Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Diajukan guna melengkapi tugas Program Internsip Dokter Indonesia


Periode II tahun 2020

Disusun oleh:

dr. Miftachul Ariefin

Pembimbing :
dr. Emmy Wahyuni, Msi .Med, Sp.PK

RSUD DEMANG SEPULAU RAYA


LAMPUNG TENGAH
2020

1
2
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Miftachul Ariefin

Judul : Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Pembimbing : dr. Emmy Wahyuni, Msi .Med, Sp.PK

Lampung tengah, 2020


Pembimbing

Dr. Emmy Wahyuni, Msi .Med, Sp.PK

3
BAB I

PENDAHULUAN

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan

virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus (Arboviruses)

yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan

mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.

Infeksi salah satu seroyipe akan menimbulkan antibody terhadap serotype

yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain

sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai

terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue

dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,

pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah

sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang

tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diamsusikan

banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
Identitas Pasien
Masuk instalasi gawat darurat RSUD Demang Sepulau Raya:
Tanggal 16 Januari 2020, Jam 19.44 WIB
• Nama : Ny. N
• No. RM : 100.12.57.69
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 28 Tahun
• Status : menikah
• Alamat : Komering, Lampung Tengah
• Suku : Jawa
• Pekerjaan : IRT

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSUD Demang Sepulau Raya dibawa oleh keluarganya
dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam timbul mendadak
dirasakan naik turun. Demam dirasakan cenderung naik pada malam hari dan
turun pada pagi hari. Keluhan demam disertai dengan keringat dingin (+),
menggigil, badan terasa lemas (+), sakit kepala (+), nyeri belakang mata, nyeri
otot dan sendi, mual (+), muntah (+) apa yang dimakan, nyeri ulu hati (+), nafsu
makan dan minum pasien menurun. Keluhan terdapat bintik – bintik merah di

5
tubuh (-). Terdapat Mimisan dan gusi berdarah di sangkal. BAK dan BAB dalam
batas normal.

Riwayat penyakit terdahulu


Belum pernah mengalami sakit seperti ini
Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama di dalam keluarga disangkal.
Riwayat Pengobatan
Paracetamol 3x500
Alergi obat (-)

B. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)

 Tanda vital

o Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg

o Nadi : 89 x/menit

o Suhu : 38,1oC

o Pernapasan : 20 x/menit

Kepala

 Bentuk : Normochepali

 Pertumbuhan Rambut : Distribusi merata, warna hitam

Mata

 Bentuk : Normal, bola mata simetris

 Konjungtiva : Tidak anemis

6
 Sklera : Tidak ikterik

 Pupil : bulat, isokor +/+, diameter 3 mm

Telinga

 Bentuk : normal (eutrofilia)

 Liang telinga : lapang

 Serumen : -/-

Hidung

 Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas

 Septum : Terletak di tengah dan simetris

 Mukosa hidung : Tidak terdapat hiperemis, konka nasalis eutrofi

 Cavum nasi : perdarahan(-)

Mulut dan Tenggorok

 Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis

 Gigi-Geligi : hygiene baik

 Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis

 Lidah : normoglosia, tidak kotor, tidak tremor

 Tonsil : T1/T1 tenang, tidak hiperemis

 Faring : Tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

 Gusi : tidak ada perdarahan

Leher

 Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena

 Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris

 Trakea : di tengah

7
Kelenjar Getah Bening

 Tidak teraba pembesaran KGB

Thorax

Pulmo

 Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertingga

 Palpasi : gerak simetris pada kedua hemithorax vocal fremitus +/+

suara kuat

 Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru

 Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

 Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

 Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea

midclavicularis sinistra, thrill (-)

 Perkusi : batas jantung kanan pada intercostal V parasternal kanan,

jantung kiri pada intercostal V midclavicula kiri, pinggang jantung pada

intercosta III parasternal kiri

 Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur(-), gallop(-)

Abdomen

 Inspeksi : datar , tidak terdapat asites

 Auskultasi : bising usus 4-5x/ menit, normal

 Palpasi : supel, massa (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (+), ballotement (-)

