengejan
(+), harus menunggu lama sampai urin keluar (+), urin pancaran lemah (+), pancaran urin
bercabang (-), urin menetes (-), terasa tidak tuntas di akhir buang air kecil (+), riwayat urin
keluar pasir/kerikil (+), urin berwarna merah (-), mual(-), muntah (-), demam (-), pusing
(-), BAB dalam batas normal.
+ 1 hari SMRS pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil sama sekali dan terasa sakit di
perut bawah. Kemudian oleh keluarganya, pasien dibawa ke UGD RSUD Lubuk Sikaping.
2. Riwayat Pengobatan: Pasien belum pernah periksa dimanapun
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
- Riwayat buang air kecil keluar pasir (+)
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
- Riwayat tekanan darah tinggi (-)
- Riwayat kencing manis (-)
4. Riwayat Keluarga:

1
- Riwayat keluarga menderita penyakit serupa disangkal.
- Riwayat penyakit keganasan pada keluarga disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan: karyawan swasta
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Tinggal bersama istri dan anaknya di rumah
milik pribadi, ventilasi kurang baik, hygiene dan sanitasi kurang baik, jarak rumah
dengan rumah tetangga dekat.
7. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): -
8. Lain-lain : -
Daftar Pustaka:
1. Rizki Amalia. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak.2007.
Available at: http://eprints.undip.ac.id/19133/1/Rizki_Amalia.pdf

2. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Available


at: http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf.

3. Surgery Department FMUI. Benign Prostate Hyperplasia .2011. Available at:


http://generalsurgery-fkui.blogspot.com/2011/12/pembesaran-prostat-jinak.

4. Octari.Tatalaksana Benign Prostatic Hyperplasia. Available at:


http://octari.wordpress.com/2014/07/12/tatalaksana-benign-prostatic-hyperplasia-bph/

5. Rahardjo D. Prostat: kelainan-kelainan jinak, diagnosis dan penanganan. Jakarta: Sub


Bagian Urologi Bagian Bedah FKUI; 1999. p.15-60.

6. AUA practice guidelines committee. AUA guideline on management of benign


prostatic hyperplasia. Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. American
Urological Association 2010.

Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Benign Prostat Hyperplasia
2. Etiologi Benign Prostat Hyperplasia
3. Tata laksana Benign Prostat Hyperplasia
4. Prognosa Benign Prostat Hyperplasia
5. Comorbid yang menyertai Benign Prostat Hyperplasia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif : Anamnesis dilakukan pada tanggal 30 April 2021, secara
autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien dan
berdasarkan data rekam medis.
Pasien mengeluh sulit untuk buang air kecil selama 1 minggu ini, kencing

2
terasa panas, anyang- anyangen, saat akan memulai kencing harus mengejan
(+), harus menunggu lama sampai urin keluar (+), urin pancaran lemah (+),
pancaran urin bercabang (-), urin menetes (-), terasa tidak tuntas di akhir buang
air kecil (+), riwayat urin keluar pasir/kerikil (+), urin berwarna merah (-),
mual (-), sesak (-), muntah (-), demam (-), pusing (-), BAB dalam batas
normal.
+ 1 hari SMRS pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil sama sekali dan
terasa sakit di perut bawah. Kemudian oleh keluarganya, pasien dibawa ke
UGD RSUD Lubuk Sikaping. Pasien didiagnosis Retensi Urin dd Suspek
Benign Prostatic Hyperplasia. Lalu pasien dirawat di ruangan bedah. Pasien
belum pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya.
 Riwayat sakit tekanan darah tinggi disangkal.
 Riwayat penyakit kencing manis disangkal.
 Riwayat penyakit keluarga: riwayat sakit serupa dikeluarga disangkal.
 Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Tinggal bersama istri dan anaknya di
rumah milik pribadi, ventilasi kurang baik, hygiene dan sanitasi kurang
baik, jarak rumah dengan rumah tetangga dekat.
2. Objektif: pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 April 2021 di IGD
a. Vital sign
 KU: tampak kesakitan
 Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5 = 15
 Visual Analog Scale (VAS) 7
 TD: 120/80 mmHg
 Frekuensi nadi: 88 x/menit
 Frekuensi nafas: 20 x /menit
 Suhu: 37,80 C
 Berat badan: 60 kg
 Tinggi badan: 155 cm
b. Pemeriksaan Sistemik
 Kulit:
Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.

