Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS PESERTA INTERNSHIP DOKTER

INDONESIA
RSU SANTA MARIA CILACAP

HEMATEMESIS MELENA E.C SIROSIS HEPATIS DAN SUSPEK


VARISES ESOFAGUS

Oleh :
dr. Jason

1
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.SP
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Sidanegara Indah B IV/ 112 RT 03/ RW 18
No RM : 05-98-44
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 05 April 2020

Anamnesis
 Keluhan utama
Muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, muntah darah berwarna merah kehitaman, muntah sudah 3 kali, muntah berjumlah
± 1 gelas setiap kali muntah, darah pada muntah bergumpal-gumpal.
Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam sejak 1 hari yang lalu, BAB
lembek sudah 4 kali sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri pada seluruh abdomen
namun paling nyeri dirasakan pada perut sebelah kanan atas sejak 1 hari yang lalu disertai
dengan mual. Nafsu makan menurun sejak sejak 1 hari yang lalu dan badan terasa lemas.
BAK lancar, tidak nyeri dan berwarna kuning jernih. Pasien mengeluh sakit kepala sejak
1 hari yang lalu. Pasien menyangkal adanya demam, sesak nafas, batuk, seluruh badan
menjadi kuning dan gangguan tidur. Pasien juga menyangkal adanya penurunan berat
badan yang signifikan. Pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan anti
nyeri. Namun pasien mengatakan dirinya pernah menggunakan obat-obatan melalui
suntikan yang digunakannya dulu selama 1 tahun.

2
Awalnya, keluhan tersebut mulai dirasakan pasien 3 bulan yang lalu yang
kemudian dirawat di RS Santa Maria dan saat itu pasien didiagnosis sirosis hepatis.
Setelah ± 1 minggu rawatan keluhan muntah darah sudah tidak ada dan BAB sudah tidak
berwarna hitam. Namun, nafsu makan pasien menurun dan badan pasien masih terasa
lemas.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat maag (-)
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien
- Tidak ada riwayat hipertensi dan DM di keluarga

 Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien seorang perempuan dengan pekerjaan ibu rumah tangga yang pernah
menggunakan suntikan untuk obat-obatan. Pasien mengaku saat dulu pasien sering
mengkonsumsi alkohol sekitar ± setengah botol dalam satu minggu dan sudah lama
berhenti.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 116 kali/menit regular
Saturasi O2 : 98%
Suhu : 36,5 0C
Nafas : 20 kali/menit

3
Pemeriksaan Fisik Khusus
Kepala : Bentuk bulat, ukuran normocephal, rambut hitam, rambut kuat tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva kanan dan kiri anemis, sclera kanan dan kiri ikterik , pupil
isokor
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, secret tidak ada
Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB submandibula, sepanjang M.
Sternocleidomastoideus, supra dan infra clavicula.

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi :
Batas kiri jantung : 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Batas kanan jantung : Linea sternalis dextra
Batas atas jantung : Linea sternalis dextra RIC II
Auskultasi : Irama murni M1 > M2, P2 < A2, bising (-)

Paru-paru :
Inspeksi : Kiri sama dengan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : Asites (-), venektasi (-), spider nevi (-)
Palpasi : Nyeri seluruh regio abdomen (+), hepar lobus dextra teraba 2 jari di bawah
arcus costarum dan 1 jari di bawah processus xypoideus konsistensi keras
permukaan bernodul tepi tumpul dan mobile, lien tidak teraba

4
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Anggota gerak :
Fisiologis
Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Bisep + +
Trisep + +
Brachioradialis + +
Ekstremitas Bawah
Patella + +
Achilles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -

Gordon - -

Oppenheim - -

Chaddoks - -

schafer - -

 Edema : Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah (-)


 Akral : Dingin (+)
 Pulsasi arteri radialis, femoralis, poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis normal
 Sensibilitas nyeri dan raba normal

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah rutin, Hitung Jenis Leukosit, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal, Serologi tanggal
10 April 2020 :

Hb : 7,20 g/dL
Ht : 28,96%
Eritrosit : 3,28 x 106

5
Leukosit : 4.990/mm3
Trombosit : 147.000/mm3

Hitung Jenis Leukosit


Basofil : 0,00
Eosinofil : 1,00
Batang : 1,00
Segmen : 94,00
Limfosit : 3,00
Monosit : 1,00

Fungsi Hati
SGOT : 66,00 mg/dL
SGPT : 44,00 mg/Dl
Protein total : 4,67 gr/dL
Albumin : 2,95 gr/dL

Fungsi Ginjal
Ureum : 66,00 mg/dl
Creatinin : 1,24 mg/dl
Glucosa Ad Random : 106 mg%

Serologi
HbsAg : POSITIF

Diagnosis Kerja
Hematemesis Melena ec Varises Esofagus dan Sirosis Hepatis

Diagnosis Banding
- Hematemesis melena ec Gastritis Erosif
- Hematemesis melena ec Ulkus peptikum