8
 Perkusi : pekak pada keempat kuadran abdomen, nyeri ketok CVA

(-), shifting dullness (-)

Genitalia

 Tidak diperiksa

Ekstremitas

 Akral hangat pada keempat ekstremitas

 Edema (-), CRT < 2”

 Sianosis (-)

 Turgor baik

Rumple Leed test (-)

C. DIAGNOSA KERJA

 Observasi Febris hari ke- 4 e.c. supeck demam dengue

D. DIAGNOSA BANDING

 Chikungunya

 Malaria

 Dhf grade 1

E. RENCANA DIAGNOSTIK

 Pemeriksaan darah lengkap serial

 Cek IgG, IgM anti Dengue

F. RENCANA TERAPI

 IVFD RL 30 gtt

 Omeprazole 40 mg/24 jam

 Ondancentron 4mg/8 jam

9
 Paracetamol 3 x 500 mg

G. Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN


RUJUKAN
Hemoglobin 14.3 11.7 – 15.5 g/dL
Hematokrit 40.7 35.0 – 47.0 %
Eritrosit 4.98 3.8 – 5.2 106 /ul
Leukosit 1.76 3.6 – 11 103 /ul
Trombosit 166 150 – 440 103 /ul
Eosinofil 0 2–4 %
Basofil 0 0–1 %
Neutrofil 83 50 – 70 %
Limfosit 43 20 – 40 %
Monosit 19 2–8 %
GDS 109 60 – 200 Mg/dL

H. Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad bonam

 Quo ad functionam : dubia ad bonam

 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

I. Follow Up

17 / 01/ 2020 S/ demam (+), nyeri sendi (+), nyari P/


Perut (+) - IVFD RL 30 tpm
- Omeprazol 40mg/24 j
O/ k/u : baik , Kes : CM - Ondancentron 8mg/8 j
TD : 90/60 , nadi : 80x/menit, RR : - Sucralfat syr 3xC1
20x/menit, T : 37,6 C - Paracetamol 3x500 tb

Mata : Ca -/-, Si -/-

10
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-
BJ : 1/2 (+) N
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas : akral hangat (+/+)

Lab :
Hb : 13.2
HT : 37.3
Leu : 2.38
trom : 122

A/ obs fibris H5 ec DF

18/01/ 2020 S/ demam (-), nyeri sendi (+), Nyeri P/ Rencana Rujuk
perut (+) BAB hitam (+) Keluarga menolak rujuk

O/ TD : 100/70, nadi : 86x/menit, Tranfusi Trombosit 5 kolf


RR : 20x/menit, T : 35,8 C IVFD RL 40 tpm
Omeprazol 40mg/24 j
Mata : Ca -/-, Si -/- Ondancentron 8mg/8 j
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/- Sucralfat syr 3xC1
Bj : 1/2 (+) N Paracetamol 3x500 tab
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas : akral hangat (+/+) bintik
– bintik kemerahan (+/+)

Lab :
Hb : 14.2
HT : 40.2
Leu : 4.09
trom : 67
IgM : Positive
IgG : Positif

A/ DHF H6 grade II dengan infeksi


primer dan skunder

19/01/2020 S/ demam (+), Nyeri sendi (+), BAB P/


darah (+), BAB hitam (-) IVFD RL 40 tpm
Omeprazol 40mg/24 j
O/ TD : 100/70 mmhg HR : 84 x/I Ondancentron 8mg/8 j

11
RR : 20 x/i T : 35,6 C Sucralfat syr 3xC1
Paracetamol 3x500 tab
Mata : Ca -/-, Si -/-
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-
Bj : 1/2 (+) N
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas bawah : akral hangat (+/+)
bintik – bintik kemerahan (+/+)

Lab :

Hb : 13.1
HT : 37.6
Leu : 6.10
Trom : 43
A/ DHF H7 Grade II dengan infeksi
primer dan skunder

20/01/2020 S/ demam (-), Nyeri sendi (+), BAB


darah (-), BAB hitam (-) IVFD RL 40 tpm
Omeprazol 40mg/24 j
O/ TD : 100/70 mmhg HR : 84 x/I Ondancentron 8mg/8 j
RR : 20 x/i T : 35,6 C Sucralfat syr 3xC1
Paracetamol 3x500 tb
Mata : Ca -/-, Si -/-
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-
Bj : 1/2 (+) N
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas bawah : akral hangat (+/+)
bintik – bintik kemerahan (+/+)
Lab :