3
 Kepala:
Mesosefal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Mata:
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2
mm, refleks cahaya +/+ normal, mata cekung (-/-)
 THT:
Tidak ada kelainan.
 Mulut:
Tidak sianosis, tidak kering.
 Leher :
Tidak ada kelainan.
 KGB:
Tidak teraba pembesaran KGB pada leher, axilla, dan inguinal.
 Thoraks:
Jantung dan paru dalam batas normal.
 Abdomen:
- Inspeksi : Perut datar, tampak cembung di suprapubic
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : supel, nyeri tekan (+) di suprapubic.
- Perkusi : tympani di seluruh regio.
 Punggung:
Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.
 Alat kelamin:
Dalam batas normal, tidak tampak kelainan
 Anus:
Inspeksi : Dalam batas normal, tidak tampak kelainan.
Rectal Toucher : Tonus sphinchter ani (+) cukup, ampula recti tidak
kolaps, mukosa licin, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), prostat
diameter latero-lateral + 4 cm, pemukaan rata, konsistensi kenyal, nodul
(-), sulcus medianus mendatar, polus superior tidak teraba, nyeri (-).
sarung tangan : Lendir (-), darah (-), feces (-).

4
 Ekstremitas:

Ekstremitas Superior Inferior


Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah lengkap: pada tanggal 30 April 2021
- MCV 87,6 fl (75,0-100,0 fl)
- HCT 43,2% (35-55,0%)
- MCH 28,6 pq (25,0-35,0 pq)
- MCHC 32,6 gr/dl (31,0-38,0 gr/dl)
- Gol. Darah B
- CT 4’00’’ (<6 menit Duke)
- BT 2’00’’ (<2 menit Duke)
- Glukosa 89 mg/dl (70-105 mg/dl)
- Urea 25 mg/dl (15-38 mg/dl)
- Creatinin 0,94 mg/dl (0,7-1,3 mg/dl)

2) Pemeriksaan EKG

5
Kesan: Normo sinus rhytm

3) X- Foto Thorax

Didapatkan:
- Tampak kalsifikasi tenang parakardial bilateral.
- Corakan bronchovaskuler dalam batas normal.
- Kedua diafragma licin.
- Sinus costophrenicus lancip.
- CTR < 0,56

6
- Sistema tulang dalam batas normal, tak tampak fraktur/dislokasi.
Kesan:
- Kalsifikasi tenang paracardial bilateral.
- Besar cor normal.

4) Pemeriksaan USG abdomen tanggal 1 Mei 2021.


Kesan :
- Tak tampak gambaran khas urolithiasis.
- Lesi hyperdens dinding VU, bentuk amorf, ukuran 74 x 35 x 52 mm,
suspect massa infiltrasi prostat dd jendalan darah.
- Mild hidronefrosis sinistra
- Pembesaran prostat, berat sekitar 68,5 gram ( ukuran prostat 54 x 47 x
50 mm).
- Indentasi prostat ke dinding inferior VU setebal 22 mm.
- Sonography tak tampak kelainan pada hepar, VF, ren dexra, pancreas
dan lien.

5) Pemeriksaan USG abdomen tanggal 2 Mei 2021.


Kesan :
- Tak tampak lagi gambaran jendalan darah dalam VU.
- Chronic cystitis.
- Mild hidronefrosis sinistra.
- Pembesaran prostat, berat sekitar 68,5 gram ( ukuran prostat 54 x 47 x
50 mm).
- Indentasi prostat ke dinding inferior VU setebal 22 mm.
- Sonography tak tampak kelainan pada hepar, VF, ren dexra, pancreas
dan lien.

6) Pemeriksaan Patologi Anatomi kelenjar prostat


Organ : operasi prostatektomi (kelenjar prostat).
Diagnosa klinis : BPH dan prostatitis.

7
Makroskopis : Jaringan bentuk tidak teratur berukuran 6 x 6 x 3 cm,
berwarna coklat kesan berkapsul, kenyal, sebagian cetak.
Mikroskopik : Sediaan menunjukkan jaringan prostat dengan hiperplasi
kelenjar, umumnya papilar. Sebagian kelenjar dilatasi
sampai kistik. Lumen sebagian berisi massa corpora
amilacea. Stroma fibromuskular proliferasi dengan cukup
banyak sebukan sel radang, limfosit dominan. Tidak
didapatkan tanda ganas dan tanda khas.
Kesimpulan : Operasi prostatectomy (kelenjar prostat) : Hyperplasia
nodular kelenjar dengan prostatitis kronis.

