“DEMAM THYPOID”
Disusun Oleh:
dr. Ufik Maulena
Pendamping:
Oleh:
dr. Ufik Maulena
Mengetahui,
Pendamping Internship
A. IDENTITAS
Nama : An.F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 th 10 bulan
No. RM : 00641925
Tgl Masuk : 13/03/2021
Tgl Anamnesa : 13/03/2021
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Demam
6. Riwayat Pribadi
a. Prenatal
• G1P0A0 usia 26 tahun, usia kehamilan 38 minggu
• ANC rutin di puskesmas
• Riw. HT gestasional (-)
• Riw. DM gestasional (-)
• Riw. Infeksi saat hamil (-)
• Riw. Trauma (-)
b.Natal
• Lahir di bidan
• Bayi langsung menangis
• BBL : 2900 gram
• PBL : 45 cm
c. Postnatal
• Riwayat hiperbilirubinemia (-)
• Riwayat kejang (-)
• Riwayat trauma (-)
• Riwayat sianosis (-)
7. Riwayat Makanan
0-3 bulan ASI setiap 2 jam sekali, durasi 30 menit, menyusu kuat
3-6 bulan ASI
6 bulan – 2 tahun MP ASI dan nasi tim
2 tahun – sekarang Makanan padat : nasi, sayur, ayam, telur, 3x/hari. Makan
habis namun jarang konsumsi sayur
8. Riwayat Perkembangan
a.Motorik Halus
1 bulan : menatap ibu
3 bulan : berusaha
meraih benda
6 bulan: memasukkan
benda ke mulut
12 bulan: mencari mainan
24 bulan: belajar makan sendiri
36 bulan : berdiri diatas 1 kaki
5 th : menangkap bola kecil dua tangan
6-7 th : menendang, dan Gerakan kompleks seperti menari dan bermain
basket
b.Motorik kasar
2 bulan : mengangkat kepala
3 buln : menggerakkan kepala
6 bulan : meraih benda
9 bulan: tengkurap
12 bulan: berdiri, berjalan
24 bulan: mulai berlari
36 bulan : memakai baju sendiri
5 th : bermain sepeda
6-7 th : mampu melakukan Gerakan kompleks dan dilakukan bersamaan
c. Bahasa
1 bulan : mengeluarkan suara
3 bulan: mengoceh spontan
6 bulan: menirukan bunyi
12 bulan: mengucap 1-2 kata
18 bulan: meniru kata sederhana
24 bulan: menyusun kalimat sederhana
36 bulan : bicara dengan baik
5 th: paham arti lawan Kata
6-7 th : cara berfirikir kompleks dan membentuk cerita kompleks
d.Sosial
1 bulan : tersenyum
3 bulan : tertawa
6 bulan : tersenyum saat melihat benda menarik
9 bulan : tersenyum saat melihat benda menarik
12 bulan: tepuk tangan
24 bulan: bermain aktif
36 bulan : bermain dengan teman
5 th : mengikuti aturan games
6-7 th : mulai menjalin persahabatan, terdapat rasa PD
dan mulai membandingkan diri dengan orang lain
9. Riwayat Vaksinasi
2, 3, 4 18
DPT-HIB Puskesmas Puskesmas
bulan bulan
0, 2, 3, 4
POLIO Puskesmas - -
bulan
HEPATITIS 0, 2, 3, 4
Puskesmas - -
B bulan
18
Campak 9 bulan Puskesmas Puskesmas
bulan
C. OBJEKTIF
Keadaan umum : sakit sedang, lemas
Vital sign :
N :134 x/menit
RR : 94 x/menit
S : 38.3°C
SpO2 : 98%
Status Gizi :
BB : 21 kg
PB : 119 cm
IMT : 14.8
𝐼𝑀 𝑇
−𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
13.66−15,7
𝑈
= 15.7−14.4 = -0.2
𝑆𝐷 −𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
Kesimpulan: Status gizi baik
Status Generalis
Kepala : Bentuk mesochepal
Rambut : Warna hitam memutih sebagian dan terdistribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikhterik (-/-), reflex pupil (+/+)
normal isokor 3mm,3mm
Terlinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), atrofi papill lidah (-), tonsil T1/T1,
hiperemis (-)
Trakhea : Deviasi trakhea (-), pembesaran KGB (-)
Pulmo
Anterior
Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi interkostal (-), ketinggalan
gerak (-), jejas (-), barrel chest (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan hemitoraks
kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing
(-/-)
Posterior
Inspeksi : Dinding punggung simetris, retraksi interkostal (-),
ketinggalan gerak (-), jejas (-), barrel chest (-), kelainan
vertebre (-)
Palpasi : Vokal fremitus hemitoraks kanan sama dengan
hemitorakskiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (-/-),
wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V linea midclavicula sinistra,
kuat angkat (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi parasternal (-)
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra dan
kuat angkat (-)
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Kesan : jantung membesar
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, tes pekak alih (-), pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, undulasi (-), nyeri tekan (+) regio epigastrik
Hepar : Tidak teraba besar
Lien : Tidak teraba besar
Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-),
Ptekie (-/-)
Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ikterik (-/-),
Ptekie (-/-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai
Pemeriksaan 13/3/21 16/3/21 Rujukan
11.5-15
Hemoglobin 12.0 11.6
g/dL
12.84 3.94 L 4800-10800
Leukosit
H U/L
Hematokrit 37 36 37-47 %
Eritrosit 4.90 4.81 4.2-5.2^6/uL
274 150.000–
Trombosit 351
450.000 /uL
MCV 75.1 L 74.8 L 79-99 fL
24.1 L 27-
MCH 24.5 L 31Pg/cell
MCHC 32.6 L 32.2 L 33 – 37 %
- 9.4 – 12.3
-
fL
Basofil 0.2 0.8 0–1%
Eosinofil 0.1 L 8.1 H 2–4%
Batang 1L 3 2–6%
Segmen 71.4 H 33.7 L 50 – 70 %
Limfosit 16.2 L 46.7 H 25 – 40 %
Monosit 12.1 H 10.7 H 2–8%
NLR 4.41 H 0.72 <3.13
S O A P
HP (hari KU sakit sedang 1. Obs Febris H3 1. Inf RL loading 200
perawatan) 1 / CM/ E4V5M6 2. Demam Tifoid cc 16 tpm makro
(13/3/2021) N :134 x/menit 2. Inj ceftriaxon 2x699
RR 94 mg
- Demam (+) x/menit 3. Inj norages 3x250
- Nyeri perut S : 38.3°C mg
- Mual SpO2 : 98% 4. Inj ranitidin 3x1 cc
5. Inj cendantron 3x1
Pf cc
Mata : pupil 6. P.O Napreks 3xcth 1
isokor +/+ konj 7. P.O Inpepsa 3xcth 1