Hb : 13.0
Ht : 37.4
Leu : 8.45
Trom : 42
Lab :
Hb : 13.5
Ht : 39.1
Leu : 6.59
Trom :59

12
A/ DHF H8 grade II dengan infeksi
primer dan skunder

21/01/2020 S/ demam (-), Nyeri sendi (+), BAB


darah (-), BAB hitam (-) IVFD RL 40 tpm
Omeprazol 40mg/24 j
O/ TD : 100/70 mmhg HR : 84 x/I Ondancentron 8mg/8 j
RR : 20 x/i T : 35,6 C Sucralfat syr 3xC1
Mata : Ca -/-, Si -/- Paracetamol 3x500 tb
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-
Bj : 1/2 (+) N
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas bawah : akral hangat (+/+)
bintik – bintik kemerahan (+/+)
Lab :

Hb : 13.9
Ht : 42.0
Leu : 6.70
Trom : 92
Lab :
Hb : 13.3
Ht : 37.5
Leu : 7.10
Trom : 155

A/ DHF H 9 grade II dengan infeksi


primer dan skunder

22/01/2020 S/ Tidak ada keluhan -BLPL


-Lansoprazol tab 2x1
O/ TD : 120/80 mmhg HR : 84 x/I -Sucralfat syr 3xC1
RR : 20 x/i T : 36,6 C
Mata : Ca -/-, Si -/-
Thorax : Ves +/+, Wh -/-, Rh -/-
Bj : 1/2 (+) N
Abdomen : Bu (+), Nt (-)
Extremitas bawah : akral hangat (+/+)

13
lab :
Hb : 13.8
Ht : 39.0
Leu : 6.92
Trom : 228

A/ DHF H 10 grade II dengan infeksi


primer dan skunder

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definis

Dengue fever (DF) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak –

anak, remaja dan dewasa. Biasa nya gejala umum nya adalah demam bifasik

disertai sakit kepala berat, nyeri otot, nyeri sendi, ruam, leukopenia dan

trombositopenia. Walaupun DF termasuk penyakit yang ringan, tidak jarang bisa

terjadi perdarahan seperti ; perdarahan gastrointestinal, hipermenorea, dan

epistaxis masif.

Dengue haemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit demam akut, pada

fase demam awal berhubungan dengan tanda dan gejala yang mirip dengan DD.

Umumnya terjadi diathesis hemoragik seperti ; tes tornique positif, petechi,

mudah memar dan pada kasus berat terjadi perdarahan di gastrointestinal. Pada

akhir fase demam ada kecenderungan untuk terjadi syok hipovolemik ( dengue

shock syndrome ) disebabkan karena terjadi kebocoran plasma.

Terdapat tanda – tanda warning signs untuk mencegah terjadinya syok seperti ;

muntah terus – menerus, nyeri perut, lesu atau gelisah, mudah marah dan oliguria.

B. Epidemiologi

Empat virus dengue berasal dari monyet dan secara independen menular

ke manusia di Afrika atau Asia Tenggara antara 100 dan 800 tahun yang lalu.

Dengue tetap merupakan penyakit yang terbatas secara geografis dan minor

sampai pertengahan abad ke-20. Gangguan perang dunia kedua - khususnya

15
transportasi, nyamuk Aedes di seluruh dunia dalam kargo diduga telah

memainkan peran penting dalam penyebaran virus. DBD pertama kali

didokumentasikan hanya pada 1950-an selama epidemi di Filipina dan Thailand.

Tidak sampai tahun 1981,sejumlah besar kasus DBD mulai muncul di Karibia dan

Amerika Latin, di mana program pengendalian Aedes yang sangat efektif telah

ada sampai awal 1970-an.

Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di

Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%),

akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Selanjutnya sejak

saat itu penyakit Demam Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah

air Indonesia, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali

Timor-Timur telah terjangkit penyakit, dan mencapai puncaknya pada tahun 1988

dengan insidens rate mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat

kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin

lancarnya hubungan transpotasi.

