INDONESIA
RSU SANTA MARIA CILACAP
Oleh :
dr. Jason
1
BAB I
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.SP
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Sidanegara Indah B IV/ 112 RT 03/ RW 18
No RM : 05-98-44
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 05 April 2020
Anamnesis
Keluhan utama
Muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
2
Awalnya, keluhan tersebut mulai dirasakan pasien 3 bulan yang lalu yang
kemudian dirawat di RS Santa Maria dan saat itu pasien didiagnosis sirosis hepatis.
Setelah ± 1 minggu rawatan keluhan muntah darah sudah tidak ada dan BAB sudah tidak
berwarna hitam. Namun, nafsu makan pasien menurun dan badan pasien masih terasa
lemas.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 116 kali/menit regular
Saturasi O2 : 98%
Suhu : 36,5 0C
Nafas : 20 kali/menit
3
Pemeriksaan Fisik Khusus
Kepala : Bentuk bulat, ukuran normocephal, rambut hitam, rambut kuat tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva kanan dan kiri anemis, sclera kanan dan kiri ikterik , pupil
isokor
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal
Hidung : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, secret tidak ada
Mulut : Bibir kering, lidah tidak kotor
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB submandibula, sepanjang M.
Sternocleidomastoideus, supra dan infra clavicula.
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi :
Batas kiri jantung : 1 jari medial linea midclavicula sinistra RIC V
Batas kanan jantung : Linea sternalis dextra
Batas atas jantung : Linea sternalis dextra RIC II
Auskultasi : Irama murni M1 > M2, P2 < A2, bising (-)
Paru-paru :
Inspeksi : Kiri sama dengan kanan
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Asites (-), venektasi (-), spider nevi (-)
Palpasi : Nyeri seluruh regio abdomen (+), hepar lobus dextra teraba 2 jari di bawah
arcus costarum dan 1 jari di bawah processus xypoideus konsistensi keras
permukaan bernodul tepi tumpul dan mobile, lien tidak teraba
4
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Anggota gerak :
Fisiologis
Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Bisep + +
Trisep + +
Brachioradialis + +
Ekstremitas Bawah
Patella + +
Achilles + +
Gordon - -
Oppenheim - -
Chaddoks - -
schafer - -
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin, Hitung Jenis Leukosit, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal, Serologi tanggal
10 April 2020 :
Hb : 7,20 g/dL
Ht : 28,96%
Eritrosit : 3,28 x 106
5
Leukosit : 4.990/mm3
Trombosit : 147.000/mm3
Fungsi Hati
SGOT : 66,00 mg/dL
SGPT : 44,00 mg/Dl
Protein total : 4,67 gr/dL
Albumin : 2,95 gr/dL
Fungsi Ginjal
Ureum : 66,00 mg/dl
Creatinin : 1,24 mg/dl
Glucosa Ad Random : 106 mg%
Serologi
HbsAg : POSITIF
Diagnosis Kerja
Hematemesis Melena ec Varises Esofagus dan Sirosis Hepatis
Diagnosis Banding
- Hematemesis melena ec Gastritis Erosif
- Hematemesis melena ec Ulkus peptikum
6
- Hematemesis melena ec Ca Lambung
Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologis :
- Tirah baring
- Puasa 8 jam
- O2 Non Rebreathing Mask 6 Liter Per Menit
- Pemasangan NGT (Kalau Perlu)
Terapi Farmakologis :
IVFD NS 20 tpm
Transfusi PRC 2 Kolf
Injeksi Carbazochrome 3 x 1 ampul
Injeksi Kalnex 3 x 1 ampul
Injeksi Vit K 3 x 1 amp IV
Injeksi Omeprazol 2 x 1 vial
Sucralfat syr 3 x 1C
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
HEMATEMESIS MELENA
Definisi
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal. Hematemesis menandakan
perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz). Melena menandakan darah telah
berada dalam saluran cerna selama minimal 14 jam. Sehingga lebih proksimal lokasi perdarahan,
lebih mungkin terjadi melena. Tanda lain dari perdarahan saluran cerna adalah hematochezia
yaitu buang air besar berwarna merah marun dan tanda-tanda kehilangan darah atau anemia,
seperti sinkope. Hematochezia biasanya menandakan perdarahan saluran cerna bagian bawah,
meskipun dapat ditemui pula pada lesi SCBA yang berdarah masif dimana transit time dalam
usus yang pendek.
