Anda di halaman 1dari 17

Case Report Session

Siti Ubaidah Syahruddin 1010314003


Selvi Dina Safitri 1010313017

Preseptor:
dr. Ika Kurnia Febrianti, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD LUBUK BASUNG
2018
LAPORAN KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 42 tahun pada tanggal 14 Februari

2018 dengan keluhan utama nyeri ulu hati sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.

Identitas Pasien

Nama : Ny. E Status : Menikah

Jenis Kelamin : Wanita Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Umur : 42 tahun Alamat : Aut Malintang

MR : 18.63.25 Tgl masuk : 14 Februari 2018

Agama : Islam

Anamnesis

Keluhan Utama Nyeri ulu hati sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit - Nyeri ulu hati sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri

Sekarang timbul mendadak, sangat hebat dan rasa seperti

terpelintir.Nyeri tidak menjalar Pasien tidak bisa berjalan dan

bergerak seperti biasa karena sakitnya. Nafas menjadi sesak

saat terjadi nyeri ulu hati.

- Demam (+) dirasakan sejak 9 jam .sebelum masuk ke rumah

sakit. Tidak mengigil dan tidak berkeringat.

- Batuk (+) hilang timbul, kadang berdahak, tidak berdarah.

- Mual (+), muntah (+) dengan frekuensi sering. Muntahan berisi

cairan.

- Nafsu makan menurun.

- BAK : warna jenih, tidak mengeluh nyeri

- BAB : kuning, tidak mengeluh nyeri


Riwayat Penyakit - Riwayat maag (+) sejak 1 tahun yang lalu.

Dahulu - Riwayat hipertensi (-).

- Riwayat diabetes mellitus (-).

- Riwayat penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit - Riwayat maag di keluarga (+) pada anak laki pasien.

Keluarga

Riwayat Pekerjaan, - Pasien seorang ibu rumah tangga.

Sosial, Ekonomi, - Kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas, berlemak dan

Kejiwaan, dan bersantan.

Kebiasaan

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum Sakit sedang Kesadaran CMC

Tekanan Darah 100/60 mmHg Keadaan Gizi Obes

Frekuensi Nadi 92 x/menit

Frekuensi Napas 20 x/menit Edema tidak ada

Suhu 37,3 °C Anemis tidak ada

Sianosis tidak ada Ikterik tidak ada

- Kulit : tidak ada kelainan

- KGB : tidak ada pembesaran KGB

- Kepala : tidak ada kelainan, rambut tidak mudah dicabut

- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

- THT : tidak ada kelainan

- Leher : JVP 5-2 cmH2O


- Dinding dada : normochest

- Paru:

Inspeksi : simetris, pergerakan dinding dada kiri sama dengan dada kanan

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : SN vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

- Jantung:

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama reguler, bising (-),

- Abdomen:

Inspeksi

Palpasi : supel, hepar dan limpa teraba, nyeri tekan epigastrium (+), Murphy’s Sign

(+),

Perkusi : timpani,

Auskultasi : bising usus (+) normal,

- Punggung : nyeri ketok CVA (+)

- Alat kelamin : tidak diperiksa

- Ekstremitas : udem (-/-), CRT <2”


Pemeriksaan Laboratorium

14 & 15 Februari 2018

Darah Rutin Urinalisa Kuning muda agak


- Haemoglobin 12,0 g% - Warna keruh
- Leukosit 12,200/mm3 - pH 6,0
- Trombosit 202,000/mm3 - Protein (+) pos satu
- Hematokrit 36% - Reduksi -
- Bilirubin -
LED (2 Jam) 20 mm - Urobilin Normal
- Sedimen
Hitung Jenis - Eritrosit (+) 15-20/LPB
- Basofil 0 - Leukosit 0-2/LPB
- Eosinofil 0 - Silinder -
- Neutrofil Batang 4 - Kristal -
- Neutrofil Segmen 80 - Sel Epitel -
- Limfosit 11
- Monosit 5

Kesan : Leukositosis
Proteinuria
Eritrosuria
Neutrofil shift to the right

Pemeriksaan Foto Abdomen 3 Posisi


Telah dilakukan pemeriksaan abdomen 3 posisi dengan hasil sebagai berikut :

 Hepar : Bentuk dan ukuran normal, permukaan regular. Ekhostruktur parenkim


homogen. Sistem bilier dan vaskuler intrahepatik tidak melebar. Tidak tampak
nodul/SOL.Tidak tampak efusi pleura maupun asites.
 Kandung empedu : Bentuk dan ukuran normal. Dinding menebal (+/-0.6cm). Tampak
batu multipel (ukuran +/- 0.7 s/d 1.1 cm).
 Pankreas : Bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak lesi fokal /SOL. Kedua ginjal :
Bentuk dan ukuran normal, diferensiasi korteks-medulla jelas. Sistem pelviokalises
tidak melebar. Tidak tampak batu maupun lesi fokal.