C. Etiologi

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4

serotype virus yaitu ;

1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather

4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.

Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses).

Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia

16
dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia

menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan

menyebabkan kasus yang berat.

B. patofisiologi dan Patogenesis

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan

membedakandemam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya

permeabilitasdinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya

hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai

hematocrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan

terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler

yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya

nilai hematokrit. Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis

demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian

besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang

mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue

pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan

dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5

tahun. Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder

dicoba dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar.

17
Gambar. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita

dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody anamnestik

yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibody IgG anti dengue titer

tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam

jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya

kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan

meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma

melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume

plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-

48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan

18
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada

DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah

renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan

kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai

trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada

masa renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan

nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan

pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII,

IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor

koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang

terbukti terganggu, juga oleh aktifasi system koagulasi.

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat terjadi

juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan

saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible

disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan

kematian.

19
Gambar. Patogenesis Perdarahan pada DBD

C. Manifestasi Klinis.

Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau

dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam

dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase

demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3

hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko

untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.

Fase Febris:

- Demam mendadak tinggi 2-7 hari

- Muka kemerahan, eritema kulit- Sakit kepala

- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan

konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.

20
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan

mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan pervaginam

dan gastrointestinal.

Fase Kritis: 

- Terjadi pada hari 3-7 sakit.

- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan 

permeabilitas  kepiler  dan  timbul  kebocoran  plasma  yang

biasanya berlangsun 24-48 jam.

- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif

disertai penurunan hitung trombosit.

- Dapat terjadi syok.

21
Fase Pemulihan:

- Terjadi setelah fase kritis.

- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler keintravaskuler secara

perlahan pada 48-72 jam setelahnya.

- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis

membaik.

D. Diagnosis

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO tahun

2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Tabel 1

DD/ DBD Tanda dan Gejala Laboratorium

DD Demam disertai minimal dengan 2


gejala - Leukopenia (≤ 4000
- Nyeri kepala. sel/mm3).
- Nyeri retro-orbital. - Trombositopenia
- Nyeri otot. (<100.000 sel/mm3).
- Nyeri sendi/ tulang. - Peningkatan hematokrit
- Ruam kulit makulopapular. (5%-10%).
- Manifestasi perdarahan. - Tidak ada bukti
- Tidak ada tanda perembesan perembesan plasma.
plasma.

DBD I Demam dan manifestasi


perdarahan (uji bendung positif) - Trombositopenia
dan tanda perembesan plasma. (<100.000 sel/mm3).
- Peningkatan hematokrit
(≥20%).

DBD II Seperti derajat I ditambah


perdarahan spontan. - Trombositopenia
(<100.000 sel/mm3).
- Peningkatan hematokrit
(≥20%).

DBD III Seperti derajat I atau II ditambah


kegagalan sirkulasi (nadi lemah, - Trombositopenia
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, gelisah, (<100.000 sel/mm3).
hipotensi, dan diuresis menurun. - Peningkatan hematokrit
(≥20%).

DBD IV (DSS) Syok hebat dengan tekanan darah


dan nadi yang tidak terdeteksi. - Trombositopenia

22
(<100.000 sel/mm3).
- Peningkatan hematokrit
(≥20%).

Diagnosis infeksi dengue: Diagnosis klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi,


dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue
positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif).
Tabel 1. Diagnosis klinis dan derajat keparahan infeksi dengue

Pada foto toraks (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II) didapatkan

efusi pleura, terutama di hemitoraks sebelah kanan. Pemeriksaan foto toraks

sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura

dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

E. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat diperiksa terkait infeksi dengue

antara lain :

1. Leukosit: Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) > l5% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok

akan meningkat.

2. Trombosit: Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

3. Hematokrit: Menandakan kebocoran plasma dibuktikan dengan

ditemukannya peningkatan hematokrit >20% dari hematokrit awal,

umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

4. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,

atau FDP pada keadaan yang dicurigai tejadi perdarahan atau kelainan

pembekuan darah.