Hematemesis melena merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah
sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum.
Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia
adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran cerna
bagian atas, kemudian menyusul gastritis hemoragika dengan 20 - 25%. ulkus peptikum dengan
15 - 20%, sisanya oleh keganasan, uremia dan sebagainya.
Etiologi
Traumatik
Kelainan esofagus: varises, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-
lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
8
VARISES ESOFAGUS
Definisi
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran abnormal pembuluh
darah vena di esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati
terhalang. Aliran tersebut akan mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus,
lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan
aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah
(varises).
Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang
ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C,
atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah
tersumbatnya saluran empedu.
Epidemiologi
Frekuensi varises esofagus bervariasi dari 30% sampai 70% pada pasien dengan sirosis,
dan 9-36% pasien yang memiliki risiko tinggi varises. Varises esofagus berkembang pada pasien
dengan sirosis per tahun sebesar 5-8% tetapi varises yang cukup besar untuk menimbulkan risiko
perdarahan hanya 1-2% kasus. Sekitar 4-30% pasien dengan varises kecil akan berkembang
menjadi varises yang besar setiap tahun sehingga akan berisiko terjadinya perdarahan.
2.2.3 Etiologi
Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus adalah sebagai berikut:
1. Sirosis
Sejumlah penyakit hati dapat menyebabkan sirosis, seperti infeksi hepatitis,
penyakit hati alkoholik dan gangguan saluran empedu yang disebut sirosis bilier
primer.
2. Bekuan Darah (Trombosis)
3. Infeksi parasit.
4. Budd-Chiari Syndrome
Patofisiologi
9
Salah satu tempat potensial untuk komunikasi antara sirkulasi splanknik intraabdomen
dan sirkulasi vena sistemik adalah melalui esofagus. Apabila aliran darah vena porta ke hati
terhambat oleh sirosis atau penyebab lain, hipertensi porta yang terjadi memicu terbentuknya
saluran pintas kolateral di tempat bertemunya sistem porta dan sistemik. Oleh karena itu, aliran
darah porta dialihkan melalui vena koroner lambung ke dalam pleksus vena subepitel dan
submukosa esofagus , kemudian kedalam vena azigos dan vena kava superior. Peningkatan
tekanan di pleksus esofagus menyebabkan pembuluh melebar dan berkelok kelok yang dikenal
sebagai varises. Pasien dengan sirosis mengalamai varises dengan laju 5%-15% per tahun,
sehingga varises terdapat pada sekitar dua pertiga dari semua pasien sirosis. Varises paling sering
berkaitan dengan sirosis alkoholik.
Ruptur varises menimbulkan pendarahan masif ke dalam lumen, serta merembesnya
darah ke dalam dinding esofagus. Varises tidak menimbulkan gejala sampai mengalami ruptur.
Pada pasien dengan sirosis hati tahap lanjut separuh kematian disebabkan oleh ruptur varises,
baik sebagai konsekuensi langsung perdarahan atau karena koma hepatikum yang dipicu oleh
perdarahan. Meskipun terbentuk, varises merupakan penyebab pada kurang dari separuh episode
hematemesis. Sisanya sebagian besar disebabkan oleh pendarahan akibat gastritis, ulkus peptik,
atau laserasi esofagus.