anemis -/- RC 8. P.O OMZ 1x10 mg
+/+ ikterik -/-
Thorak : sdv
+/+ rh -/- wh -/-
Cor : s1s2
tunggal bj (-)
Abd : bu +
normal
Eks : akral
hangat ++/++
edem -/-/-/-
F. DIAGNOSIS
1. Demam tifoid
G. PLANNING
Medikamentosa
H. EDUKASI
1. Bed rest hingga kondisi stabil
2. Asupan makanan dan minuman yg cukup
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam (pireksia)
Demam atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang
berarti api (pyro). Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas
normal yang disebabkan perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal
tubuh berbeda tergantung dari daerah pengukuran. Batasan normal suhu tubuh
antara lain sebagai berikut (3,4):
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung,
tiroid, pankreas dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada
tingkat sel yang melibatkan adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan
panas pada jaringan lemak coklat, yang terletak terutama dileher dan skapula.
Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai banyak mitokondria. Pada
keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan produksi
panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan
vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap
kenaikan suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang
peranan penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan
panas atau bila suhu tubuh meningkat, pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus
mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan
pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan
pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam
bentuk keringat. Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah sehingga akan mempertahankan suhu tubuh.
2.2.3 Kehilangan Panas
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa
cara yaitu: (1) Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra
merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak
menggunakan sesuatu perantara apapun. Secara umum enam puluh persen panas
dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan panas melalui permukaan tubuh
ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan
panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda.
Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan
kontak yang lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3)
Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang
menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai
akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari
bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan
panas melalui urine dan feses.
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering
adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas (1,10).
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen
yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai
kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan
sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF),
interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar
sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen
eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan
sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
2.4.1 Pirogen Eksogen
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada
tahun 1958, dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang
mengalami demam setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi
demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara langsung ke dalam
makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk
diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel
akibat virus.
2.4.1.1.4 Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen
eksogen yang akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul
ketika produk jamur berada dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit
keganasan (misalnya leukemia) disertai demam yang berhubungan dengan
neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang infeksi jamur
invasif.
2.4.1.2.1 Fagositosis
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai
akibat reaksi antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune
fever) atau oleh antigen yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan
kemudian akan merangsang monosit dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-
1). Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated diantaranya
lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang berat. Demam yang
berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan
oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan
pelepasan IL-1.
2.4.1.2.3 Steroid
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain
dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel
kupffer juga oleh astrosit otak, sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka
yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang sedikit mempunyai efek biologik yang
menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti tumor yang
rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia mengubah
pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi
normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor juga mempunyai efek
untuk meragsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan
neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.
Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF
tidak mempunyai efek langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1,
TNF dianggap sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus
dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik dengan cachectin, yang
menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan hipertrigliseridemia
serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik. Tingginya kadar
TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau prognosis berbagai
penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus HIV,
malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan
dalam kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan graft-
versus-host disease.
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas
2 jenis yaitu sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T
yang mengatur sintesis antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai
sitotoksik, serta memproduksi respon inflamasi hipersensitivit tipe lambat.
Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai
LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen
diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada
hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T
(sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban
stimulasi IL-1, limfosit-T menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam
tabel 1.2
2.4.2.4 Interferon
Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan proses dari
perjalanan demam (peningkatan dan penurunan demam). Stadium tersebut antara
lain(3,7) :
2. Stadium fastigium, ialah puncak dari kejadian demam itu sendiri, dapat
berupa puncak yang berbentuk datar, tajam (peak), atau parabola. Biladidapat grafik
suhu yang bergelombang sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak
gelombang dengan variasi diantara 1-3 minggu, maka disebut demam undulans.
2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian
kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-
ulang hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 10C. Demam
mendadak tinggi disertai menggigil, suhu turun secara drastis, setelah serangan
demam penderita merasa lelah. Contoh penyakitnya antara lain; demam tifoid,
malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam
intermiten, yaitu :
Demam quotidian
Demam tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana
(Plasmodium vivax). Serangan demam tiap 2 x 24 jam (misal: Minggu – Selasa –
Kamis)
Demam quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana
(Plasmodium malariae). Serangan demam tiap 3 x 24 jam (misal: Minggu – Rabu –
Sabtu)
3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu
normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10C. Contoh penyakitnya antara lain;
infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis
paru.
Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi (1,4) :
1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda lokal
pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :
−Nyeri menelan
−Rhinorhoea
−Faring hiperemis
−Otorhoea
−Nyeri telinga
−Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar
−Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor,dolor, rubor,
pustula, dan lain-lain.
−Selulitis, abses kulit, dan lain-lain.
g)Demam rematik akut
2. Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi local. Demam yang timbul tanpa
disertai tanda-tanda infeksi lokal,dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
−Peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, serta penurunan nilai trombosit dan
leukosit
−Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka demam
berdarah dengue
b) Demam malaria
−Demam terus-menerus
−Hepatosplenomegali
−Penurunan kesadaran
−Takikardia, takipneu
−Gangguan sirkulasi
−Leukositosis atau leukopenia
f)Keadaan penurunan sistem imun
−Infeksi HIV-AIDS
−Keganasan
−Diabetes mellitus
−Dan lain-lain
a)Campak
−Ruam makula atau papul eritema yang mulai muncul di daerah leher, belakang
telinga menuju ke tubuh dan ektremitas
−Bercak koplik
-Chikunguya
-Enterovirus
-Anoreksia
-Pucat
-Jari tabuh
-Bising jantung
-Pembesaran limpa
-Petekie
-Artritis/ atralgia
-Gagal jantung
-Takikardia
-Pericardial friction rub
Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit
kasus demam yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau
begitu, demam tentu saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang
jika tidak diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan.
Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya terjadi jika
suhu tubuh mendekati 420C (107,60F). Secara umum, pasien yang mengalami
demam akan disarankan untuk meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat
merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan
hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif
yang disebabkan oleh peningkatan masukan cairan dapat dikurangi dengan
menggunakan formula cairan rehidrasi oral yang sesuai, dengan kadar elektrolit
seimbang. Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan ialah dengan
memberikan kompres hangat pada daerah peredaran darah besar; misalnya dileher,
ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres hangat pada daerah tersebut ialah untuk
membuat hangat daerah sekitar pembuluh darah besar tersebut,dan kemudian akan
menghangatkan darah itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang pusat
pengaturan suhu untuk menurunkan termostat ke titik yang lebih rendah dari
sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita lihat pada pasien yaitu proses
berkeringat dan kulit yang memerah (flushing),karena vasodilatasi pembuluh darah,
sebagai upaya pembuangan panas tubuh (4,10)
1. Demam lebih dari 390C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman,
biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia.
2. Demam lebih dari 40,50C
3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan gizi
kurang, penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,memerlukan antipiretik.
4. Anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.
Klasifikasi Antipiretik
2. Ibuprofen
Ibuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampua n
antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non
Steroid Anti Inflammatory Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis
PGE-2 melalui penghambatan siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya
NSAID yang direkomendasikan sebagai antipiretik di Amerika Serikat adalah
ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini diserap dengan baik oleh
saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek
maksimal untuk antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5
mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10
mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih
lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Awitan antipiretik tampak
lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen
merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah
parasetamol.Efek antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan
dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi
yang berhubungan dengan demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah
artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis
aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping yang lebih rendah. Pemberian
sitokin (misalnya GM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan mialgia,
ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut.