5. Protein/ albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

6. SGOT/SGPT dapat meningkat.

23
7. Ureum/ kreatinin: Dapat meningkat bila didapatkan gangguan fungsi

ginjal.

8. Elektrolit: Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Hiponatremia

paling sering ditemukan pada DHF dengan syok berat. Hipocalsemia

seering di temuakan pada semua kasus DHF, menurun pada DHF grade 3

dan 4.

9. Analisa Gas Darah : asidosis metabolic banyak di temukan pada kasus

syok yang berlangsung lama.

10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

11. NS 1: Antigen NSl dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai

hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4% dengan

spesifisitas 100%, sama tingginya dengan spesifisitas gold standar kultur

virus. Hasil negatif antigen NSI tidak menyingkirkan adanya infeksi virus

dengue.

Pemeriksaan trombosit

Trombosit merupakan komponen pada sel darah yang dihasilkan oleh

jaringan hemopoetik dan berfungsi dalam proses pembekuan darah, dimana jika

terjadi penurunan trombosit dapat menimbulkan perdarahan dan adanya gangguan

hambatan darah. Trombositopenia yang terjadi pada infeksi dengue merupakan

mekanisme supresi sumsung tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup

trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan

keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan tercapai akan

terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis, kadar

trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan

24
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia.

Hitung jumlah trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu untuk diagnosis

infeksi dengue karena menunjukkan sensitivitas yang tinggi mulai dari hari ke-4

demam sebesar 67.7%, bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan angka

100%. Spesifitas yang sangat tinggi pada penggunaan trombositopenia sebagai

parameter disebabkan karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan

penurunan hitung trombosit sampai di bawah 150.000 sel/mm3. Bahkan jika

digunakan kriteria trombosit dibawah 100.000 sel/mm3, spesifitas hampir

mencapai 100% sejak hari pertama. Dengan demikian pemeriksaan trombosit

akan sangat membantu diagnosis infeksi dengue karena sensitivitas dan

spesifitasnya. Nilai rujukan jumlah trombosit normal dalam darah adalah

150.000–400.000 sel/mm3. Jumlah trombosit akan normal selama fase awal

demam. Penurunan ringan dapat terjadi selanjutnya. Penurunan jumlah trombosit

secara tiba-tiba hingga di bawah 100.000 sel/mm3 dapat terjadi di akhir fase

demam sebelum onset syok ataupun sebelum demam turun. Jumlah trombosit

berkorelasi dengan keparahan DHF. Selain itu, bisa juga terdapat kerusakan pada

fungsi trombosit. Perubahan ini terjadi secara singkat dan kembali normal selama

fase pemulihan.

Pemeriksaan Hematokrit

Nilai hematokrit merupakan nilai besarnya volume sel-sel eritrosit

seluruhnya didalam 100 mm3 darah yang dinyatakan dalam %. Peningkatan nilai

hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi pada penyakit infeksi dengue. Nilai

hematrokrit merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma,

25
sehingga harus dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala pada pasien

infeksi dengue. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan

hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit ≥20%

menggambarkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu

diperhatian bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau

resiko adanya perdarahan. Nilai rujukan nilai hematokrit normal untuk pria adalah

40-48% dan untuk wanita adalah 37-43%. Sedangkan nilai hematokrit normal

pada anak 33–38%. Hematokrit akan normal pada fase awal demam. Peningkatan

hematokrit secara tiba-tiba terlihat setelah jumlah trombosit berkurang.

Hemokonsentrasi atau naiknya hematokrit sebesar 20% dari batas normal,

merupakan bukti obyektif adanya kebocoran plasma.

Pemeriksaan Serologi

Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel

retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7

hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara

lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang

muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi

mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi

meningkatAntibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar

demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan

menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar

antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi

primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam

hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua.

26
Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan

mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder

dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM

yang cepat.

Gambar. Respon Primer dan Sekunder Infeksi Virus Dengue

F. Diagnosis banding

 Virus : Chikungunya, Measles, rubella, Epstein-Barr Virus (EBV),

enteroviruses, influenza, hepatitis A.