6
- Hematemesis melena ec Ca Lambung

Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Puasa 8 jam
- O2 Non Rebreathing Mask 6 Liter Per Menit
- Pemasangan NGT (Kalau Perlu)

Terapi Farmakologis :
IVFD NS 20 tpm
Transfusi PRC 2 Kolf
Injeksi Carbazochrome 3 x 1 ampul
Injeksi Kalnex 3 x 1 ampul
Injeksi Vit K 3 x 1 amp IV
Injeksi Omeprazol 2 x 1 vial
Sucralfat syr 3 x 1C

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

7
HEMATEMESIS MELENA

Definisi

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal. Hematemesis menandakan
perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz). Melena menandakan darah telah
berada dalam saluran cerna selama minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan,
lebih mungkin terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna adalah hematochezia
yaitu buang air besar berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan darah atau anemia,
seperti sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan saluran cerna bagian bawah,
meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana transit time dalam
usus yang pendek.

Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah
sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum.

Epidemiologi

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia
adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran cerna
bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan
15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya.

Etiologi

 Traumatik
 Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
 Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-
lain.
 Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.

8
VARISES ESOFAGUS

Definisi
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati
terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus,
lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan
aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).
Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C,
atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah
tersumbatnya saluran empedu.

Epidemiologi
Frekuensi varises esofagus bervariasi dari 30% sampai 70% pada pasien dengan sirosis,
dan 9-36% pasien yang memiliki risiko tinggi varises. Varises esofagus berkembang pada pasien
dengan sirosis per tahun sebesar 5-8% tetapi varises yang cukup besar untuk menimbulkan risiko
perdarahan hanya 1-2% kasus. Sekitar 4-30% pasien dengan varises kecil akan berkembang
menjadi varises yang besar setiap tahun sehingga akan berisiko terjadinya perdarahan.
2.2.3 Etiologi
Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus adalah sebagai berikut:
1. Sirosis
Sejumlah penyakit hati dapat menyebabkan sirosis, seperti infeksi hepatitis,
penyakit hati alkoholik dan gangguan saluran empedu yang disebut sirosis bilier
primer.
2. Bekuan Darah (Trombosis)
3. Infeksi parasit. 
4. Budd-Chiari Syndrome

Patofisiologi

9
Salah satu tempat potensial untuk komunikasi antara sirkulasi splanknik intraabdomen
dan sirkulasi vena sistemik adalah melalui esofagus. Apabila aliran darah vena porta ke hati
terhambat oleh sirosis atau penyebab lain, hipertensi porta yang terjadi memicu terbentuknya
saluran pintas kolateral di tempat bertemunya sistem porta dan sistemik. Oleh karena itu, aliran
darah porta dialihkan melalui vena koroner lambung ke dalam pleksus vena subepitel dan
submukosa esofagus , kemudian kedalam vena azigos dan vena kava superior. Peningkatan
tekanan di pleksus esofagus menyebabkan pembuluh melebar dan berkelok kelok yang dikenal
sebagai varises. Pasien dengan sirosis mengalamai varises dengan laju 5%-15% per tahun,
sehingga varises terdapat pada sekitar dua pertiga dari semua pasien sirosis. Varises paling sering
berkaitan dengan sirosis alkoholik.
Ruptur varises menimbulkan pendarahan masif ke dalam lumen, serta merembesnya
darah ke dalam dinding esofagus. Varises tidak menimbulkan gejala sampai mengalami ruptur.
Pada pasien dengan sirosis hati tahap lanjut separuh kematian disebabkan oleh ruptur varises,
baik sebagai konsekuensi langsung perdarahan atau karena koma hepatikum yang dipicu oleh
perdarahan. Meskipun terbentuk, varises merupakan penyebab pada kurang dari separuh episode
hematemesis. Sisanya sebagian besar disebabkan oleh pendarahan akibat gastritis, ulkus peptik,
atau laserasi esofagus.
Faktor yang memicu ruptur varises belum jelas: erosi mukosa di atasnya yang sudah
menipis, meningkatnya tekanan pada vena yang secara progresif mengalami dilatasi, dan muntah
disertai peningkatan tekanan intraabdomen mungkin berperan. Separuh pasien juga ditemukan
mengidap karsinoma haepato selular, yang mengisyaratkan bahwa penurunan progresif cadangan
fungsional hati akibat pertumbuhan tumor meningkatkan kemungkinan ruptur varises. Setelah
terjadi, perdarahan varises mereda secara spontan hanya pada 50% kasus.

Klasifikasi Varises Esofagus

- Klasifikasi Dagradi

Menurut Dagradi, berdasarkan hasil pemeriksaan esofagoskopi dengan Eder – Hufford


esofagoskop, maka varises esofagus dapat dibagi dalam beberapa tingkatan, yaitu.

