Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis. Infeksi
virus dengue dapat asimptomatik atau dapat menunjukkan demam yang tidak
diketahui sebabnya, demam dengue atau demam berdarah dengue dengan perembesan
plasma yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik (Dengue Shock Syndrome).
[ CITATION Gui08 \l 1057 ] Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai renjatan/syok.[ CITATION Sit14 \l 1057 ]
Demam dengue merupakan salah satu penyakit virus yang butuh penanganan
segera pada manusia yang dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas. Penyakit
ini merupakan endemik di seluruh wilayah kecuali Eropa. [ CITATION Gui08 \l 1057
] Selama 20 tahun belakangan ini, terjadi peningkatan kasus demam dengue maupun
demam berdarah dengue secara global. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian
besar wilayah tropis dan subtropis. [ CITATION Gui08 \l 1057 ]
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999.[ CITATION Sit14 \l 1057 ]
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan utama
adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang disebabkan kebocoran plasma yang
diduga karena proses immunologi, pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
[ CITATION Had04 \l 1057 ] Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat,
hanya dalam beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat tapi derajat
kerusakan jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk
menyebabkan kematian karena infeksi virus, kematian yang terjadi lebih disebabkan
oleh gangguan metabolik.[ CITATION Kno09 \l 1057 ]

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. Desta Wiguna
Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Turida Timur
Tanggal Pemeriksaan : 22 Januari 2020 pukul 10.00 WITA

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Demam
Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak (+), Pilek (+)
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke puskesmas cakranegara diantar orangtuanya, dengan keluhan
demam sejak 6 hari sebelum ke puskesmas. Awalnya pasien dikatakan demam pada
tanggal 14 Januari 2020, demam dirasakan tiba-tiba pada selasa sore dan makin
meningkat tengah malam, dikatakan naik turun, tanpa disertai kejang. Pasien sempat
diajak berobat ke bidan terkait keluhan demamnya pada sore hari dan diberikan obat
penurun panas, demam sempat turun setelah minum obat, namun demam kembali
naik saat efek obat tersebut hilang. Pada hari sabtu tengah malam demam kembali
tinggi dan sempat dibawa ke UGD puskesmas dan dimasukkan obat penurun panas
lewat pantat. Hari senin, tanggal 20 januari 2019 pasien dianjurkan untuk
pemeriksaan darah dan hasilnya trombosit nya menurun sehingga pasien dirawat
inap. Selain demam, pasien juga dikatakan mengalami batuk dan pilek. Batuk
disertai dahak dan pilek dikatakan muncul 2 hari setelah keluhan demam. Keluhan
lain seperti nyeri perut, gusi berdarah, mimisan disangkal pasien. Nafsu makan dan
minum pasien menurun, belum BAB sejak 3 hari yang lalu dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:

2
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Riwayat alergi obat
disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat kejang disangkal. Sebelumnya nafsu
makan pasien baik, makan 3 kali sehari dengan lahap.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan yang sama seperti pasien di keluarga disangkal. Riwayat keluarga
ataupun warga sekitar yang mengalami keluhan yang sama disangkal pasien.
Riwayat alergi, asma, penyakit jantung disangkal.
Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Ayah pasien adalah seorang perokok
aktif dan sering merokok di dalam rumah. Di sekitar lingkungan pasien banyak
terdapat genangan air hujan pada ban-ban bekas juga pot-pot kosong dan pemukiman
padat.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sempat diberikan obat penurun panas saat ke bidan (nama obat lupa)
dan juga penurun panas supp satu kali di puskesmas.
Riwayat Persalinan :
Pasien merupakan anak ketiga, lahir di bidan, cara persalinan pervaginam,
cukup bulan (38-39 minggu), berat lahir 2800 gram, panjang lahir 50 cm, menangis
spontan, tidak terdapat kelainan bawaan, tidak terdapat riwayat kuning maupun biru.
Kesan : Lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan.
Riwayat Imunisasi :
Ibu pasien selalu mengikuti imunisasi rutin. Imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Makan :
0 – 6 bulan : ASI eksklusif
6 – 24 bulan : ASI + Makanan Pendamping (Bubur, Buah,
Biskuit) frekuensi 3x sehari, 1 porsi = 1 mangkuk
kecil
24-sekarang : seperti makanan dewasa
Kesan : Kualitas baik, kuantitas baik