 Bacteri : Meningococcaemia, leptospirosis, typhoid, melioidosis,

rickettsial diseases, scarlet fever.

 Parasit : malaria

G. Komplikasi DF dan DHF

DF

DF dengan perdarahan bisa menyebabkan komplikasi Ulcus peptic,

Trombositopeni berat dan Trauma.

DHF

27
Dhf bisa menyebabkan syok yang berlanjut ke asidosis metabolic, perdarahan

yang berat, DIC, kegagalan fungsi multiorgan, efusi pleura, CHF, dan

encephalopati

H. Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi

suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus

dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur

intravena. Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi

lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A),

membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan

membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).

Kelompok-A

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk

minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam,

dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.

Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga

melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat

dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs

muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:

 Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan

lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang

hilang akibat demam.

28
 Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam.

Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

 Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan

keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda

perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan

trombosit (kelompok-B).

Kelompok-B

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis.

Kriteria rawat pasien DBD adalah:

1. Adanya warning signs

2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum,

hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.

3. Perdarahan

4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).

5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites

6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia

hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua

7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa

transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan

adalah:

 Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti

normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu

29
kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi

2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuag/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali

status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.

 Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin

output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus

berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal

ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht

menurun.

 Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat.

Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap

1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum

dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah,

dan fungsi organ sesuai indikasi.

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

 Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9%

atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk

pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan

volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-

48 jam.

 Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin

output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan

trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

30
Kelompok-C

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami

DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi

cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga

volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid

pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi.

Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan

perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas

tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ

(level kesadaran membaik, urin output >0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik

menurun)

31
Terapi pada Pasien Syok Terkompensasi

Gambar-2. Algoritma Pasien Syok Terkompensasi

32
Terapi pada Syok Hipotensi

Gambar-3. Algoritma Pasien Syok Hipotens

33
Indikasi Tranfusi Trombosit

Transfusi platelet/trombosit pada pasien DBD yang berada dalam kondisi

trombositopenia masih menjadi kontroversi. Sebuah penelitian

dari Makroo dkk (2007) menyimpulkan hasil bahwa :

1. Komplikasi perdarahan sering terjadi pada pasien DBD dengan

trombositopenia berat.

2. Transfusi platelet urgen diberikan pada pasien DBD dengan trombosit <

20.000/mm3, karena memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi

perdarahan.

3. Sedangkan pasien DBD dengan trombosit antara 20.000/mm3 -

40.000/mm3, memiliki indikasi mendapat transfusi platelet hanya jika

menunjukkan tanda-tanda manifestasi perdarahan yang jelas.

Pasien DBD dengan trombosit > 40.000/mm3 masih "cukup aman" untuk

tidak diberikan transfusi platelet. Bahkan, menurut pengalaman, pasien

dengan trombosit 20.000/mm3 pun bisa sukses pulih selama tidak ada

manifestasi perdarahan yang nyata.

I. Indikasi Pulang Pasien DBD

Pasien dapat pulang apabila memenuhi semua kriteria berikut:

 Klinis:

o Bebas demam selama minimal 48 jam

o Terdapat perbaikan ststus klinis (keadaan umum baik, nafsu makan

makan membaik, status hemodinamik stabil, urine output normal,

tidak ada gangguan pernapasan)

