Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Disusun Oleh :
dr. Selly Christine Waruwu

Pembimbing :
dr. Fajar Dian

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT DR.DARSONO PACITAN
PERIODE: 19 NOVEMBER 2019 – 18 SEPTEMBER 2020
BAB 1

LAPORAN KASUS

KASUS 1 (Ilmu Penyakit Dalam)

Topik Dengue Haemorrhagic Fever


Tanggal Kasus : 9 Juli 2020 Presenter : dr. Selly Christine Waruwu
Tanggal Presentasi : 2020 Pembimbing : dr. Fajar Dian
Tempat Presentasi : Rumah Sakit dr.Darsono Pacitan
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
Diagnosis  Manajemen Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia
 Bumil

 Deskripsi: Perempuan, Dewasa

 Tujuan: Diagnosis dan Manajemen Dengue Haemorrhagic Fever


Bahan Bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas : Diskusi Presentasi  E-mail  Pos
Data Pasien
Nama: Ny.T Usia: 55 tahun Nomor RM: 060311 Alamat: Ploso,Punung
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
A. Anamnesis
 Keluhan Utama: Demam
 Keluhan Tambahan: Mual, Sakit Kepala, Nafsu Makan Menurun
 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS dr.Darsono Pacitan dengan keluhan utama demam sejak 3 hari
yang lalu, disertai dengan keluhan lemas dan tidak nafsu makan. Demam dirasakan terus
menerus, 2 hari kemudian, OS merasa mual, nyeri belakang mata, nyeri sendi dan sakit
kepala. OS belum melakukan apapun untuk mengurangi keluhannya. Manifestasi
perdarahan disangkal, riwayat bepergian ke daerah endemis disangkal.
 Riwayat Pengobatan:
OS belum melakukan apapun untuk mengurangi keluhannya.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal riwayat keluhan serupa, riwayat rawat inap, riwayat alergi dan
penyakit lainnya.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengaku di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
 Riwayat Kebiasaan:
Pasien menyangkal bepergian ke daerah endemik.
B. Pemeriksaan Fisik
 Status Generalis:

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4V5 M6 = 15
- Vital sign
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38.5 o C

- Kepala : Normosefali, deformitas (-)


Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/ -, sklera ikterik - / -, cekung -/-,
sekret -/-, injeksi konjungtiva -/-, air mata +/+
Telinga : Simetris, MAE hiperemis -/-, serumen +/+, sekret -/-
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa oral kering, tifoid tongue (-), sianosis (-),
faring hiperemis (-)

- Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Trakhea : di tengah

- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Kesan kardiomegali (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama, simetris
Perkusi : Redup pada kedua lapang paru bawah
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru bawah,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, distensi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), defense muscular (-).
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit

- Ekstremitas
Superior Inferior
Akral Hangat +/+ +/+
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Rash - -
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
Ref. Fisiologis + +
Ref. Patologis - -

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 09/07/2020

Hematologi
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan

Hemoglobin 12 g/dL 12 – 16
Leukosit 3.7 103/uL 4 – 10
Hematokrit 43.5 % 37 – 50
Trombosit 29 103/uL 150 – 450
Eritrosit 5.03 106/uL 3,8 – 5,8
Hasil Pembelajaran:
RDW-CV 13.1 % 11 - 16
1. Definisi
RDW-SDDemam Dengue Hemorrhagic
44.9Fever fL 35 - 56
2. Klinis dan Penegakan Diagnosis Dengue Hemorrhagic Fever
MCV 86.4 fL 80 – 100
3. Tatalaksana pada pasien Dengue Hemorrhagic Fever
MCH 31.8 Pcg 27-34
4. Edukasi dan Komplikasi dari Dengue Hemorrhagic Fever
MCHC 36.8 g/dL 32-36
Lymph#
Rangkuman Pembelajaran Portofolio:0.6 103/uL 0.8 – 4.0
Mid#
1. Subjective 0.3 103/uL 0.1 – 1.5
Dari
Gran#
anamnesis didapatkan pasien mengaku
2.8 103/uL
mengalami demam sejak 32.0
hari
– 7.0
yang lalu,
terus menerus disertai dengan keluhan
Lymph% 17.0lemas, tidak nafsu%makan, mual, nyeri
20 –di40belakang
mata, nyeri sendi dan sakit kepala.7.9Gejala demam tersebut
Mid% % khas pada3.0pasien
– 15.0demam
berdarah.
Gran% 75.1 % 50 - 70
2. Objective
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital
pasien didapatkan suhu 38.5 oC yang menandakan pasien sedang mengalami demam.
Dalam perjalanan penyakit DHF, pasien sedang berada pada fase demam. Dari
pemeriksaan fisik head to toe dalam batas normal. Dari hasil Lab darah lengkap
menunjukkan nilai trombosit 29 dan WBC 3,7.