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan :


Menegakkan kepala : tidak ingat

3
Membalikkan badan : tidak ingat
Duduk : tidak ingat
Merangkak : tidak ingat
Berdiri : usia 8 bulan
Berjalan : 1 tahun
Berbicara : 1,5 tahun

 Personal Sosial : saat ini pasien berkomunikasi, bermain dengan teman sebayanya
 Motorik Halus : saat ini pasien sudah dapat menoleh ke samping kanan dan kiri,
berusaha meraih mainan, memegang biskuit sendiri
 Bahasa : saat ini pasien sudah dapat bebicara
 Motorik Kasar : saat ini pasien sudah bisa berjalan, berlari, makan sendiri dan
bermain
Kesan : Tumbuh kembang normal

Riwayat Operasi
Tidak ada
Riwayat transfusi
Tidak ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Kesan Umum : Tampak sakit sedang, kesan status gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : N : 120x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler


RR : 38x/menit
S : 39,1’C
BB : 8,7 kg
TB : 73 cm
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, alopesia (-)
Mata : Sudut mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera

4
tidak ikterik, pupil isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), secret (+)
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-
: T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris statis dan dinamis,
retraksi subcostal (+)
P : Ekspansi dinding dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler (+/+), rhonki +/+, wheezing -/-
Cor :
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Tidak dapat dievaluasi
P : Tidak dapat dievaluasi
A : S1 S2 tunggal reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : I : Datar
A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien
tidak teraba
P : Timpani seluruh lapang abdomen

Alat Kelamin : O , Fimosis (-), Eritema (-)

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2detik, akral


hangat (+), ptekie (-)

Status Gizi (WHO)


Umur : 2 tahun 1 bulan
Jenis kelamin: laki-laki
Berat badan : 8,7 kg
Berat badan ideal : 9,3 kg

5
Panjang badan : 73 cm
Berat badan/ umur : < -3 SD
Tinggi badan/umur : < -3 SD
Berat badan/ Tinggi badan : -2 SD – (-1) SD
Status gizi : 93% (gizi cukup)  Waterlow
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 8,9 12-16 gr/dl
Hematokrit 28,5 35-49%
Eritrosit 4,12 4,2-5,4x106/mm3
Leukosit 4,0 4.0-12.0 x103/mm3
Lymph# 1,2 0.8-7.0 x103/mm3
Mid# 0,4 0.1-1.5 x103/mm3
Grand# 2,4 2.0-8.0 x103/mm3
Lymph % 30,8 20.0-60.0 %
Mid % 9,2 3.0-15.0%
Grand % 60.0 50.0-70.0%
Trombosit 148 150-450 x103/mm3
MCV 69,3 80-100 fL
MCH 21,6 27-34 pg
MCHC 31,2 31-37 g/dL

2.5 DIAGNOSA KERJA


Demam Berdarah Dengue
Anemia Hipokromik Mikrositik
2.6 DIAGNOSA BANDING
Demam Berdarah Dengue
Demam Tifoid
2.7 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 12 tpm makro
- Puyer paracetamol + Glyceryl Guaiacolate + Chlorphenamine maleate
3x1
- Fe syrup 2 x ½ cth
- Lytacus syrup 2 x 1 cth

2.8 PENCEGAHAN

6
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian
nyamuk

2.9 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad funtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Demam dengue (dengue fever) dan demam berdarah dengue (dengue
haemorrhagic fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
[ CITATION Sit14 \l 1057 ]

2.2 Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan
ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat
serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
memicu imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe
yang lain, sehingga infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal
ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody dependent enhancement (ADE),
dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi serotipe kedua.
[ CITATION Set \l 1057 ]
Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang
menjadi vektor utama serta Aedes albopictus yang menjadi vektor pendamping.
Kedua spesies nyamuk itu ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, hidup optimal
pada ketinggian di atas 1000 di atas permukaan laut, tapi dari beberapa laporan dapat
ditemukan pada daerah dengan ketinggian sampai dengan 1.500 meter, bahkan di
India dilaporkan dapat ditemukan pada ketinggian 2.121 meter serta di Kolombia
pada ketinggian 2.200 meter. Nyamuk Aedes berasal dari Brazil dan Ethiopia,
stadium dewasa berukuran lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk
lainnya.[ CITATION Les07 \l 1057 ]
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes
aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya
seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan

8
epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.
[ CITATION Dem \l 1057 ] Nyamuk Aedes aegypti mempunyai dua subspesies
yaitu Aedes aegypti queenslandensis dan Aedes aegypti formosus. Subspesies
pertama hidup bebas di Afrika, sedangkan subspesies kedua hidup di daerah tropis
yang dikenal efektif menularkan virus DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya
dibandingkan subspesies pertama.[ CITATION Les07 \l 1057 ]

2.3 Epidemiologi
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan
endemi infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di
seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5
milyar penduduk berisiko menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan
terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta kasus demam berdarah
dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah dengue ini
adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.[ CITATION Set \l 1057 ]
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain
Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi
diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit
dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang
memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.
[ CITATION Kno09 \l 1057 ]
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami
penurunan dan saat ini berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih
diatas 4% akibat penanganan yang terlambat.[ CITATION Set \l 1057 ]

2.4 Patogenesis
Patogenesis DBD masih belum jelas betul. Berdasarkan berbagai data
epidemiologi dianut 2 hipotesis yang sering dijadikan rujukan untuk
menerangkannya. Kedua teori tersebut adalah the secondary heterotypic antibody
dependent enchancement of a dengue virus infection yang lebih banyak dianut, dan

9
gabungan efek jumlah virus, virulensi virus, dan respons imun inang. Virus dengue
masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu makrofag. Sebelum
mencapai sel target maka respon immune non-spesifik dan spesifik tubuh akan
berusaha menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui
meningkat seperti C3a dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya
kenaikan permeabilitas kapiler celah endotel melebar lagi. Akibat kejadian ini maka
terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke extravaskuler dan menyebabkan
terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi
pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik. Kenaikan
permeabilitas kapiler ini berimbas pada terjadinya hemokonsentrasi, tekanan nadi
menurun dan tanda syok lainnya merupakan salah satu patofisiologi yang terjadi
pada DBD.[ CITATION Den09 \l 1057 ]
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a).
Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent
enhancement (ADE); b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8)
berperan dalam respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper
yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). Monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d).
Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a.[ CITATION Sit14 \l 1057 ]
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam
sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara
lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul
pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai
terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat.
[ CITATION Set \l 1057 ]

10
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). Supresi
sumsum tulang, 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (kurang dari 5 hari) menunjukkan keadaan
hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin
dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4
yang merupakan petanda degranulasi trombosit. [ CITATION Sit14 \l 1057 ]

2.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan.[ CITATION Den09 \l 1057 ]

a. Fase febris

Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit,
nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus
ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan
perdarahan gastrointestinal.

b. Fase kritis

Biasanya terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh
lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi
syok.

11
c. Fase pemulihan

Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita
membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan dieresis membaik.

Gambar 1. Fase Klinis DBD

Dengue Berat
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan:[ CITATION
Den09 \l 1057 ]
1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara
progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau syok
(takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu pengisian kapiler (capillary refill
time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang
menyempit atau pada syok lanjut tidak terukurnya tekanan darah)
2. Adanya perdarahan yang signifikan
3. Gangguan kesadaran
4. Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang
hebat atau bertambah, ikterik)
5. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya.

12
2.6 Klasifikasi
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu : [ CITATION Had04 \l
1057 ]
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever

2. Demam dengue klasik

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)

4. Dengue Shock Syndrome (DSS).

Pembagian derajat DBD menurut WHO ialah : [ CITATION Dem \l 1057 ]


DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih  Leukopenia
tanda: sakit kepala, nyeri  Trombositopenia (-)
retroorbital, mialgia, atralgia
 Serologi dengue Positif

DBD I Gejala di atas ditambah uji  Trobositopenia


bendung positif  Adanya kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas ditambah  Trobositopenia
pendarahan spontan  Adanya kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah  Trobositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit dingin  Adanya kebocoran
dan lemah serta gelisah) plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan  Trobositopenia
tekanan darah dan nadi tidak  Adanya kebocoran
terukur plasma