34
 Laboratoris:

o Peningkatan jumlah trombosit

o Hematokrit stabil tanpa cairan intravena

35
BAB IV
DISKUSI

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien perempuan usia 28


tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Berdasarkan teori,
menyatakan bahwa epidemiologi penderita DBD terbanyak adalah pada anak-
anak dan dewasa muda, Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
kepekaan terhadap infeksi virus dengue. (Carribean Epidemiology Centrepada
tahun 2000)
Demam timbul mendadak dirasakan naik turun. Demam dirasakan cenderung
naik pada malam hari dan turun pada pagi hari. Keluhan demam disertai dengan
keringat dingin (+), menggigil, badan terasa lemas (+), sakit kepala (+), nyeri
belakang mata(+), nyeri otot(+) dan sendi(+), mual (+),muntah (+) nyeri ulu hati
(+), nafsu makan dan minum pasien menurun. Ketika dirawat terdapat bintik –
bintik merah di tubuh (+), nyeri perut (+), BAB berdarah (+), BAB hitam (+).
Berdasarkan teori, gejala dengue fever : demam suhu 39 – 40o bersifat bifasik,
kepala sakit, nyeri belakang mata, nyeri otot, nyeri sendi, mual, muntah,
anoreksia, nyeri uluhati. Pada dengue hemoregec fever gejala seperti DF
ditambah terdapat perdarahan spontan dan kebocoran plasma (WHO, 2011).
Pemeriksaan Laboratorium
LAB Tanggal Pemeriksaan Laboratorium
16 17 18 19 20 21 22
Hb 14.3 13.2 14.2 13.1 13.0 13.5 13.9 13.3 13.8
Hct 40.7 37.3 40.2 37.6 37.4 39.1 42.0 37.5 39.0
Leu 1.76 2.38 4.09 6.10 8.45 6,59 6.70 7.10 6.92
Lim 43
Trom 166 122 67 43 42 59 92 155 228
IgG +
IgM +

Mendapatkan hasil Leukopenia terjadi pada demam hari 4 kemudian naik secara
perlahan, nilai limfosit > 43%. Menurut teori Leukosit dapat normal atau
menurun Mulai hari ke-3 dan ditemui limfositosis > 45%.

36
Trombositopenia terjadi mulai dari hari ke 5-8. Menurut teori Umumnya terdapat
trombositopenia pada hari ke 3-8.
IgG dan IgM positif pada hari ke 6, menurut teori, Pemeriksaan serologis
dilakukan selama hari 3-7 setelah tubuh mengalami infeksi virus dengue. Hal ini
disebabkan karena tubuh akan mengalami viremia yang menyebabkan
terbentuknya imunoglobulin anti dengue. Respon antibodi berbeda sesuai status
kekebalan dari penderita.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasein ini adalah terapi cairan infus intravena
dengan RL 0,9% dosis pemeliharaan, karena pasein mengeluh muntah apa yang
di makan dan minum. Ini sesuai dengan terori, Motivasi minum. Jika tidak
bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa
dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan dosis
sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine
output selama 24-48 jam.

37
BAB V
RINGKASAN

Dengue fever/dengue hemorage fever merupakan merupakan penyakit

demam akut, disertai gejala sakit kepala berat, nyeri otot, nyeri sendi, ruam,

leukopenia, trombositopenia perdarahan spontan dan kebocoran plasma.

Disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus

(Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus yaitu : DEN-1,

DEN-2, DEN-3, DEN-4. Diagnosis DF/DHF ditegakkan berdasarkan anamnesis

berupa demam bifasik, Nyeri kepala,Nyeri retro-orbital, Nyeri otot, Nyeri sendi/

tulang, pemeriksaan fisik berupa ditemukan nya petekhi dan pemeriksaan

laboratorium berupa leukopenia, trombositopenia dan hemokonsentrasi. Terapi

utama DF/DHF adalah terapi cairan oral rehydration solution (ORS) atau

intravena. Prognosis pasien baik apabila cairan dalam tubuh tercukupi.

38
DAFTAR PUSTAKA

Sukohar A.2014.Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula Unila.2014;2(2) : 1-


15. Fakultas kedokteran universitas lampung
Amrina Rasyada,Ellyza Nasrul, Zulkarnain Edward.2014. Hubungan Nilai
Hematokrit Terhadap Jumlah Trombosit pada Penderita Demam Berdarah
Dengue.jurnal kesehatan. FK Unand
World Health Organization. 2011. Prevention and control of dengue an dengue
haemorrhagic fever. Geneva: WHO Press.
Candra aryu, Asupan Gizi Dan Penyakit Demam Berdarah/ Dengue Hemoragic
Fever (DHF). JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.7 No.2 2019. Staf
Pengajar Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Makroo.dkk. Role of platelet transfusion in the management of dengue patients in
a tertiary care hospital. Journal ListAsian J Transfus Sciv.1(1); Jan-Jun
2007PMC3168133

39
40

Anda mungkin juga menyukai