Ibuprofen mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam
penggunaan yang luas. Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya
penyakit yang sebelumnya telah ada pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh
pengobatannya.Di pihak lain efek samping biasanya berhubungan dengan dosis
dansedikit lebih sering dibandingkan dengan parasetamol dalam dosis antipiretik.
Reaksi samping ibuprofen lebih rendah daripada aspirin.Anak yang menelan 100
mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali
asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat
dengan muntah (kumbah lambung), arang aktif, dan perawatan suportif secara
umum. Tidak ada antidotum spesifik terhadap keracunan ibuprofen.
3.Salisilat
Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang
luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar
salisilat mencapai 70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris
kecenderungannya terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan
parasetamol dengan dosissetara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas
antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Setelah
dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on
Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada
laporannya tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar
air atau dengan kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih
digunakan secara luas di berbagai tempat di dunia, terutama di negara berkembang.
Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu
hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada
parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan obat
lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),
metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya
metabolisme natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai
berikut :
B. Demam Tifoid
2.1 Definisi
Demam tifoid ( tifus abdominalis, demam enterik ) adalah suatu penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih,
disertai gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
2.2 Etiologi
-
Ketiga jenis antigen trsebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. 1,2
2.3 Patogenesis
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah kuman
sampai di lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang
bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang
dihasilkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat
melewati barier asam lambung, yaitu; (1) jumlah kuman yang masuk dan (2)
kondisi asam lambung. Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan S.typhi sebanyak 10⁵
- 10⁹ yang tertelan melalui makanan atau minuman. Keadaan asam lambung
dapat menghambat multiplikasi S.typhi, kuman yang tidak mati akan mencapai usus
halus. Di usus halus, kuman melekat pada sel-sel mukosa, bila respons imunitas
humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch) dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama
oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (bakteremia pertama yang
asimtomatik). Bakteremia primer ini terjadi 24-72 jam setelah pasien menelan
mikroorganisme dan selanjutnya kuman menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan mengakibatkan
bakteremia kedua dengan tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak
dan diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari
kuman ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi.
Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tetapi dalam hal ini makrofag telah
teraktivasi. Kuman Salmonella di dalam makrofag yang sudah teraktivasi ini akan
merangsang makrofag menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator
(sitokin) yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik
seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular,
gangguan mental, dan koagulasi. Sepsis dan syok septik dapat terjadi pada stadium
ini.
1. Demam
Berlangsung satu minggu atau lebih dengan pola remiten. Selama
minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari hingga
malam hari. Setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu
ke-3 demam turun perlahan.1
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri
kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan.3
2. Gangguan saluran pencernaan
Gejala sangat bervariasi. Pada mulut terdapat lidah yang tampak kering,
dilapisi selaput tebal dengan putih di tengah sedangkan tepi dan
ujungnya kemerahan (coated tongue). Hal ini biasanya terjadi beberapa
hari setelah panas meningkat. Pada perut pasien dapat mengeluh diare,
obstipasi atau obstipasi kemudian diikuti episode diare, banyak
dijumpai meteorismus dan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
hepatosplenomegali.3
3. Gangguan kesadaran
Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai
gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau
penurunan kesadaran mulai apatis sampai koma.3
4. Gejala lain : Rose Spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna
merah pucat yang hilang dengan penekanan, berukuran 1-5 mm,
seringkali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan
punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan
pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan
selama 2-3 hari.3
2.5 Diagnosis
Gambaran klinis demam tifoid pada anak tidak khas karena tanda dan
gejala klinisnya ringan bahkan asimtomatik. Akibatnya sering terjadi kesulitan
dalam menegakkan diagnosis bila hanya berdasarkan gejala klinis. Oleh karena
itu untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid diperlukan
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap,
batkteriologis dan serologis. 2,4
2. TUBEX®TF
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang
berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan
pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut
karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi
IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang
menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan
menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan
hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan
sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini dapat menjadi
pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin
karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang. 5,7
INTERPRETASI HASIL 6
Perawatan
Diet
Kloramfenikol
Ceftriaxone
Cefotaxime
Dosis yang dianjurkan adalah 50-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis iv.
1
Cefixime
Fluorokuinolon
Fluorokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin
diatas, dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam kesembuhan kinis dan
bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian
obat ini masih kontroversial dalam pemberian untuk anak mengingat adanya
pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago. Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari
dalam 2 dosis, sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5
hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obat-obat ini
dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR. 2
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat
menyebabkan perdarahan usus dan relaps, misalnya bila ditemukan status
kesadaran delirium, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan
dengan dosis awal 3 mg/kbBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6 jam selama
2 hari. 1,2
DAFTAR PUSTAKA