10
Tingkat 1 : Dengan diameter 2 – 3 mm, terdapat pada submukosa, boleh dikata sukar
dilihat penonjolan kedalam lumen. Hanya dapat dilihat setelah dilakukan
kompresi.

Tingkat 2 : Mempunyai diameter 2 – 3 mm, masih terdapat di submukosa, mulai


terlihat penonjolan di mukosa tanpa kompresi.

Tingkat 3 : Mempunyai diameter 3 – 4 mm, panjang, dan sudah mulai terlihat


berkelok-kelok, terlihat penonjolan sebagian dengan jelas pada mukosa
lumen.

Tingkat 4 : Dengan diameter 4 – 5 mm, terlihat panjang berkelok – kelok. Sebagian


besar dari varises terlihat nyata pada mukosa lumen.

Tingkat 5 : Mempunyai diameter lebih dari 5 mm, dengan jelas sebagian besar atau
seluruh esofagusnya terlihat penonjolan serta berkelok-keloknya varises.

Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk ikut menentukan tindakan lebih lanjut pada
hipertensi portal.

- Klasifikasi Omed

1. Besarnya

Besarnya varises esofagus dibagi dalam 4 derajat, yaitu :

 Penonjolan dalam dinding lumen yang minimal sekali

 Penonjolan kedalam lumen sampai ¼ lumen dengan pengertian bahwa esofagus


dalam keadaan relaksasi yang maksimal.

 Penonjolan kedalam lumen sampai setengahnya.

 Penonjolan kedalam lumen sampai lebih dari setengah dari lumen esofagus.

2. Bentuknya

Dibedakan 3 macam bentuk varises esofagus, yaitu :

 Sederhana (simple), ialah penonjolan mukosa yang berwarna kebiru-biruan dan


berkelok-kelok dengan atau tanpa adanya kelainan pada mukosanya.

11
 Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna merah tua
disertai tanda pembengkakan mukosa dan dengan tanda-tanda perdarahan.

 Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar karena
adanya robekan pada permukaan varises tersebut.

3. Varises dengan Stigmata (tanda-tanda perdarahan)

Ialah terdapatnya bekuan atau pigmen darah dipermukaan varises yang menandakan telah
terjadi perdarahan. Klasifikasi Omed ini belum banyak digunakan meskipun sudah lebih
baik daripada klasifikasi Dagradi atau Palmer & Brick, karena dirasakan tidak praktis.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


 Manifestasi Klinis
Perdarahan dari varices biasanya parah/berat dan bila tanpa perawatan segera,
dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices termasuk muntah darah
(muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau
"coffee grounds" dalam penampilannya, yang disebabkan oleh efek dari asam pada
darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic
(orthostatic dizziness) disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama
ketika berdiri dari suatu posisi berbaring. Gejala lain yang termasuk adalah gejala
penyakit hati kronis, yaitu :
a. Keluhan sekarang :

 Kelemahan, kelelahan, dan malaise

 Anoreksia

 Mual dan muntah

 Penurunan berat badan, biasa terjadi pada penyakit hati akut dan kronis, terutama
karena anoreksia dan berkurangnya asupan makanan, dan juga hilangnya massa
otot dan jaringan adiposa merupakan fitur mencolok pada stadium akhir penyakit
hati.

12
 Rasa tidak nyaman dan nyeri pada abdomen - Biasanya dirasakan di
hipokondrium kanan atau di bawah tulang rusuk kanan bawah (depan, samping,
atau belakang) dan di epigastrium atau hipokondrium kiri

 Ikterus atau urin berwarna gelap

 Edema dan pembengkakan perut

 Perdarahan spontan dan mudah memar

 Gejala Encephalopathic, yaitu gangguan siklus tidur-bangun, penurunan fungsi


intelektual, kehilangan memori dan, akhirnya, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi secara efektif di tingkat manapun, perubahan kepribadian, dan,
mungkin, menampilkan perilaku yang tidak pantas atau aneh.

 Kram otot - umumnya pada pasien dengan sirosis

b. Riwayat medis masa lalu :

 Riwayat ikterus menunjukkan kemungkinan hepatitis akut, gangguan


hepatobiliary, atau penyakit hati yang diinduksi obat

 Kekambuhan ikterus menunjukkan kemungkinan reaktivasi, infeksi dengan


virus lain, atau timbulnya dekompensasi hati.

 Pasien mungkin memiliki riwayat transfusi darah atau administrasi berbagai


produk darah

 Sejarah schistosomiasis di masa kanak-kanak dapat diperoleh dari pasien


yang mengalami infeksi endemik.