3. Assessment
Perempuan, 55 tahun dengan DHF grade 1.
4. Diagnosa
Diagnosis Kerja:
 Dengue Haemorrhagic Fever Grade 1

5. Plan

IGD
Non-medika Mentosa:
- Rawat Inap
- Observasi KU dan TTV pasien
Medikamentosa:
- Loading Cairan RL 500 cc
Ruangan
Non-medika Mentosa:
- Observasi TTV
- Diet Bubur
- Cek DL @ 24 jam
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi Ondancetron 3x4mg
- Injeksi Ranitidin 2x50 mg
- PCT 3x500mg
- Curcuma 3x1tab

Rencana Edukasi:
- Edukasi mengenai diagnosa saat ini kepada pasien.
- Edukasi mengenai pengobatan pada pasien.

Rencana Konsultasi:
- Konsultasi dokter spesialis Penyakit Dalam untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih
lanjut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DHF


Dengue fever (DF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan
cairan rongga tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2.2 Etiologi DHF


Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50
nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus Dengue ditularkan ke manusia melalui vector yaitu
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

2.3 Epidemiologi
Sekitar 40% dari total jumlah penduduk di dunia tinggal di daerah yang resiko tinggi
DF. Dimana dengue endemis di 100 negara di Asia. World Health Organization (WHO)
mengestimasi sekitar 50 sampai 100 juta kejadian DF terjadi tiap tahun, termasuk 500,000
kasus DHF dan 22,000 kematian yang mayoritas anak-anak.

2.4 Patofisiologi DHF


Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan penelitian
yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat
menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua teori yang kini digunakan
untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement
(ADE). Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus
yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro
telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue
berbentuk kompleks virus yang heterologous.

a. Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder


Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus
dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous).
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain
maka terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang
terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non
neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi,
antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah makrofag/monosit
terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag bahkan membentuk kompleks yang
lebih infeksius sehingga penyakit cenderung menjadi berat serta berperan dalam patogenesis
terjadinya DBD/DSS.

b. Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement


Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuclear.
Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya
virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang
mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection
enhancing antibody ialah peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non
netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi
perdarahan sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua
hipotesis di atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori
virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori
virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer
dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan
fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa
virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.

c. Berdasarkan Teori Mediator


Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori
antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor
sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien DSS mempunyai
kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi dengue.
Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-
a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah
sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok.
Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan.
Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi sekunder dapat pula
menjelaskan perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi perdarahan pada DBD dapat disebabkan
oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan
kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan
trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh
trombositopeni diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular
rnenyuluruh dan peningkatan fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang
akan merangsang makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik
berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih
dominan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa respons Th2 predominan terjadi pada
kasus DBD/SSD.

2.5 Manifestasi Klinis


DHF adalah penyakit yang bersifat sistemik dan dinamis. Menurut WHO perjalanan
klinis dari DHF dibagi menjadi 3 fase yaitu fase febris, fase critical, dan fase recovery.
Berikut gambar skematik perjalanan klinis DHF.