Faktor yang memicu ruptur varises belum jelas: erosi mukosa di atasnya yang sudah
menipis, meningkatnya tekanan pada vena yang secara progresif mengalami dilatasi, dan muntah
disertai peningkatan tekanan intraabdomen mungkin berperan. Separuh pasien juga ditemukan
mengidap karsinoma haepato selular, yang mengisyaratkan bahwa penurunan progresif cadangan
fungsional hati akibat pertumbuhan tumor meningkatkan kemungkinan ruptur varises. Setelah
terjadi, perdarahan varises mereda secara spontan hanya pada 50% kasus.
- Klasifikasi Dagradi
10
Tingkat 1 : Dengan diameter 2 – 3 mm, terdapat pada submukosa, boleh dikata sukar
dilihat penonjolan kedalam lumen. Hanya dapat dilihat setelah dilakukan
kompresi.
Tingkat 5 : Mempunyai diameter lebih dari 5 mm, dengan jelas sebagian besar atau
seluruh esofagusnya terlihat penonjolan serta berkelok-keloknya varises.
Klasifikasi tersebut dimaksudkan untuk ikut menentukan tindakan lebih lanjut pada
hipertensi portal.
- Klasifikasi Omed
1. Besarnya
Penonjolan kedalam lumen sampai lebih dari setengah dari lumen esofagus.
2. Bentuknya
11
Penekanan (congested), ialah penonjolan mukosa yang berwarna merah tua
disertai tanda pembengkakan mukosa dan dengan tanda-tanda perdarahan.
Varises yang berdarah, ialah varises yang mengeluarkan darah segar karena
adanya robekan pada permukaan varises tersebut.
Ialah terdapatnya bekuan atau pigmen darah dipermukaan varises yang menandakan telah
terjadi perdarahan. Klasifikasi Omed ini belum banyak digunakan meskipun sudah lebih
baik daripada klasifikasi Dagradi atau Palmer & Brick, karena dirasakan tidak praktis.
Anoreksia
Penurunan berat badan, biasa terjadi pada penyakit hati akut dan kronis, terutama
karena anoreksia dan berkurangnya asupan makanan, dan juga hilangnya massa
otot dan jaringan adiposa merupakan fitur mencolok pada stadium akhir penyakit
hati.
12
Rasa tidak nyaman dan nyeri pada abdomen - Biasanya dirasakan di
hipokondrium kanan atau di bawah tulang rusuk kanan bawah (depan, samping,
atau belakang) dan di epigastrium atau hipokondrium kiri
13
Gaya hidup dan riwayat penyakit, seperti steatohepatitis alcohol (NASH),
diabetes militus, dan hiperlipidemia.
Diagnosis
Sangatlah penting untuk menilai lokasi (esofagus dan lambung) dan ukuran
varises, tanda yang mendekati, tanda akut yang pertama, atau perdarahan yang
berulang, dan (jika memungkinkan) mempertimbangkan penyebab dan tingkat
keparahan penyakit hati.
Perdarahan varises didiagnosis berdasarkan salah satu dari temuan berikut pada
endoskopi:
14
o Perdarahan aktif dari varix
Mengetahui bagaimana keadaan bagian dalam saluran cerna (apakah ada luka, daging
tumbuh, kelainan bentuk saluran cerna, dll).
Dapat digunakan untuk mengambil contoh jaringan bagian dalam (biopsi) guna
pemeriksaan.
Terapi
15
Pada varises dengan pendarahan hal yang harus dilakukan adalah: menilai tingkat
dan volume pendarahan, melakukan pemeriksaan tekanan darah dan denyut nadi pasien
dengan posisi terlentang dan duduk, melakukan pemeriksaan hematokrit segera,
mengukur jumlah trombosit dan protrombin time, memeriksa fungsi hati dan ginjal, dan
melakukan pengobatan darurat seperti dibawah ini.
Segera kembalikan tekanan dan volume darah penderita yang dicurigai sirosis
dan pendarahan visera
Lakukan transfuse darah, dilakukan dengan infuse cepat dextrose dan larutan
koloid sampai tekanan darah dan ekskresi urin normal.
Lindungi jalan nafas dari pendarahan saluran cerna bagian atas, terutama jika
penderita tidak sadar.