 Penyalahgunaan obat intravena

 Riwayat keluarga yang menderita penyakit hati turun-temurun seperti


penyakit Wilson

13
 Gaya hidup dan riwayat penyakit, seperti steatohepatitis alcohol (NASH),
diabetes militus, dan hiperlipidemia.

 Diagnosis

Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah gold standard untuk diagnosis


varises esofagus. Jika gold standard tidak tersedia, tahap diagnostik selanjutnya yang
memungkinkan adalah Doppler ultrasonography sirkulasi darah (bukan endoscopic
ultrasonography). Meskipun ini merupakan pilihan kedua yang kurang baik, tapi dapat
menunjukkan temuan varises. Alternatif lain termasuk radiografi / barium swallow pada
esofagus dan lambung, angiografi vena portal dan manometri.

Sangatlah penting untuk menilai lokasi (esofagus dan lambung) dan ukuran
varises, tanda yang mendekati, tanda akut yang pertama, atau perdarahan yang
berulang, dan (jika memungkinkan) mempertimbangkan penyebab dan tingkat
keparahan penyakit hati.

Panduan Diagnosis Varises Esofagus adalah sebagai berikut:

1. Screening esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk diagnosis varises esofagus


dan lambung direkomendasikan ketika diagnosis sirosis sudah ditegakkan.

2. Pengamatan endoskopi direkomendasikan berdasarkan level sirosis, penampakan,


dan ukuran varises. Pasien dengan compensated sirosis tanpa varises sebaiknya
melakukan pengulangan EGD setiap 2-3 tahun, pasien dengan compensated
sirosis disertai varises kecil sebaiknya melakukan pengulangan EGD setiap 1-2
tahun, sedangkan pasien dengan decompensated sirosis sebaiknya melakukan
pengulangan EGD setiap tahun.

3. Perkembangan varises gastrointestinal dapat ditentukan pada dasar klasifikasi


ukuran pada saat dilakukan EGD.

Perdarahan varises didiagnosis berdasarkan salah satu dari temuan berikut pada
endoskopi:

14
o Perdarahan aktif dari varix

o “Puting putih” disekitar varix

o Gumpalan darah sekitar varix

o Varises tanpa sumber perdarahan yang lain

Manfaat dari pemakaian Endoskopi:

 Mengetahui bagaimana keadaan bagian dalam saluran cerna (apakah ada luka, daging
tumbuh, kelainan bentuk saluran cerna, dll).

 Dapat digunakan untuk mengambil contoh jaringan bagian dalam (biopsi) guna
pemeriksaan.

Terapi

o Varises Esofagus tanpa Riwayat Pendarahan


Varises tanpa riwayat pendarahan dapat ditangani menggunakan non-selektif
beta-adrenergik bloker (misalnya, propranolol, nadolol, timolol), asalkan tidak ada
kontraindikasi menggunakan obat tersebut. Misalnya riwayat diabetes militus tipe insulin
dependent, penyakit paru obtruktif yang parah dan gagal jantung kogestif). Pemberian
beta-bloker ditentukan dari 25% penurunan detak jantung istirahat atau penurunan detak
jantung 55x per menit. Penggunaan beta- bloker menurunkan 45% risiko pendarahan
awal. Jika penderita mengalami kontraindikasi terhadap beta-bloker dapat diberikan nitrat
jangka panjang (isosorbide 5-mononitrat) sebagai alternatif. Penggunaan endoscopic
sclerotherapy atau ligasivisera dengan dikombinasikan propanolol dapat menurunkan
risiko pendarahan pada varises esofagus.

o Varises Esofagus dengan Riwayat Pendarahan

15
Pada varises dengan pendarahan hal yang harus dilakukan adalah: menilai tingkat
dan volume pendarahan, melakukan pemeriksaan tekanan darah dan denyut nadi pasien
dengan posisi terlentang dan duduk, melakukan pemeriksaan hematokrit segera,
mengukur jumlah trombosit dan protrombin time, memeriksa fungsi hati dan ginjal, dan
melakukan pengobatan darurat seperti dibawah ini.
 Segera kembalikan tekanan dan volume darah penderita yang dicurigai sirosis
dan pendarahan visera
 Lakukan transfuse darah, dilakukan dengan infuse cepat dextrose dan larutan
koloid sampai tekanan darah dan ekskresi urin normal.
 Lindungi jalan nafas dari pendarahan saluran cerna bagian atas, terutama jika
penderita tidak sadar.
 Jika memungkinkan, perbaiki factor pembekuan dengan cairan plasma dan
darah segar, dan vitamin K-1.
 Masukkan tabung nasogastrik untuk menilai keparahan pendarahan sebelum
dilakukan endoskopi.
 Pertimbangkan terapi farmakologis (octreotide atau somatostatin) dan
endoskopi segera setelah penderita pulih. Tujuannya untuk menentukan dan
mengendalikan pendarahan.