3. Assessment (penalaran klinis):


Penegakan diagnosis benign prostat hiperplasia dapat dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
 Dari anamnesis ditemukan pada tanggal 30 November 2014 pukul 09.30
pasien mengeluh sulit untuk buang air kecil selama 1 minggu ini, kencing
terasa panas, anyang- anyangen, saat akan memulai kencing harus
mengejan (+), harus menunggu lama sampai urin keluar (+), urin pancaran
lemah (+), pancaran urin bercabang (-), urin menetes (-), terasa tidak tuntas
di akhir buang air kecil (+), riwayat urin keluar pasir/kerikil (+), urin
berwarna merah (-), mual (-), sesak (-), muntah (-), demam (-), pusing (-),
BAB dalam batas normal.
 + 1 hari SMRS pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil sama sekali dan
terasa sakit di perut bawah. Kemudian oleh keluarganya, pasien dibawa ke
UGD RS PKU

 Pada pemeriksaan fisik, dimulai dengan pemeriksaan keadaan umum


pasien. Kesadaran composmentis GCS E4M6V45=15, kemudian
pemeriksaan tanda vital, didapatkan: (TD: 120/80 mmHg), (Nadi:
88x/menit), (RR:20x/menit), (Suhu: 37,8oC), BB=60 KG, TB= 155 cm.
Pada pemeriksan fisik regio abdomen hanya didapatkan nyeri tekan di
suprapubic, didapatkan cembung pada suprapubic karena pada pasien

8
belum terpasang selang kencing, tetapi pada pemeriksaaan rectal toucher
didapatkan tonus sphinchter ani (+) cukup, ampula recti tidak kolaps,
mukosa licin, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), prostat diameter latero-
lateral + 4 cm, pemukaan rata, konsistensi kenyal, nodul (-), sulcus
medianus mendatar, polus superior tidak teraba, nyeri (-). Diameter
prostat yang teraba menunjukkan tanda-tanda pembesaran prostat.

 Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah didapatkan semua


dalam batas normal. Nilai hemoglobin dan hematokrit untuk melihat
kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Dari warna merah urin
yang keluar menandakan terdapat perdarahan tetapi dari hasil pemeriksaan
hemoglobin ternyata perdarahan tersebut tidak sampai menimbulkan
anemia. Hitung trombosit dan faktor koagulasi diperlukan untuk persiapan
bedah. Nilai ureum creatinin untuk melihat penurunan fungsi ginjal atau
dehidrasi.

 Pemeriksaan USG abdomen dilakukan untuk mengetahui besar dan


volume prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai
petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, mencari kelainan lain
pada buli-buli, dan mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan
ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Pada pasien ini dilakukan dua kali
karena pada pemeriksaan USG abdomen yang pertama didapatkan lesi
hyperdens dinding VU, bentuk amorf, ukuran 74 x 35 x 52 mm, suspect
massa infiltrasi prostat dd jendalan darah. Kemudian dilakukan spooling
dan pemeriksaan ulang USG abdomen didapatkan hasil tak tampak lagi
gambaran jendalan darah dalam VU juga ditemukan chronic cystitis dan
mild hydronefrosis sinistra.

 Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya


proses malignancy pada pembesaran kelenjar prostat. Pada pasien ini hasil
pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan tidak ada tanda keganasan
dengan kesimpulan hyperplasia nodular kelenjar dengan prostatitis kronis.

9
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
ditegakkan diagnosis:

1. Benign Prostat Hyperplasia


2. Prostatitis Kronis

3. Cystitis Kronis

4. Mild Hydronephrosis Sinistra

 Penatalaksanaan benign prostatic hyperplasia tergantung derajat penyakit


yang mendasarinya. Pada pasien ini tidak dilakukan penilaian skor IPSS, akan
tetapi gejala yang ditimbulkan sudah mengganggu kualitas hidup pasien, dan
setelah dilakukan pemeriksaan penunjang memang menunjukkan adanya
pembesaran dari kelenjar prostat.