Jika memungkinkan, perbaiki factor pembekuan dengan cairan plasma dan
darah segar, dan vitamin K-1.
Masukkan tabung nasogastrik untuk menilai keparahan pendarahan sebelum
dilakukan endoskopi.
Pertimbangkan terapi farmakologis (octreotide atau somatostatin) dan
endoskopi segera setelah penderita pulih. Tujuannya untuk menentukan dan
mengendalikan pendarahan.
Pencegahan
Perdarahan dari varises esofagus merupakan suatu komplikasi yang bersifat letal pada
pasien sirosis hati dengan hipertensi aliran darah portal. Diperkirakan sebanyak 5-10% pasien
yang mengalami sirosis akan mengalami varises esophagus setiap tahunnya, dan sekitar 20-30%
pasien sirosis dengan varises esophagus mengalami perdarahan dari varises yang pecah/robek.
Varises esophagus dapat terbentuk saat gradien tekanan vena hepatica (Hepatic Venous
Pressure Gradient/HVPG) meningkat di atas 10 mmHg. Resiko terjadinya perdarahan pada
pasien dengan sirosis dan varises esophagus adalah bervariasi, dan sebagian besar bergantung
pada ukuran dari varises dan sebagaimana keparahan sirosis hati yang terjadi. Hingga saat ini,
metode skrining yang paling direkomendasikan untuk mendeteksi adanya varises esophagus
adalah endoskopi saluran gastrointestinal bagian atas. Pada endoskopi terlihat pembengkakan
vena esophagus kea rah lumen yang sangat rentan mengalami perdarahan.
16
Pada pasien sirosis yang tidak memiliki varises esophagus saat pemeriksaan endoskopi
pertama, perlu dilakukan evaluasi berjangka selama 2-3 tahun dengan endoskopi untuk
mendeteksi adanya perkembangan varises sebelum varises tersebut mengalami perdarahan.
Interval evaluasi berjangka tersebut akan semakin pendek apabila pada pemeriksaan endoskopi
pertama pasien telah memiliki HVPG > 10mmHg. Sekali terbentuk, varises akan terus
mengalami peningkatan ukuran, dengan median 12% per tahun. Maka dari itu, pada pasien
dengan varises berukuran kecil, pemeriksaan endoskopi harus diulang dalam jangka waktu 1-2
tahun dengan diikuti oleh primary prophylaxis.
Strategi untuk primary prophylaxis akan dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakit
dari varises, yaitu: terjadinya sirosis hati, hipertensi portal, pembentukan varises berukuran kecil,
varises berukuran sedang hingga besar, dan perdarahan variseal. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu: 1) transjugular intrahepatic portosystemic shunt; 2) nonselective -
blocker; 3) ligasi variseal endoskopi; 4) mononitrat.
Metode pertama adalah transjugular intrahepatic potosystemic shunt (TIPS), yaitu
sebuah metode yang akan membuat akses dengan vena hepatic melalui vena jugularis dan
menempatkan sebuah stent pada vena portal sehingga membentuk saluran resistansi rendah dan
memungkinkan darah untuk kembali ke sirkulasi sistemik. Namun metode ini dapat
meningkatkan resiko hepatic encephalopathy, liver failure dan komplikasi prosedural lainnya.
Saat ini, pemberian nonselective -blocker merupakan terapi utama yang
direkomendasikan sebagai primary prophylaxis perdarahan variseal pada pasien sirosis dengan
varises yang memiliki resiko perdarahan tinggi. Pada pasien dengan sirosis dan varises
esophagus dengan berbagai ukuran, nonselective -blocker dapat menurunkan resiko dari
episode perdarahan pertama sebesar 25% dalam 2 tahun. Sekali dimulai, terapi dengan -
adrenergic blocker harus terus dilakukan, karena resiko perdarahan akan kembali apabilan terapi
tidak dilanjutkan. Propanolol dimulai pada dosis 20mg sehari, sedangkan nadolol dimulai pada
dosis 40 mg sehari. Penurunan pada HVPG hingga < 12mmHg akan menghilangkan resiko
terjadinya perdarahan dan peningkatan angka harapan hidup. Namun, reduksi > 20% dari
baseline secara signifikan akan menurunkan resiko perdarahan variseal. Selain dengan
menggunakan HVPG, alternatif lain untuk mengukur tingkat efektivitas terapi beta-blocker
adalah dengan mengukur denyut nadi. Penurunan sebanyak 25% dari baseline atau denyut nadi
sebesar 55 hingga 60 denyut nadi per menit merupakan tujuan standar terapi beta-blocker.