Pencegahan
Perdarahan dari varises esofagus merupakan suatu komplikasi yang bersifat letal pada
pasien sirosis hati dengan hipertensi aliran darah portal. Diperkirakan sebanyak 5-10% pasien
yang mengalami sirosis akan mengalami varises esophagus setiap tahunnya, dan sekitar 20-30%
pasien sirosis dengan varises esophagus mengalami perdarahan dari varises yang pecah/robek.
Varises esophagus dapat terbentuk saat gradien tekanan vena hepatica (Hepatic Venous
Pressure Gradient/HVPG) meningkat di atas 10 mmHg. Resiko terjadinya perdarahan pada
pasien dengan sirosis dan varises esophagus adalah bervariasi, dan sebagian besar bergantung
pada ukuran dari varises dan sebagaimana keparahan sirosis hati yang terjadi. Hingga saat ini,
metode skrining yang paling direkomendasikan untuk mendeteksi adanya varises esophagus
adalah endoskopi saluran gastrointestinal bagian atas. Pada endoskopi terlihat pembengkakan
vena esophagus kea rah lumen yang sangat rentan mengalami perdarahan.

16
Pada pasien sirosis yang tidak memiliki varises esophagus saat pemeriksaan endoskopi
pertama, perlu dilakukan evaluasi berjangka selama 2-3 tahun dengan endoskopi untuk
mendeteksi adanya perkembangan varises sebelum varises tersebut mengalami perdarahan.
Interval evaluasi berjangka tersebut akan semakin pendek apabila pada pemeriksaan endoskopi
pertama pasien telah memiliki HVPG > 10mmHg. Sekali terbentuk, varises akan terus
mengalami peningkatan ukuran, dengan median 12% per tahun. Maka dari itu, pada pasien
dengan varises berukuran kecil, pemeriksaan endoskopi harus diulang dalam jangka waktu 1-2
tahun dengan diikuti oleh primary prophylaxis.
Strategi untuk primary prophylaxis akan dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakit
dari varises, yaitu: terjadinya sirosis hati, hipertensi portal, pembentukan varises berukuran kecil,
varises berukuran sedang hingga besar, dan perdarahan variseal. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu: 1) transjugular intrahepatic portosystemic shunt; 2) nonselective -
blocker; 3) ligasi variseal endoskopi; 4) mononitrat.
Metode pertama adalah transjugular intrahepatic potosystemic shunt (TIPS), yaitu
sebuah metode yang akan membuat akses dengan vena hepatic melalui vena jugularis dan
menempatkan sebuah stent pada vena portal sehingga membentuk saluran resistansi rendah dan
memungkinkan darah untuk kembali ke sirkulasi sistemik. Namun metode ini dapat
meningkatkan resiko hepatic encephalopathy, liver failure dan komplikasi prosedural lainnya.
Saat ini, pemberian nonselective -blocker merupakan terapi utama yang
direkomendasikan sebagai primary prophylaxis perdarahan variseal pada pasien sirosis dengan
varises yang memiliki resiko perdarahan tinggi. Pada pasien dengan sirosis dan varises
esophagus dengan berbagai ukuran, nonselective -blocker dapat menurunkan resiko dari
episode perdarahan pertama sebesar 25% dalam 2 tahun. Sekali dimulai, terapi dengan -
adrenergic blocker harus terus dilakukan, karena resiko perdarahan akan kembali apabilan terapi
tidak dilanjutkan. Propanolol dimulai pada dosis 20mg sehari, sedangkan nadolol dimulai pada
dosis 40 mg sehari. Penurunan pada HVPG hingga < 12mmHg akan menghilangkan resiko
terjadinya perdarahan dan peningkatan angka harapan hidup. Namun, reduksi > 20% dari
baseline secara signifikan akan menurunkan resiko perdarahan variseal. Selain dengan
menggunakan HVPG, alternatif lain untuk mengukur tingkat efektivitas terapi beta-blocker
adalah dengan mengukur denyut nadi. Penurunan sebanyak 25% dari baseline atau denyut nadi
sebesar 55 hingga 60 denyut nadi per menit merupakan tujuan standar terapi beta-blocker.

17
Ligasi variseal endoskopis merupakan prosedur yang dapat dilakukan apabila pasien
mengalami intoleransi terhadap penggunaan beta-blocker. Prosedur ini melibatkan penggunaan
rubber band yang ditempatkan pada sekeliling varix yang diaspirasikan pada sebuah silinder
pada ujung endoskopi. Penurunan resiko perdarahan dikarenakan adanya penurunan ukuran dari
variseal, dimana 60% dari pasien mengalami eradikasi total varises dan 38% mengalami
penurunan ukuran varises.
Metode profilaksis lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan portal adalah
menggunakan vasodilator. Vasodilator menurunkan tekanan hepatica dengan cara menurunkan
resistensi pembuluh darah intrahepatika dan portokolateral. Karena penemuan itulah diketahui
bahwa nitrat (isosorbide mononitrate) dapat menurunkan tekanan portal namun tetap
mempertahankan perfusi liver. Namun karena agen tersebut tidak spesifik, maka dapat juga
menginduksi hipotensi arterial dan menimbulkan refleks splanchnic vasoconstriction. Agen
mononitrat dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien dengan intoleransi -blocker.