2.7 Diagnosis
Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi dengue. Riwayat

13
penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe demam, jumlah
asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya gangguan
kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja, rumah yang sakit
serupa. Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status
hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih dini,
adalah takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi pleura, apakah ada
hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari adanya ruam atau ptekie atau
tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak ditemukan maka
lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 % sedangkan
spesifisitasnya mencapai 82 %.
Diterbitkannya panduan World Health Organization (WHO) terbaru di tahun
2009 lalu, merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan
WHO 1997.
Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:
1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),
2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan
3. Dengue berat (severe Dengue)

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :


Dengue probable :
1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut :
- Mual, muntah
- Ruam
- Sakit dan nyeri
- Uji torniket positif
- Leukopenia
- Adanya tanda bahaya
3. Tanda bahaya adalah
- Nyeri perut
- Muntah berkepanjangan
- Terdapat akumulasi cairan
- Perdarahan mukosa

14
- Letargi, lemah
- Pembesaran hati > 2 cm
- Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat.
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran
plasma tidak jelas)

Kriteria dengue berat :


1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi
cairan dengan distress pernafasan.
2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran,
gangguan jantung dan organ lain)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu


ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. [ CITATION Soe03 \l
1057 ]

15
Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium, yaitu
isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus. Imunoglobulin M
(Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai hari ke-5 onset demam,
meningkat sampai minggu ke-3 kemudian kadarnya menurun. Ig M masih dapat
terdeteksi hingga hari ke-60 sampai hari ke-90. Pada infeksi primer, konsentrasi Ig M
lebih tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi primer, Imunoglobulin
G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan titer yang rendah (<1:640),
sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan
titer yang tinggi (> 1 :2560) dan dapat bertahan seumur hidup.[ CITATION
Kum07 \l 1057 ]
Akhir-akhir ini dikembangkan pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue (Ag
NS-l) diharapkan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan
serologis lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam darah pada hari
pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah, praktis dan tidak
memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag NS-l yang spesifik
terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis infeksi dengue sudah dapat
ditegakkan lebih dini. Penelitian Dussart dkk (2002) pada sampel darah penderita
infeksi dengue di Guyana menunjukkan Ag NS-l dapat terdeteksi mulai hari ke-0
(onset demam) hingga hari ke-9 dalarn jumlah yang cukup tinggi. Pada penelitian ini
didapatkan sensitivitas deteksi Ag NS -l sebesar 88,7% dan 91 % sedangkan
spesifisitas mencapai 100%, dibandingkan terhadap pemeriksaan isolasi virus dan
RT-PCR dengan kontrol sampel darah infeksi non-dengue20. Penelitian lainnya di
Singapura pemeriksaan NS1- antigen secara Elisa memberikan sensitivitas sampai
93,3 %.[ CITATION Kum07 \l 1057 ]

16
Gambar 2. Kadar IgM dan IgG pada Demam Dengue

2.9 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk demam dengue, prinsip yang paling
utama adalah terapi suportif. Terapi cairan secara oral merupakan tindakan paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Jika asupan cairan secara oral tidak adekuat,
maka diperlukan tambahan secara intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan
tubuh.[ CITATION Sit14 \l 1057 ]
Telah disusun protokol penatalaksanaan DBD oleh Perhimpunan Dokter Ahli
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan
Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia berdasarkan kriteria:[ CITATION Sit14 \l 1057 ]
1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan berdasarkan indikasi
2. Praktis dalam pelaksanaan
3. Mempertimbangkan keefektivitasan biaya

17
18
19
20
2.10 Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :6

1. Lingkungan

21
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
 Menguras bak mandi/penampungan air, sekurang-kurangnya sekali
seminggu.
 Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
 Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan:
 Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
 Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 4M Plus, yaitu menutup,
menguras, menimbun, dan meninjau setiap seminggu sekali. Selain itu juga
melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur
larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot
dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa
jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.6