Pemeriksaan USG

Telah dilakukan pemeriksaan USG Whole Abdomen dengan hasil sebagai berikut :

 Hepar : Bentuk dan ukuran normal, permukaan regular. Ekhostruktur parenkim

homogen. Sistem bilier dan vaskuler intrahepatik tidak melebar. Tidak tampak

nodul/SOL.Tidak tampak efusi pleura maupun asites

 Kandung empedu : Bentuk dan ukuran normal. Dinding menebal (+/-0.6cm). Tampak

batu multipel (ukuran +/- 0.7 s/d 1.1 cm)

 Pankreas : Bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak lesi fokal /SOL.

 Kedua ginjal : Bentuk dan ukuran normal, diferensiasi korteks-medulla jelas. Sistem

pelviokalises tidak melebar. Tidak tampak batu maupun lesi fokal.

 Aorta abdominalis : Kaliber normal, tidak tampak pembesaran kalenjar getah bening di

paraaorta dan parailiaka.

 Buli : tidak dievaluasi ec tidak terisi urin.

Kesan : Cholelithiasis multipel disertai cholesistitis


Diagnosa:

Kolesistitis

Kolelitiasis

Dispepsia

Diagnosa Banding:

ISK

Apendisitis

Terapi:

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ranitidine 1 amp (IV)

Omeprazol 1 amp/24 jam

Sukralfat 3 x CTH 2

Ceftriaxon 2x1gr

Diet lunak
BAB 2

DISKUSI

3.1 Kolelitiasis dan Kolesistitis


3.1.1 Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama
batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.1 Batu empedu bisa terbentuk di dalam
saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu
empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.2

3.1.2 Kolesistitis

Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang
umunya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu. Kasus kolesistitis ditemukan pada
sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu; sedangkan 10%
sisanya tidak. Kasus minoritas yang disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini,
biasanya berkaitan dengan pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa
berkepanjangan, dan beberapa infeksi pada penderita AIDS..2

3.2 Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu


3.2.1 Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10
cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat
tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum.
Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas
tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang
sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu
yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati.
Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.3

Gambar 3.1 Anatomi Kantong Empedu


3.2.2 Fisiologi
Fungsi Kandung empedu yaitu :
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah
cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.3

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan,


empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk
ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-
kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. Empedu disimpan dalam kandung
empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan
makanan. 3
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu
yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung
empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan
makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang
merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus
yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya
disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
3

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan


hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai
akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan. Empedu
memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin
(pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah
yang dihancurkan serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya
dibuang dari tubuh.3

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan
kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam
empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi,
sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap
kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang
disekresikan dalam feses.3

3.2.3 Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam hati
diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam
empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.3
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu
berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol
monohidrat yang padat. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang
sangat jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori
dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya.4
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran
empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin
adalah suatu produk penguraian sel darah merah
Gambar 3.2 Gambaran Sumbatan Batu Empedu

Batu empedu yang menyumbat saluran empedu juga akan membuat kandung empedu
meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah, terjadilah kekurangan oksigen
dan kematian jaringan empedu. Sedangkan pada kasus tanpa batu empedu, kolesistitis lebih
disebabkan oleh faktor keracunan empedu (endotoksin) yang membuat garam empedu tidak
dapat dikeluarkan dari kandung empedu.4

3.2.4 Faktor Resiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis dan kolesistitis, yaitu 4:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis dan kolesistitis, meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi.
Hal ini disebabkan:

- Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan


- Meningkatnya sekresi kolestrol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia
- Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat Badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/
pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang
terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan
lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu.

3.2.5 Keluhan2

Gejala yang dikeluhkan penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan bagian atas
yang menetap lebih dari 6 jam dan sering menjalar ke belikat kanan. Penderita kadang
mengalami demam, mual dan muntah. Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu
nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan pada pasien
, dapat ditemukan demam, mual, muntah dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Pada penderita
kolesistitis umumnya menunjukkan Murphy’s sign positif, dimana gerakan tangan dokter pada
kondisi di atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernafas. Pada pasien ini didapatkan hasil
pemeriksaan Murphy’s sign positif.