Prognosis
Dalam menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara Child-Pugh.

Tabel 1. Kategori sistem skor menurut cara Child-Pugh

Keterangan:
Kelas A = dengan skor kurang dari atau sama dengan 6

18
Kelas B = dengan skor 7-9, dan
Kelas C = dengan skor 10 atau lebih

Pasien dari kelas A biasanya meninggal akibat efek pendarahan. Sedangkan pasien
dengan kelas C kebanyakan akibat penyakit dasarnya predikator ketahanan hidup yang paling
sering digunakan untuk menentukan mortalitas dalam 6 minggu atau 30 hari setelah pendarahan
pertama adalah klasifikasi Child-pugh. Rata-rata angka kematian setelah pendarahan pertama
pada sebagian besar penelitian menunjukkan sekitar 50%. Angka kematian ini berhubungan erat
dengan beratnya penyakit hati. Dalam pengamatan selama 1 tahun, rata-rata angka kematian
akibat pendarahan varises berikutya adalah sebesar 5% pada pasien dengan Child kelas A, 25%
pada Child kelas B, dan 50% pada Child kelas C.
Selain itu, Vinel dan kawan-kawan menunjukkan bahwa HVPG dapat digunakan sebagai
predikator ketahanan hidup, bila diukur 2 minggu setelah pendarahan akut. Masih belum jelas,
apakah pendarah aktif pada saat pemeriksaan endoskopi dapat dipakai sebagaipredikator
terjadinya pendarahan ulangyang lebih awal. Resiko kematian menurun jika cepat mendapatkan
penanganan di rumah sakit, demikian pula resiko kematian ini menjadi konstan sekitar 6 minggu
setelah pendarahan.
Indeks hati juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien
hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya,
pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0-2), angka kematiannya antara 0-
16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat(indeks hati 3-8) angka
kematiannya 18-40%.

Pemeriksaan 0 1 2
Albumin (g %) >3.6 3.0 – 3.5 <3.0
Bilirubin (mg %) <2.0 2.0 – 3.0 >3.0

19
Gangguan kesadaran - Minimal +
Asites - Minimal +

Tabel 2. indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi
medik
Keterangan:
1. kegagalan hati ringan = indeks hati 0-3
2. kegagalan hati sedang = indeks hati 4-6
3. kegagalan hati berat = indeks hati 7-10

SIROSIS HEPATIS

Definisi

Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative.

Klasifikasi

Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hatimengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadimakronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi,mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya adadaerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular),

20
Secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Sirosis hepatis compensata


Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening.
b. Sirosis hepatis decompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas,misalnya ; ascites, edema dan ikterus.

Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakkan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis
hati dengan prevalensi 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasikan). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam.

Etiologi

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah:

1. Faktor keturunan dan malnutrisi

Waterloo (1997) berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan


protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut campara (1973) untuk

21
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.

2. Hepatitis virus

Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan
secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan
menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan
menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu
puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik.

Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar


40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebab tidak diketahui dan
termasuk bukan B dan bukan C.

3. Zat hepatotoksik

Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel
hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-
obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan
setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis
Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-
alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati.

4. Penyakit Wilson

Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan
ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea

22
yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.

5. Hemokromatosis

Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis,
yaitu :

 sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.

 kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya Sirosis Hepatis.

6. Sebab-sebab lain

 kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.

 sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis
biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.

 penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock
melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis
atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.

Penatalaksanaan

- Penatalaksanaan umum

23
Penanganan umum adalah dengan memberikan diet yang benar dengan kalori
yang cukup sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) atau bilamana
tidak ada koma hepatik dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB dan jika
terdapat retensi cairan dilakukan restriksi sodium. Jika terdapat encephalopathy hepatic
(ensefalopati hepatik), konsumsi protein diturunkan sampai 60-80 g/hari. Disarankan
mengkonsumsi suplemen vitamin. Multivitamin yang mengandung thiamine 100 mg dan 
asam folat 1 mg. Perbaiki defisiensi potasium, magnesium, dan fosfat. Transfusi sel
darah  erah (packed red cell), plasma juga diperlukan.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna
mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini adalah
katori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat
keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu
makan dan toleransi pasien terhadap pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup
mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada
asites hebat; serta mudah dicerna dan tidak merangsang. Bahan makanan yang
menimbulkan gas dihindari. Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber
lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak, seperti daging
kambing dan babi serta bahan makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang
merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.

- Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

1. Asites dan edema

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari atau 400-800 mg/hari. Restriksi cairan (800-1000 mL/hari)
disarankan pada pasien dengan hiponatremia (serum sodium <125 meq/L). Ada pasien
yang mengalami pengurangan asites hanya dengan tidur dan restriksi garam saja. Tetapi
ada juga pasien dengan retensi cairan berat atau asites berat, yang sekresi urinnya
kurang dari 10 meq/L. Pada pasien asites dan edema dapat diberikan diuretik dan
paracentesis.