17
Ligasi variseal endoskopis merupakan prosedur yang dapat dilakukan apabila pasien
mengalami intoleransi terhadap penggunaan beta-blocker. Prosedur ini melibatkan penggunaan
rubber band yang ditempatkan pada sekeliling varix yang diaspirasikan pada sebuah silinder
pada ujung endoskopi. Penurunan resiko perdarahan dikarenakan adanya penurunan ukuran dari
variseal, dimana 60% dari pasien mengalami eradikasi total varises dan 38% mengalami
penurunan ukuran varises.
Metode profilaksis lain yang dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan portal adalah
menggunakan vasodilator. Vasodilator menurunkan tekanan hepatica dengan cara menurunkan
resistensi pembuluh darah intrahepatika dan portokolateral. Karena penemuan itulah diketahui
bahwa nitrat (isosorbide mononitrate) dapat menurunkan tekanan portal namun tetap
mempertahankan perfusi liver. Namun karena agen tersebut tidak spesifik, maka dapat juga
menginduksi hipotensi arterial dan menimbulkan refleks splanchnic vasoconstriction. Agen
mononitrat dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien dengan intoleransi -blocker.
Prognosis
Dalam menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara Child-Pugh.
Keterangan:
Kelas A = dengan skor kurang dari atau sama dengan 6
18
Kelas B = dengan skor 7-9, dan
Kelas C = dengan skor 10 atau lebih
Pasien dari kelas A biasanya meninggal akibat efek pendarahan. Sedangkan pasien
dengan kelas C kebanyakan akibat penyakit dasarnya predikator ketahanan hidup yang paling
sering digunakan untuk menentukan mortalitas dalam 6 minggu atau 30 hari setelah pendarahan
pertama adalah klasifikasi Child-pugh. Rata-rata angka kematian setelah pendarahan pertama
pada sebagian besar penelitian menunjukkan sekitar 50%. Angka kematian ini berhubungan erat
dengan beratnya penyakit hati. Dalam pengamatan selama 1 tahun, rata-rata angka kematian
akibat pendarahan varises berikutya adalah sebesar 5% pada pasien dengan Child kelas A, 25%
pada Child kelas B, dan 50% pada Child kelas C.
Selain itu, Vinel dan kawan-kawan menunjukkan bahwa HVPG dapat digunakan sebagai
predikator ketahanan hidup, bila diukur 2 minggu setelah pendarahan akut. Masih belum jelas,
apakah pendarah aktif pada saat pemeriksaan endoskopi dapat dipakai sebagaipredikator
terjadinya pendarahan ulangyang lebih awal. Resiko kematian menurun jika cepat mendapatkan
penanganan di rumah sakit, demikian pula resiko kematian ini menjadi konstan sekitar 6 minggu
setelah pendarahan.
Indeks hati juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien
hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya,
pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0-2), angka kematiannya antara 0-
16%, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat(indeks hati 3-8) angka
kematiannya 18-40%.
Pemeriksaan 0 1 2
Albumin (g %) >3.6 3.0 – 3.5 <3.0
Bilirubin (mg %) <2.0 2.0 – 3.0 >3.0
19
Gangguan kesadaran - Minimal +
Asites - Minimal +
Tabel 2. indeks hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi
medik
Keterangan:
1. kegagalan hati ringan = indeks hati 0-3
2. kegagalan hati sedang = indeks hati 4-6
3. kegagalan hati berat = indeks hati 7-10
SIROSIS HEPATIS
Definisi
Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerative.