2.11 Peranan Keluarga Dalam Penanggulangan DBD

22
Duvall ( 1985) menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan
dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial dari tiap anggota. Undang-Undang No.10 tahun 1992
menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami, istri dan anak atau ayah, ibu dan anak. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (1998) menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang tediri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Tugas kesehatan keluarga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
DBD adalah keluarga pertama kli harus mampu mengenal masalah yang berkaitan
dengan penyakit DBD, keluarga dapat mengenal masalah DBD dengan beberapa
cara seperti penyuluhan dari petugas kesehatan, informasi dari majalah ataupun
peran aktif keluarga untuk mencari tahu informasi mengenai DBD. Kesadaran akan
tumbuh pada tiap anggota keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap
DBD jika keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan yang berhubungan
dengan DBD begitupun dalam penanggulangan penyakit ini.
Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus mampu
memutuskan tindakan yang tepat jika salah satu anggota keluarga yang terkena
penyakit DBD, keluarga harus dengan cepat memutuskan tindakan yang tepat pada
anggot keluargana yang terkena DBD dengan membawanya ke Rumah Sakit.
Keputusan harus diambil keluarga karena keluarga yang dapat memantau anggota
keluarganya yang terkena DBD.
Tugas kesehatan keluarga selanjutnya adalah keluarga harus dapat menciptakan
lingkungan yang sehat. Kemampuan keluarga ini sangat erat kaitannya dengan
pencegahan penyakit DBD karena nyamuk penyebab DBD dapat berkembang biak
di lingkungan rumah yang tidak diperhatikan oleh keluarga. Keluarga dapat
melakukan tindakan 3 M pada lingkungan rumahnya untuk mencegah terjadinya
DBD.
Tugas kesehatan keluarga yang terakhir adalah keluarga harus dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk membantu anggota keluarganya
yang terkena DBD. Pemerintah Indonesia telah membebaskan biaya untuk pasien

23
DBD, jika tidak ada alasan bagi keluarga untuk tidak membawa anggotanya
keluarganya yang terkena DBD karena penyakit ini akan menimbulkan kematian
yang sangat cepat jika penderitanya tidak dibawa ke rumah sakit dengan segera.
Perilaku keluarga yang dimaksud dalam pencegahan DBD adalah keterlibatan
semua anggota keluarga baik tanggung jawab secara mental dan emosional.
Pengelolaan sarana yang diadakan agar tetap terjamin dan terpelihara sehingga tidak
menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit DBD. Maironah (2005) dan
Yatim (2001) mengatakan bahwadalam melakukan pencegahan DBD keluarga perlu
memerlukan beberapa metode yang tepat diantaranya:
1. Lingkungan, metode ini digunakan untuk mengendalikan perkembangbiakan
nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN),
memakai pakaian dengan lengan panjang untuk menghindari gigitan nyamuk
penyebab DBD, menghindari tidur siang, menggunakan kelambu saat tidur,
merapikan pakaian kotor yang bergantungan di balik pintu.
2. Biologi, pencegahan DBD dengan metode biologi antara lain keluarga dapat
memelihara ikan pemakan jentik jika di rumah mereka terdapat kolam
3. Kimiawi, cara pencegahan DBD dengan menggunakan metode kimiawi
antara lain keluarga dapat memberikan bubuk abate pada tempat-tempat
penampungan air dengan dosis takaran 1 gram bubuk abate untuk 10 liter air
dan keluarga juga dapat melakukan pengasapan atau fogging dan
menggunakan obat nyamuk (obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot dan
lotion anti nyamuk)

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa cara yang paling efektif dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD adalah dengan kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk yaitu menguras, menutup dan mengubur serta tindakan lainnya
seperti memberikan bubuk abate, memasang obat nyamuk, dan melakukan
pemeriksaan jentik berkala.6

BAB IV
PEMBAHASAN

24
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara holistic yaitu,
aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek resiko eksternal serta
pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan
diagnosis holistik.

 Anamnesa

1. Aspek Personal

Pasien di bawa ke Puskesmas Cakranegara dengan keluhan demam, demam


bersifat naik turun. Selain demam pasien juga dikeluhkan batuk berdahak dan
pilek.

2. Aspek Klinik

- Demam yang dialami sejak kurang lebih 6 hari yang lalu secara tiba-tiba
dan naik turun.

3. Aspek Faktor Resiko Internal


Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan
terutama mengenai pentingnya menguras bak mandi minimal seminggu sekali,
mengubur kaleng-kaleng bekas yang mungkin bisa menjadi wadah
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat wadah penampungan
air dan hindari menggantung pakaian yang akan menjadi tempat persembunyian
nyamuk penyebab DBD.

4. Aspek Faktor Resiko Eksternal.


Karena pasien dikeluhkan mengalami demam dirumah secara tiba-tiba, perlu
diwaspadai penularan terjadi di lingkungan sekolah dan lingkungan tempat
pasien sering menjalani aktivitas di rumah.