24
2. Peritonitis bakterial spontan

Peritonitis bakterial spontan dapat ditandai dengan munculnya rasa sakit


abdomen, meningkatnya asites, demam, dan ensefalopati progresif pada pasien dengan
sirosis hepatis. Tetapi tanda-tandanya dapat ringan. Hasil cairan asites dari paracentesi
didapatkan jumlah sel darah putih lebih dari 500 sel/mL dengan PMN lebih dari 250/μL
dan konsentrasi protein 1 g/dL atau kurang. Hasil kultur cairan asites, 80-90%
didapatkan E coli dan pneumococci, jarang anaerob. Jika terdapat  250/μL atau lebih
dapat diberikan antibiotik intravena dengan cefotaxime 2 gram intravena setiap 8-12
jam, minimal dalam waktu 5 hari. Penurunan PMN dapat terjadi setelah pemberian
antibiotik selama 48 jam. Angka kematiannya tinggi yaitu dapat mencapai 70% dalam 1
tahun. Terjadinya peritonitis berulang dapat dikurangi dengan menggunakan
norfloxacin, 400 mg sehari. Pada pasien dengan sirosis yang beresiko tinggi terjadinya
peritonitis bakteri spontan (cairan asites < 1 g/dL), serangan peritonitis pertama kali
dapat dicegah dengan pemeberian norfloxacin atau trimethoprim-sulfamethoxazole (5
kali seminggu). Pada peritonitis bakterial spontan selain diberikan antibiotika seperti
sefalosporin intravena, juga dapat diberikan amoksilin, atau aminoglikosida.

3. Sindrom hepatorenal

Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia,


penurunan sekresi natrium urin, dan hipotensi pada pasien penyakit hati stadium hati.
Sindrom hepatorenal didiagnosa jika tidak ada penyebab gagal ginjal lainnya.
Penyebabnya tidak jelas, tetapi patogenesisnya karena vasokonstriksi ginjal,
kemungkinan disebabkan gangguan sintesis vasodilator renal seperti prostaglandin E2,
keadaan histologi ginjal normal. Terapi yang diberikan kebanyakan tidak efektif.
Berdasarkan penelitian terakhir, pemberian vasokonstriksi dengan waktu kerja lama
(ornipressin dan albumin, ornipressin dan dopamine, atau somatostatin analog
octreotide dan midodrione sebagai obat alpha adrenergik) dan TIPS memberikan
perbaikan.

25
4. Ensefalopati hepatik

Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat


disebabkan hati gagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena
disfungsi hepatoselular dan portosystemic shunting. Penangganan ensefalopati hepatik
dapat berupa : Pembatasan pemberian protein dari makanan, Lactulose, Neomisin sulfat.

5. Anemia

Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali
sehari sesudah makan. Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan
anemia makrositik yang berhubungan dengan alkoholisme. Transfusi sel darah merah
beku (packed red cell) dapat diberikan untuk mengganti kehilangan darah.

6. Manifestasi perdarahan

Hipoprotombinemia dapat diterapi dengan vitamin K (seperti phytonadione, 5


mg oral atau sub kutan, 1 kali per hari). Terapi ini tidak efektif karena sintesis faktor
koagulasi menggalami gangguan pada penyakit hati berat. Koreksi waktu prothrombin
(prothrombin time) yang memanjang dilakukan dengan pemberian plasma darah.
Pemberian plasma darah hanya diindikasikan pada perdarahan aktif atau sebelum pada
prosedur invasif.

7. Pecahnya varises esophagus

Untuk mencegah terjadinya perdarahan pertama kali pada varices esofagus dapat
diberikan penghambat beta bloker non selektif (nadolol, propanolol). Pada pasien yang
tidak tahan terhadap pemberian beta bloker dapat diberikan isosorbide mononitrate.
Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresiko tinggi terjadinya
perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah. Profilaksis skleroterapi tidak boleh
dilakukan kepada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan varises esofagus
karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat meningkatkan angka kematian

26
daripada pengguna beta bloker. Ligasi varises (banding) dapat dilakukan pada pasien
dengan varises esofagus yang belum pernah perdarahan. Pemberian beta bloker dan 
esofagus dapat dilakukan bersama-sama untuk mencegah perdarahan varises esofagus,
hanya bila ditinjau dari segi ekonomi. Bila kedua hal itu dilakukan bersama-sama tidak
efektif secara ekonomi.

Pencegahan perdarahan kembali dapat dilakukan skleroterapi atau ligasi, beta


bloker non selektif (propanolol, nadolol) 20 mg sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg
sekali sehari, isosorbide mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak 2 kali sehari
sehari atau 20-40 mg sebanyak 2 kali sehari, Transvenosus Intrahepatic Portosystemic
Shunts (TIPS), Surgical Portosystemic Shunts, dan transplantasi hati.