1. Fase Febris
Ini merupakan fase awal yang terjadi dari hari 1-3 setelah masa inkubasi virus
Dengue. Pada fase ini pasien akan mengalami demam yang tinggi dan mendadak bisa
mencapai 40oC. Selain itu akan muncul gejala seperti pusing, nyeri kepala, myalgia,
sendi-sendi nyeri, dan erythema kulit. Sebagian pasien ada yang mengalami radang
tenggorokan dan injeksi konjungtiva. Selain itu terdapat keluhan tambahan seperti
anorexia, mual, dan muntah. Pada fase febris akan tampak test tourniquet positive.
Manifestasi perdarahan ringan akan tampak juga pada tahap ini seperti ptechiae dan
perdarahan mukosa. Pada wanita dapat terjadi perdarahan lebih banyak pada vagina
saat menstruasi dan perdarahan gastrointestinal tetapi kejadian ini jarang ditemukan.
2. Fase Critical
Fase ini terjadi pada hari ke 3-6 dimana demam sudah turun dan kadar virus dalam
darah menurun karena respon imun di tubuh mulai meningkat. Fase ini ditandai
dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang paralel terhadap kenaikan
kadar hematokrit dalam darah. Plasma leakage biasa terjadi secara klinis selama 24-48
jam.
Leukopeni yang progresif diikuti dengan penurunan angka trombosit biasanya
mendahului terjadinya kebocoran plasma. Dalam keadaan seperti ini pasien yang
tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler keadaan umumnya akan
membaik, sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler justru
akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma
bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal sampai terjadi efusi pleura dan
ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari nilai awal dapat digunakan untuk melihat
keparahan dari kebocoran plasma. Bila terjadi kebocoran plasma yang berat dapat
terjadi syok hipovolemik. Bila syok terjadi berkepanjangan maka organ tubuh akan
mengalami hipoperfusi sehingga dapat menyebabkan kegagalan organ, acidosis
metabolik dan disseminated intravascular coagulation. Selain syok dapat pula terjadi
gangguan organ berat yang lain misalnya hepatitis berat, encephalitis atau myocarditis
serta perdarahan berat.
3. Fase Recovery
Pada fase ini bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi reabsorbsi
cairan ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan umum akan
membaik, nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal mereda, hemodinamik
stabil. Kadar trombosit meningkat dan persentase hematokrit menurun.
2.6 Diagnosis
Diagnosis Dengue Fever berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Menurut panduan yang dikeluarkan WHO pada tahun 2009, Dengue
Fever terbagi menjadi tiga bagian, yakni:
 Dengue tanpa tanda-tanda bahaya
Pasien dapat dikatakan kemungkinan dengue (probable dengue). Pasien tinggal atau
bepergian ke area endemis dengue dengan demam, ditambah dengan dua tanda gejala
berikut:
 Nyeri kepala
 Malaise
 Myalgia
 Arthralgia
 Nyeri retro-orbital
 Anoreksia
 Nausea
 Muntah
 Diare
 Ruam (ptechiae)

Didukung juga dengan pemeriksaan laboratorium, setidaknya darah perifer lengkap


(leukopenia dengan atau tanpa trombositopenia) dan/atau tes antigen dengue NS1 atau
tes anti bodi dengue IgM (optional)
 Dengue dengan tanda-tanda bahaya
Tinggal atau bepergian ke area endemis dengue dengan demam antara 2-7 hari,
ditambah salah satu dari tanda gejala berikut:
 Nyeri tekan abdomen
 Muntah persisten
 Tanda klinis akumulasi cairan
 Perdarahan mukosa
 Letargi, lemah
 Pembesaran hati
 Laboratorium: peningkatan hematokrit dan/atau penurunan trombosit
 Dengue Berat
Tinggal atau bepergian ke area endemis dengue dengan demam antara 2-7 hari dan
dengan manifestasi klinis dengue diatas dengan atau tanpa tanda-tanda bahaya,
ditambah dengan:
 Kebocoran plasma berat, yang mengakibatkan:
 Syok (Dengue Shock Syndrome)
 Akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan
 Perdarahan hebat
 Epistaksis tidak terkendali
 Hematemesis dan/atau melena
 Perdarahan otak
 Hematuria grosmakroskopik
 Hematoskezia
 Gangguan organ berat
 Hati: SGOT atau SGPT ≥ 1000
 Sistem saraf pusat, misalnya kejang gangguan kesadaran
 Jantung, misalnya miokarditis
 Ginjal, misalnya gagal ginjal