 Kemudian dilakukan persiapan operasi Trans Vesica Prostatectomy


diantaranya pemeriksaan EKG, X Foto Thorax, pemeriksaan laboratorium darah
meliputi ureum, creatinin, dan CT BT, serta konsultasi ke ahli anestesi. Diberikan
premedikasi Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 gr untuk pencegahan infeksi.
4. Plan:
Diagnosis klinis: Benign Prostatic Hyperplasia, Prostatitis Kronis,
Cystitis Kronis, Mild Hydronefrosis Sinistra
Diagnosis sosial: -
Pengobatan:
a. Promotif:
 Diberikan edukasi mengenai benign prostatic hyperplasia mulai dari
pengertian, penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan,
komplikasi dan prognosis.
b. Preventif:
 Pengendalian faktor risiko lewat diet sehat yang mengandung banyak
makanan berserat.
 Berhenti merokok

10
c. Kuratif:
 Pemilihan terapi dapat berdasarkan skor IPSS berupa watchfull waiting,
medikamentosa, atau pembedahan.
 Tatalaksana awal dilakukan pemasangan kateter urin untuk
mengeluarkan urin sementara.
 Medikamentosa :
- Antagonis adrenergik reseptor α, dapat berupa preparat non selektif:
fenoksibenzamin, preparat selektif masa kerja pendek: prazosin,
afluzosin, dan indoramin, ataupun preparat selektif dengan masa kerja
lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin.
- Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride.
- Fitofarmaka
 Di Indonesia, pembedahan Transurethral Resection of the prostate
(TURP) masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH. Akan
tetapi jika terdapat keterbatasan fasilitas rumah sakit maka dapat
dilakukan open simple prostatectomy atau Trans Vesica Prostatectomy
(TVP)
Pendidikan:
Kepada keluarga dijelaskan mengenai penyakit mulai dari pengertian,
penyebab, gejala penyakit, pencegahan, pengobatan, komplikasi dan
prognosis.
Konsultasi:
Perlu dilakukan konsultasi kepada ahli bedah dan anestesi apabila akan
dilakukan tindakan operasi.

11
TINJAUAN PUSTAKA

Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra


pars-prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya
tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik
buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS).

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli


tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.

Anatomi Prostat

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi kapsul


fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi
bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior
rektum. bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa
kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3cm, lebar paling
jauh 4 cm dengan tebal 2,5cm.

12
Gambar 1. Traktus Urinarius Pria dan Prostat

 Prostat memiliki 5 lobus:

1. lobus lateral (2buah)


2. lobus medius

3. lobus anterior

4. lobus posterior

Gambar 2. Pembagian Lobus Prostat

Mc.Neal membagi prostat dalam beberapa zona:

1. zona perifer

13
2. zona transisional

3. zona sentral

4. zona fibromuskuler anterior

5. zona periuretral

Gambar 3. Potongan sagital prostat

            Sebagian besar hiperplasia prostat terjadi di zona transisional, sedangkan


karsinoma prostat pada zona perifer. Pada potongan melintang kelenjar prostat
terdiri dari:

1. kapsul anatomis
2. jaringan stroma

3. jaringan kelenjar

14
Gambar 4. Potongan transversal prostat

            Vaskularisasi prostat berasal dari arteri vesicalis inferior, arteri


hemoroidalis media, arteri pudenda interna. Cabang-cabang arteri tersebut masuk
melalui basis prostat di vesico prostatic junction. Aliran limfe pada prostat
membentuk pleksus di peri prostat yang kemudian bersatu membentuk beberapa
pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna, iliaca
eksterna,obturatoria dan sakral. Sensorik dan motorik yang mensarafi prostat
berasal dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari
plexus sakralis.

Histologi Prostat

Prostat merupakan suatu kumpulan kelanjar yang terdiri dari 30 - 50 kelenjar


tubuloalveolar, dibentuk dari epitel bertingkat silindris atau kuboid yang
bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, menembus
prostat. Secara histologi, prostat memiliki 3 zona yang berbeda yaitu :
1.Zona sentral
2.Zona perifer
3.Zona transisional

15
ETIOLOGI
BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur
lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia
80–85 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. Beberapa teori telah
dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di
antaranya :

1. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a


reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar
prostat.
2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk
merangsang pertumbuhan epitel.

3. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel
aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak
pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan
menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

4. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di
bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth
factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan
ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Diagnosis Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat ditegakkan melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

a)      Anamnesa

 Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap. Meskipun manifestasi dan

16
beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan penderita
datang berobat, yakni adanya LUTS. Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi
dan gejala iritatif.

-    Gejala obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah, intermitensi,
miksi tidak puas, menetes setelah miksi.

-    Gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuria.

Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah International Prostatic


Symptom Score (IPSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS
dalam 3 derajat, yaitu sebagai berikut.