Gambar 3.3. Distribusi Nyeri Abdomen


3.2.6 Diagnosis

3.2.6.1 Diagnosis Kolelitiasis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang


mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. 2 Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih
dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4

3.2.6.2 Diagnosis Kolesistitis

Gejala yang dikeluhkan penderita umumnya berupa nyeri pada perut kanan bagian atas
yang menetap lebih dari 6 jam dan sering menjalar ke belikat kanan. Penderita kadang
mengalami demam, mual dan muntah. Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak begitu
nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas. Dari pemeriksaan pada pasien
, dapat ditemukan demam, mual, muntah dan nyeri tekan pada perut kanan atas. Pada penderita
kolesistitis umumnya menunjukkan Murphy’s sign positif, dimana gerakan tangan dokter pada
kondisi di atas menimbulkan rasa sakit dan sulit bernafas. Pada pasien ini didapatkan hasil
pemeriksaan Murphy’s sign positif.3

Kolesistitis Akut Kolesistitis Kronis Kolelithiasis


Nyeri Perut/epigast (+) mendadak (+) hilang timbul (+) menetap  ½
jam -1 ½ jam
Penjalaran (+) ke punggung & (-) (+)
bahu
Demam (+) Kadang Dgn/tanpa panas
Mual, Muntah (+/-) (-) (+)
Mata Kuning (+)
Murphy’s Sign (+) (+/-)
3.2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Dari pemeriksaan laboratorium, dapat ditemukan peningkatan jumlah sel darah putih (
leukositosis) dan peningkatan enzim-enzim hati (SGOT,SGPT, alkali fosfatase dan bilirubin),
namun hasil –hasil ini tidak dapat memastikan diagnosis. Pada pasien ini ditemukan
leukositosis, dan bilirubin ditemukan dalam batas normal. 4 Pemeriksaan diagnosis umumnya
dipastikan dengan pemeriksaan radiologi. Umumnya dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen atau USG. Foto polos hanya dapat memastikan ada atau tidaknya empedu.Sedangkan
USG, selain dapat memastikan ada tidaknya batu, juga dapat menilai ketebalan dinding empedu
dan carian peradangan di sekitar empedu. 2

Dari pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi didapatkan semua berada dalam batas
normal dan tidak ada bayangan opaq batu. Dari pemeriksaan USG Whole Abdomen, didapatkan
dinding kantong empedu menebal dan tampak batu multipel.4

3.2.7 Tatalaksana

Tindakan untuk kasus ini meliputi :

1. Mengistirahatkan usus dan memberikan makanan secara parenteral (lewat infus)


2. Memberikan obat penghilang rasa nyeri (analgesik) dan antiemetik (antimuntah).
3. Memberikan antibiotik.
4. Dianjurkan diet rendah lemah dan menurunkan berat badan

3.3 Dispepsia
Dispepsia merupakan istilah bagi suatu sindrom (kumpulan gejalan atau keluhan) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah,
sendawa, rasa cepat kenyang dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap
3
penderita.Keluhan dapat bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan.
2
Kasus dispepsia didunia mencapai 13-40% dari total populasi setiap tahun. Di Indonesia,
diperkirakan hampir 30% pasien yang datang ke praktek umum adalah pasien yang keluhannya
berkaitan dengan kasus dispepsia. 7

3.3.1 Faktor- faktor yang Menyebabkan Dispepsia


Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di saluran
cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan
penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran
terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu. 8.
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan bagian atas
(esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah (mengunyah dengan
mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa penuh
atau bersendawa terus.
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia, seperti minuman
beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat mengiritasi dan mengikis
permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID) misalnya aspirin,
Ibuprofen dan Naproven.
9
6. Pola makan
DAFTAR PUSTAKA

1. Sofro M, Anugoro D. 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan, D-Medika.2013


2. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid VI. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014. 529-531:989-995: 1024-1026:2309-2330
3. Guyton Ac, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. ECG. 2012. 450-600
4. Al Tubaikh J. Internal Medicine. Springer Heidelberg Dordrecht London New York.
2010. 2-13

5. Djojoningrat D, Dispepsia Fungsional. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


2009. 529-531.
6. WHO. Growth Reference Data for 5-19 Years. Diakses di
http://www.who.int/growthref. 2010.
7. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia dalam Cermin Dunia Kedokteran. KalbeMed.
2012.39:9
8. Rani AA. Buku Ajar Gastroenterologi. Interna Publishing. 2011. 246:876
9. Brunner, Suddart. Keperawatan Medikal Bedah.EGC. 2016.89690:8

Anda mungkin juga menyukai