Terdapat tahap berikut dari Dengue Hemorrhagic Fever yaitu Dengue Shock Syndrome
(DSS). Dikatakan DSS jika kriteria diatas terpenuhi disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

2.7 Derajat DHF


Berikut adalah derajat penyakit Dengue Hemorrhagic Fever.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
 Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Dua kriteria klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai
trombositopenia dan hernokonsentrasi merupakan definisi kasus DBD. Sedangkan definisi
kasus DBD confirmed adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer
HI 2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase akut dan
konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis pasti DBD adalah dengan ditemukannya
virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada
penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen
virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum
penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu:
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Hemaglutination inhibition test = HI test)
2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen fixation test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test =NT test)
4. IgM Elisa (Mac Elisa)
5 IgG Elisa
Pada dasamya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).
Pada Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-oebital.
• Mialgia / artralgia.
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
• Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2.9 Prinsip Tatalaksana


Pada dasarnya terapi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah bersifat suportif dan
simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam
pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara
klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada
umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses
kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke
intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain
pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan
terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites
yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi: Tirah
baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi
yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada
saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai
komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Tatalaksana pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok
2. Tatalaksana cairan pada pasien dewasa dengan kecurigaan DBD tanpa syok
3. Tatalaksana DBD pada pasien dewasa dengan peningkatan Ht >20 %
4. Tatalaksana perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana DSS pada orang dewasa

Gambar 1. Tatalaksana Pasien Dewasa dengan Kecurigaan DBD tanpa Syok

Gambar 2. Tatalaksana Cairan pada Pasien Dewasa dengan Kecurigaan DBD tanpa Syok
Gambar 3. Tatalaksana DBD pada Pasien Dewasa dengan Peningkatan Ht >20 %

Gambar 4. Tatalaksana Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Gambar 5. Tatalaksana DSS pada Orang Dewasa

2.10 Pencegahan DHF


Menurut kementrian Kesehatan tindakan terbaik untuk menanggulangi DBD adalah dengan
melakukan 3M Plus:
1. Menguras: membersihkan tempat penanmpungan air seperti ember, bak mandi, dan
lainnya.
2. Menutup: menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti sumur, ember, kendi,
toren air, dan lainnya.
3. Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi sarang
nyamuk.
4. Plus: yang dimaksud “plus” adalah upaya pencegahan dengan menggunakan obat
nyamuk, menabur bubuk larvasida di penampungan air, memelihara ikan pembasmi
jentik nyamuk, mengatur cahaya dan ventilasi rumah.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2014.

2. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam: Hadinegoro SRS,


Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.2004.h.32-43

3. WHO. Impact of Dengue. Available at: http://www.who.int/csr/disease/dengue/impact/en/.


Accessed on Mei 2, 2019

4. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever. Available at: http://apps.searo.who.int/pds_docs/ Accessed on Mei 2,
2019

5. DEPKES. Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue. Available at:


http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-dbd.pdf.
Accessed on Mei 2, 2019

6. Departemen Kesehatan RI. Tata Laksana DBD. Available at:


http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf Accessed on Mei 2, 2019

7. Soedarno SS, Garna H, Hadinegoro SR. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta. 2008.

8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan
kesehatan, 2005.p.19-34

Anda mungkin juga menyukai