Klasifikasi
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hatimengandung nodul halus dan kecil merata tersebut seluruh lobul. Sirosis
mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang
berubah menjadimakronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi,mengandung nodul (> 3 mm) yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar
didalamnya adadaerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi
parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular),
20
Secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi 2, yaitu:
Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika
diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakkan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis
hati dengan prevalensi 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam
kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasikan). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit
Dalam.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah:
21
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-
antitripsin.
2. Hepatitis virus
Hepatitis virus sering juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis. Dan
secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang
menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan
menjadi kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan
menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam empedu
puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik.
3. Zat hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel
hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi
lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis. Pemberian bermacam obat-
obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan
setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis
Hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut adalah alcohol. Efek yang nyata dari etil-
alkohol adalah penimbunan lemak dalam hati.
4. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan
ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea
22
yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dan sitoplasmin.
5. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis,
yaitu :
kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya Sirosis Hepatis.
6. Sebab-sebab lain
kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis sentrilibuler.
sebagai akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis
biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
penyebab Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock
melaporkan 49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis
atau alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan umum
23
Penanganan umum adalah dengan memberikan diet yang benar dengan kalori
yang cukup sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) atau bilamana
tidak ada koma hepatik dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB dan jika
terdapat retensi cairan dilakukan restriksi sodium. Jika terdapat encephalopathy hepatic
(ensefalopati hepatik), konsumsi protein diturunkan sampai 60-80 g/hari. Disarankan
mengkonsumsi suplemen vitamin. Multivitamin yang mengandung thiamine 100 mg dan
asam folat 1 mg. Perbaiki defisiensi potasium, magnesium, dan fosfat. Transfusi sel
darah erah (packed red cell), plasma juga diperlukan.
Diet pada penyakit hati bertujuan memberikan makanan secukupnya guna
mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini adalah
katori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat
keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu
makan dan toleransi pasien terhadap pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup
mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada
asites hebat; serta mudah dicerna dan tidak merangsang. Bahan makanan yang
menimbulkan gas dihindari. Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber
lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak, seperti daging
kambing dan babi serta bahan makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang
merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari atau 400-800 mg/hari. Restriksi cairan (800-1000 mL/hari)
disarankan pada pasien dengan hiponatremia (serum sodium <125 meq/L). Ada pasien
yang mengalami pengurangan asites hanya dengan tidur dan restriksi garam saja. Tetapi
ada juga pasien dengan retensi cairan berat atau asites berat, yang sekresi urinnya
kurang dari 10 meq/L. Pada pasien asites dan edema dapat diberikan diuretik dan
paracentesis.
24
2. Peritonitis bakterial spontan
3. Sindrom hepatorenal
25
4. Ensefalopati hepatik
5. Anemia
Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali
sehari sesudah makan. Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan
anemia makrositik yang berhubungan dengan alkoholisme. Transfusi sel darah merah
beku (packed red cell) dapat diberikan untuk mengganti kehilangan darah.
6. Manifestasi perdarahan
Untuk mencegah terjadinya perdarahan pertama kali pada varices esofagus dapat
diberikan penghambat beta bloker non selektif (nadolol, propanolol). Pada pasien yang
tidak tahan terhadap pemberian beta bloker dapat diberikan isosorbide mononitrate.
Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang beresiko tinggi terjadinya
perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah. Profilaksis skleroterapi tidak boleh
dilakukan kepada pasien yang belum pernah mengalami perdarahan varises esofagus
karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat meningkatkan angka kematian
26
daripada pengguna beta bloker. Ligasi varises (banding) dapat dilakukan pada pasien
dengan varises esofagus yang belum pernah perdarahan. Pemberian beta bloker dan
esofagus dapat dilakukan bersama-sama untuk mencegah perdarahan varises esofagus,
hanya bila ditinjau dari segi ekonomi. Bila kedua hal itu dilakukan bersama-sama tidak
efektif secara ekonomi.