8. Sindrom hepatopulmonal

Sindrom hepatopulmonal terjadi karena meningkatnya tahanan alveolar-arterial


ketika bernapas, dilatasi vascular intrapulmoner,  hubungan arteri-vena yang
menyebabkan shunt intrapulmonary kanan-kiri. Pasien mengalami dyspnea dan
deoxygenasi arterial saat berdiri dan menghilang saat berbaring. Terapi mengunakan
obat-obatan sudah tidak memberikan hasil, tetapi dapat membaik dengan transplantasi
hati. Transplantasi hati tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal
(tekanan pulmonal > 35 mmHg).

9. Transplantasi hati

Transplantasi hati diindikasikan pada kasus irreversibel, penyakit hati kronik


progresif, gagal hati berat, dan penyakit metabolik dimana kelainannya terdapat di hati.
Kontraindikasi absolut adalah keganasan (kecuali karsinoma hepatoselular kecil pada
sirosis hati), penyakit cardio-pulmoner berat (kecuali pada pulmonary-arteriovenous
shunting karena hipertensi porta dan sirosis), sepsis, dan infeksi HIV. Kontaindikasi
relatif adalah usia lebih dari 70 tahun, trombosis vena porta dan mesenterikus, pengguna
alkohol dan obat-obatan terlarang, dan malnutrisi berat. Tidak boleh mengkonsumsi
alkohol dalam 6 bulan sebelum transplantasi hati. Transplantasi hati harus

27
dipertimbangkan pada pasien dengan status mentalis yang berkurang, peningkatan
bilirubin, pengurangan albumin, perburukan koagulasi, asites refrakter, perdarahan
varises berulang, atau ensefalopati hepatik yang memburuk. Transplantasi hati
memberikan harapan hidup 5 tahun pada 80% pasien. Carcinoma hepatocelular,
hepatitis B dan C, Budd-Chiari syndrome dapat terjadi lagi setelah transplantasi hati.
Angka terjadinya kembali hepatitis B dapat dikurangi dengan pemberian lamivudine
saat sebelum dan sesudah transplantasi dan saat operasi diberikan imuno globulin
hepatitis B. Dapat diberikan imunosupresi seperti cyclosporine atau tacrolimus,
kortikosteroid, dan azathioprine yang dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi,
gagal ginjal, gangguan neurologik, penolakan organ, oklusi pembuluh darah, atau
banyaknya empedu.

Komplikasi

Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:

1) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah
pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului
rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. Fainer dan Halsted pada tahun 1965 melaporkan dari 76
penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh
pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung

2) Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.

28
Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam
sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada
penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar
dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi,
akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
Koma hepatikum dapat disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal, analgetik,
alkalosis metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan
cairan dan pemakaian diuretik.
Diagnosis koma hepatikum ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dibantu
dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain:
a. Elektroensefalografi (EEG), terlihat peninggian amplitudo dan menurunya
jumlah siklus gelombang perdetik.
b. Tes Psikometri, cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan
intelektual pasien yang mengalami koma hepatikum.
c. Pemeriksaan Amonia Darah, terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah
karena gangguan fungsi hati.

3) Ulkus peptikum
Menurut Tumen timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.
4) Karsinoma hepatoselular
Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3
% penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada

29
Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.

5) Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, Spellberg infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah: peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis,
sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

Kesimpulan

 Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal. Hematemesis
menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz).

 Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di
esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang.
 Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus salah satunya adalah
sirosis hepatis. Gejala-gejala dari perdarahan varices termasuk muntah darah dan
mengeluarkan tinja/feces yang hitam yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
darah ketika ia melewati usus (melena).
 Terapi varises esofagus ada dua,yaitu terapi varises esofagus tanpa riwayat pendarahan
dan dengan riwayat perdarahan.
 Peningkatan ukuran varises meningkat sebanyak 10-20% pada tahun pertama dan kedua
setelah dilakukannya observasi endoskopi. Strategi untuk primary prophylaxis akan
dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakit dari varises, yaitu: sirosis. Langkah
pencegahan selanjutnya adalah dengan mencegah terjadinya perdarahan pertama.Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) surgical postcaval shunt; 2) transjugular
intrahepatic portosystemic shunt; 3) sclerotherapy; 4) nonselective -blocker; 5) ligasi
variseal endoskopi; 6) mononitrat; 7) antagonis reseptor angiotensin II. Dalam

30
menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara Child-Pugh dan indeks hati
yang juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis
melena yang mendapat pengobatan secara medik.
 Manfaat dari pemakaian Endoskopi: Mengetahui bagaimana keadaan bagian dalam
saluran cerna (apakah ada luka, daging tumbuh, kelainan bentuk saluran cerna, dll) dan
Dapat digunakan untuk mengambil contoh jaringan bagian dalam (biopsi) guna
pemeriksaan.

31

Anda mungkin juga menyukai