17
 Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang, benjolan di
pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).

 Gejala diluar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

18
b)      Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik buli-buli yang penuh dapat teraba sebagai massa kistik si
daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemeriksaan colok dubur atau Digital
Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH,
karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan
kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada
pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan tengah, simetri,
indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.

Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba
ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan

mungkin antara lobus prostat tidak simetri.

c)      Pemeriksaan Laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran
kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti
hidronefrosis menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin
berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Jika
dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).

d)     Pencitraan

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi

19
urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan USG secara Trans Rectal
Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat ,
adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk
melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari
kelainan lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi
BPH yang lama.

e)      Pemeriksaan lain

Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur:

 residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan


pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
 pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan
lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri.

Tatalaksana Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2)
medikamentosa, dan (3) terapi intervensi.

20
Pilihan Terapi pada BPH

Terapi intervensi
Observasi Medikamentosa
Pembedahan Invasif minimal

Endourologi:
TUMT
Antagonis adrenergik-
-    TURP
α
HIFU
Watchful waiting -    TUIP
Inhibitor reduktase-5α
Stent uretra
  -    TULP
Fitoterapi
TUNA
Elektrovaporisasi
 
ILC
 

 Watchful waiting

               Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi. Pilihan tanpa terapi ini
ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan
yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines masih
menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang
(IPSS 8-19). Pasien dengan keluhan sedang hingga berat (skor IPSS > 7),
pancaran urine melemah (Qmax < 12 mL/detik), dan terdapat pembesaran prostat
>30 gram tentunya tidak banyak memberikan respon terhadap watchful waiting.
Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya
diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya.

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa
tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran
urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

21
Medikamentosa

Dengan skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi.
Jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa  atau
terapi lain.

Tujuan terapi medikamentosa adalah sebagai berikut.

 mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik


 mengurangi volume prostat sebagai komponen statik.

Jenis obat yang digunakan adalah sebagai berikut.

 Antagonis adrenergik reseptor α, dapat berupa preparat non selektif:


fenoksibenzamin, preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin,
dan indoramin, ataupun preparat selektif dengan masa kerja lama:
doksazosin, terazosin, dan tamsulosin.
 Inhibitor 5 α redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride.

 Fitofarmaka

Terapi intervensi

Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat
atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Yang termasuk ablasi
jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser
prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser
coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.

Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih


merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.

Terapi Bedah Konvensional

22
Open simple prostatectomy. Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila
ukuran prostat terlalu besar, di atas 100g, atau bila disertai divertikulum atau batu
buli-buli.

Terapi Invasif Minimal

1. Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi


dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.

2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan
ukuran prostat kecil.

Terapi laser

Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang


dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation
of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy.

Terapi alat

1. Microwave hyperthermia

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau
rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

2. Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat
mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas,
sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.

3. High intensity focused ultrasound (HIFU)

Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound


dengan intensitas tinggi dan terfokus.

4. Intraurethral stent

23
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk
mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.

5. Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika


dan leher kandung kemih.

24
Open Prostatectomy with Suprapubic Approach

25
26
27
KESIMPULAN

BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Beberapa
teori yang menjadi penyebab telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi,
hormon, dan faktor perubahan usia. Faktor risiko yang dapat berpengaruh yaitu
usia, merokok, dan kurangnya konsumsi makanan yang mengandung serat.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. anamnesis yang meliputi keluhan dari gejala dan tanda
obstruksi dan iritasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan rectal toucher untuk
merasakan/meraba kelenjar prostat. Dengan pemeriksaan ini bisa diketahui
adanya pembesaran prostat, benjolan keras (menunjukkan kemungkinan kearah
kanker) dan nyeri tekan (menunjukkan adanya infeksi).
Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal
dan untuk penyaringan kanker prostat (mengukur kadar antigen spesifik prostat
atau PSA). Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika
terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostat.

Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan,


keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2)
medikamentosa, dan (3) terapi intervensi.

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap
individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak
segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi
kanker prostat. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping
yang cukup merugikan bagi penderita.

28
PORTOFOLIO

SEORANG LAKI – LAKI 70 TAHUN DENGAN BENIGN PROSTATIC


HYPERPLASIA

Disusun oleh : dr. Diajeng Annisa Hapsari

Pembimbing : dr. Wiwik Dewi

RS PKU MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

2014

29
30

Anda mungkin juga menyukai