8. Sindrom hepatopulmonal
9. Transplantasi hati
27
dipertimbangkan pada pasien dengan status mentalis yang berkurang, peningkatan
bilirubin, pengurangan albumin, perburukan koagulasi, asites refrakter, perdarahan
varises berulang, atau ensefalopati hepatik yang memburuk. Transplantasi hati
memberikan harapan hidup 5 tahun pada 80% pasien. Carcinoma hepatocelular,
hepatitis B dan C, Budd-Chiari syndrome dapat terjadi lagi setelah transplantasi hati.
Angka terjadinya kembali hepatitis B dapat dikurangi dengan pemberian lamivudine
saat sebelum dan sesudah transplantasi dan saat operasi diberikan imuno globulin
hepatitis B. Dapat diberikan imunosupresi seperti cyclosporine atau tacrolimus,
kortikosteroid, dan azathioprine yang dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi,
gagal ginjal, gangguan neurologik, penolakan organ, oklusi pembuluh darah, atau
banyaknya empedu.
Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah
pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan
adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului
rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. Fainer dan Halsted pada tahun 1965 melaporkan dari 76
penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh
pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung
2) Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
28
Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam
sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada
penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar
dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi,
akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
Koma hepatikum dapat disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal, analgetik,
alkalosis metabolik, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan
cairan dan pemakaian diuretik.
Diagnosis koma hepatikum ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dibantu
dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain:
a. Elektroensefalografi (EEG), terlihat peninggian amplitudo dan menurunya
jumlah siklus gelombang perdetik.
b. Tes Psikometri, cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan
intelektual pasien yang mengalami koma hepatikum.
c. Pemeriksaan Amonia Darah, terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah
karena gangguan fungsi hati.
3) Ulkus peptikum
Menurut Tumen timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi
yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.
4) Karsinoma hepatoselular
Sherlock (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3
% penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada
29
Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
5) Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, Spellberg infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah: peritonitis,
bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis,
sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
Kesimpulan
Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti aspal. Hematemesis
menandakan perdarahan saluran cerna bagian atas (di atas ligamen Treitz).
Varises esofagus adalah penyakit yang ditandai oleh pelebaran pembuluh darah vena di
esofagus bagian bawah. Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang.
Penyakit dan kondisi yang dapat menyebabkan varises esophagus salah satunya adalah
sirosis hepatis. Gejala-gejala dari perdarahan varices termasuk muntah darah dan
mengeluarkan tinja/feces yang hitam yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
darah ketika ia melewati usus (melena).
Terapi varises esofagus ada dua,yaitu terapi varises esofagus tanpa riwayat pendarahan
dan dengan riwayat perdarahan.
Peningkatan ukuran varises meningkat sebanyak 10-20% pada tahun pertama dan kedua
setelah dilakukannya observasi endoskopi. Strategi untuk primary prophylaxis akan
dilakukan sesuai dengan perjalanan penyakit dari varises, yaitu: sirosis. Langkah
pencegahan selanjutnya adalah dengan mencegah terjadinya perdarahan pertama.Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) surgical postcaval shunt; 2) transjugular
intrahepatic portosystemic shunt; 3) sclerotherapy; 4) nonselective -blocker; 5) ligasi
variseal endoskopi; 6) mononitrat; 7) antagonis reseptor angiotensin II. Dalam
30
menentukan prognosis digunakan sistem skor menurut cara Child-Pugh dan indeks hati
yang juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis
melena yang mendapat pengobatan secara medik.
Manfaat dari pemakaian Endoskopi: Mengetahui bagaimana keadaan bagian dalam
saluran cerna (apakah ada luka, daging tumbuh, kelainan bentuk saluran cerna, dll) dan
Dapat digunakan untuk mengambil contoh jaringan bagian dalam (biopsi) guna
pemeriksaan.
31