5. Derajat Fungsional

25
Pasien adalah anak-anak berusia 2 tahun 1 bulan yang tinggal di pemukiman
padat dan banyak terdapat genangan air hujan dan pot-pot bunga bekas.
a. Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital: Nadi 120x/menit, RR 32x/menit, Suhu 39,1oC


b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap.


c. Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)

Diagnose Klinis: Demam berdarah dengue


d. Penatalaksaan

- IVFD RL 12 tpm makro


- Puyer paracetamol + Glyceryl Guaiacolate + Chlorphenamine maleate 3x1
- Fe syrup 2 x ½ cth
- Lytacus syrup 2 x 1 cth
e. Pencegahan
1. Rajin menguras bak mandi minimal seminggu sekali
2. Menutup rapat wadah penampungan air
3. Mengubur kaleng-kaleng bekas
4. Hindari menggantung pakaian yang menjadi tempat persembunyian nyamuk
5. Menggunakan kelambu dan lotion anti nyamuk ketika tidur
6. Lakukan larvasidasi, yaitu menambahkan bubuk jentik (abate 1G altosid, 1,3
G dan sumilarv 0,5 G) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau didaerah yang
sulit air

Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah cukup padat karena tinggal di sebuah perumahan
padat penduduk dengan lingkungan yang cukup bersih dan pencahayaan yang
baik. Namun terdapat banyak genangan air hujan dan pot-pot bekas yang berisi
genangan air di sekitar rumahnya.
Perilaku terhadap Nyamuk

26
Dalam kesehariannya, dari wawancara yang kami lakukan diketahui bahwa
pola prilaku keluarga dan pasien sendiri terhadap nyamuk kurang baik, hal ini
dapat dinilai dengan
 Saat tidur tidak memakai kelambu

 Saat tidur tidak menyalakan obat nyamuk/ elektrik pembunuh nyamuk/ lotion
penolak nyamuk.

 Tidak memperhatikan lingkungan sekitar.

27
BAB V
KESIMPULAN

Demam Dengue merupakan penyakit yang disebabkan virus dengue.


Penyebaran virus dengue ini sendiri disebabkan melalui vektor nyamuk genus Aedes.
Kejadian demam dengue sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Manifestasi
klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau dapat berupa demam
yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.
Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi dengue. Riwayat
penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe demam, jumlah
asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya gangguan
kesadaran, output urin, juga adanya orang lain di lingkungan kerja, rumah yang sakit
serupa. Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status
hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok dapat dikenal lebih dini.
Penatalaksanaan pada penderita demam dengue merupakan terapi suportif yaitu
terapi cairan. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk infeksi dengue. Edukasi
sangat penting untuk mencegah faktor risiko terjadinya infeksi dengue. Faktor risiko
tersebut merupakan kebersihan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic


Fever and Dengue Shock Syndrome. In Directorate of National Vector Borne
Diseases Control Programme; 2008; Delhi.

2. Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta Pusat: Interna
Publishing; 2014.

3. Hadinegoro, Soegijanti S, Wuryadi S. Tatalaksana Demam Dengue/Demam


Berdarah Dengue pada Anak. In Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesiais
Anak & Dokter Spesialis dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2004. p. 80-135.

4. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue

28
Fever Threat Spreading in the Americas. Natural Resources Defense Council.
2009.

5. Setiabudi. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue


Haemorrhagic Fever. In Garna H NHAA, editor. Proceedings Book 13th
National Congress of Child Health; 2005; Bandung: KONIKA. p. 329.

6. Lestari. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.


Farmaka. 2007 Desember; 5: p. 12-29.

7. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:


Comprehensive Guideline. New Delhi: World Health Organization Regional
Office for South East Asia; 2001.

8. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva:,


World Health Organization; 2009.

9. Soedarmo. Demam Berdarah Dengue pada Anak. Jakarta: UI Press; 2003.

10. Kumarasamy V, Chua SK, Hassan Z, Wahab AHA, Chem YK, Mohamad M and
Chua KB. Evaluating the sensitivity of a commercial dengue NS1-antigen
capture Elisa for early diagnosis of acute dengue infection. Singapore Medical
Journal. 2007 Jul; 48: p. 669-673.

29

Anda mungkin juga menyukai